commit to user
HUBUNGAN INTENSITAS KECANDUAN ONLINE GAMES TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA MASA AWAL REMAJA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Reyhan Pradnya P. G.0009181
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Intensitas Kecanduan Online Games terhadap Prestasi Belajar pada Masa Awal Remaja
Reyhan Pradnya Pradana, NIM : G.0009181, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada hari Senin, Tanggal 22Oktober 2012
Pembimbing Utama
Nama : Prof. Dr. M. Fanani, dr., Sp.KJ (K)
NIP : 19510711 198003 1 001 (...)
Pembimbing Pendamping
Nama : Arsita Eka Prasetyawati, dr., M. Kes
NIP : 19830621 200912 2 003 (...)
Penguji Utama
Nama : Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ (K)
NIP : 19461102 197609 1 001 (...)
Penguji Pendamping
Nama : Adji Suwandono, dr., S.H
NIP : 19801213 200912 1 004 (...)
Surakarta, ...
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof.Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM
commit to user
iii PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 22 Oktober 2012
commit to user
iv ABSTRAK
Reyhan Pradnya Prad ana, G0009181, 2012. Hubungan Intensitas Adiksi Online Games terhadap Tingkat Prestasi Belajar pada Masa Awal Remaja. SkripsiFakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang:Adiksi Online Games rentan di alam i o leh para remaja terutama pada masa awal remaja. Pada masa awal remaja ini, remaja cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh rekan sebaya untuk mendapatkan sebuah pengakuan dalam sebuah kelompok. Adiksi online games mempunyai dampak buruk seperti kurang tidur, gelisah, apatis hingga penurunan prestasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara adiksi online games dengan tingkat prestasi belajar pada masa awal remaja..
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan studi potong lintang (cross sectional)yang diselenggarakan dari bulan Mei-Juli 2012 di SMP Negeri 20 Surakarta. Total 60 subjek sampel berdasarkan metode simple random sampling. Siswa SMP Negeri 20 Surakarta kelas VIII diminta untuk mengisi Young’s Diagnostic Questionnaire (YDQ) dan Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI). Data dianalisis menggunakan uji t independen dan uji 2.
Hasil Penelitian :Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari31 siswa yang mengalami adiksi online games, 26 siswa memiliki prestasi belajar yang kurang baik dan 5 siswa memiliki prestasi belajar yang baik. Analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan antara adiksi internet dengan tingkat prestasi belajar di SMP Negeri 20 Surakarta (p = 0,000).
Simpulan Penelitian : Terdapat hubungan antara adiksi online games dengan tingkat prestasi belajar siswa di SMP Negeri 20 Surakarta.
__________________________________________________________________ Kata Kunci :adiksi online games, tingkat prestasi belajar, SMP Negeri 20
commit to user
v ABSTRACT
Reyhan Pradnya Pradana, G0009181, 2012. Intensity Relationships Online Games Addiction Against Achievement Level Learning in Early Adolescents. Mini ThesisMedical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.
Background:Online Games Addiction experienced by vulnerable adolescents, especially in early adolescence. In the early teens, teens tend to follow what was done by their peers to get an admission in a group. Addiction online games have negative consequences such as lack of sleep, anxiety, apathy to decreased academic achievement. This study aims to determine the relationship between addiction online games with the level of learning achievement in early adolescence.
Method : his study was a descriptive analytic cross-sectional study approach (cross-sectional) are held from May to July 2012 in the Junior High School 20 Surakarta. Total of 60 subjects sampled by simple random sampling method. Junior High School 20 students Surakarta eighth grade were asked to fill Young's Diagnostic Questionnaire (YDQ) Lie Scale and the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI-L). Data were analyzed using independent t test and
.
Result :Based on the results obtained from the 31 students who have addiction online games, 26 students have poor academic achievement and 5 students have a good learning achievement. Statistical analysis demonstrated an association between internet addiction with learning achievement levels in the Junior High School 20 Surakarta (p = 0.000).
Conclusion:There is a relationship between addiction online games with the level of student achievement in the Junior High School 20 Surakarta.
commit to user
vi PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SW T atas segala karunia dan rahmat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Hubungan Intensitas Kecanduan Online Games dengan
Prestasi Belajar pada Masa Awal Remaja”.
Penyusunan skripsi ini untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Dalam penyusunan, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan, bantuan dan dukungan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Maka penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD–KR-FINASIMSelaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pengarahan dan bantuan.
3. Prof. Dr. Muhammad Fanani, dr., Sp.KJ (K) Selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi peneliti.
4. Arsita Eka Prasetyawati, dr .Selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi peneliti.
5. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ (K) Selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji, memberikan saran dan nasehat bagi penulis.
6. Adji Suwandono, dr., S.H. Selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji, memberikan saran dan nasihat bagi penulis.
7. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.
8. Kepala Sekolah SMP Negeri 20 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bagian konseling seko lah ibu Tuti yang telah membimbing.
9. Pada Ayahanda Komarudin Moenir dan Lies Retno Wulandari yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Pada Handayani Putri yang telah menyemangati untuk pengerjaan skripsi ini serta rekan-rekan terbaik Syahmi Ammar, Sayekti Asih, Sofi Arian i, Hanifah Astrid dan Rizka Febriani Anggita P.
11.Teman-teman “Non Akademik 2009”, Faiz Yunanto, David, Octava Prima, Nur Jiwo, Hima, Angga Dwi, Yudi Purnama, Raden Artheswara, Dedi Febriandaru, Anindhito, M. Dzulfikar, Aji Imaduddin, Riza Agrensa, Kristianto Aryo atas doa dan bantuannya selama penyelesaian skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
Surakarta, 5 Oktober 2012
commit to user
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI... 6
5. Kecanduan Online Game ... 22
6. Kecanduan Online Game terhadap Prestasi Belajar ... 27
B. Kerangka Pem ikiran ... 28
C. Hipotesis ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Lokasi Penelitian ... 30
C. Subjek Penelitian ... 30
D. Teknik Pengambilan Sampel... 31
E. Cara Pengambilan Sampel... 32
F. Rancangan Penelitian... 33
G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34
H. Defin isi Operasional Variabel Penelitian ... 34
I. Instrumen Penelitian ... 36
J. Keaslian Penelitian ... 36
K. Teknik dan Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38
A. Karakteristik Sampel ... 38
B. Analisis Statistika... 40
BAB V PEMBAHASAN ... 43
A. Hasil Analisis Data ... 43
B. Kelemahan Penelitian ... 48
BAB VI PENUTUP... 49
A. Simpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.Distribusi Sampel Berdasarkan Prestasi ... 38
Tabel 4.2.Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39
Tabel 4.3.Distribusi Sampel Berdasarkan Adiksi onlinegames ... 39
Tabel 4.4.Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov ... 39
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Surat Izin Penelitian
Lampiran 2.Lembar Penjelasan Subyek Penelitian Lampiran 3.Formulir Persetujuan
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi di era globalisasi semakin tidak terbendung
lagi. Perkembangan ini muncul sebagai jawaban atas kebutuhan manusia akan
teknologi yang semakin berkembang. Internet hadir sebagai salah satu media
komunikasi baru yang mempengaruhi hampir semua sisi kehidupan manusia.
