• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG MAKANAN DAN MINUMAN KAKI LIMA DI ALON-ALON KOTA MADIUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG MAKANAN DAN MINUMAN KAKI LIMA DI ALON-ALON KOTA MADIUN."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG MAKANAN DAN MINUMAN KAKI LIMA DI

ALON-ALON KOTA MADIUN.

Mintarti Indartini

Abstract: In a situation that is still sluggish economy, the existence of the informal sector is able to become the backbone of the nation's economy. One of the informal trading sector to absorb a lot of labor in urban areas is a business unit which was developed by cadger. This study aims to determine the factors that affect the income of food and beverage vendors pavement and find out the size of the influence of these factors on the income of food and beverage vendors pavement traders, especially food and drink in the Alon-Alon Kota Madiun. The partial variables age and work experience variables significant effect. While the variables of education level and a variable working hours, the partial effect is not significant to the income cadger in the Alon-Alon Madiun City.Simultaneously the variables age, level of education, work experience, working hours and significant effect of income on food and beverage vendors pavement in the Alon-Alon Kota Madiun

Keywords : Income, Age, Education Level, Job Experience, and Working Hours

Menurut para ahli membengkaknya sektor informal mempunyai kaitan dengan menurunnya kemampuan sektor formal dalam menyerap pertambahan angkatan kerja di perkotaan. Sedangkan pertambahan angkatan kerja di kota, sebagai akibat migrasi desa ke kota, lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya, terjadi pengangguran yang diikuti dengan membengkaknya sektor informal di perkotaan. Sri Edi Swasono dan kawan-kawan menemukan bahwa persentase pekerja di sektor informal tampak meningkat. Hal ini dapat dilihat melalui hasil sensus penduduk 1980 yang menunjukkan bahwa pekerja sektor informal di Jakarta tampak meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1971 (Tabel 1). Pada tahun 1971 diperkirakan angkatan kerja yang bekerja di sektor informal 25 % dan meningkat menjadi 35 % pada tahun 1980.

Apabila dikaitkan dengan situasi perekonomian yang masih lesu seperti ini, keberadaan sektor informal mampu menjadi tulang punggung perekonomian bangsa. Simanjuntak, P. (1985), menyatakan bahwa dalam situasi kelesuan ekonomi, sektor informal dapat berfungsi sebagai katub pengaman dalam menampung ledakan penduduk yang masuk pasar kerja, sementara menunggu kegiatan ekonomi membaik.

(2)

Tabel 1

Pekerja Sektor Informal Menurut Tiap Sektor, Kota Di Indonesia, 1971 Dan 1980

SEKTOR 1971 Jumlah (000) Persentase (%) 1980 Jumlah (000) Persentase (%) Perdagangan

Pelayanan dan Jasa Angkutan Manufaktur Konstruksi Lain-lain 1043 221 102 25 100 9 69,6 14,7 6,8 1,6 6,7 0,6 1919 934 253 129 258 8 54,8 26,7 7,2 3,7 7,4 0,2 Total 1500 100 3501 100

Jumlah Pekerja di Kota 6051 9780

Persentase Sektor Informal Terhadap Pekerja Di Kota

24,8 35,7

Sumber : Biro Pusat Statistik, Hasil Sensus Penduduk 1971-1980, Jakarta

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor informal perdagangan yang paling banyak menyerap jumlah pekerja di kota. Menurut Manning dan Tadjuddin (1996) sektor informal perdagangan dapat dibagi menjadi perdagangan pasar, pedagang kaki lima dan pedagang kelontong. Salah satu sektor informal perdagangan yang banyak menyerap tenaga kerja di daerah perkotaan adalah unit usaha yang dikembangkan oleh pedagang kaki lima (PKL) (Sethurman, 1988).

Keberadaan PKL sangat memegang peranan yang penting. Disebut penting terutama dalam penciptaan kesempatan kerja seperti yang diungkapkan oleh Hidayat (1988) sebagai berikut ; pertama, bahwa sektor ini mempunyai daya serap tenaga kerja, terutama unskilled, yang relatif besar. Kedua, bahwa sektor ini juga memberi kontribusi terhadap pendapatan regional kota bahkan juga pendapatan nasional.

