• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN BAWANG MERAH DAN PENGENDALIANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN BAWANG MERAH DAN PENGENDALIANNYA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN BAWANG MERAH DAN PENGENDALIANNYA

YULIMASNI

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jalan Raya Padang-Solok, Km. 40 Sukarami

I. PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang bernilai ekonomi tinggi. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Tanaman bawang merah mempunyai daya adaptasi yang luas, yaitu dapat ditanam dan tumbuh dengan baik mulai dari ketinggian 0 sampai 1.000 meter di atas permukaan laut (Suwandi dan Hilman, 1995 Cit : Soetiarso dan Setiawati, 2005).

Dalam budidaya bawang merah dijumpai banyak masalah, dan salah satu di antaranya adalah serangan OPT (organisme Pengganggu Tumbuhan). Sinung-Basuki dkk. (1997), melaporkan bahwa OPT penting pada tanaman bawang merah adalah ulat bawang (Spodoptera exiqua), trips (Thrips tabaci), orong-orong atau anjing tanah (Gryllotalpa sp.), antraknose (Colletotrichum gloeosporiodes), layu fusarium (Fusarium oxysporum), dan bercak ungu atau trotol (Alternaria porri). Kehilangan hasil akibat serangan OPT tersebut pada tanaman bawang merah cukup besar, yaitu berkisar antara 24-100%

Untuk mengatasi masalah kerusakan yang disebabkan oleh OPT, secara umum petani menggunakan pestisida kimia. Di Alahan Panjang yang merupakan salah satu daerah sentra produksi sayuran di Sumatera Barat, dalam pengendalian hama penyakit sayuran dikenal dengan istilah 0-1 atau 0-2 (tergantung cuaca) artinya penyemprotan dilakukan minimal sekali dua hari atau sekali tiga hari (komunikasi pribadi). Rata-rata umur tanaman bawang merah sekitar 70 hari, ini berarti untuk satu musim tanam penyemprotan dilakukan antara 23 – 35 kali. Menurut Adiyoga dkk. (1997), sekitar 63-93% petani melakukan penyemprotan pestisida secara rutin 3-7 hari sekali untuk mencegah serangan OPT dan kegagalan panen. Untuk setiap kali penyemprotan secara umum petani melakukan pencampuran 2-4 macam pestisida.

Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengatasi masalah kerusakan yang disebabkan oleh OPT saat ini pengendalian yang dianjurkan adalah pengendalian hama secara terpadu (PHT).

(2)

II. OPT PENTING TANAMAN BAWANG MERAH 2.1. Hama Penting Pada Tanaman Bawang merah

2.1.1. Ulat bawang (S. exiqua)

Hama ini bersifat polifag, dimana lebih dari 200 jenis tanaman menjadi inangnya (Smits, 1987). Ngengat berwarna kelabu dengan sayap depan berbintik kuning. Seekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 1.000 butir (Kalshoven, 1981). Telur diletakkan secara berkelompok pada daun bawang atau gulma yang tumbuh di sekitarnya. Ulat berbentuk bulat panjang, berwarna hijau atau coklat dengan kepala berwarna kuning kehijauan (Gambar 1).

Gejala serangan pada tanaman bawang merah ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun (Gambar 2)

(a) (b) (c)

Gambar 1. Kelompok telur (a), ulat/larva (b) dan ngengat hama ulat bawang (Foto : Kawana)

(3)

2.1.2. Orong-orong atau anjing tanah (Gryllotalpa sp.)

Hama ini menyerang tanaman yang berumur 1-2 minggu setelah tanam. Gejala serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena akar tanaman rusak (Moekasan dan Prabaningrum, 1977)

Serangga dewasa (Gambar 3) menyerupai jengkerik, mempunyai sepasang tungkai depan yang kuat dan terbang pada malam hari. Serangga muda atau nimfa menyerupai bentuk serangga dewasa, tetapi ukurannya lebih kecil.

Gambar 3. Orong-orong dewasa atau anjing tanah (Gryllotalpa sp) (Foto : Anonim).

2.1.3. Trips (T. tabaci)

Hama ini umumnya menyerang pada musim kemarau yang terik. Pada kondisi lahan yang kekurangan air, serangan hama ini akan menghebat (Moekasan dkk., 2005).