Seiring dengan perkembangannya internet tidak lagi memiliki fungsi sebagai
perlengkapan studi dan alat bantu pekerjaan. Namun, internet turut berperan
dalam cara seseorang berpikir, berkomunikasi, berelasi, berekreasi,
bertingkah laku, dan mengambil keputusan (Conner, 2007).
Di sisi lain, internet dapat memberikan pengaruh negatif bagi
penggunanya dan dapat menyebabkan kecanduan. Salah satu materi internet
yang paling banyak menyebabkan kecanduan, terutama pada remaja, adalah
online games (Elia, 2009). Young (2006) menyatakan bahwa remaja
menggunakan 55 jam waktunya dalam seminggu untuk bersenang-senang dan
25% dari 55 jamnya digunakan untuk bermain online games.
Online games dapat didefinisikan sebagai permainan (games) yang dapat
diakses oleh banyak pemain, dan dihubungkan oleh suatu jaringan, umumnya
internet (Adams ,2007). Online games mempunyai arena-arena bermain yang
bersifat persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut
commit to user
teknologi grafis dalam online games menjadi daya pikat tersendiri bagi
pemainnya. Dalam online games pemain tidak perlu mengikuti aturan-aturan
di dunia nyata, pemain dapat mengubah dirinya menjadi sosok yang kuat
sehingga selalu memenangkan pertandingan dan memilih karakter tertentu
yang berbeda dengan karakternya sendiri. Sehingga, pada umumnya pemain
sulit meninggalkan komputer karena harus selalu bertahan dan menang (Elia,
2009).
Lamanya seseorang bermain online games dapat ditentukan dari
motif-motif yang dimilikinya, seperti motif untuk mendapatkan
informasi/pengetahuan (motif kognitif), motif kepuasan
emosional/kesenangan (motif afektif), motif memperkuat kepercayaan dirinya
(motif personal integrative), motif bersosialisasi (motif social integrative),
dan juga untuk melepaskan ketegangan/lari dari masalah (motif pelepasan
ketegangan) (Farzana, 2011). Semakin kuat motif yang dimiliki pemain maka
semakin banyak waktu yang pemain gunakan untuk bermain online games
dan selanjutnya dapat menuju ke arah tanda-tanda kecanduan (Young, 2006).
Istilah kecanduan online games muncul sebagai perpanjangan dari istilah
kecanduan internet, yaitu penggunaan internet yang berlebihan pada
kehidupan pribadi (Hall & Parsons, 2001). Pada tahun 2002, Nicholas Yee
(2002) menyatakan bahwa sebanyak 64,45% remaja laki-laki dan 47,85%
remaja perempuan usia 12-22 tahun yang bermain online games menganggap
commit to user
Menurut Griffiths (2005), salah satu komponen yang dapat menyatakan
bahwa seorang mengalami kecanduan online games yaitu Conflict. Conflict
yang dimaksud di sini adalah terjadi konflik antara pengguna internet dan
online games dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik
dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik
yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya
kontrol) yang diakibatkan karena menghabiskan banyak waktu untuk bermain
internet.
Kecanduan online games berdampak buruk pada pelajar, seperti
menyebabkan kurang tidur dan rasa letih, penurunan prestasi, berkurangnya
interaksi dengan lawan jenis, menurunnya aktivitas sosial, timbulnya
kegelisahan dan apatis saat offline atau sedang tidak bermain online games,
menyangkal kondisi adiksi, membentuk pendapat bahwa internet dan online
games memiliki kedudukan yang leb ih tinggi dibanding kemampuannya dan
menghindari pertanyaan mengenai waktu akses dan hal yang dilakukan saat
mengakses internet (Wahyuni, 2010). Hal ini diperkuat dengan penelitian
oleh Chou dan Hsiao (2006) yang menunjukkan bahwa penggunaan internet
dan bermain online games yang berlebihan oleh pelajar akan menyebabkan
efek negatif pada pelajaran dan rutinitas sehari-hari.
Oleh karena itu, berdasarkan teori-teori yang ada peneliti tertarik untuk
mengatahui adakah hubungan skala kecanduan game online games terhadap
commit to user
B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Adakah Hubungan Intensitas Kecanduan online games dengan prestasi
belajar pada masa awal remaja awal ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya intensintas kecanduan online games dengan
prestasi belajar pada masa awal remaja.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah
mengenai hubungan skala kecanduan online game dengan prestasi belajar
pada masa awal remaja, agar dapat digunakan sebagai dasar penelitian
lebih lanjut.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Remaja : Hasil penelitian ini d iharapkan dapat membuat
remaja mengerti bahwa kecanduan online game dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa
b. Bagi Orangtua : Dengan berhasilnya penelitian ini diharapkan
para orangtua mampu melindungi anak remajanya dari kecanduan
commit to user
c. Bagi Masyarakat : Dengan berkurangnya jumlah remaja yang
kecanduan online game diharapkan lebih banyak remaja yang
commit to user
6 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar
a. Defin isi Prestasi Belajar
Menurut Sutratinah dalam Fatimah (2008), prestasi belajar
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, dan huruf maupun kalimat yang
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh peserta didik dalam
periode tertentu. Pendapat ini berarti bahwa tidak akan pernah
dihasilkan ketika seseorang tidak melakukan suatu kegiatan.
Prestasi belajar dapat dirumuskan sebagai hasil belajar yang
dicapai peserta didik ketika mengikuti dan mengerjakan suatu tugas
dengan suatu kegiatan pembelajaran dalam penguasaan hal atau
sebuah keterampilan yang dibuktikan atau ditunjukkan dengan nilai
tes dari hasil evaluasi yang diberikan oleh pendidik. Prestasi
akademik adalah hasil pembelajaran yang diperoleh di sekolah atau
di perguruan tinggi yang sifatnya kognitif dan biasanya ditentukan
melalui pengukuran dan penilaian (Tu’u, 2004).
Selain itu, prestasi belajar didefinisikan sebagai hasil yang
diperoleh siswa melalui proses belajar dengan tujuan mengetahui
commit to user
diketahui, dimengerti, dan dipahami dengan baik melalui proses
pembelajaran. Prestasi belajar merupakan hasil dari guru kepada
siswa dalam kurun waktu tertentu sebagai hasil belajar (Wuryani,
2002). Pencapaian siswa terhadap materi pembelajaran adalah
tingkat prestasi siswa. Tin gkat prestasi siswa dikatakan rendah bila
tidak mampu memahami mata pelajaran kurang dari 65% (Djamarah,
2000).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai siswa setelah melakukan melakukan
kegiatan belajar dalam penguasaan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan sikap yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang
berupa simbol-simbol baik angka, huruf, maupun kalimat.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Ashtiani, dkk (2007) prestasi belajar dipengaruhi oleh
kompetensi, locus of control, otonomi dan motivasi. Sedangkan
menurut Crow dan Crow dalam Hartanti, dkk (2004) proses meraih
prestasi dipengaruhi o leh tiga faktor, ketiga faktor tersebut adalah :
1) Faktor aktivitas yaitu faktor yang memberikan dorongan
kepada individu untuk belajar dan faktor ini merupakan
faktor psikologis.