Dari pendapat tersebut, dapat dipastikan bahwa keberadaan sektor informal PKL mempunyai andil yang cukup berarti dalam memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota. Kota Madiun merupakan kota di Jawa Timur yang mempunyai tingkat perekonomian yang relatif maju. Dalam hal sektor informal perdagangan, PKL berkembang dengan pesat, tidak terkecuali tumbuhnya pedagang makanan dan minuman kaki lima, yang secara kuantitatif jumlahnya semakin hari semakin banyak, meskipun menghadapi era perdagangan modern. Permasalahan pokok yang dihadapi sebagian PKL di kota Madiun merupakan sebuah fenomena sosial. Banyaknya kendala tidak hanya dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari internal PKL seperti kondisi fisik yang tidak memungkinkan, keterbatasan modal, keterbatasan pendidikan maupun minimnya pendapatan yang diperoleh, tetapi permasalahan yang dihadapi PKL dapat disebabkan dari faktor lain yang disebabkan kondisi eksternal PKL seperti banyaknya pesaing, kondisi krisis yang tidak kunjungi usai.

Keberadaan PKL yang sebagian besar menggunakan fasilitas-fasilitas umum, misalkan di pinggiran jalan, pusat keramaian, sekitar pasar, stadion atau Mall-mall tidak dipungkiri menjadi gejala munculnya ketidaktertiban arus lalu lintas dan kontaminasi keindahan kota. Fenomena seperti yang disebutkan diatas, membuat keadaan tidak bisa berkompromi, yang mengakibatkan PKL mengabaikan segala bentuk kebijakan maupun faktor penghambat yang ada untuk tetap memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Berangkat dari kondisi di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan pedagang

(3)

makanan dan minuman kaki lima dan seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap tingkat pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima?

LANDASAN TEORI 1. Sektor Informal

Model pembangunan W. Arthur Lewis yang sering disebut sebagai teori “two sector surplus labour” (Todaro, 1983). Di dalam model tersebut perekonomian dibagi menjadi dua sektor. Pertama, sektor tradisional pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk yang bercirikan produktivitas marginal tenaga kerja nol. Kedua, sektor industri modern perkotaan yang produktivitasnya tinggi sebagai tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor tradisional.Penekanan dari model tersebut adalah terjadinya peralihan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor industri perkotaan yang menyebabkan naiknya jumlah angkatan kerja di perkotaan.

Tadjuddin Noer Effendi dan Masri Singarimbun (1995) pertama kali digunakan oleh Keith Harth dalam penelitian disuatu kota di Ghana. Konsep ini muncul pada tahun 1970-an sebagai akibat perdebatan dalam menjelaskan kemiskinan di kota di negara-negara berkembang. Ia pertama kali memperkenalkan pembagian kegiatan ekonomi ke dalam sektor “informal” dan sektor “formal”. Istilah sektor informal merupakan salah satu bentuk pengembangan dari konsep tradisional (Prijono Tjiptoherijanto : 1989).

Friedman dan Sullivan seperti yang dikutip oleh Tadjuddin Noer Effendi dan Masri Singarimbun (1995) mengajukan konsep informal berdasarkan status pekerjaan pada tiap kegiatan individu yang dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Konsep tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 1

Konsep Sektor Informal Friedman dan Sullivan

Sumber : Tadjuddin Noer Effendi dan Masri Singarimbun, Sumber Daya

Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, Hal: 80.

Sedangkan Breman mengajukan konsep sektor informal dengan membedakan pekerja sektor informal berdasarkan kondisi sosial ekonomi tiap kelompok pekerja ke dalam tiga kelompok. Konsep Breman mengenai sektor informal dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2 dibawah ini.

Sektor Informal

Kelompok Pengusaha Kecil Dengan Usaha Sendiri Tanpa Modal atau Modal Kecil

Pekerja Usaha Sendiri atau Buruh Tidak Tetap

(4)

Gambar 2

Konsep Sektor Informal Breman

Sumber : Tadjuddin Noer Effendi dan Masri Singarimbun, Sumber Daya

Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, Hal: 80. 2. Ciri-ciri Sektor Informal

Ciri-ciri sektor informal umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya, tidak mempunyai keterkaitan (linkage) dengan usaha lain yang besar, tidak mengenal system perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya (Adig Suwandi, 1993). Sedangkan menurut Enzo Mingiore seperti yang dikutip Prijono T. (1989), ciri sektor informal yang cukup kentara adalah hubungan kerja tanpa perjanjian atau kontrak tertulis, dan usahanya yang masih menggunakan teknologi sederhana. Demikian juga menurut pendapat Magdalena (1991 : 45) dalam Simanjuntak, P. ciri-ciri sektor informal di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik, karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor informal.

