• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN OESAPA BARAT KEC. KELAPA LIMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN OESAPA BARAT KEC. KELAPA LIMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR

KELURAHAN OESAPA BARAT KEC. KELAPA LIMA

(2)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum

Dari sisi geografis Kota Kupang memiliki luas 260,127 km² atau 26.012,7 ha yang terdiri dari luas daratan 165,3 km2 atau 16,533,701 ha dan luas laut 94,79 km² atau 9.479 ha dan terdiri dari 6 kecamatan. Topografi daerah tertinggi di atas permukaan laut terletak di bagian selatan Kota Kupang dengan ketinggian100-350 meter, daerah terendah di atas permukaan laut di bagian utara dengan ketinggian 0-50 meter dengan tingkat kemiringan 15%.

Iklim yang tidak menentu di Kota Kupang merupakan masalah yang cukup klasik, dalam setahun musim penghujan jauh lebih pendek daripada musim kemarau, dengan temperatur udara terendah 19,6°C yang terjadi pada bulan Juli sedangkan temperatur tertinggi adalah 33,9°C pada bulan Oktober. Curah hujan tertinggi adalah 509,2 mm pada bulan Januari (Kota Kupang dalam Angka, 2012).

Batas wilayah Kota Kupang terdiri dari:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan perairan Teluk Kupang yang merupakan Taman Wisata Alam Laut (TWAL).

b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat dan Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang.

c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kupang Tengah dan Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang.

d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang dan Selat Semau.

Jumlah penduduk Kota Kupang adalah 349.344 orang yang tersebar di 6 kecamatan (Kecamatan Alak, Maulafa, Oebobo, Kota Raja, Kelapa Lima, dan Kota Lama) sesuai data hasil proyeksi 2011 (Kota Kupang dalam Angka 2012). Fasilitas pendidikan Dasar kurang lebih 125 buah, Pendidikan menengah Pertama 47 buah, Pendidikan Menengah Umum 30 buah, Pendidikan Menengah Kejuruan

19 buah, dan Pendidikan tinggi 20 buah (5 Universitas, 6 Sekolah Tinggi, 6 Akademi, dan 3 Politeknik).

(3)

Wilayah Kota Kupang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996, terdiri dari 4 Kecamatan dan 40 Kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Nomor 60 Tahun 1995 tentang Pengukuhan Desa dan Kelurahan Persiapan menjadi Desa/Kelurahan Defenitif di Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur, maka ditambah 5 Kelurahan hasil pemekaran sehingga menjadi 45 Kelurahan, selanjutnya pada tahun 2006 dengan mempertimbangkan aspek jangkauan dan efektifitas layanan, maka Pemerintah Kota Kupang melakukan pemekaran 2 wilayah Kelurahan menjadi 4 Kelurahan sehingga jumlahnya bertambah menjadi 49 Kelurahan. Pada Tahun 2010 dilihat dari aspek Jangkauan dan efektifitas layanan, maka Pemerintah Kota Kupang melakukan pemekaran 2 wilayah Kecamatan menjadi 4 Kecamatan sehingga jumlahnya bertambah menjadi 6 Kecamatan dan pada tahun 2011 Pemerintah Kota Kupang melakukan pemekaran 2 wilayah Kelurahan menjadi 4 Kelurahan sehingga jumlahnya bertambah menjadi 51 Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut :

1. Kecamatan Kelapa Lima : 5 Kelurahan 2. Kecamatan Kota Lama : 10 Kelurahan 3. Kecamatan Oebobo : 7 Kelurahan 4. Kecamatan Kota Raja : 8 Kelurahan 5. Kecamatan Maulafa : 9 Kelurahan 6. Kecamatan Alak : 12 Kelurahan