Serangga dewasa panjangnya sekitar 1 mm dengan sayapnya berumbai-umbai. Nimfa (gambar 4) berwarna putih kekuningan. Tanaman inang lainnya adalah cabai, waluh, semangka, terung dan tomat (Kalshoven, 1981).

Gejala serangan (Gambar 5) ditandai dengan adanya daun-daun berwarna putih berkilau seperti perak. Pada serangan hebat, seluruh daun berwarna putih. Hal ini terjadi bila suhu udara di atas normal dengan kelembaban di atas 70% (Kalshoven, 1981).

(4)

Gambar 4. Nimfa T. Tabaci (Foto : Chaput)

Gambar 5. Gejala serangan Trips pada tanaman bawang merah (Foto : Chaput)

2.1.4. Ulat grayak (S. litura)

Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depannya, sedangkan sayap belakang berwarna putih dengan bercak hitam. Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 2.000-3.000 butir. Teluir berwarna putih diletakkan berkelompok dan berbulu halus seperti diselimuti kain laken. Larva mempunyai warna yang bervariasi, tetapi mempunyai kalung hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning (Gambar 6).

(5)

Gambar 6. Larva S. litura (Foto : Chaput)

2.1.5. Lalat penggorok daun (Liriomyza sp)

Hama ini menyerang tanaman bawang merah dari umur 15 hari setelah tanam sampai menjelang panen. Kehilangan hasil akibat hama tersebut dapat mencapai 30-100% (Udiarto, 2005). Ridland dan Rauf (2000) dalam Udiarto (2005)melaporkan bahwa spesies yang menyerang tanaman bawang merah adalah L. chinensis.

Larva berwarna putih susu atau kekuningan, sedangkan pupa berwarna kuning keemasan hingga coklat kekuningan (Gambar 7).

Gejala serangan berupa bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor, dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok. Pada keadaan serangan berat, hampir seluruh helaian daun penuh dengan korokan, sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar (Gambar 8)

Gambar 7. Larva, pupa dan imago L. chinensis (Foto : Setiawati)

(6)

Gambar 8. Gejala serangan L. chinensis pada tanaman bawang merah (Foto : Setiawati).

2.1.6. Ngengat gudang

Larva berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik warna gelap, dan panjang tubuh larva ± 1 mm. Umbi bawang merah yang terserang ngengat menjadi keropos, jika dibelah ditemukan larva atau kotorannya. Selain menyerang bawang merah di gudang, hama ini juga menyerang bungkil kopra dan coklat.

2.2. Penyakit Penting pada Tanaman Bawang Merah 2.2.1. Penyakit trotol atau bercak ungu

Patogen penyebab : Cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif.

Gejala Serangan : Infeksi awal pada daun menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke dalam, berwarna putih dengan pusat bercak berwarna ungu (kelabu). Jika cuaca lembab, serangan berlanjut dengan cepat, bercak berkembang hingga menyerupai cincin dengan bagian tengah berwarna ungu dengan tepi yang kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian atas maupun bawah bercak. Ujung daun mengering, sehingga daun patah (Semangun 1989). Permukaan bercak tersebut akhirnya berwarna coklat kehitaman (Gambar 9).

Serangan dapat berlanjut ke umbi yang menyebabkan umbi membusuk, berwarna kuning lalu merah kecoklatan.. Umbi yang terserang membusuk dan berair yang dimulai dari bagian leher, kemudian jaringan umbi yang terinfeksi mengering dan berwarna lebih gelap. Umbi tersebut dapat menjadi sumber infeksi bagi tanaman berikutnya jika digunakan sebagai bibit.

(7)

Gambar 9. Gejala serangan penyakit trotol atau bercak ungu pada tanaman Bawang merah (Foto : Jacobsen/Shurieff).

2.2.2. Penyakit otomatis atau antraknose (Antracnose)

Pada musim hujan antraknose sangat ditakuti oleh petani, karena dapat menyebabkan kegagalan panen. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.). Di Brebes, penyakit ini disebut penyakit otomatis, karena menyerang dengan tiba-tiba tanpa diketahui gejala awalnya (Suhardi dan Sastrosiswojo, 1988).