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.

3. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.

5. Unit usaha berganti-ganti dari suatu sub sektor ke sub sektor lain. 6. Teknologi yang dipergunakan tradisional.

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skla operasinya juga kecil.

8. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formla, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.

9. Pada umumnya unit usaha termasuk “One Man Enterprise” dan kalaupun pekerja biasanya dari keluarga sendiri.

10. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi.

11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi berpenghasilan menengah ke bawah.

Adapun ciri-ciri sektor informal yang diajukan oleh International Labour Organization (ILO) yaitu :

1. Seluruh aktivitasnya bersandar pada sumber daya yang tersedia di lingkungan sekitarnya 2. Ukuran usaha umumnya kecil dan aktivitasnya merupakan usaha rumah tangga

Kelompok Pengusaha Kecil Dengan Usaha Sendiri Tanpa Modal

Kelompok Pekerja Miskin Yang Kegiatannya Cenderung Melanggar Hukum

Kelompok Pekerja Berusaha Sendiri Dengan Modal Dan Memiliki

Ketrampilan

(5)

3. Untuk menopang aktivitas itu digunakan teknologi yang sederhana dan tepat guna serta memiliki sifat yang padat karya

4. Tenaga kerja yang bekerja di sektor ini terdidik dan terlatih dalam pola yang tidak resmi 5. Seluruh aktivitas dalam sektor ini berada di luar jalur yang diatur oleh pemerintah 6. Pasar yang mereka masuki merupakan persaingan pada tingkat yang sangat tinggi 3. Sebab-sebab Munculnya Sektor Informal

Munculnya sektor informal erat kaitannya dengan arus urbanisasi. Menurut Adig Suwandi (1993) bahwa pada umumnya pekerja di sektor informal menganggap sektor ini sebagai sektor transisi sampai adanya kesempatan untuk bekerja di sektor formal. Karena untuk masuk sektor informal sangatlah mudah dan tidak ada persyaratan ketat. Yang penting adanya kemauan, siapapun bisa terjun ke sektor informal. Sedangkan menurut Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning (1996) bahwa sektor informal ini muncul karena kurang siapnya daya dukung kota terhadap luberan tenaga kerja dari desa, sehingga mengakibatkan jumlah yang menganggur dan yang setengah menganggur akan meningkat. Pertambahan penduduk yang semakin pesat menyebabkan pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan, perumahan, transportasi maupun fasilitas-fasilitas lain yang memadai – sehingga permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk menerima pekerjaan apa adanya walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu yaitu di sektor informal. Sektor informal muncul karena timbulnya masalah kemiskinan perkotaan akibat tidak cukup tersedianya lapangan kerja di perkotaan (M.Zein Nasution, 1987).Todaro sebagaimana dikutip oleh Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning (1996) berpendapat bahwa Kota-kota di dunia ketiga mengalami apa yang disebut “urbanisasi berlebih” (over urbanization), suatu keadaan dimana kota-kota tidak menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian besar penduduk. Keadaan ini terjadi karena adanya urban bias, yakni kebijakan yang lebih mengutamakan pengembangan perkotaan sehingga penduduk luar kota banyak yang terangsang untuk mencari nafkah ke kota, sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas perkotaan.

4. Akibat Munculnya Sektor Informal

Seperti hal keberadaannya yang menimbulkan banyak kontroversi, akibat yang ditimbulkan oleh munculnya sektor informal di kota memberikan dampak positif dan juga negatif. Menurut Iwan P Hutajulu (1987) dampak positif yang ditimbulkan oleh sektor informal, antara lain (1) Membuka Lapangan Pekerjaan, (2) Sumber Pendapatan Daerah, (3) Memenuhi Kebutuhan Masyarakat, (4) Sarana Pemasaran Bagi Sektor Formal (5) Sarana Pemasaran Bagi Industri Kecil.

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh sektor informal menurut Iwan P Hutajulu (1987) adalah (1) Mengganggu Ketertiban dan Kebersihan Kota. (2) Menimbulkan Kemacetan Lalu Lintas. (3) Mengganggu Keindahan Lingkungan Kota.