1.2. Keadaan Geografi dan Kependudukan

Sejarah Oesapa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelurahan induk (Oesapa), karena baru tahun 2006 Kelurahan Oesapa Barat mekar dari Kelurahan Oesapa. Nama Oesapa berasal dari bahasa Rote yang terdiri dari dua suku kata yaitu Oe (air) dan sapa (haik = tempat air yang dianyam dari daun lontar). Dengan demikian, Oesapa berarti menimba air dengan menggunakan haik. Dalam kehidupan sehari-hari di kenal sebutan Oesapa Besar dan Oesapa Kecil (sekarang Oesapa Barat). Penambahan kata Kecil dan Besar pada Kata Oesapa, , dikarenakan adanya perbedaan penggunaan ukuran Haik pada saat menimba air. Di lokasi Oesapa Besar, masyarakat menimba air menggunakan Haik yang relatif

(4)

besar sedangkan di Oesapa Kecil, masyarakat menimba air menggunakan Haik yang relatif lebih kecil (Laporan SSNRMP/MCRMP Kota Kupang, PT. Perencana Indah Engineering, 2004).

Kelurahan Oesapa Barat masuk dalam wilayah Kecamatan Kelapa Lima terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 6 Tahun 2006, terdiri dari 7 RW dan 19 RT. Selanjutnya pada tahun 2009 dengan mempertimbangkan pendekatan pelayanan, maka dilakukan pemekaran 3 wilayah RT menjadi 6 RT, sehingga jumlahnya bertambah menjadi 21 RT. Kelurahan Oesapa Barat mempunyai luas wilayah 6 KM (6.000 M²), dengan batas-batas sebagai berikut :

Utara berbatasan dengan : TWAL Teluk Kupang

Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM) dan Kelurahan Kayu Putih

Timur berbatasan dengan : Kelurahan Oesapa Barat berbatasan dengan : Kelurahan Kelapa Lima

Jumlah Penduduk Kelurahan Oesapa Barat pada Desember 2013 sebanyak 9.062 jiwa terdiri dari laki-laki : 4.679 jiwa dan perempuan : 4.383 jiwa. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak : 1.971 kk. Jumlah kepala keluarga miskin (KKM) yang terdata oleh BPS Kota Kupang sebanyak 429 KKM (sebagai penerima Raskin Nasional), yang terdata sebagai penerima Raskin Daerah sebanyak 83 KKM, hasil rekapan dari masing-masing RT (21 RT) jumlah KKM sebanyak : 838 KKM, berdasarkan data tersebut diatas jumlah KKM terbanyak ada di wilayah pesisir pantai yaitu di RT. 01, 02, 07, 08 dan 09 dengan jumlah: 200 KKM atau 39,06 % (sebagai Penerima Raskin) dan Data KKM hasil rekapan RT di 5 wilayah RT tersebut diatas berjumlah : 330 KKM (39,38% ).

1.3. Kondisi Sosial Ekonomi

Keragaman suku yang menetap di Kelurahan Oesapa Barat menyebabkan adanya budaya plural. Keragaman berorientasi pada satu mata rantai budaya yang tunggal dan dipadu dengan ciri budaya generasi muda yang lebih modern (modis dan dinamis. Hal ini adalah bentuk keragaman dari budaya dari masyarakat

(5)

Oesapa Barat yang walaupun berasal dari banyak suku (Rote, Timor, Sabu, Alor, Flores, Jawa, dan Sulawesi), namun tetap mempertahankan nilai-nilai kesatuan dan persatuan (Ketunggal-Ikaan).

Jumlah penduduk yang memeluk agama dan kepercayaan di Kelurahan Oesapa Barat terbanyak didominasi oleh agama Kristen sebesar 61,86% dari total jumlah penduduk, dan agama Budha paling sedikit 0,03%. Secara detail pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Agama Golongan Agama

Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah

Kristen 2.936 2.677 5.613 Katholik 1.325 1.346 2.671 Islam 414 355 769 Hindu 6 8 14 Budha 3 0 3 Jumlah 4.684 4.386 9.070

Sumber: Laporan Bulanan, Pebruari 2014.

Pada umumnya penduduk atau nelayan yang berada di Kelurahan Oesapa Barat cenderung seragam dalam arti terdiri dari nelayan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), hanya 1-5 % adalah nelayan yang berasal dari luar NTT. Persoalan nelayan yang harus ditangani adalah penyadaran terhadap manajemen keuangan dan pola investasi modal/peralatan pendukung usaha yang lebih baik untuk meningkatkan produksi perikanan, sementara untuk peningkatan nilai tambah produk lewat pengembangan usaha alternatif. Salah satunya adalah pengolahan hasil perikanan oleh perempuan pesisir (isteri nelayan) untuk meningkatkan harga jual ketika musim paceklik tiba.