2) Faktor organisme yaitu faktor yang berhubungan dengan
fungsi alat-alat indra individu yang kepekaanya ikut
commit to user
3) Faktor lingkungan yaitu faktor yang secara psikologis
mempengaruhi proses secara keseluruhan
Prestasi belajar ditentukan oleh beberapa faktor, baik faktor
dari diri sendiri maupun pengaruh dari luar (Dalyono, 1997).
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah
kesehatan jasmani dan rohani, intelegensi dan bakat, minat dan
motivasi yang tinggi, dan cara belajar yang tepat (Dalyono, 2997;
Hamalik, 2000).Di samping itu, faktor-faktor yang berasal dari
luar diri siswa juga mempengaruhi prestasi belajar seperti
hubungan dengan keluarga yang harmonis (Dalyono, 1997;
Hamalik, 2001), lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar yang
nyaman dan mendukung (Hakim, 2002; Slameto, 2003),
lingkungan tempat tinggal yang sepi dan beriklim sejuk
(Dalyono, 1997), serta bimbingan belajar sebagai penunjang
siswa dalam memahami pelajaran sekolah.
Berdasarkan uraian d i atas faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
internal daan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri, meliputi kematangan, kecerdasan, sikap,
bakat, minat, motivasi, kebiasaan, kebutuhan, emosi, sifat
pribadi, kestabilan emosi, ketekunan, harapan, kompetensi, locus
of control, otonomi. Adapun faktor eksternal adalah faktor yang
commit to user
masyarakat, dan kelompok), lingkungan budaya dan lingkungan
fisik (fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim).
c. Penilaian Prestasi Belajar
Prestasi belajar seorang siswa dapat diukur dari n ilai rapor
siswa. Nilai tersebut meliputi nilai mata pelajaran Agama, PPKN,
Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Bahasa
Daerah, KTK dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di sekolah.
Seluruh nilai dari tiap mata pelajaran dijumlahkan kemudian
dirata-rata (Hawadi, 2000).
2. Remaja
a. Defin isi Remaja
Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti
tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah
bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial
dan psikologis (Widyastuti, 2009).
Menurut Monks (1998), batasan usia remaja adalah antara
12 tahun sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga
fase, yaitu: fase remaja awal (12-15 tahun), fase remaja
pertengahan (15-18 tahun), fase remaja akhir (18-21
commit to user
b. Ciri-ciri Perubahan Masa RemajaMenurut Pinel (2009), ciri-ciri perubahan masa remaja adalah
sebagai berikut :
1) Perubahan nonfisik
Perkembangan nonfisik pada remaja dibagi menjadi 3 tahap
yaitu:
a) Masa remaja awal (12-15 tahun). Pada masa ini remaja
cenderung merasa ingin bebas, lebih dekat dengan teman
sebaya, mulai berfikir abstrak, dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya.
b) Masa remaja tengah (15-18 tahun). Pada masa ini remaja
mulai mencari identitas diri, timbul keinginan untuk
berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, dan
mempunyai rasa cinta yang mendalam.
c) Masa remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa ini remaja
mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman
sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat
mewujudkan rasa cinta, dan pengungkapan kebebasan diri.
2) Perubahan fisik pada remaja
Perubahan fisik remaja antara lain, yaitu :
a) Pada remaja laki-laki muncul tanda seks primer yaitu mimpi
basah. Muncul tanda-tanda seks sekunder yaitu tumbuhnya
commit to user
ereksi dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih
lebar, badan berotot, tumbuh kumis di atas bibir, jambang
dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak.
b) Pada remaja perempuan muncul tanda seks primer yaitu
terjadi haid yang pertama (menarche). Muncul tanda seks
skunder yaitu pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan
vagina, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak,
payudara membesar.
3) Perubahan kejiwaan
Perubahan kejiwaan yang dialami remaja meliputi :
a) Perubahan emosi yaitu: sensitif (mudah menangis, cemas,
tertawa dan frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan
dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi.
b) Perkembangan inteligensia yaitu: mampu berfikir abstrak
dan senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal yang
baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang
baru.
Pada masa-masa ini dukungan dan pengawasan dari orang tua
penting untuk mengarahkan remaja pada hal-hal positif. Orang–tua
yang suka mengeritik atau menghukum akan memberikan kesan
bahwa orangtua tidak menghargai anak, akibatnya anak akan
menyerap pandangan negatif itu terhadap dirinya, sehingga anak
commit to user
yang rendah seringkali tidak dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya.
Masa remaja awal adalah masa-masa dimana seorang remaja
cenderung ingin merasa bebas, dekat dengan teman sebayanya,
mulai berfikir abstrak, dan lebih banyak memperhatikan tubuhnya.
Pada masa ini pula para remaja mulai mencari dan menemukan
identitas yang baru dan melepaskan nilai-nilai yang lama ( Mappiare,
2000).
Remaja di masa ini mencoba bermain online games untuk
pertama kalinya untuk menyesuaikan diri atau berconformitas
dengan rekan sebayanya.
Conformitas adalah suatu keadaan di mana seseorang mengubah
sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku
dengan tujuan agar mendapat penerimaan dalam sebuah kelompok
sosial (Baron and Byrne, 2005).
Conformitas merupakan hal yang seringkali terjadi pada masa
awal remaja, yaitu disaat remaja bergabung dalam sebuah kelompok
teman sebaya untuk mendapatkan penerimaan dan pertemanan serta
menentukan identitas diri. Bila seorang remaja dapat mengeksplorasi
diri dengan cara yang positif, maka akan terbentuk identitas diri yang
commit to user
Sebuah penelitian menyatakan bahwa remaja menghabiskan
waktu dua kali lebih lama dengan teman sebaya dibandingkan
dengan orangtuanya (Santrock, 2003).
Frekuensi yang lebih tinggi bersama teman sebayanya dapat
dimungkinkan terjad i karena kelompok teman sebaya mampu
memberikan umpan balik mengenai perilaku yang dimunculkan oleh
remaja dalam sebuah kelompok. Hal tersebut sulit didapat di rumah
karena remaja jarang mendapatkan rekan sebaya di lingkungan
rumah, biasanya anggota lebih tua atau lebih muda sehingga kurang
dapat memiliki pemahaman dan cara pandang yang sama dengan
remaja (Santrock, 2003). Seorang remaja yang bermain online games
secara berlebihan cenderung mendapat pengaruh dari rekan sebaya
yang bermain online games pula.
3. Adiksi a. Defin isi
Carlson (2005) mengemukakan bahwa adiksi berasal dari
Bahasa Latin yaitu addicere yang berarti untuk menjatuhkan atau
memvonis. Menurut Ivan (2007) adiksi merupakan suatu hubungan
emosional dengan suatu objek atau kejadian, dimana individu yang
mengalami adiksi akan mencoba untuk menemukan kebutuhannya
terhadap intimasi. Sedangkan adiksi dalam tahap dasar adalah suatu
upaya pengontrolan dan pemenuhan keinginan guna mendapatkan
commit to user
Arthur T. Horvart dalam rahayu (2008) mengungkapkan adiksi
tidak hanya disebabkan penggunaan obat atau zat tertentu tetapi juga
dapat diakibatkan oleh aktivitas tertentu yang dilakukan secara
berulang-ulang sehingga menimbulkan dampak negatif. Kecanduan
selain penggunaan obat di antaranya adalah kecanduan aktifitas
tertentu seperti aktivitas seksual, perjudian, belanja, dan sebagainya.