5. Kegiatan-kegiatan Dalam Sektor Informal

Bentuk usaha sektor informal paling banyak dijumpai di Indonesia meliputi usaha di bidang pertanian misalnya buruh tani, peternak kecil, pedagang eceran (pemilik warung), pedagang kaki lima, pemilik bengkel sepeda, pemulung dan penarik becak daerah perkotaan (Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning, 1996). Prijono Tjiptoherijanto (1989) menyebutkan sektor informal umumnya berkaitan dengan pelayanan jasa pada tingkat bawah, seperti warung kopi, tukang sapu, pedagang kaki lima, pengamen jalanan, penyemir sepatu, dan pengecer barang. Sedangkan oleh BPS kegiatan sektor informal diklasifikasikan ke lima sub sektor ekonomi, yaitu (1) Perdagangan (menetap dan berkeliling). (2) Jasa (tukang cukur, tukang reparasi, dll). (3) Bangunan (buruh,

(6)

tukang batu, kuli, bangunan, mandor, dll). (4) Angkutan (sopir, kenek, tukang becak,dll) dan (5) Industri Pengolahan (termasuk industri rumah tangga dan kerajinan rakyat).

6. Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Mengenai Karekteristik PKL dapat dibedakan menjadi dua, yaitu a. Karakteristik PKL berdasarkan cara melakukan kegiatan :

Menurut Jenny Ernawati, Tunjung, Subekti (1995) berdasarkan cara melakukan kegiatannya, kegiatan PKL dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu (1) Pedagang Kaki Lima Menetap. (2) Pedagang Kaki Lima Berpindah. (3) Pedagang Kaki Lima Berkeliling.

b. Karakteristik PKL berdasarkan sarana jual yang dipergunakan :

Menurut Jenny Ernawati, Tunjung, Subekti (1995) ditinjau dari alat atau sarana yang dipakai, kegiatan PKL dapat dibagi menjadi lima tipe dasar, yaitu (1) Hamparan di lantai. (2) Pikulan. (3) Meja. (4) Kios. (5) Kereta dorong.

7. Jenis-Jenis Pedagang Kaki Lima

Menurut C. Supartomo dan Edi Rusdiyanto (2001) PKL dapat digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu (1) Jasa (tambal ban, reparasi kunci dan jam). (2) Makanan dan Minuman (makanan pokok, makanan suplemen, minuman dan jamu). (3) Non-makanan (tanaman hias, burung, rokok, surat kabar dan majalah, mainan anak-anak, bensin, makanan hewan, perlatan kendaraan bermotor, bamboo, makanan ikan/alat pancing), dan (4) buah-buah.

HIPOTESIS

Bahwa dengan bertambahnya usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja maka akan meningkatkan pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun.

KERANGKA PEMIKIRAN

Dari Hipotesis yang diajukan dapat diilustrasikan dalam Gambar 3 dibawah ini :

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN 1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja serta jam kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima dan selain itu juga membahas tentang pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap meningkatnya pendapatan mereka.

Wilayah penelitian dilakukan di wilayah Alon-Alon Kota Madiun. yang merupakan wilayah yang cukup strategis bagi keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam menjual barang

Usia (X1)

Tingkat Pendidikan (X2)

Pengalaman kerja ( X3)

Jam kerja (X4)

Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman

(7)

dagangannya kepada masyarakat kota Madiun. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada PKL yang berjualan di Alon-Alon Kota Madiun.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah eksplanatori (penjelasan) yaitu suatu jenis penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya.

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengisian kuisioner oleh pihak-pihak yang dipilih secara acak dari PKL yang ada di Alon-Alon Kota Madiun. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada serta data dari Kantor Bina PKL Kota Madiun. 4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. 5. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari semua pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun sebanyak 35 PKL. Karena jumlahnya hanya 35 PKL, maka pengambilan sampelnya dilakukan secara sampel penuh atau sensus.

6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linear berganda. untuk melihat seberapa jauh pengaruh yang terjadi antara variabel bebas dengan variabel terikat. Rumus suatu estimasi regresi linear dengan formulasi sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana :

Y = Pendapatan per hari X1 = Usia X2 = Tingkat pendidikan X3 = Pengalaman Kerja X4 = Jam Kerja a = Konstanta b1- b4 = Koefisien Regresi e = Kesalahan Pengganggu 7. Definisi Operasional variabel

a. Variabel terikat (dependent variabel) adalah tingkat pendapatan total (total revenue) responden per hari dari usaha penjualan pedagang makanan dan minuman kaki lima.

b. Variabel bebas (independent variabel) meliputi :

1) Usia (X1) adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan menurut pengakuan

responden. Usia ditentukan dari lama hidup responden sejak lahir sampai saat diadakan penelitian ini yang dihitung dalam satuan tahun.