Kondisi ekonomi rumah tangga nelayan di Kelurahan Oesapa Barat tidak jauh berbeda dengan kondisi rumah tangga nelayan di kelurahan lainnya di Kota Kupang, dimana nelayan buruh mendominasi (80%) dan hanya 20% yang memiliki alat tangkap sendiri untuk penangkapan ikan pelagis besar dan kecil (tembang, tongkol, cakalang, dll), serta ikan demersal (gargahing, kakap, dll).

Keluarga nelayan di Oesapa Barat juga memiliki usaha sebagai penjual ikan segar di pasar Oeba maupun di Pasar Oesapa serta sebagai penjual keliling. Adanya juga kelompok usaha pengolahan yang telah memiliki unit usaha, sehingga membutuhkan dorongan peningkatan produksi dan kualitas, sedangkan

(6)

pemasar ikan perlu didorong untuk tetap menjaga kualitas ikan selama distribusi sehingga nelayan atau pemasar ikan memiliki kemampuan untuk menentukan harga pasar. Model manajemen usaha yang lebih spesifik sesuai usaha yang dikembangkan perlu mendapat perhatian khusus untuk meningkatkan ekonomi keluarga, sehingga mampu membiaya kebutuhan keluarga, kesehatan maupun pendidikan anak.

Fasilitas sarana prasarana pendukung perikanan dan kelautan yang ada di Kelurahan Oesapa Barat yaitu: Balai Benih Ikan (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT), pondok informasi masyarakat pesisir dan peralatan/perlengkapan pendukung bagi kelompok pemasar, pengolah, nelayan penangkap dan pokmaswas/ kelompok pengelola seumberdaya program CCD IFAD (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kupang), jalan aspal dan setapak yang terhubung sampai ke laut, dan talud penahan gelombang di Pantai Paradiso.

1.4. Kondisi Lingkungan Pesisir

Beberapa lokasi di wilayah Kelurahan Oesapa terdapat ekosistem mangrove yang masih relatif stabil, tetapi semakin tipis jika dibandingkan dengan keadaan 5-10 tahun silam, dan pada bagian tertentu, ekosistem pantai di Kelurahan Oesapa telah mengalami degradasi sebagai akibat dari aktivitas masyarakat di dserah aliran sungai sehingga turut mempengaruhi tingginya laju sedimentasi yang terjadi wilayah tersebut.

(7)

Semakin menipisnya sumberdaya hutan mangrove akibat pengaruh faktor alam dan faktor buatan manusia, seperti dieksploitasi untuk kebutuhan kayu bakar dan bahan bangunan, kegiatan pengambilan/penambangan batu karang, sehingga oleh Pemerintah Kota Kupang telah menjadikannya sebagai kawasan yang perlu dilakukan penanaman kembali sebagai daerah perkembang-biakan biota laut dan dan secara fisik, mencegah abrasi pantai.

Selain tumbuhan mangrove, pesisir pantai Kelurahan Oesapa juga didominasi oleh tanaman kelapa dan pohon lontar. Buah kelapa dimanfaatkan untuk kebutuhan keluarga dan dijual segar, sedangkan nira lontar yang disadap, dapat dikonsumsi langsung sebagai minuman segar, juga dijadikan gula lempeng

(padat) dan gula air (cair).