Hal ini diperkuat oleh Young (1996) yang mengemukakan bahwa
adiksi juga terjadi pada pengguna internet. Adiksi internet memiliki
beberapa kriteria yang sama dengan adiksi zat.
b. Teori Adiksi
Gangguan adiksi internet telah dijelaskan dalam berbagai teori.
Teori tersebut adalah teori psikodinamik dan kepribadian, teori
sosiokultural, teori perilaku dan teori biomedis. Teori psikodinamik
dan kepribadian berkaitan dengan trauma masa kecil dan gangguan
kepribadian yang melandasi terjadinya adiksi (Hall, 2001).
Teori sosiokultural menjelaskan bahwa perbedaan jenis kelamin,
usia, status ekonomi, etnis, agama dan negara mengakibatkan adiksi
yang bervariasi (Hall, 2001). Sedangkan teori perilaku menurut
Skinner dalam Hall (2001) menjelaskan seseorang akan
mendapatkan hukuman atau ganjaran atas perilaku yang diperbuat.
Pada teori biomedis dijelaskan bahwa adiksi berkaitan dengan faktor
genetik dan herediter serta ketidakseimbangan neurotransmitter di
commit to user
menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan mengalam i adiksi
(Hall, 2001).
c. Diagnosis Adiksi
Dalam mendiagnosis adiksi terdapat dua kriteria yang biasanya
digunakan, yaitu the World Health Organisation’s ICD-10 dan the
American Psychiatric Association’s DSM-IV. Tetapi kriteria yang
sering digunakan untuk menegakkan diagnosis adiksi internet adalah
kriteria DSM IV.
Diagnosis adiksi menggunakan kriteria DSM IV dapat
ditegakkan bila terdapat tiga atau lebih kriteria dalam kurun waktu
12 bulan. Kriteria tersebut adalah (West and Hardy, 2005) :
1) Zat digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama
periode yang lebih lama dari yang diinginkan.
2) Keinginan terus-menerus atau usaha yang gagal untuk
menghentikan pemakaian zat.
3) Banyak waktu yang dihabiskan dalam beraktivitas untuk
mendapatkan zat (misalnya, mengunjungi banyak dokter dan
bepergian jarah jauh), menggunakan zat (misalnya chain
smoking), atau sembuh dari efek.
4) Aktivitas sosial yang penting, pekerjaan dan aktifitas rekreasi
commit to user
5) Tetap melanjutkan penggunaan zat meskipun mengalami
masalah psikologis atau fisik yang disebabkan atau
dieksaserbasi oleh penggunaan zat.
6) Toleransi, yaitu kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat yang
bertujuan untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan
dan menurunkan efek yang bermakna pada penggunaan yang
berlanjut dengan jumlah zat yang sama.
7) Putus, seperti yang dimanifestasikan sebagai berikut:
a) Sindroma putus yang karateristik bagi zat.
b) Zat yang sama digunakan untuk menghindari atau
menghindari gejala putus.
d. Tahap-tahap Adiksi
Adiksi tidak timbul seketika tetapi melalui tahapan-tahapan.
Menurut Tashman ketiga tahapan tersebut adalah (Rahayu, 2008) :
1) Tahap pertama yaitu internal change (perubahan internal)
Individu mulai menyadari perubahan mood ketika individu
berhubungan dengan sumber adiksi. Dalam tahapan ini, individu
mudah marah, menarik diri dan menjauhkan diri dari masalah
dan perasaan yang tidak menyenangkan.
2) Tahap kedua yaitu life style change (perubahan gaya hidup)
Individu mulai tidak dapat mengontrol tingkah lakunya.
Pikiran individu akan terpusat pada sumber adiksi saat tidak
commit to user
3) Tahap ketiga disebut dengan life breakdown (rusaknya
kehidupan)
Individu merasa tidak bersalah atas apa yang telah
dilakukannya. Individu menjadi sulit dikendalikan sehingga sulit
untuk diajak berdiskusi mengenai dirinya.
4. OnlineGame
Online game dapat didefinisikan sebagai permainan (games) yang
dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang
digunakan pemain dihubungkan oleh suatu jaringan, umumnya
Internet (Adams ,2007) . Online game mempunyai arena-arena bermain
yang bersifat persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak
selalu ikut bermain) dan real-time (waktu berlalu terus) (Chandra, 2006).
Perkembangan online game dimulai dengan munculnya Multi-User
Dungeons (MUDs) pada akhir tahun tujuh puluhan (Cherny dalam
Ducheneaut, 2004).Kemudian disusul dengan munculnya permainan
Massively Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPGs) yang
merupakan turunan dari MUDs membuat ratusan ribu orang kini
berinteraksi setiap hari dengan permainan komputer (Woodcock dalam
Ducheneaut, 2004 ). Sampai saat ini MMORPGs merupakan jenis online
game yang paling sering dimainkan. Jenis online game ini umumnya
berfokus pada penggunaan karakter atau avatar dalam latar dunia fiksi.
MMORPGs adalah sebuah permainan internet di mana para pemain
commit to user
seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang
pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, di mana mereka harus
melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuandan berinteraksi
dengan karakter pemain lainnya (Young, 2006). Selain dua jenis game di
atas terdapat beberapa jenis online games lain yaitu First Person Shooter
(FPS), Real-Time Strategy, Cross-platform online, dan Browser games
Orang yang mempunyai kegemaran bermain game disebut sebagai
Gamers. Selain itu, seseorang dapat dikatakan sebagai gamers jika
orang tersebut meluangkan waktu 6,5 jam sampai 39,3 jam perminggu
untuk bermain game dan mengetahui banyak hal mengenai game.
(Thorsen, 2007)
Dalam bermain online game seseorang didasarkan pada motif-motif
tertentu. Motif diartikan sebagai kekuatan (energi) dalam diri seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, dalam hal ini adalah bermain online game.
Motif-motif tersebut yang mendorong seseorang untuk terus bermain
online game. Farzana (2011), berdasarkan teori West dan Turner
mengenai motivasi, membagi motif-motif yang mendasari seorang
remaja dalam bermain online game sebagai berikut :
a. Motif Kognitif
Motif kognitif diartikan sebagai kebutuhan gamer untuk
commit to user
pemahaman tentang lingkungan sekitar. Indikator motif kognitif
meliputi:
1) Bermain game untuk mencari informasi tentang peristiwa dan
kondisi yang berkaitan dengan lingkungan.
2) Bermain game untuk mencari bimbingan yang menyangkut
berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan
dengan penentuan pilihan.
3) Bermain game sebagai sarana belajar.
4) Bermain game sebagai sarana untuk memperoleh rasa damai
melalui penambahan pengetahuan
b. Motif Afektif
Motif afektif diartikan sebagai kebutuhan gamer yang berkaitan
dengan usaha untuk memperkuat pengalaman yang bersifat
keindahan, emosional, kesenangan, atau pengalaman estetika. Motif
afektif menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan mencapai
tingkat emosional tertentu. Suatu kebutuhan, keinginan dan hasrat
yang terpenuhi dapat berubah menjadi ketegangan yang setelah
mencapai tingkat tertentu menimbulkan dorongan. Indikator motif
afektif ini meliputi :
1) Bermain game sebagai sarana penyaluran emosi.