Gejala serangan ditandai dengan terbentuknya bercak putih pada daun, selanjutnya akan terbentuk lekukan yang menyebabkan patahnya daun-daun bawang secara serentak (Gambar 10). Serangannya bersifat sporadis.

Gambar 10. Gejala serangan penyakit antraknose pada tanaman Bawang merah (Foto : Suhardi).

(8)

2.2.3. Penyakit embun bulu atau tepung palsu

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Peronospora destructor (Berk.) Casp. Pada kondisi lembab, berkabut atau curah hujan tinggi cendawan akan membentuk masa spora yang sangat banyak, yang terlihat sebagai bulu-bulu halus berwarna ungu (violet) yang menutupi daun bagian luar dan batang (Gambar 11). Gejala kelihatan lebih jelas jika daun basah terkena embun. Gejala akibat infeksi cendawan ini dapat bersifat sistemik dan lokal. Serangan lanjut akan mengakibatkan umbi membusuk, tetapi lapisan luarnya mengering dan berkerut, daun layu dan mengering, sering dijumpai anyaman miselia berwarna hitam.

Gambar 11. Gejala serangan penyakit embun bulu pada tanaman Bawang merah (Foto : Sherf).

2.2.4. Penyakit moler atau layu Fusarium

Penyakit layu fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum (Hanz.). Penyakit ini dapat ditularkan melalui umbi bibit, udara, tanah, dan air

Sasaran serangan adalah bagian dasar umbi lapis, akibatnya pertumbuhan akar maupun umbi terganggu. Gejala visual ditandai dengan daun yang menguning dan terpelintir (terputar) selanjutnya layu. Tanaman sangat mudah tercabut karena pertumbuhan akar terganggu bahkan membusuk. Pada dasar umbi terlihat cendawan yang berwarna keputih-putihan, sedangkan jika umbi lapis dipotong membujur terlihat adanya pembusukan. Serangan lanjut akan mengakibatkan tanaman mati yang dimulai dari ujung daun dan dengan cepat menjalar ke bagian bawahnya (Gambar 12)

(9)

Gambar 12. Gejala serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman Merah (Foto : Soetiarso)

2.2.5. Penyakit bercak daun Serkospora

Disebabkan oleh cendawan Cercospora duddiae (Walles).

Gejala serangan berupa bercak klorosis terutama terdapat pada ujung daun, sehingga secara visual daun terlihat belang-belang. Bercak klorosis yang berbentuk bulat tersebut berwarna kuning pucat, bergaris tengah sekitar 3-5 mm. Serangan lebih lanjut menyebabkan pusat bercak berwarna coklat karena jaringannya mati.

III. LANGKAH-LANGKAH PENGENDALIAN

Pengendalian OPT dilakukan dengan sistem PHT, melalui kegiatan pemantauan dan pengamatan, pengambilan keputusan, dan tindakan pengendalian. Pengendalian dengan pestisida kimia dilakukan jika populasi dan atau tingkat serangan OPT dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis

Komponen-komponen Teknologi PHT Bawang Merah 1. Budidaya tanaman sehat

 Waktu tanam yang tepat

Penanaman di musim kemarau (April-Juni dapat menekan serangan Alternaria porri (Hikmat, 2002), sedangkan untuk menghindari serangan hama ulat bawang, waktu tanam yang tepat adalah pada bulan September-Oktober (Moekassan, 1995)

(10)

 Pergiliran tanaman

Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan bawang-bawangan dapat menekan serangan A. Porri (Hikmat, 2002).

 Penggunaan varietas tahan

Varietas Kuning, Bima dan Sumenep tahan terhadap hama S. exiqua, varietas Bauji tahan terhadap A.porri (Baswarsiati dan Nurbanah, 2001). Varietas Bangkok toleran terhadap penyakit bercak ungu.

 Pemilihan bibit

Gunakan bibit dari tanaman yang sehat, kompak (tidak keropos), tidak luka/kulit tidak terkelupas, dan warnanya mengkilap.