II. ISU-ISU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR

2.1. Kerusakan Wilayah dan Ekosistem Pesisir

2.1.1.Mangrove

Di pantai Kelurahan Oesapa Barat terdapat ekosistem mangrove yang masih relatif baik, tetapi semakin tipis jika dibandingkan dengan keadaan beberapa puluh tahun silam, dan pada bagian tertentu, ekosistem mangrove di kelurahan ini telah mengalami kerusakan. Saat ini, vegetasi mangrove di Pantai Oesapa Barat telah mengalami penurunan luasan. Sekitar 12-15 ha luasan mangrove yang tersisa dan sekarang dijadikan kawasan rehabilitasi. Konversi lahan mangrove untuk budidaya tambak (ikan dan garam) di Kelurahan Oesapa Barat telah menyebabkan luas/penutupan dan kepadatan vegetasi mangrove di pantai telah mengalami penurunan. Penyebab utama hilangnya mangrove adalah: pembabatan dan pengulitan pohon mangrove untuk kayu bakar, konversi lahan mangrove untuk tambak bandeng dan garam, perusahaan galangan kapal yang berlokasi dalam areal mangrove, pengelolaan pertambakan tidak berwawasan lingkungan, dan pencemaran pantai (limbah industri dan minyak).

(8)

Sementara itu akibat yang ditimbulkan antara lain: tidak adanya habitat untuk bertelur dan tempat asuhan biota, tidak adanya supply tambahan nutrient pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun, dan hilangnya pertahanan fisik pantai dari gelombang dan arus pasang surut.

Gambar 2. Kondisi hutan mangrove yang telah menipis Kelurahan Oesapa Barat

2.1.2. Terumbu Karang

Tipe terumbu karang di Oesapa Barat yaitu karang pantai (fringing reefs) terdapat pada kedalaman 1-5 meter dan dapat dijumpai di Pantai Paradiso. Terumbu karang di pantai ini sangat mendukung usaha-usaha perikanan skala kecil bagi nelayan penyudu udang, pemancing kepiting, dan nelayan dengan armada lebih kecil 1 GT. Namun sangat disayangkan, ada indikasi nelayan yang menggunakan cara-cara yang merusak untuk membantu aktivitas penangkapan ikan.

Penyebab utama kerusakan terumbu karang di Oesapa Barat yaitu: penggunaan bom dan racun cyanida, akar tuba, dan buah gewang, pengambilan batu karang untuk pembuatan kapur (bahan bangunan dan hiasan), aktivitas Maka Meting dan wisata yang menyebabkan perusakan oleh masyarakat berupa penginjakan atau membalik batu saat surut untuk memperoleh ikan atau keperluan lainnya (termasuk para pengunjung yang mandi saat terjadi air surut), sedimentasi akibat kurang adanya penanaman pohon

(9)

pelindung di sekitar daerah aliran sungai, pencemaran oleh limbah industri (perusahaan pabrik kayu dan galangan kapal) dan rumah tangga.

Akibat yang ditimbulkan adalah: kerusakan habitat dan berkurangnya keanekaragaman hayati, penurunan hasil tangkapan ikan, kestabilan pantai berkurang dan bertambahnya erosi/abrasi pantai di pantai, dan populasi lobster dan ikan karang berkurang

2.1.3. Padang Lamun

Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang hidup di bawah permukaan laut. Lamun berfungsi sebagai daerah asuhan, berlindung, mencari makan, sumber utama produksi primer, dan memproduksi nutrien. Selain itu, bersama-sama dengan terumbu karang dan mangrove dapat meredam energi gelombang dan arus, serta mengatur aliran air.

Di perairan pantai Oesapa Barat, hanya ditemukan 2 spesies lamun yaitu

Syringodium isoetifolium dengan rata-rata komposisi spesies 22% dan Cymodecea rotundata dengan rata-rata komposisi spesies 30% dan hanya ditemukan berupa spot

kecil pada stasiun-stasiun pengamatan. Dengan data ini mengindikasikan bahwa kerusakan lamun mulai terjadi di daerah ini.

2.1.4. Abrasi Pantai

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun intervensi manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan penanaman dan rehabilitasi hutan mangrove.

Di Oesapa Barat ancaman abrasi telah berlangsung sejak tahun 2000-an, namun baru mulai terasa dampaknya 5 tahun terakhir, hal ini bisa terlihat di bagian Pantai Paradiso dan bagian timur dari pantai Oesapa Barat. Untuk bagian Pantai Paradiso telag dibangun talud pengaman pantai tahun 2013, sementara bagian timur hanya mengandalkan ekosistem mangrove yang tumbuh berupa spot-spot kecil.