2) Bermain game sebagai sarana penyaluran pada seni seperti
gambar dan suara.
commit to user
c. Motif Personal I ntegrativeMotif personal integrative diartikan sebagai kebutuhan gamer
yang berkaitan dengan peningkatan harga diri seseorang, seperti
memperkuat kredibilitas/kepercayaan, percaya diri, kesetiaan dan
status seseorang. Motif ini mendorong gamer dalam bermain untuk
memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam hidup.
Indikator motif personal integrative meliputi :
1) Bermain game untuk memenuhi penunjang nilai-nilai pribadi.
2) Bermain game menemukan model perilaku.
3) Bermain game sebagai sarana mengidentifikasikan diri dengan
nilai-nilai lain dalam media.
4) Bermain game sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman
tentang diri sendiri.
d. Motif Social Integrative
Motif social integrative diartikan sebagai kebutuhan gamer
untuk bersosialisasi dengan sekelilingnya seperti peningkatan
hubungan dengan keluarga, teman dan seterusnya. Motif ini
mendorong gamer untuk bermain game demi kelangsungan
hubungannya dengan orang lain. Indikatormotif social integrative
meliputi:
1) Bermain game sebagai sarana memperoleh pengetahuan tentang
commit to user
2) Bermain game untuk mengidentifikasikan diri dengan orang
lain, dan meningkatkan rasa memiliki.
3) Bermain game untuk menemukan bahan percakapan dan
interaksi sosial.
4) Bermain game sebagai sarana memperoleh teman.
5) Bermain game sebagai sarana membantu menjalankan peran
sosial.
6) Bermain game sebagai sarana menghubungi orang lain.
e. Motif Pelepasan Ketegangan
Motif pelepasan ketegangan diartikan sebagai kebutuhan gamer
yang berkaitan dengan hasrat untuk melarikan diri dari kenyataan,
melepaskan ketegangan, dan kebutuhan akan hiburan. Seorang
gamer bermain game untuk melepaskan kepenatan. Indikator motif
pelepasan ketegangan meliputi:
1) Bermain game untuk melepaskan diri dari permasalahan.
2) Bermain game sebagai sarana bersantai.
3) Bermain game untuk mengisi waktu.
Motif-motif ini berperan dalam menentukan lama seseorang bermain
online game, sehingga pemain yang menujukkan motivasi yang tinggi
dalam bermain akan menggunakan waktu yang lebih lama untuk bermain
game yang selanjutnya dapat menunju ke arah tanda-tanda kecanduan
commit to user
5. Kecanduan Online GameKecanduan berasal dari Bahasa Latin yaitu addicere, yang berarti
untuk menjatuhkan atau memvonis (Carlson, 2005). Dahulu istilah
kecanduan atau addiction hanya terbatas pada penggunaan obat-obatan
psikoaktif, sehingga pada tahun 1964 World Health Organization (WHO)
mengganti konsep kecanduan menjadi ketergantungan (dependence),
karena istilah ketergantungan bisa digunakan secara umum tidak hanya
mengacu pada penggunaan obat-obatan psikoaktif tapi juga berkaitan
dengan unsur fisik dan psikis sesorang (WHO).
Schwausch dan Chung (2005) mendefinisikan kecanduan dalam dua
kategori yaitu kegagalan yang berulang-ulang dalam mengontrol
suatu perilaku dan berlanjutnya suatu perilaku yang berulang-ulang
walaupun menimbulkan dampak yang negatif.
Istilah Online Game Addiction (kecanduan online game) dicetuskan
pertama kali oleh Goldberg pada tahun 1995 sebagai perpanjangan dari
Internet Addiction (kecanduan internet). Istilah Internet Addiction
mulanya digunakan untuk menggambarkan penggunaan Internet yang
berlebihan pada kehidupan pribadi. Sama halnya dengan
penyalahgunaan obat-obatan psikoaktif, kecanduan tersebut dapat
merusak fisik maupun emosional penggunanya (Goldberg, 1996).
Ferris (dalam Duran, 2003) mengungkapkan bahwa penyebab
commit to user
a. Pandangan Behavioris
Menurut pandangan Behavior, internet addiction didasari oleh teori
B.F. Skinner mengenai operant conditioning, individu mendapatkan
rewards positif, negatif atau hukuman atas apa yang dilakukannnya.
b. Pandangan Psikodinamika dan Kepribadian
Pandangan ini mengemukakan terjadinya addiction berkaitan
dengan individu tersebut dan pengalamannya. Tergantung pada
kejadian masa anak-anak yang dirasakan individu tersebut saat
masih anak-anak dan kepribadiannya yang terus berkembang, yang
juga mempengaruhi suatu perilaku addictive.
c. Pandangan Sosiokultural
Padangan sosiokultural ini menunjukan ketergantungan ini ada pada
ras, jenis kelamin, umur, status ekonomi, agama dan negara.
d. Pandangan Biomedis
Pandangan ini menekankan adanya faktor keturunan dan kesesuaian,
antara keseimbangan kimiawi antara otak dan neurotransmiter.
Dimana pasien ketergantungan obat-obatan yang membutuhkan
penyeimbangan zat kimia pada otaknya atau individu yang
ketergantungan perjudian.
Seseorang yang sudah mengalami kecanduan baik itu terhadap
internet maupun online game akan lebih menyukai kehidupan online di
dalam dunia virtual dan mulai melalaikan kehidupan di sekitarnya
commit to user
digunakkan dalam bermain game, seseorang dinyatakan mengalami
kecanduan onlinegame jika rata-rata bermain online game 22,72 jam
perminggu dan dapat bermain selama 10 jam tanpa henti Schwausch
dan Chung (2005).
Menurut Griffiths (2005) terdapat enam komponen yang dapat
menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu
internet. Komponen itu adalah sebagai berikut:
1. Salience
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas
yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi
pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan
(merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam
perilaku sosial).
2. Mood modification
Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana
perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stres) saat
perilaku kecanduan itu muncul.
3. Tolerance
Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan
jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan
dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet
meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam
commit to user
yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh
pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian
secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar
tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan
perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama
bermain sebelum mencapai waktu yang lama.
4. Withdrawal symptoms
Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi
karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan
berpengaruh pada fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologis
seseorang (misalnya, cemas, mudah marah atau moodiness).
5. Conflict
Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna
internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal),
konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial,
hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik
intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena
terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.
6. Relapse
Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari
commit to user
Dr Kimberly Young menyusun 8 pertanyaan untuk mengidentifikasi
apakah seseorang itu mengalami kecanduan online game atau tidak.
Pertanyaan- pertanyaan tersebut adalah :
a. Apakah jumlah waktu yang anda gunakan dalam bermain
onlinegame terus bertambah hingga anda mencapai kepuasan?
b. Apakah anda memikirkan kapan anda akan bermain online game saat
anda sedang offline?
c. Apakah anda berbohong kepada teman dan anggota keluarga untuk
menyembunyikan sejauh mana aktivitas online game anda?
d. Apakah anda merasa gelisah atau marah ketika mencoba untuk
mengurangi atau menghentikan perilaku bermain online game?
e. Apakah anda berusaha mengulangi usaha anda yang tidak berhasil
untuk mengontrol, mengurangi, dan menghentikan bermain online
game?
f. Apakah anda menggunakan game sebagai cara untuk melarikan diri
dari masalah atau mengurangi perasaan tidak berdaya, rasa bersalah,
kecemasan, atau depresi?
g. Apakah hubungan anda dengan orang lain terancam karena
kebiasaan bermain online game anda?
h. Apakah anda terancam dalam hal pekerjaan, pendidikan, atau
commit to user
Berdasarkan delapan pertanyaan diatas, seseorang dikategorikan
sebagai pecandu game online jika menjawab “ya” pada lima pertanyaan
atau lebih (Young, 2006).