 Pengolahan tanah yang baik  Pemupukan berimbang

Penggunaan pupuk N yang berlebih dapat mengakibatkan tanaman menjadi sekulen karena bertambahnya ukuran sel dengan dinding sel yang tipis, sehingga mudah terserang OPT (Suryaningsih dan Asandhi, 1992). Pupuk anjuran adalah kotoran sapi (15-20 t/ha) atau kotoran ayam (5-6 t/ha) atau kompos (2,5-5 t/ha). Pupuk buatan : TSP (120-200 kg/ha), Urea (150-200 kg/ha), ZA (300-500 kg/ha) dan KCl (150-200 kg/ha).

 Sanitasi

Pengambilan dan pemusnahan bagian dan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi.  Penyiraman

Penyiraman yang baik, 1-2 kali tiap hari (pagi dan sore). Penyiraman dengan air (bersih) setelah turun hujan pada siang hari dilakukan untuk membersihkan konidia yang menempel pada tanaman bawang merah.

 Pemasangan perangkap

Perangkap feromonoid seks dipasang sebanyak 50 buah/ha untuk menangkap ngengat S. exiqua (Gambar 13). Perangkap likat warna kuning dapat digunakan untuk menekan serangan lalat pengorok daun L. Sinensis, dipasang segera setelah tanaman bawang merah tumbuh. Jumlah perangkap yang dibutuhkan adalah sebanyak 40 buah/ha (Gambar 14). Perangkap likat warna putih atau biru sebanyak 50 buah/ha efektif untuk menangkap T. Tabaci

(11)

Gambar 13. Perangkap feromonoid seks (Foto : Setiawati)

Gambar 14. Perangkap likat berwarna kuning dan perangkap berjalan (Foto : Nasikin)

Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala mulai pukul 18.00 sampai dengan 24.00 paling efisien dan efektif untuk menangkap imago dan menekan serangan S. exiqua pada bawang merah. Daya penekanan terhadap tingkat kerusakan mencapai 74-81% (Udiarto dkk, 2005)

(12)

Gambar 15. Beberapa jenis lampu perangkap (Foto : Setiawati)

Gamber 16. Penggunaan lampu perangkap pada tanaman bawang merah (Foto : Setiawati).

 Penggunaan sungkup

Penggunaan sungkup kain kasa (Gambar 17) dapat menekan populasi telur dan larva serta intensitas kerusakan tanaman serta secara tidak langsung juga mampu meningkatkan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah umbi bawang merah (Udiarto dkk, 2005). Kelambu kasa plastik tahan sampai dengan 6-8 musim tanam.

(13)

Gambar 17. Penggunaan sungkup untuk mengendalikan S. exiqua (Foto : Setiawati)

 Pengendalian secara mekanik

Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan cara mengumpulkan kelompok telur dan larva S. exiqua lalu memusnahkannya. Pengendalian secara mekanik dilakukan pada umur tanaman bawang merah 7-35 hari setelah tanam (Setiawati, 1997 cit ; Udiarto dkk, 2005).

2. Pemanfaatan musuh alami

Serangga parasitoid yang efektif mengendalikan S. exiqua adalah : Eriborus sinicus., Diadegma sp., Chaprops sp., Euplectrus sp., Stenomesus japonicus., Microsplitis similes dan Peribaea sp., (Shepard et al. 1997). Selanjutnya Moekasan (1998) melaporkan bahwa musuh alami yang berpotensi untuk menanggulangi OPT bawang merah adalah virus patogen SeNPV (S. exiqua Nuclear Polyhedrosis Virus) yang menyerang ulat bawang. Virus tersebut bersifat spesifik, sehingga tidak mengganggu perkembangan parasitoid dan predator. Musuh alami lainnya yang juga dapat digunakan adalah Metarrhizium anisopliae dan biopestisida Bianok

3. Pengamatan rutin

Untuk mengetahui perkembangan tanaman, populasi hama dan intensitas serangan OPT, sejak tanaman bawang merah berumur lima hari dilakukan pengamatan secara rutin dengan interval 3-7 hari. Pengamatan rutin dilakukan pada tanaman contoh, masing-masing sebanyak 50 tanaman/ha. Sampel tanaman diambil secara diagonal atau bentuk-U. Selain itu dilakukan juga pengamatan petak contoh masing-masing sebanyak 5 petak/ha, dengan populasi tanaman per petak contoh sebanyak 100 rumpun.

