• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TELAAH PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Evaluasi Pelaksanaan Program

2.1.1. Evaluasi Program

Suchman dalam Arikunto dan Jabar (2014:1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menen-tukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Pendapat lain yang diungkapkan oleh seorang ahli yang sangat terkenal dalam evaluasi program bernama Stufflebeam (2007:325) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pem-berian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengam-bilan keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses pengumpulan data atau informasi untuk menilai apakah program yang direncanakan telah tercapai sesuai dengan tujuan yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Arikunto dan Jabar (2014:3), mengungkapkan bahwa ada dua pengertian program, yaitu pengertian secara umum dan khusus. Menurut pengertian secara umum, program dapat

(2)

9

diartikan sebagai rencana. Pengertian secara khusus dalam hal ini berkaitan dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Terdapat tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam menentukan program yaitu (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu yang relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan dan (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Sejalan dengan pengertian tersebut Wirawan (2012:17), mendefiniskan program sebagai kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas. Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa program yaitu rangkaian atau kesatuan kegiatan yang dilakukan secara berkesinam-bungan dan dalam waktu yang tidak terbatas sebagai implementasi dari suatu kebijakan. Semua program tersebut perlu dievaluasi untuk menentukan apakah layanan dan intervensinya telah mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Tyler dalam Arikunto dan Jabar (2014:5), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah tereali-sasikan. Selanjutnya Stufflebeam dalam Sudjana (2008:20), menyatakan evaluasi program pendidikan yaitu “Educational evaluation is the process of

(3)

10

delineating, obtaining and providing useful infor-mation for judging decision alternatives”. Menurut rumusan ini,

evaluasi program pendidikan merupakan proses men-deskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan infor-masi yang berguna untuk menetapkan alternatif kepu-tusan.

Sejalan dengan pengertian di atas, Mugiadi dalam Sudjana (2008:21), menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan ke-putusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, meng-hentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari dalam setiap pengambilan keputusan.

Berdasarkan berbagai pengertian yang sudah dikemukakan di atas maka evaluasi program dapat didefinisikan sebagai kegiatan sistematis untuk me-ngumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Batasan evaluasi program memuat 3 unsur yaitu kegiatan sistematis, data dan pengambilan keputusan. Kegiatan sistematis mengandung makna bahwa eva-luasi program dilakukan melalui prosedur berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Data yang dikumpulkan, sebagai fokus evaluasi program, diperoleh melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian

(4)

11

dengan menggunakan pendekatan, model, metode dan teknik ilmiah. Pengambilan keputusan bermakna bahwa data yang disajikan tersebut akan bernilai apabila menjadi masukan berharga untuk proses pengambilan keputusan tentang alternatif yang akan diambil terhadap program. Dengan demikian, evaluasi program merupakan kegiatan yang sistematis dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.

2.1.2 Tujuan dan manfaat Evaluasi Program

Tujuan diadakan evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program karena evaluator ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya (Arikunto dan Jabar, 2014:18).

Manfaat dari evaluasi itu sendiri adalah mengum-pulkan data yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Informasi yang didapatkan dari kegiatan evaluasi sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan

(5)

12 sebuah program keputusan menurut Arikunto dan Jabar (2014:22), yaitu:

1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak memberikan manfaat, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. 2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang

kurang sesuai dengan harapan.

3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik apabila dilakukan kembali di tempat dan waktu yang lain.

Kesimpulan dari tujuan dan manfaat di atas ada-lah evaluasi dapat bertujuan untuk mengetahui penca-paian keberhasilan suatu program dan bermanfaat untuk mengetahui standar pencapaian dari suatu program nantinya akan berpengaruh pada pelaksanaan program. Semua itu juga dapat menjadi masukan setiap sekolah untuk mempertimbangkan kembali suatu program dan juga benar-benar memperhatikan pelak-sanaan program tersebut.

2.1.3 Model Evaluasi Program

Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatanpengumpulan data atau informasi yang

(6)

berke-13

naan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi. Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2014:40), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:1)Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler; 2)Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven; 3)Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan

oleh Michael Scriven; 4)Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake; 5)Responsive Evaluation

Model, dikembangkan oleh Stake; 6)CSE-UCLA

Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi

dilakukan; 7)CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam; 8)Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.

2.1.4 Evaluasi Program CIPP

Model evaluasi CIPP mulai dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam pada tahun 1966. Stufflebeam dalam Wirawan (2012:91) mendefinisikan evaluasi sebagai proses melukiskan, memperoleh, dan menye-diakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif-alternatif pengambilan keputusan. Melukiskan artinya menspesifikasi, mendefinisikan, dan menjelaskan untuk memfokuskan informasi yang diperlukan oleh para pengambil keputusan. Memeroleh artinya dengan memakai pengukuran dan statistik untuk mengum-pulkan, mengorganisasi dan menganalisis informasi. Menyediakan artinya mensintesiskan informasi

(7)

sehing-14 ga akan melayani dengan baik kebutuhan evaluasi para pemangku kepentingan evaluasi.

Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi, yaitu: Evaluasi konteks (Context Evaluation), Evaluasi Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process

evaluation), dan Evaluasi Hasil (Product Evaluation).

Keempat kata yang disebutkan dalam singkat CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan, dengan kata lain model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebuah sistem.

a. Evaluasi konteks. Menurut Stuffflebeam dalam Wirawan (2012:92) mengungkapkan konteks untuk menjawab pertanyaan apa yang perlu dilakukan? (What needs to be done). Evaluasi konteks meru-pakan evaluasi yang paling mendasar dan memiliki misi untuk menyediakan suatu rasional atau landasan atau sebagai latar belakang suatu program. Arikunto dan Jabar (2014:46), menambahkan bahwa evaluasi konteks mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi sehingga dapat memperkecil kesenjangan antara kondisi faktual dan kondisi yang diharapkan. Evaluasi konteks dilaksanakan sebagai suatu kebutuhan serta memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan dilaksanakan.

b. Evaluasi masukan atau input ialah untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang dimiliki, alternatif-alternatif apa saja yang diambil serta rencana yang dibuat untuk mencapai

(8)

15

tujuan. Menurut Sudjana (2008:55), evaluasi masukan (input) program menyediakan data untuk menentukan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan program. Sejalan dengan pendapat tersebut, Arikunto dan Jabar (2014:47), menyatakan bahwa evaluasi

input adalah 1) kemampuan awal warga belajar; 2)

kemampuan sekolah menyediakan petugas yang tepat; 3) bahan ajar; 4) kurikulum; 5) sarana belajar; 6) pembiayaan.

c. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukkan pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Model CIPP pada evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Menurut Arikunto dan Jabar (2014:47), menyatakan bahwa evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.

d. Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada ma-sukan mentah. Evaluasi hasil merupakan tahap akhir dan berfungsi untuk membantu penanggung-jawab program dalam mengambil keputusan. Menurut Sudjana (2008:56), evaluasi program mengukur dan menginterpretasi pencapaian program selama pelaksanaan program.

(9)

16

2.2 Kelas Bilingual

2.2.1 Pengertian Kelas Bilingual

Definisi kelas bilingual secara umum adalah pem-belajaran yang materi pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaiannya (Matematika dan IPA) disampaikan dalam bahasa Inggris. Dalam arti lain kelas bilingual merupakan pembelajaran Matematika dan IPA dalam proses belajar mengajar dan penilaiannya menggunakan dua sistem bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Menurut Chodijah (2000), seorang konsultan pendidikan khusus pembelajaran bahasa Inggris meng-ungkapkan kelas bilingual adalah kelas yang mampu membangun komunitas berbahasa Inggris secara natu-ral di lingkungan kelas maupun sekolah. Chodijah mengemukakan bahwa ada dua alasan mengapa pembelajaran Matematika dan IPA disampaikan meng-gunakan bahasa Inggris yaitu: pertama, untuk mening-katkan daya saing (siswa yang unggul) dengan mengeta-hui teknologi dan ilmu-ilmu yang mendasarinya yaitu Matematika dan IPA. Kedua, karena sebagian besar tek-nologi (komunikasi, manufaktur, konstruksi, trans-portasi, bio dan energi) dan ilmu MIPA (matematika, fisika, biologi, kimia) disebarluaskan dalam bahasa Inggris. Maka untuk memperoleh ilmu itu secara mudah dan cepat dari bangsa-bangsa yang lebih maju diperlukan generasi muda yang mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Dalam proses belajar mengajar kelas bilingual (MIPA) digunakan dua pengantar yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Hal ini dilakukan agar proses belajar mengajar berjalan

(10)

17

efektif dan efisien sehingga tujuan dan harapan yang telah ditetapkan tercapai.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa penerapan kelas bilingual adalah suatu proses pencapaian tujuan pembelajaran kelas bilingual (Matematika dan IPA) yang dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelak-sanaan, monitoring dan penilaian. Dalam proses belajar mengajar menggunakan dua pengantar yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris agar dapat berjalan efektif dan efisien sehingga tujuan dan harapan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik dan meningkatkan mutu pembelajaran secara khusus serta meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya.

2.2.1 Model Pembelajaran Kelas Bilingual

Gusti Astika (2007), mengungkapkan bahwa untuk melaksanakan konsep kelas bilingual ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain: (a) Substansi pelajaran harus cocok dengan tingkat perkembangan kognitif dan kemampuan Bahasa Inggris peserta didik, (b) sekolah harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk mendorong pemakaian bahasa yang bermakna baik tulis maupun lisan, (c) pembelajaran harus menekankan latihan pemecahan masalah dan peserta didik didorong untuk bekerjasama melalui tema-tema yang menarik dan menantang.