6. Kecanduan Online games terhadap Prestasi Belajar
Schwauz dan Chung (2005) menyebutkan siswa yang rata-rata
bermain online games selama 22,72 jam perminggu atau 10 jam perhari
tanpa henti, mengalami gangguan pola tidur. Selain itu, penggunaan dan
online games yang berlebihan akan memberikan pengaruh yang buruk
pada akademik, pertemuan dengan seseorang yang baru dan pola tidur.
Sedangkan berdasarkan penelitian Chou dan Hsiao (2000), siswa dengan
kecanduan online games memiliki konsekuensi negatif pada proses
belajarnya dan rutinitas sehari-hari daripada mereka yang tidak
mengalami Kecanduan online games .Lebih jauh lagi, bila siswa dengan
adiksi internet dibiarkan saja, maka akan berdampak buruk bagi siswa
tersebut, seperti menyebabkan kurang tidur dan rasa letih, penurunan
prestasi, berkurangnya interaksi dengan lawan jenis, menurunnya
aktivitas sosial, timbulnya kegelisahan dan apatis saat offline,
menyangkal kondisi adiksi, membentuk pendapat bahwa online games
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding kemampuannya
(Wahyuni, 2010). Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Chou
dan Hsiao (2006) yang menunjukkan bahwa penggunaan internet
berlebihan akan menyebabkan efek negatif pada pelajaran dan rutinitas
commit to user
B. Kerangka PemikiranKeterangan : : Diteliti
Gambar 1. Skema Kerangka Pem ikiran Motif bermain onlinegames : 1. Motif kognitif
Faktor aktivitas Faktor organisme Faktor
commit to user
C. Hip otesisHipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara skala kecanduan
commit to user
30 BAB III M
ETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
studi potong lintang (cross sectional). Rancangan cross sectional adalah suatu
rancangan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan yang paling sering
digunakan karena secara metodologis paling mudah dilakukan. Rancangan ini
mencuplik sebuah sampel dari populasi dalam satu waktu dan memeriksa
status paparan serta status penyakit pada titik waktu yang sama dari
masing-masing individu dalam sampel tersebut (Murti, 2003; Taufiqurrahman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 20 Surakarta. Waktu penelitian
dilaksanakan selama 2 bulan mulai dari bulan Mei 2012 -Juni 2012.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 20 Surakarta,
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
a. Remaja (usia 12-14 tahun) bersedia menjadi responden dan
commit to user
b. Telah memainkan online game secara berkesinambungan minimal
selama tiga bulan.
c. Bersedia mengisi kuesioner.
2. Kriteria eksklusi
a. Skor LMMPI
b. Menderita penyakit fisik berat atau gangguan jiwa berat.
D. Teknik Pengambilan Sample
Subyek penelitian adalah siswa SMP Negeri 20 Surakarta yang dicuplik
menggunakan simple random sampling, yaitu metode mencuplik sampel
secara acak dari sampling frame di mana masing-masing subjek atau unit dari
populasi memiliki peluang sama dan independen untuk terpilih ke dalam
sampel (Murti, 2003). Sampling frame yang digunakan adalah daftar seluruh
siswa kelas VIII SMP Negeri 20 Surakarta yang diperoleh secara resmi dari
pihak sekolah.
Berdasarkan rule of thumb, ukuran sampel minimal yang dibutuhkan
pada analisis bivariat yang melibatkan seluruh variabel independen dan
sebuah variabel dependen adalah 30 subjek penelitian (Murti, 2010). Pada
penelitian ini akan dicuplik 60 siswa sebagai subjek penelitian untuk
meningkatkan presisi estimasi yang diperoleh serta untuk mengantisipasi
commit to user
E. Cara Pengambilan SampelPengambilan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Peneliti mengambil sampling frame berupa daftar seluruh siswa kelas
VIII SMP Negeri 20 Surakarta yang d iperoleh secara resmi dari pihak
sekolah.
2. Peneliti menentukan subjek dengan teknik simple random sampling.
Pemilihan acak menggunakan komputer.
3. Peneliti menjelaskan secara garis besar tujuan, manfaat, dan prosedur
penelitian pada responden terpilih serta menjelaskan bahwa peneliti akan
menjaga kerahasiaan identitas dan hasil setiap responden.
4. Peneliti memastikan bahwa responden terpilih tampak sehat secara fisik
dan bersedia secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian.
5. Responden diminta menandatangani surat persetujuan (informed
consent).
6. Peneliti membagi kuesioner kepada responden.
7. Responden mengisi set kuesioner yang berisi lembar identitas siswa,
kuesioner L-MMPI dan Young Diagnostic Questionnaire (YDQ).
8. Peneliti mengecek hasil kuesioner L-MMPI dan mengeksklusikan
responden yang mempunyai skor
9. Peneliti memvalidasi prestasi belajar yang dilaporkan responden dengan
cara mencocokkannya dengan rapor asli responden.
10. Hasil validasi prestasi belajar dalam 2 semester terakhir dirata-rata dan
commit to user
11. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke komputer (data entry) dan
dianalisis.
F. Rancangan Penelitian
Populasi sumber
Siswa/siswi SMP N 20 Surakarta
commit to user
G. Identifikasi Variabel Penelitian1. Variabel bebas : Kecanduan Online games
2. Variabel terikat : Prestasi Belajar
3. Variabel luar yang terkendali : Kesehatan Fisik
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Kecanduan online games
Kecanduan online games adalah keadaan dimana seseorang tidak
mampu mengontrol penggunaan internet dan online games dan
cenderung lebih menyukai kehidupan virtualnya dan mulai melalaikan
kehidupan di sekitarnya ( Howard and Jacob, 2009 ). Alat ukur yang
digunakan adalah kuesioner kecanduan game online dari Dr Kimberly
Young (Young, 2006). Angka kecanduan diukur dengan skor 1-8.
Dikatakan orang tidak kecanduan apabila skor pada penilaian tersebut
1-4. Apabila d ikatakan kecanduan skor dari penilaian tersebut 5-8
2. Variabel terikat
Prestasi Belajar
Tingkat prestasi belajar adalah urutan pencapaian hasil belajar siswa
setelah melalui proses belajar dalam kurun waktu tertentu. Tingkat
commit to user
terakhir, yaitu rata-rata n ilai semester ganjil dan genap. Skala pengukuran
variabel yang digunakan adalah interval.