2) Tingkat Pendidikan (X2) adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden,

dalam hal ini adalah waktu yang digunakan untuk menempuh pendidikan formal tersebut (tahun).

(8)

3) Pengalaman Kerja (X3) adalah lamanya waktu yang sudah dijalani responden dalam

usahanya sebagai pedagang makanan dan minuman kaki lima dan dinyatakan dalam satuan tahun.

4) Jam Kerja (X4) adalah jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh responden dalam satu hari

dan dinyatakan dengan satuan jam. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui benar tidaknya dugaan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, jam kerja, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap tingkat pendapatan PKL, menggunakan analisa kuantitatif dan alat uji statistik yaitu regresi linier berganda dengan metode OLS. Dalam regresi linier berganda dilakukan uji F dan uji t.

Bedasarkan hasil analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS), yang dibantu dengan software SPSS versi 1.0, dapat dikemukakan hasil perhitungan seperti pada tabel berikut :

Tabel 2

Hasil Analisa Regresi Linier Berganda Variabel Koefisien Regresi Standar Error t-hitung Signifikansi Usia (X1) Tingkat Pendidikan (X2) Pengalaman Kerja (X3) Jam Kerja (X4) -19,602 8,441 41,238 32,088 9,651 13,629 16,886 24,638 -2,031 0,619 2,442 1,302 0,051 0,540 0,021 0,203 Konstanta Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Korelasi F-hitung F-tabel t - tabel Durbin-Watson = -338,328 = 0,277 = 0,526 = 2,875 = 2,46 = ±1,98 = 1,520 Sumber : Diolah dari Lampiran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pendapatan PKL didapat suatu persamaan regresi sebagai berikut :

Y = -338,328 - 19,602X1 + 8,441X2 + 41,238X3 + 32,088 X4 + e

1. Variabel Usia (X1)

Dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung (-2,031) lebih kecil dari nilai t tabel (-1,980) pada tingkat kepercayaan 95% sehingga Ho ditolak yang artinya bahwa variabel usia secara individual mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun. Namun koefisien variabel usia bertanda negatif yang berarti bahwa dengan bertambahnya usia maka menurunkan pendapatan PKL. Koefisien variabel usia sebesar – 19,602 artinya bahwa dengan adanya peningkatan usia sebesar satu satuan, maka pendapatan PKL akan menurun sebesar19,602. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Bertambahnya usia yang justru menyebabkan semakin menurunnya pendapatan PKL dapat disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah PKL yang menempati lokasi yang sama terutama bertambahnya jumlah PKL dari golongan usia muda (20-45 tahun). Sementara itu semakin bertambahnya usia maka akan mempengaruhi kondisi fisik pedagang dalam berjualan terutama bagi PKL yang berusia lanjut sehingga pendapatan yang diperoleh akan ikut berkurang.

(9)

2. Variabel Tingkat Pendidikan (X2)

Dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung (0,619) lebih kecil dari nilai t tabel (1,980) pada tingkat kepercayaan 95% sehingga Ho diterima yang artinya bahwa variabel tingkat pendidikan secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun. Koefisien variabel tingkat pendidikan bertanda positif artinya bahwa dengan makin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka pengetahuan, ketrampilan dan wawasan pedagang dalam menjual barang dagangan semakin baik sehingga perolehan pendapatan semakin bertambah. Peningkatan pendapatan PKL ini dapat juga disebabkan akan adanya manfaat dari kegiatan keterampilan yang pernah diikuti PKL. Sehingga dari kegiatan tersebut PKL dapat menjual hasil karyanya kepada orang lain sesuai dengan keterampilan yang telah ia miliki.