(10)

2.2. Pemanfaatan Ruang Pesisir

Pemanfaatan ruang pesisir oleh masyarakat Kelurahan Oesapa diantaranya: tempat berlabuhnya perahu/kapal penangkap ikan (Lampara, Ketinting, Sampan, dll) di sekitar Pantai Paradiso dan ketika musim Barat (Munson) kapal-kapal kecil dan besar baik nelayan lokal maupun nelayan luar Oesapa Barat memanfaatkan kawasan mangrove untuk tempat penambatan menghindari terpaan gelombang besar. Pemanfaatan yang lain yaitu padatnya permukiman penduduk di sekitar areal pesisr (tidak lagi memperhatikan sempadan pantai) sehingga berdampak terhadap abrasi dan erosi, serta pembuangan limbah rumah tangga langsung ke laut. Di Kelurahan Oesapa hampir tidak ditemukan areal jalur hijau, ruang terbuka hijau, dan sempadan pantai.

2.3. Erosi Pantai (siltasi)

Sampai saat ini belum ada kajian secara komprehensif tentang fenomena erosi pantai dan belum ada penanganan secara terpadu tentang isu ini di Kelurahan Oesapa Barat, namun secara umum beberapa penyebab erosi pantai diantaranya: penurunan kualitas perairan seperti kekeruhan dan pencemaran, kurangnya pepohonan pelindung di sepanjang jalur Daerah Aliran Sungai (DAS), degradasi dan meluasnya DAS, permukiman penduduk di sepanjnag DAS, dan penggalian pasir pantai untuk bangunan

(11)

2.4. Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan

Faktor kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap keberhasilan proses pembangunan di Kelurahan Oesapa Barat. Dalam faktor kesehatan tidak hanya persolan kesehatan individu semata tetapi termasuk kesehatan masyarakat secara utuh/massal dan kesehatan lingkungannya. Pemerintah kelurahan telah giat dalam upaya meminimalisir dampak penyakit berbahaya (khususnya kelompok penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri) bagi masyarakatnya dengan berbagai aktivitas, mulai dari pembersihan lingkungan sampai pada upaya pembersihan sarang nyamuk dan antisipasi terhadap faktor penyebab demam berdarah seperti gerakan 3 M dan pembagian abate secara massal merupakan salah satu langkah dalam menjaga sanitasi lingkungan.

Dalam implementasi aktivitas di atas, maka pemerintah kelurahan telah menghimbau dan mengajak masyarakat untuk secara sadar bertanggung-jawab terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya dan dikoordinir langsung oleh para ketua RT, RW, dan pimpinan lembaga sosial dan keagamaan di wilayah kerja masing-masing.

Kondisi kesehatan keluarga di Kelurahan Oesapa Barat cukup baik dengan tersedianya fasilitas Puskesmas Pembantu yang membantu posyandu atau ibu hamil dalam hubungan dengan kesehatan ibu dan anak, serta pusat kesehatan yang didirikan Gereja GMIT Betlehem Oesapa Barat.

Sistim sanitasi lingkungan sudah cukup baik tetapi perlu mendapat perhatian dalam hal ketersediaan air bersih dan akses terhadap jaminan kesehatan yang lebih baik menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

2.5. Tingkat Pendidikan Penduduk

Secara umum tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Oesapa Barat menyebar dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Tabel 2). Hal ini tentu ditunjang dengan keberadaan lembaga pendidikan formal yang ada di Kota Kupang yang bisa dijangkau oleh warga Oesapa Barat.

(12)

Dari data di Tabel 2, terlihat bahwa warga Oesapa Barat yang telah mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi sebesar 76,32%. Dengan data ini mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat telah terbebas dari buta huruf, walaupun masih tersisa 3,98% yang masih buta huruf. Pada tingkat pendidikan tinggi baru 10,36% masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi, sementara peran dan dampak pendidikan tinggi cukup besar dalam pembentukan pola dan karakter masyarakat termasuk upaya pemanfaatan sumberdaya alam.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

L P Jumlah Belum Sekolah 936 851 1.787 TK 396 239 635 SD 707 1.036 1.743 SLTP 772 588 1.360 SLTA 1.165 1.079 2.244 D3 (Diploma) 144 271 415 S1 (Sarjana Strata I) 345 148 493 S2 (Sarjana Strata 2) 9 17 26 S3 (Sarjana Strata 3) 3 3 6 Buta Huruf 207 154 361 Jumlah 4.684 4.386 9.070

Sumber: Laporan Bulanan, Pebruari 2014.