Nilai rata-rata tersebut dapat pula dikategorikan menjadi baik dan
kurang. Nilai dikategorikan baik bila lebih dari atau sama dengan nilai
rata-rata rapor seluruh siswa kelas VIII dan dikategorikan buruk bila
kurang dari nilai rata-rata rapor seluruh siswa kelas VIII. Dalam hal ini,
skala pengukuran variabel yang digunakan adalah nominal
3. Variabel luar
Variabel luar terdiri dari variabel yang terkendali dan tidak terkendali
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan : kesehatan fisik
Kesehatan fisik adalah keadaan secara sempurna secara fisik dan
bebas dari penyakit.
b. Variabel luar yang tidak didapat dikendalikan :
1) Intelegensi
Merupakan kemampuan berfikir secara abstrak dan
kesiapan belajar dari pengalaman ( Azwar, 1996).
2) Minat dan Motivasi
Adalah daya tarik dari luar dan dalam pribadi seseorang,
sedangkan motivasi merupakan penggerak atau pendorong
untuk melakukan suatu pekerjaan (Hamalik, 2002).
3) Faktor Lingkungan
Adalah kondisi lingkungan tempat di mana seseorang
commit to user
4) Faktor KeluargaAdalah peranan keluarga serta faktor lain seperti pendidikan
orang tua, penghasilan, perhatian, dan bimbingan dari orangtua
yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar dari anak
( Dalyono, 1997).
I. Instrumen Penelitian
1. Daftar siswa kelas VIII SMP Negeri 20 Surakarta sebagai sampling
frame.
2. Kuesioner untuk mengisi identitas siswa dan nilai semester genap dan
ganjil dari rapor satu tahun terakhir.
3. Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI)
4. Young’s Diagnostic Questionaire (YDQ)
5. Rapor asli responden untuk memvalidasi hasil jawaban responden
tentang nilai 2 semester terakhir yang diberikan dalam kuesioner
J. Keaslian Penelitian
Sebatas penelusuran peneliti, penelitian tentang hubungan intensitas
kecanduan online games dengan prestasi belajar pada masa awal remaja
commit to user
K. Teknik dan Analisis DataData yang diperoleh dari penelitian disajikan dalam bentuk tabel,
histogram dan narasi, serta dianalisis secara statistik dengan uji t independen
2
menggunakan SPSS for Windows release 18.0. Variabel penelitian
dianalisis menggunakan uji normalitas kolmogorov smirnov, karena jumlah
sampel lebih dari 50 orang. Bila uji normalitas menunjukkan bahwa sampel
tidak terdistribusi normal, maka dilakukan 2 dan
untuk melihat kekuatan hubungan dengan menggunakan koefisien
kontingensi dengan derajat kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan hubungan
commit to user
38 BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Populasi sumber penelitian adalah seluruh siswa dan siswi SMP Negeri
20 Surakarta. Populasi target pada penelitian adalah sebanyak 188 siswa kelas
VIII yang terdiri dari siswa laki-laki dan siswa perempuan. Selanjutnya
dilakukan simple random sampling dari sampling frame dengan program
SPSS 17.00 dan diberlakukan kriteria ekslusi maupun inklusi. Kriteria
eksklusi ditentukan melalui tes kejujuran (L-MMPI) dan didapatkan X siswa
atau X% gugur karena skor LMMPI kurang dari 10. Sedangkan kriteria
inklusi adalah responden yang bersedia dan menyetujui lembar informed
consent. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebanyak
90 siswa . Sampel sebanyak 90 siswa kemudian dicuplik sebanyak 60 siswa
melalui simple random sampling dengan program SPSS 17.0.
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Prestasi
No Kelompok Jumlah Persentase (%)
1 Prestasi Kurang Baik 31 51,6
2 Prestasi Baik 29 48,4
Total 60 100
commit to user
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kelompok Jenis Kelamin Total Persentase (%) Total (%)
L P L P
1 Prestasi Kurang 13 18 31 41,9 58,1 100
2 Prestasi Baik 11 18 29 37,9 62,1 100
Sumber: Data primer, Juli 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa 31 siswa memiliki prestasi belajar
yang kurang dan sebanyak 29 siswa memiliki prestasi belajar yang baik. Pada
kedua kelompok, persentase perempuan lebih besar dibandingkan dengan
laki-laki. Jumlah sampel perempuan yang memiliki prestasi belajar yang
kurang sebanyak 18 (58,1%) dari 31 siswa. Sedangkan jumlah sampel
perempuan yang berprestasi baik sebanyak 18 (62,1%) dari 29 siswa.
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Adiksi online games
No Kelompok
Adiksi
onlinegames Total Persentase (%) Total
(%)
Iya Tidak Iya Tidak
1 Prestasi Kurang 26 5 31 83,8 16,1 100
2 Prestasi Baik 5 24 29 17,7 82,3 100
commit to user
B. Analisis StatistikaData penelitian dianalisis menggunakan uji 2 dengan program SPSS
17.00. Syarat 2 adalah data berskala kategorikal, terdistribusi secara tidak
normal, dan variasi kedua kelompok dapat sama atau berbeda (untuk 2
kelompok). Selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui bahwa
data terdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan memiliki sebaran normal
jika nilai p > 0,05 pada masing-masing kelompok tersebut. Uji normalitas
dapat dilakukan dengan metode deskriptif ataupun analitik. Dibandingkan
metode deskriptif yang menghitung nilai koefisien varians, rasio skewness
dan rasio kurtosis, uji Kolmogorov Smirnov maupun Shapiro Wilk yang
merupakan metode analitik adalah uji yang lebih sensitif. Selain itu metode
analitik lebih obyektif dibandingkan dengan metode histogram dan plots pada
metode deskriptif sehingga dalam penelitian dipilih uji Kolmogorov Smirnov
untuk menguji normalitas data (Dahlan, 2005).
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov
Data Nilai Normalitas Keterangan
Adiksi Internet 0,0 Distribusi tidak normal
Tidak Adiksi Internet 0,0 Distribusi tidak normal
Sumber : Data Primer, 2012
Dari uji normalitas menggunakan uji kolmogorov smirnov, data
terdistribusi secara normal bila signifikan hitung > 0,05 dan apabila nilai
commit to user
tabel di atas, nilai normalitas untuk adiksi internet adalah 0,0 (p > 0,05) dan
tidak adiksi internet adalah 0,0 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan sebaran
data pada kedua kelompok adiksi online games dan tidak adiksi online games
normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini dapat dianalisis
menggunakan uji non-parametrik 2.
Nilai rata-rata prestasi dikategorikan menjadi 2 kategori tingkat prestasi
yaitu prestasi belajar kurang baik dan prestasi belajar baik, sehingga skala
pengukuran nominal. Pengkategorian ini berdasarkan nilai rata-rata semester
1 dan 2 kelas VIII yaitu (75,00). Responden dikategorikan dalam prestasi
belajar baik bila nilai
kurang baik bila nilai < (75,00).
Perbedaan tingkat prestasi belajar pada kedua kelompok dianalisis
2
dengan rancangan tabel silang 2 x 2.
Kekuatan hubungan dilihat dengan menggunakan koefisien kontingensi
dengan derajat kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan hubungan p (tingkat
sig 05). Hasil analisis dirangkum dalam tabel berikut ini (hasil
selengkapnya terdapat dalam lampiran).