(14)

a. Jenis pengamatan

 Jumlah paket (kelompok) telur S. exiqua

 Tingkat kerusakan tanaman (rumpun) contoh dengan menggunakan rumus a

P = --- x 100% N

Keterangan : P = tingkat kerusakan tanaman (%)

a = jumlah daun yang terserang per rumpun N = jumlah daun total per rumpun

 Tingkat kerusakan tanaman oleh serangan penyakit bercak ungu dengan menggunakan rumus

Σ(n x v)

P = --- x 100% Z x N

Keterangan : P = tingkat kerusakan tanaman (%)

n = jumlah rumpun yang memiliki nilai kerusakan (skor) yang sama

v = nilai atau skoring kerusakan yang ditetapkan berdasarkan luas daun yang terserang, yaitu ;

0 = tanaman sehat

1 = luas kerusakan daun > 0 – 10% 2 = luas kerusakan daun > 10 – 20% 3 = luas kerusakan daun > 20 – 40% 4 = luas kerusakan daun > 40 – 60% 5 = luas kerusakan daun > 60 – 100% Z = nilai kerusakan tertinggi (v = 5) N = jumlah rumpun yang diamati. b. Ambang Pengendalian (AP)

 H a m a

Pada musim kemarau, AP S. exiqua adalah paket telur 0,1 per tanaman contoh atau kerusakan daun sebesar 5% per tanaman contoh. Pada musim hujan AP S. exiqua adalah paket telur 0,3 per tanaman contoh atau kerusakan daun sebesar 10% per tanaman contoh.

 Penyakit

AP penyakit bercak ungu (trotol) adalah kerusakan daun sebesar 10% per tanaman contoh, sedangkan AP penyakit antraknose adalah kerusakan daun sebesar 10% per petak contoh

(15)

c. Keputusan pengendalian OPT  H a m a

1. Ulat bawang atau ulat pemakan daun lainnya

- Paket telur dan daun-daun bawang yang menunjukkan gejala serangan dipetik dan dikumpulkan , lalu dimusnahkan.

- Jika jumlah telur atau kerusakan tanaman mencapai ambang pengendalian, dilakukan penyemprotan insektisda yang efektif dan dianjurkan.

- Penyemprotan insektisida dianjurkan dilakukan pada sore hari, karena hama ini aktif pada malam hari.

2. T r i p s

Jika ditemukan serangan trips, tindakan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut ;

- Permukaan air di parit dipertahankan pada ketinggian ± 15-20 cm dari permukaan bedengan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lembab di sekitar tanaman. Kondisi demikian tidak disukai oleh trips. - Jika serangan trips berlanjut dilakukan penyemprotan dengan

insektisida yang efektif dan dianjurkan.  Penyakit

1. Penyakit bercak ungu atau trotol

Jika ditemukan gejala serangan penyakit bercak ungu, tindakan pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut ;

- Jika pada siang hari turun hujan, maka setelah reda dilakukan penyiraman. Tujuannya adalah untuk mencuci sisa-sisa air hujan dan percikan tanah yang menempel pada daun. Sisa-sisa air hujan merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya spora cendawan A. Porii, sedangkan percikan tanah yang mengering akan menimbulkan luka yang memudahkan masuknya spora cendawan tersebut ke dalam jaringan tanaman (Moekasan dkk, 2005).

- Jika tingkat kerusakan daun telah mencapai ambang pengendalian, maka tanaman disemprot dengan fungisida yang efektif dan dianjurkan.

- Penyemprotan dilakukan pada sore hari. 2. Penyakit layu fusarium atau moler

Tanaman yang terserang penyakit layu fusarium dicabut dan dimusnahkan, agar serangannya tidak meluas.

(16)

3. Penyakit antraknose atau otomatis

Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk mengatasi serangan penyakit antraknose adalah sebagai berikut ;

- Untuk mengurangi sumber infeksi agar serangannya tidak meluas, tanaman yang terserang dicabut dan dimusnahkan.