Terdapat dua model pembelajaran yang dianggap mendukung pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Bahasa Inggris, agar tingkat pencapaian kompetensi dalam bidang studi maupun

(11)

18 kompetensi dalam Bahasa Inggris dapat dicapai. Dua model pembelajaran tersebut sebagai berikut:

1) Task

Salah satu pendekatan mengajar bahasa yang sedang berkembang ialah pendekatan yang didasarkan pada task. Pendekatan ini dapat dicoba di kelas

bilingual. Menurut Nunan (2004), task ialah,

a piece of classroom work which involves learners in comprehending, manipulating, producing or interacting in the target language while their attention is focused on mobilizing their grammatical knowledge in order to express meaning and in which their intention is to convey meaning rather than to manipulate form.

Pemahaman terhadap task sebaiknya diterapkan dalam mengajarkan mata pelajaran di kelas bilingual di mana Bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar, menyelesaikan sebuah tugas (task

completion) dalam proses belajar yang memerlukan

keterampilan menggunakan tata bahasa Inggris (language forms) dan pemahaman terhadap substansi materi pelajaran (meaning or content knowledge). Jadi Bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.

2) Co-teaching

Menurut Liu (2008:103-117), co-teaching dikem-bangkan di sekolah dasar di Cina dalam kelas-kelas

bilingual. Guru yang terlibat dalam co-teaching ialah

guru penutur asli berbahasa Inggris dan guru lokal. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, mereka bekerjasama mulai dari perencanaan pelajaran sampai dengan pelaksanaan evaluasi. Model ini telah

(12)

19

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Di Indonesia, untuk memperoleh guru penutur asli berbahasa Inggris sangat sulit. Namun demikian, kendala ini bisa diatasi dengan melibatkan guru bahasa Inggris yang ada di sekolah dengan mempertimbangkan masalah-masalah administratif dan manajerial sekolah.

Perkembangan bahasa peserta didik difasilitasi melalui kegiatan penunjang di luar pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris yang diikuti peserta didik di sekolah.

a) Peserta didik menerima pelajaran tambahan berupa

English for Mathematics and Science yang dilakukan

oleh guru bahasa Inggris atau guru MIPA. Materi pelajaran tambahan ini didasarkan pada kebutuhan dan urutan penyajian tema-tema pelajaran yang ada pada pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris. Idealnya sebelum peserta didik mempelajari pokok bahasan tertentu, peserta didik sudah diper-kenalkan dengan bahasa (kosa kata, tata bahasa, ekspresi, dsb.) yang akan dipergunakan dalam mempelajari pokok bahasan tersebut.

b) Model ini sesuai bagi sekolah yang guru MIPA-nya

memiliki pengetahuan kebahasaan yang terbatas dan team-teaching antara guru bahasa Inggris dan guru MIPA tidak dapat berjalan dengan baik.

c) Dalam model ini pembelajaran MIPA dalam Bahasa

Inggris berlangsung dengan tahapan-tahapan pem-belajaran seperti pada pempem-belajaran MIPA pada umum-nya.

(13)

20 Model ini agak mahal dan memerlukan waktu cukup banyak tetapi efektif dalam pencapaian tujuan (peningkatan kemahiran berbahasa Inggris).

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan team teaching menurut Liu (2008:103-117), yaitu

a) Para guru yang terlibat mempunyai tanggung jawab

dan status yang sama. Bekerja sama mendesain perencanaan mengajar, mengadakan evaluasi dan bertanggung jawab kepada semua peserta didik di kelas.

b)Guru bahasa Inggris dalam team teaching tidak lagi dianggap sebagai asisten guru mata pelajaran, tetapi dianggap sebagai sumber pengetahuan, fasilitator, dan guru yang mempunyai status yang sama.

Dengan kata lain, kedua guru secara efektif saling melengkapi satu sama lain sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing dalam proses belajar mengajar. Model ini dapat berhasil jika kedua guru menjalin hubungan kerja yang profesional. Strategi pelaksanaan team teaching antara lain;

a) Persiapan

1. Kedua guru mendiskusikan cara mengajar yang difokuskan pada tingkat kemampuan peserta didik.

2. Menetapkan tujuan mengajar dan topik bahasa 3. Mendiskusikan cara mengevaluasi belajar peserta

didik dan membantu peserta didik yang lemah dan membutuhkan bantuan.

