• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Yogyakarta. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Desember 2014 tercatat jumlah wisatawan yang menginap di hotel tercatat sebanyak 487.859 orang yang terdiri dari 474.107 orang wisatawan nusantara dan 13.752 orang wisatawan mancanegara. Berdasar jumlah tersebut menginap di hotel bintang sebanyak 154.112 orang dan 333.747 orang menginap di hotel non bintang/akomodasi lain1. Banyak sedikitnya wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya akan berimplikasi pada banyak sedikitnya hotel atau jenis penginapan lainnya untuk mengakomodasi para wisatawan mancanegara ataupun domestik yang berlibur di Yogyakarta. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan bulan Desember 2014 tercatat hotel berbintang yang aktif beroperasi sebanyak 71 hotel, kemudian untuk akomodasi menurut klasifikasi kelompok kamar, baik hotel melati maupun akomodasi lainnya di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta dicacah secara sampel, jumlah sampel terpilih tahun 2014sebanyak 187 hotel dari jumlah populasi 1.109 usaha akomodasi lainnya2.

1Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta , Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 08/02/34/Th.XVII, 2 Februari 2015.

2

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta , Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 08/02/34/Th.XVII, 2 Februari 2015.

(2)

Logika berfikir terhadap jumlah wisatawan yang berlibur ke Yogyakarta dan banyaknya jumlah hotel di Yogyakarta maka akan berimplikasi dari semakin banyaknya lapangan kerja yang bersifat padat karya. Banyaknya lapangan kerja akan membutuhkan tenaga kerja. Situasi tersebut akan memunculkan adanya pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja / pekerja, pekerja/tenaga kerja akan membutuhkan adanya pekerjaan yang disediakan oleh pengusaha.

Fenomena tersebut termuat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penyebutan dalam perundangan tersebut dikenal dengan istilah hubungan industrial. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku usaha dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan hubungan industrial yang dilakukan oleh pengusaha, pekerja dan organisasi pengusaha haruslah menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan (Pasal 103 Ayat (3) UU No.13 Tahun 2003).

Memang tujuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangatlah menjamin adanya kesejahteraan bagi yang terlibat dalam hubungan industrial. Meskipun demikian, bagi komponen yang terlibat dalam hubungan industrial merasakan betapa tidak mudahnya menjaga keharmonisan dalam hubungan industrial. Ketidakmudahan menjaga

(3)

keharmonisan di antara pihak yang terlibat dalam hubungan industrial karena semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga justru mengakibatkan semakin meningkat dan kompleks perselisihan hubungan Industrial. Beberapa faktor penyebabnya adalah terkait dengan persoalan PHK, permasalahan hak yang telah ditetapkan atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan ataupun dalam peraturan perundang-undangan.

Dinamika di dunia ketenagakerjaan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena akan menghambat terwujudnya pembangunan dibidang ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila dan UUDNRI 1945. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial harus segera dilaksanakan guna meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual3

Guna mewujudkan keharmonisan hubungan industrial pemerintah telah mengundangkan sebuah peraturan perundangan terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Peraturan perundangan tersebut menggantikan 2 (dua) peraturan perundangan terdahulu yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1227) dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan

3 Lilik Mulyadi, Agus Subroto, 2011, Penyelesaiann Perkara Hubungan Industrial dalam Teori dan Praktek, Alumni Bandung, Malang, hlm 61.

(4)

Lembaran Negara Nomor 2686). Kedua perundangan tersebut dirasa sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena tidak dapat mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi terutama buruh/pekerja perorangan belum terwadahi sebagai pihak dalam perselisihan hubungan industrial. Spirit dari pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan oleh para pihak yang berselisih atau berkonflik. Hal ini tegas termuat dari adanya mekanisme penyelesaian secara bipartit dan mediasi, konsiliasi, arbitrase yang harus wajib dilalui sebelum mengajukan gugatan ke PHI.

Unsur penting penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh pihak yang berkonflik/bersengketa adalah keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh yang mewakili buruh/pekerja dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh dalam mewakili pekerja/buruh bersengketa oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh diatur pada Pasal 25 Ayat (1) Huruf b. Keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh mewakili pekerja/buruh yang bersengketa dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilihat dalam kasus posisi dibawah ini.

Kasus ini bermula dari adanya pemutusan hubungan kerja dua orang karyawan PT. Griya Asri Hidup Abadi (Hotel Grand Quality Yogyakarta) yang tergabung pada Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Quality Yogyakarta yakni Ahmad Mustaqim jabatan Bell boy, alamat Jl.Solo km 8,5 Gandekan No 13,

(5)

Depok, Sleman dan Fitriisdianto jabatan P.A. House keeping beralamat di Nayan Rt.04 Rw. 25 Depok Sleman. Terhadap pemutusan hubungan kerja pekerja tersebut merasa terjadi suatu ketidakadilan sehingga melakukan upaya perlawanan dengan mengajukan gugatan ke PHI Yogyakarta. Namun dengan terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan pemutusan hubungan kerja dengan bipartit, bipartit mengalami kebuntuan kemudian diselesaikan secara mediasi oleh mediator dari PHI. Hasil dari mediasi mengalami kebuntuan juga.