3. Variabel Pengalaman Kerja (X3)

Dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung (2,442 ) lebih besar dari nilai t tabel (1,980) pada tingkat kepercayaan 95% sehingga Ho ditolak yang artinya bahwa variabel pengalaman kerja secara individual berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun. Koefisien variabel pengalaman kerja bertanda positif artinya bahwa dengan semakin bertambahnya pengalaman kerja PKL maka pendapatan yang diterima PKL akan semakin bertambah pula. Koefisien variabel pengalaman kerja sebesar 41,238 artinya bahwa dengan bertambahnya pengalaman kerja sebesar satu satuan, maka pendapatan PKL akan bertambah sebesar41,238. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Dengan adanya kenaikan pengalaman kerja yang pernah dijalani dapat meningkatkan pendapatan PKL tidak lepas dari adanya beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan pelajaran yang paling berharga dalam kehidupan seseorang. Kenaikan pendapatan PKL akibat dari lamanya pengalaman kerja yang telah ditempuh PKL ini juga berasal dari pengalaman PKL bekerja sebelum terjun ke usaha PKL tersebut. Bagi PKL yang sudah mempunyai pengalaman bekerja sebelumnya tentu lebih mempunyai talenta yang baik dalam hal kesiapan mental dan dapat mempergunakan peluang yang ada untuk mengembangkan usahanya agar pendapatan yang lebih baik dapat diperoleh.

4. Variabel Jam Kerja (X4)

Dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung(1,302) lebih kecil dari nilai t tabel (1,980) pada tingkat kepercayaan 95% sehingga Ho diterima yang artinya bahwa variabel jam kerja secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon kota Madiun. Koefisien variabel jam kerja bertanda positiff artinya bahwa dengan meningkatnya jam kerja maka akan meningkatkan pendapatan PKL. Koefisien variabel jam kerja sebesar 32,088 artinya bahwa dengan adanya kenaikan jam kerja sebesar satu satuan, maka akan menaikkan pendapatan PKL sebesar 32,088. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan hasil pembahasan analisa tentang pengaruh umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon kota Madiun diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Variabel usia berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun. Dengan semakin bertambahnya usia maka akan mempengaruhi kondisi fisik pedagang dalam berjualan terutama bagi PKL yang berusia lanjut sehingga pendapatan yang diperoleh akan ikut berkurang.

(10)

2. Variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon kota Madiun. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan PKL dalam menjual barang dagangannya akan semakin baik apabila ditunjang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ini disebabkan karena melalui pendidikan secara langsung menambah pengetahuan, ketrampilan dan wawasan PKL sehingga perolehan pendapatan yang PKL terima semakin meningkat.

3. Variabel pengalaman kerja berpengaruhi secara signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun. Bahwa semakin banyak pengalaman kerja seseorang maka akan semakin meningkatkan pendapatannya.

4. Variabel jam kerja tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Kota Madiun. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya biaya- biaya yang harus dikeluarkan PKL ditambah dengan kondisi musim yang tidak menguntungkan sehingga hal ini mengurangi pendapatan PKL.

5. Melalui hasil uji diketahui nilai Koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,277 yang artinya bahwa pendapatan pedagang makanan dan minuman kaki lima di Alon-Alon Madiun sebesar 27,7 % dapat diterangkan oleh variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja. Sedangkan sisanya sebesar 72,3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model persamaan.

DAFTAR RUJUKAN

Adig Suwandi, 1993, Keajaiban Ekonomi Di Belakang Sektor Informal, Suara Karya, 18 Maret. Agus Suman dan Ahmad Erani Yustika, 1996, Peta Bumi Kemiskinan Di Perkotaan, Lembaga

Demografi FE-UI, Jakarta.

Anonymous, 2001, Jawa Timur Dalam Angka, BPS

Boediono, 1982, Ekonomi Mikro, Edisi Kedua, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1, BPFE, Yogyakarta.

C. Supartomo dan Edi Rusdiyanto, 2001, Profil Sektor Informal Pedagang Kaki Lima Di Kawasaan Pinggiran Perkotaan (Studi Kasus : Pedagang Kaki Lima di Pinggir Jalan Raya Pamulang-Cirendeu, Tangerang), Laporan Hasil Penelitian, Universitas Terbuka, Jakarta. Didik J Rachbini dan Abdul Hamid, 1994, Sektor Informal Perkotaan, LP3ES, Jakarta.

Donny Wahyu Indrianto, 2001, Analisis Beberapa Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kinerja Pedagang Kaki Lima Di Pasar Johar Kabupaten Jember, Skripsi (S1), Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang.