(14)

21

b) Pelaksanaan

Dalam implementasinya, model team teaching memerlukan dukungan manajerial dan administratif. Keberhasilan team teaching akan sangat bergantung kepada manajemen sekolah yang harus mengambil langkah-langkah berikut:1) Menciptakan kondisi kerja yang kondusif bagi guru dalam team untuk merencanakan pelajaran; 2) Membagi beban mengajar secara proporsional untuk guru dalam team; 3) Bersama-sama dengan semua guru menciptakan kegiatan yang dapat membangun relasi yang harmonis dan produktif; 4) Membangun kesadaran yang kuat akan pentingnya kerjasama dalam menangani isu pendidikan dalam model team teaching agar terbentuk kondisi yang dapat mendukung keberhasilan program.

Menurut Liu (2008:103), dari hasil penelitiannya tentang team teaching, rahasia keberhasilan terletak pada adanya sikap terbuka dari guru dan cara menghindari konflik dalam team. Mereka melaksanakan perannya secara fleksibel, kadang-kadang sebagai „asisten‟ kadang kadang sebagai guru utama (pemimpin) dengan tetap berpedoman kepada tujuan dan arah pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran di kelas

bilingual dapat menggunakan model pembelajaran yang

sesuai dengan keadaan kelas, khususnya kompetensi guru dalam berbahasa Inggris. Kedua model pembelajaran tersebut, baik task maupun co-teaching sama-sama disampaikan dengan dwi bahasa tanpa mengurangi kebermaknaan pelajaran inti.

(15)

22

2.3 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Ninawati (2012) berjudul Kajian Dampak Bilingual Terhadap Per-kembangan Kognitif Anak Sekolah Dasar menyebutkan bahwa mempelajari bahasa asing selama usia anak-anak memiliki keuntungan istimewa. Hal tersebut dikarenakan manusia memiliki kapasitas istimewa untuk menguasai bahasa pada masa kanak-kanak tanpa melihat apakah bahasa tersebut bahasa ibu atau bahasa yang lainnya. Belajar bahasa pada anak-anak lebih efektif karena faktor neurologis sehingga mempelajari Bahasa Inggris pada usia di sekolah dasar merupakan hal yang tepat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Harits (2010) mengenai Model Pengajaran Bilingual pada Anak Usia Dini pada SD Anak Salarh Sidoarjo menunjukkan bahwa pemerolehan bahasa kedua yang berlangsung pada pembelajaran di SD Anak Saleh Sidoarjo dipengaruhi oleh penciptaan lingkungan belajar yang didesain oleh sekolah. Dengan diterapkannya pengajaran bilingual akan banyak memberikan

masukan kepada peserta didik yang pada akhirnya akan akan meningkatkan kecakapan dan penguasaan kompetensi dari peserta didik. Oleh karena itu, perlu adanya sinergitas antara kurikulum, model pembelajaran dan juga kompetensi guru dalam bidang bahasa untuk mencapai tujuan pembelajaran bilingual.

Temuan lain dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugianto (2014) tentang Optimalisasi Penerapan Kelas Bilingual Menuju Pembelajaran Efektif di SMP Negeri 1 Dukun Gresik adalah perencanaan,

(16)

23

pembelajaran di SMP Negeri 1 Dukun telah disusun sesuai dengan Permendiknas nomor 41 tahun 20017 dan karakteristik pembelajaran kelas bilingual, proses pembelajaran kelas bilingual, sedangkan pelaksanaan pembelajarankelas bilingual mata pelajaran IPA dan matematika dalam Bahasa Inggris menggunakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran terpisah dan terpadu. Adapun penilaian dan pengawasan hasil pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan Permen-diknas nomor 41 tahun 2007

2.4 Kerangka berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Program Kelas Bilingual

Evaluasi program Model CIPP

Konteks Masukan

n Proses

Hasil

Hasil Evaluasi Program Globalisasi

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan Tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 14 Tahun 2010 tentang Retribusi Rumah Potong

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Struktur-struktur novel Pukat karya Tere Liye; (2) Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Pukat

Pada hakikatnya sains adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuari

Untuk menjawab permasalahan yang telah disebutkan, peneliti ingin merancang arsitektur microservice yang akan digunakan dalam sistem informasi perpustakaan pusat dengan

Instrumen dasar bedah minor terbagi atas empat berdasarkan fungsi, yakni instrumen dengan fungsi memotong (pisau scalpel + pegangan dan beragam jenis gunting),

Sistem yang telah dibuat memiliki penilaian cukup baik dari validator ahli dengan presentase 92% untuk aspek program, 86% untuk aspek tampilan dan 82% untuk

Kehadiran Galeri foto dengan sifat fleksibilitas ruang dengan pendekatan tata cahaya alami ini menjadi salah satu wadah kegiatan apresiasi dan edukasi Seni Fotografi di Yogyakarta

Ucapan Hari Raya 2021 Malam Raya Memasang Pelita Bagi Menyambut Syawal Yang Tiba Ucapan Raya Maaf Dipinta Semoga Tiada Mengguris Jiwa Bersama Kita Menghindarkan Diri Semoga