- Jika kerusakan telah mencapai ambang pengendalian, dilakukan penyemprotan dengan fungisida anjuran.

d. Pestisida yang dianjurkan pada tanaman bawang merah  Pestisida nabati

Beberapa pestisida nabati (pestitani) yang dapat digunakan untuk mengendalikan OPT bawang merah seperti yang dilaporkan oleh Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) sebagai berikut ;

1. AGONAL 866 ATAU NISELA 866

Yaitu campuran antara nimba, serai wangi dan laos, masing-masing sebanyak 8 bagian, 6 bagian dan 6 bagian.

2. TIGONAL 866 ATAU KISELA 866

Yaitu campuran antara kipahit, serai wangi dan laos, masing-masing sebanyak 8 bagian,6 bagian dan 6 bagian.

3. PHROGONAL 866 ATAU BISELA 866

Yaitu campuran antara kacang babi 8 bagian, serai wangi 6 bagian dan laos 6 bagian.

Cara dan waktu aplikasi

Pestitani disemprotkan ke seluruh bagian tanaman pada sore hari, dengan interval penyemprotan 4 hari.

(17)

Gambar 18. Beberapa jenis contoh tanaman pestisida nabati

 Pestisida kimia

Beberapa pestisida kimia yang telah diuji dan efektif digunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman bawang merah disajikan pada Tabel 3.

(18)

Tabel. Beberapa pestisida yang efektif untuk pengendalian OPT bawang merah

OPT Sasaran Pestisida anjuran

Ulat bawang (S. exigua) Klorpirifos (Dursban), Deltametrin (Decis 2.5 EC), Klorfluazuron (Atabron), Diflubenzuron (Dimilin), Triazofos (Hostathion 200 EC), Fenpropatrin (Fentrin 50 EC)

Liriomyza sp. Siromazin (Cyrrotex 75 SP), Siromazin (Trigard 75 WP), Dimehipo (Spntan 400 WSC) , Abamektin (Agrimec 18 EC), Bensulfat (Bancol 50 WP, Amitrac 200 g/l), Klorfenapir (Rampage 100 EC),

Thrips tabaci Permetrin (Perkill 50 EC), Piraklofos (Voltage 560 EC), Kartap hidroklorida (Padan 50 SP) A. porii Azoksistrobin (Amistar 250 SC), Heksakonazol

(Anvil 75 WP), Karbendazim (Bavistin 50 WP), Klorotalanil (Daconil 500 F), Mankozeb (Dithane M-45 80 WP), Tebukonazol (Folicur 25 WP), Tembaga hidroksida (Kocide 54 WDG), Fenarimol (Rubigan 120 EC), Difenokonazol (Score 250 EC), Maneb (Trineb 80 WP).

C. gloeosporioides Karbendazim (Derosal 60 WP), Metiram (Polycom 70 WG

P. destructor Klorotalonil (Daconil 75 WP), Asam fosit (Folirfos 400 AS)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., Sinung-Basuki., Y. Hilman, dan B.K. Udiarto. 1997. Studi ”Base line” identifikasi dan pengembangan teknologi PHT pada tanaman cabai di Jawa Barat. Kumpulan makalah hasil seminar hasil penelitian pendukung PHT. Program Nasional PHT Deptan. Hal. 88-119

(19)

Baswarsiati dan S. Nurbanah. 2001. Siasati permintaan bawang merah dengan menanam di luar musim. Abdi Tani 2 (5) : 15 – 17 Chaput, J and K. Schooley 1989. Thrips on Onion and Cabbage.

http://www.gov.on.ca/OMAFRA/english/crops/facts/99-027.htm

Hikmat, A. 2002. Bawang merah di Bantul aman dari serangan Alternaria. Hortikultura 1(11) : 28-29.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Revised and translated by P.A. van der Laan. PT. Ikhtiar Baru-van Hoeve, Jakarta 701 halaman.

Moekasan, T.K. dan L. Prabaningrum. 1997. Panduan Teknis : Penerapan PHT pada sistem tanam tumpanggilir bawang merah dan cabai. Kerjasama Balitsa dengan Novartis Crop Protection. 70 hal.

Moekasan, T.K. 1998. SeNPV, Insektisida mikroba untuk pengendalian hama ulat bawang, Spodoptera exiqua. Monografi No. 15 Balitsa, Bandung. 17 hal. Moekasan, T.K. L. Prabaningrum, dan M.L. Ratnawati. 2005. Penerapan PHT pada

Sistem Tanam Tumpanggilir Bawang Merah dan Cabai. Monografi No. 19. Balitsa, Bandung. 44 hal.

Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 850 hal.

Shepard, M., E.F. Shepard, G.R. Carner, M.D. Hamming, A. Rauf, S.G. Turnipseed and Samsudin. 1997. Prospect of IPM in secondary food crops. Prosiding Kongres PEI V dan Simposium Entomologi.

Sinung-Basuki, R., M. Ameriana, W. Adiyoga, dan B.K. Udiarto. 1997. Survey pengetahuan, sikap dan tindakan petani bawang merah dalam pengendalian hama dan penyakit. Kumpulan makalah seminar hasil penelitian pendukung PHT. Prognas PHT Deptan. Hal. 129-160.

Smits. P.H. 1987. Nuclear Polyhedrosis Virus as biological control agent of Spodoptera exiqua. Ph.D. Thesis. Landbouw Universiteit. Wageningen. 171 pp.

Soetiarso, T.A. dan W. Setiawati. Pedoman Umum Pengembangan Teknologi Inovatif pada Tanaman Bawang Merah. Panduan Teknis PTT Bawang Merah No. 1. Balitsa, Bandung. 32 hal.

(20)

Suryaningsih, E dan A.A. Asandhi. 1992. Pengaruh pemupukan sistem petani dan sistem berimbang terhadap intensitas seranganb penyakit cendawan pada bawang merah (Allium ascalonicum L.) varietas Bima. Bul.Penel.Hort. Vol. XXIV (2) : 19-26.

Suryaningsih, E. Dan W.W. Hadisoeganda. 2004. Pestisida botani untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman sayuran. Monografi No. 26. 36 hal.

Udiarto, B.K., W. Setiawati, dan E. Suryaningsih. 2005. Pengenalan Hama dan Penyakit pada Tanaman Bawang Merah dan Pengendaliannya. Panduan Teknis PTT Bawang Merah No. 2. Balitsa Lembang, Bandung. 42 hal.

Suhardi dan S. Sastrosiswojo. 1988. Laporan survey hama dan penyakit serta penggunaan pestisida pada sayuran dataran rendah di Indonesia. Kerjasama Balithort Lembang dengan Proyek ATA-395. 22 hal.

Gambar

Gambar 1.  Kelompok telur (a), ulat/larva (b) dan ngengat hama ulat bawang                     (Foto : Kawana)
Gambar 9.  Gejala serangan penyakit trotol atau bercak ungu pada tanaman                     Bawang merah (Foto : Jacobsen/Shurieff)
Gambar 11.  Gejala serangan penyakit embun bulu pada tanaman                        Bawang merah (Foto : Sherf)
Gambar 12.   Gejala serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman                        Merah (Foto : Soetiarso)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan nilai p < 0,05 yang berarti ada pengaruh yang bermakna pola asuh kesehatan terhadap status gizi balita .Hasil

hubungan bermakna dengan kelangsungan hidup bayi. Variabel sosial ekonomi rendah merupakan faktor risiko terkuat penyebab rendahnya kelangsungan hidup bayi.Tingkat pendidikan

berhasil karena meskipun pada pembelajarannya digunakan metode yang konvensional yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab serta terkadang digunakan

Meningkatkan Hasil Belajar Mata Kuliah Komputer Dan Media Pembelajaran pada Prodi S-I PGSD Universitas Terbuka” dapat terwujud tepat pada waktu yang telah direncanakan,

Kedua , dengan menggunakan travelling theory tahap pertama, proyek universalisme Islam oleh Islam fundemantalis tersebut pada hakikinya adalah lokal Arab yang diusung untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam pada kadar glukosa dan tingkat kerusakan pulau langerhans pankreas tikus

Untuk tingkat rasionalitas penggunaan obat indikator peresepan WHO di tiap Puskesmas Kota Kendari pada parameter jumlah obat tiap resep yang mencapai standar adalah

Hasil dari penelitian tersebut adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sangat berperan dalam pelaksanaan kegiatan latihan dasar kepemimpinan sebagai wahana untuk membentuk