Diniaty,Dini. 2003, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman Kaki Lima (Studi Kasus Pada Pedagang Makanan Dan Minuman Kaki Lima Di Pasar Besar Malang Dan Sekitarnya), Skripsi (S1), Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang.

Hidayat (ed), 1988, Pengembangan Sektor Informal dalam Pembangunan Nasional, Dokumentasi CSIS, Jakarta

Iman Suprayogo dan Tobroni, 2001, Metodolgi Peneltian Sosial-Agama, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Imam Ghozali, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Iwan P. Hutajulu (ed), 1987, Pengembangan Sektor Informal Khusus Pedagang Kaki Lima, Dokumentasi CSIS, Jakarta.

Jenny Ernawati, Tunjung dan Subekti, 1995, Preferensi Pedagang Kaki Lima Terhadap Faktor-Faktor Lokasi Tempat Mangkal Dalam Melakukan Aktivitas Perdagangan Di Kotamadia Malang, Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang.

(11)

Mudrajat Kuncoro, 1997, Pengantar Ekonomi Pembangunan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Munir, R dan Budiarto, 1984, Teknik Analisa Kependudukan, Bina Aksara, Jakarta.

Noermijati, dkk, 1995, Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PKL Makanan dan Minuman Di Daerah Sentra Perdagangan Di Kodia Malang, Laporan Hasil Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya, Malang.

Nasution, M.Zein (ed), 1987, Sektor Informal Di Indonesia : Penyerap Tenaga Kerja, Dokumentasi CSIS, Jakarta.

Prijono Tjiptoherijanto, 1989, Sektor Informal Perkotaan Dan Masalah Lapangan Kerja, Majalah Prisma 5, Jakarta.

Rany Miliasari, 2001, Implementasi Kebijakan Pembinaan PKL Di Kota Surabaya, Skripsi (S1), Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang.

Salehuddin Riyadi dan Imam Subekti, 1998, Analisa Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran Di Kotamadia Malan, Laporan Hasil Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya, Malang.

Sethurman, S.V, 1998, The Urban Sector In Developing Countries International Labour Office, Genewa.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, 1989, Metodologi Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta Simanjuntak, J, Payaman, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Penerbit

FE-UI, Jakarta.

Suharsimi Arikunto, 1990, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Tadjuddin Noer Effendi dan Chris Manning, 1996, Urbanisasi, Pengangguran Dan Sektor informal Di Kota, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Tadjuddin Noer Effendi dan Masri Singarimbun, 1995, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja Dan Kemiskinan, Cetakan Ketiga, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta.

(12)

C:\Users\user\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal. dotm

Title: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman Kaki Lima” (Studi Kasus pada Pedagang Makanan dan Min Subject: Author: user Keywords: Comments: Creation Date: 14/03/2009 9:33:00 Change Number: 7

Last Saved On: 04/09/2012 7:36:00 Last Saved By: user

Total Editing Time: 44 Minutes

Last Printed On: 04/09/2012 7:36:00 As of Last Complete Printing

Number of Pages: 11

Number of Words: 4.324 (approx.) Number of Characters: 24.649 (approx.)

Gambar

Gambar 3  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama dalam pengukuran tegangan keluaran dari rangkaian rectifier ini adalah untuk mengetahui kinerja dari rectifier tersebut apakah mampu meng -

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Pedoman Harga Ganti Rugi atau Sumbangan terhadap Bangunan

PKH adalah program dana tunai bersyarat yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas sumber daya anak dari Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sebagai generasi penerus agar mereka

Penilaian tingkat kelayakan bahan ajar PLC didapatkan hasil penilaian guru pengampu sebesar 9,44 dengan kategori baik dan layak digunakan dalam pembelajaran,

Berdasarkan kajian ini dapat disimpulkan, bahwa terdapat peningkatan tingkat Serum Amiloid A di pasien stenosis koroner dibandingkan dengan yang bukan stenosis.. Kata kunci :

Adapun  tujuan  dari  penelitian  ini  adalah  mengetahui  kadar  antioksidan  dalam  minuman  instan  serbuk  kulit  manggis  (Garcinia  mangostana  L)  dan 

dihubungkan dengan beberapa alat elektronik, alat elektronik di sini adalah 1 buah lampu 1 kipas angin. Telah terpasang LED pada masing-masing relay, relay

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa platform Sistem Informasi Desa milik Desa Tulangan, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo dikelola oleh pemerintah desa