Berbekal dengan Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dari Mediator tertanggal 14 Juli 2014 mengajukan gugatan di PHI. Gugatan tersebut diregister oleh PHI Yogyakarta dengan Nomor Perkara 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk. Penggugat I adalah Ahmad Mustaqim jabatan Bell boy, alamat Jl.Solo km 8,5 Gandekan No 13, Depok, Sleman. Penggugat II adalah Fitriisdianto jabatan P.A. House keeping beralamat di Nayan Rt.04 Rw. 25 Depok Sleman. Pihak tergugat adalah PT. Griya Asri Hidup Abadi (Hotel Grand Quality Yogyakarta) berkedudukan di Jalan Adisucipto No. 48 Yogyakarta 55281, diwakili oleh Direktur PT Griya Asri Hidup Abadi.

Hal menarik pada acara persidangan tersebut adalah pekerja yang melakukan gugatan didampingi oleh Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) sebagai kuasa hukum. Umumnya kuasa hukum dalam beracara di persidangan adalah seorang Advokat.

Mendasarkan pada uraian latar belakang dan kasus posisi di atas penulis tertarik untuk mengkaji dalam bentuk penulisan hukum atau skripsi dengan judul, “Tinjauan tentang Legalitas Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja

(6)

Mandiri Indonesia) Dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Sebagai Kuasa Hukum (Studi Kasus 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk)”. B. Rumusan Masalah

1. Bagaiamanakah FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) dapat beracara sebagai kuasa hukum dalam perkara nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk?

2. Bagaimanakah implikasi dari pengurus serikat pekerja yang beracara di Pengadilan Hubungan Industrial mewakili anggotanya tanpa dibuat surat kuasa khusus?

C .Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan hukum yang berjudul “Tinjauan tentang Legalitas Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) Dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Sebagai Kuasa Hukum (Studi Kasus 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk)”terdiri atas 2 (dua) tujuan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, yaitu :

a. Tujuan Subjektif : Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun mata kuliah Penulisan Hukum guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

b. Tujuan Objektif :

a. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami legalitas serikat pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia)

(7)

dapat beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial;

b. Untuk mengetahui keabsahan dan dampak dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh mewakili anggotanya dalam berperkara di PHI tanpa adanya surat kuasa;

c. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami kendala yang ditemui oleh pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) dalam beracara di Pengadilan Hubungan Industrial. D. Manfaat

Manfaat yang akan diperoleh dari penulisan hukum ini dapat peneliti bagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu :

a. Manfaat Akademis

Diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum, dan menjamin kepastian hukum mengenai kewenangan serikat pekerja beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan baik berupa saran atau solusi atas masalah yang terjadi di dalam praktek saat serikat pekerja mewakili pekerja beracara sebagi kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial.

E. Keaslian Penelitian

(8)

telah melakukan penelusuran dan pencarian pada media masa, cetak dan perpustakaan. Penulis menemukan penelitian sebelumnya dengan pokok bahasan mengenai pelaksanaan dan kendala atau hambatan kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapatan oleh serikat pekerja pada PT Primissima yang ditulis/diteliti oleh Rasyid Kurniawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada NIM 05/185487/HK/16945 dengan judul “Pelaksanaan Hak Berserikat Kebebasan Berserikat, Berkumpul dan Berpendapat dalam Menyelenggarakan Serikat Buruh/ Serikat Buruh yang Bebas, Terbuka, Mandiri, Demokratis, dan Bertanggug Jawab pada Serikat Buruh/ Serikat Pekerja PT. PRIMISSIMA (PERSERO)”.

Penulisan yang dilakukan oleh penulis mengkaji mengenai salah satu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada serikat pekerja / serikat buruh untuk beracara mewakili buruh / pekerja sebagai kuasa hukum di PHI, dengan melakukan studi kasus perkara nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 5 (lima) kelompok tolok ukur atau parameter dalam kriteria mutu air, yaitu fisika, kimia anorganik, kimia organik, mikrobiologi, dan radioaktivitas. mutu air,

(5) Badan Usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan Badan Usaha asing yang dipersamakan dapat mengerjakan pekerjaan perencanaan dan pengawasan sesuai dengan klasifikasi

Untuk itu Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan perlu melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, sehingga hal ini akan berdampak meningkatnya pendapatan

Sub bab ini menyajikan teori-teori budaya organisasi diantaranya fungsi-fungsi budaya organisasi, nilai bersaing budaya organisasi, pentingnya mendiagnosis budaya dan memfasilitasi

Untuk menganalisis dan mengetahui implementasi metode GKM pada karyawan DT VAS dalam upaya untuk peningkatan kinerja pemasaran Telkomspeedy di Bandung tahun 2008 dan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui kemampuan menulis cerpen berdasarkan pengalaman siswa kelas IX A SMP Negeri 17 Kota Jambi dalam menulis

Suatu kondisi emosional karyawan dengan adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, apabila harapan yang ada pada individu dapat terjadi

Sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan untuk perencanaan penataan kawasan, khususnya kawasan agroindustri kopi Arabika di