2.6. Konflik Daerah Penangkapan

Secara umum sistem pengelolaan perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu: (1) dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri. Terkait dengan tiga dimensi tersebut, pengelolaan perikanan di Kota Kupang saat ini masih belum mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi tersebut, dimana kepentingan pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan misalnya kesehatan ekosistemnya. Pendekatan yang dilakukan masih parsial belum terintegrasi dalam kerangka dinamika ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan (Adrianto, 2010).

(13)

Hasil penelitian Bessie (2013), menunjukkan bahwa konflik perebutan penggunaan daerah penangkapan ikan di TWAL Teluk Kupang (termasuk Oesapa Barat) dalam tahun 2011 sebanyak tiga kasus yang ditangani pengawas perikanan DKP Provinsi NTT, Polair, TNI AL dimana pelaku diberi peringatan dan pengertian, dimana 16% responden yang diwawancarai mengaku pernah terlibat dalam konflik perebutan daerah penangkapan ikan. Konflik benturan alat penangkapan ikan didominasi oleh perikanan lampara dimana 64% responden nelayan lampara mengaku berkonflik dengan nelayan andon lampara dan/atau mini purse seine (dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Rote Ndao Provinsi NTT) yang memiliki armada penangkapan yang lebih besar dan dalam jumlah yang banyak.

BAB III. PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disarikan sebagai kesimpulan dari gambaran profil Kelurahan Oesapa Barat, yaitu:

- Permasalahan kerusakan wilayah dan ekosistem pesisir, seperti: mangrove, lamun, dan terumbu karang harus mendapat perhatian utama dan penanganan cepat.

- Kesehatan masyarakat dan lingkungan menjadi faktor penting dalam proses pembangunan sehingga proses perencanaan dan implementasinya harus dilakukan dengan baik dan terpadu.

- 3,98% masyarakat Kelurahan Oesapa Barat masih buta huruf, ini memberikan kontribusi terhadap upaya pemanfaatan lingkungan yang merusak.

- Konflik pemanfaatan ruang dalam upaya penangkapan ikan masih dialami oleh nelayan lokal (Oesapa Barat), karena kehadiran nelayan andon dalam jumlah yang banyak.

3.2. Rekomendasi

Rekomendai dari laporan profil ini, yaitu:

- Mengembangkan program pelestarian ekosistem mangrove, terumbu karang dan lamun berbasis masyarakat.

(14)

- Meningkatkan kerjasama dalam penanggulangan erosi/abrasi pantai.

- Mengembangkan program pengelolaan tambak rakyat berwawasan lingkungan. - Membentuk kelompok masyarakat dan meningkatkan perannya dalam pengelolaan

sumberdaya alam di wilayah pesisir.

- Mengembangkan daerah perlindungan laut atau pesisir yang berbasis pada masyarakat.

- Membuat zona-zona pemanfaatan dan konservasi yang didasarkan pada daya dukung serta kesepakatan semua pihak.

- Membuat rencana pengelolaan, rencana zonasi pesisir dan laut (termasuk perikanan tangkap) serta pemetaan habitat wilayah pesisir.

Gambar

Gambar 1. Kondisi hutan mangrove yang telah menipis Kelurahan Oesapa Barat
Gambar 2. Kondisi hutan mangrove yang telah menipis Kelurahan Oesapa Barat
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah mengetahui kepadatan jentik Aedes sp dan tempat penampungan air (TPA) di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang tahun 2019.. Jenis

Ada pun faktor lain yang mempengaru hasil tangkapan disebabkan oleh fluktuasi, perubahan kondisi cuaca musiman yang mengalami perbedaan sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan waktu

Permasalahan yang dihadapi oleh nelayan di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang adalah hidup di daerah yang kumuh, tingkat pendidikan yang belum memadai, pendapatan yang