Tabel 4.5 Hasil Analisis Hubungan dengan Metode Koefisien Kontingensi
value df p value
contingency
coefficient
Pearson Chi-Square 21,600 1 0,000 0,514
commit to user
Berdasarkan uji statistik dengan program SPSS 17.0 Windows, data
penelitian dapat dianalisis dengan uji 2 karena syarat uji tersebut terpenuhi
yaitu tidak ada sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5. Bila dilihat
dari hasil menunjukkan bahwa harga 2 hitung 21,600 sedangkan harga 2
tabel pada db = 2-1:1, pada taraf signifikansi 0,05 adalah 3,481. Hal ini
berarti bahwa 2 hitung > 2 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara adiksi online games dengan tingkat prestasi belajar siswa
SMP Negeri 20 Surakarta. Disamping itu bisa dilihat pula pada p value yaitu
0,000 yang berarti p < 0,05 dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima. Hal
ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara adiksi online games
dengan tingkat prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Surakarta. Sedangkan
besarnya hubungan dilihat dari nilai coefisien contingency yaitu sebesar 0,514
commit to user
43 BAB V PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Data
Penelitian ini meneliti hubungan antara adiksi online games dengan
tingkat prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Surakarta. Berdasarkan data
hasil penelitian pada tabel 4.1 jumlah sampel yang dapat dianalisis dalam
penelitian adalah 60 siswa yang terdiri dari 31 siswa (51,6%) yang berprestasi
kurang dan 29 siswa (48,4%) yang berprestasi baik. Tabel 4.3 menunjukkan
26 siswa terdiagnosis mengalami adiksi online games sedangkan 34 siswa
tidak mengalam i adiksi internet. Dari 26 siswa yang terdiagnosis online
games ,5 responden adalah siswa perempuan. Pada beberapa penelitian lain
menunjukkan bahwa siswa laki-laki lebih berisiko mengalam i adiksi online
games daripada perempuan (Ha et al., 2006; Om idvar and Saremi, 2002; Yen
et al., 2007b). Sedangkan penelitian yang dilakukan Egger dan Rauterber
(1996) serta Hall dan Parsons (2001) menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara jenis kelam in dengan adiksi online games.
Siswa yang mengalami adiksi online games memiliki rerata nilai prestasi
belajar lebih rendah (75,00) daripada rerata nilai prestasi siswa yang tidak
mengalami adiksi online games (75,00). Nilai rerata tersebut berada di bawah
rerata nilai kelas VIII secara keseluruhan (75,00).
Nilai prestasi belajar dihitung dari rerata nilai semester 1 dan semester 2.
commit to user
maupun eksternal (Dalyono, 1997). Faktor yang termasuk faktor internal
adalah kesehatan jasmani dan rohani, intelegensi dan bakat, minat dan
motivasi yang tinggi, dan cara belajar yang tepat (Dalyono, 2997; Hamalik,
2000). Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi siswa adalah
hubungan siswa dengan keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar dan tempat
tinggal serta bimbingan belajar. (Dalyono, 1997; Hamalik, 2000; Hakim,
2002; Slameto, 2003).
Secara tidak langsung, adiksi online games berdampak negatif pada nilai
prestasi belajar siswa. Penggunaan aktivitas internet yang berlebihan,
termasuk online games dapat meningkatkan gairah psikologis sehingga
menyebabkan waktu tidur berkurang, aktivitas fisik yang terbatas, kecemasan,
depresi, dan hubungan keluarga yang memburuk (Young, 1998). Disamping
itu, ketidakmampuan individu untuk mengontrol penggunaan internet
menyebabkan kesulitan sosial dan sekolah (Young and Rogers, 1998; Davis,
2001). Siswa yang mengalami ad iksi online games cenderung memiliki
karateristik seperti preokupasi, modifikasi mood, toleransi, menarik diri dari
masyarakat, dan gangguan fungsional (Hall and Parsons, 2001; Leung, 2004).
Hubungan keluarga yang memburuk, kesulitan sosial dan sekolah serta
kecenderungan untuk menarik diri dari masyarakat menjadi faktor-faktor
negatif yang berasal dari luar diri siswa. Faktor-faktor inilah yang dapat
mempengaruhi siswa sehingga berdampak pada penurunan nilai prestasi.
commit to user
Hasil ini diperkuat dengan uji analisis menggunakan 2 yang
menunjukkan hasil terdapat hubungan antara adiksi online games dengan
tingkat prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Surakarta (p = 0,000). Besarnya
hubungan dilihat dari nilai coefisien contingency yaitu sebesar 0.514 atau
51,4%.
Adiksi internet adalah perilaku kecanduan non kimia yaitu keadaan di
mana seorang individu tidak dapat mengontrol penggunaan internet sehingga
berpengaruh negatif pada psiko logis, sosial, sekolah dan pekerjaan (Young
and Rogers, 1998; Davis, 2001; Widyanto and Mark, 2005). Seseorang yang
mengalami ketergantungan internet mengalami peningkatan aktivitas
penggunaan internet, memiliki toleransi dan perasaan yang tidak nyaman saat
offline (Kandell, 1998).
Seperti yang dikemukakan oleh Davis (2000), adiksi online games
merupakan kegagalan kognisi dan perilaku. Penyebab awal terjadinya adiksi
online games dijelaskan dalam teori diathesis-stress. Gangguan psikopatologi
seperti depresi, kecemasan, atau penyalahgunaan zat merupakan kerentanan
yang sebelumnya telah ada (diathesis) secara tidak langsung merupakan
penyebab awal terjadinya adiksi online games (David, 2000).
Ketika seseorang mengalam i kecanduan atau ketergantungan terhadap
suatu zat maupun aktivitas, dalam hal ini penggunaan online game, maka ia
akan membutuhkan waktu lebih banyak untuk bermain online game agar
mendapat kepuasan yang sama. Karena kepuasaan yang diperoleh dalam
commit to user
akan menurun secara mencolok, maka secara berangsur-angsur pemain harus
meningkatkan jumlah waktunya untuk bermain online game. Saat aktivitas
bermain online game ini dikurangi ataupun dihentikan, seseorang yang
mengalami kecanduan online game, akan terpengaruh secara fisik maupun
psikologis, seperti pusing, insomnia, mudah marah dan cemas (Withdrawl
symptom) (Griffiths, 2005).
Penyebab akhir dari adiksi online games adalah maladaptive cognition.
Maladaptif dibagi menjadi dua, yaitu memikirikan diri sendiri yang
merenungkan masa lampau sehingga lebih memilih kegiatan online
dibandingkan kehidupan nyata dan memikirkan tentang dunia yang akan
mengarah pada penyimpangan global sehingga membentuk pemikirian bahwa
internet menjadi satu-satunya yang dapat dipercaya oleh individu tersebut
(David,2000).
Proses individu mengalami adiksi online games terbagi menjadi tiga
tahap. Pada tahap pertama, individu tersebut mengalami ketertarikan yang
dapat mengarah pada penggunaan online games yang berlebihan. Selanjutnya,
masuk pada tahap kedua dimana individu mulai merasa bosan sehingga
penggunaan yang berlebihan dapat dicegah. Tahap ketiga, penggunaan
internet mulai seimbang dan normal sehingga tidak mengganggu kehidupan
individu tersebut. Apabila proses tersebut berhenti pada tahap pertama maka
individu akan mengalami adiksi online games (Grohol. 1999)
Adiksi online games dapat meningkatkan gairah psikologis yang akan