542 PENGARUH BI RATE, THE FED RATE, DAN KURS TERHADAP
KESEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Ratna Mutia Dewi1*
1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, e-mail: [email protected]
Abstract
This study aimed to analyze the effects of BI rate, the Fed rate, and exchange rate on balance of payments in Indonesia. The study used quartely data run from 1986.1 to 2015.4 period. Meanwhile, the study utilized Vector Autoregressive (VAR) model to analyze the research problem of the study. The results showed that there was bidirectional causality relationship between balance of payment and exchange rate. Meanwhile, there are unidirectional relationship between balance of payment and BI rate, the Fed rate and BI rate, and exchange rate and BI rate. Central Bank of Indonesia should maintain the stability of balance of payment, exchange rate, and BI rate. To obtain the best results of balance of payment stability it is recommend a research on current account and capital account stability as further research by adding other foreign interest rate.
Keywords: Balance of Payments, BI rate, Exchange Rate, The Fed Rate, VAR
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh BI rate, the Fed rate, dan kurs terhadap keseimbangan neraca pembayaran Indonesia. Data dalam penelitian ini menggunakan data time
series kuartalan periode tahun 1986.1-2015.4. Model yang digunakan adalah Vector Autoregressive (VAR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kausalitas dua arah antara
neraca pembayaran dan kurs. Sedangkan neraca pembayaran, the Fed rate, dan kurs memiliki hubungan searah dengan BI rate. Berdasarkan hasil penelitian ini, Bank Indonesia perlu melakukan upaya untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran, BI rate dan kurs.Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan pengujian dengan komponen neraca pembayaran, yaitu neraca transaksi berjalan dan neraca modal. Selain itu, dapat menggunakan variabel dunia lainnya, seperti tingkat bunga negara lain.
Kata Kunci: Neraca Pembayaran, BI rate, Kurs, The Fed Rate, VAR
PENDAHULUAN
Situasi dan guncangan yang terjadi terhadap perekonomian dunia umumnya akan berpengaruh ke setiap negara, termasuk Indonesia. Sebagai negara yang memiliki karakteristik
small open economy, kondisi perekonomian Indonesia sangat berpotensi mengalami gangguan
eksternal. Pada saat perekonomian dunia cerah, maka hubungan perekonomian melalui transaksi internasional juga akan ikut bergairah. Sebaliknya, ketika perekonomian dunia mengalami guncangan, maka hubungan perekonomian Indonesia secara eksternal juga akan ikut terguncang.
Setelah berakhirnya krisis Asia, perekonomian Indonesia mulai menunjukkan kinerja yang luar biasa.Meskipun begitu, faktor internal maupun eksternal tetap menjadi tantangan utama untuk menjaga kestabilan perekonomian dalam negeri. Pemerintah telah melakukan
543
berbagai kebijakan baik dari sisi fiskal maupun moneter. Dari sisi fiskal, pemerintah berupaya untuk meningkatkan pendapatan negara dengan cara meningkatkan efisiensi pemungutan pajak. Sedangkan dari sisi moneter, Bank Indonesia telah berupaya menyeimbangkan kendala internal dan eksternal, khususnya untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran yang di dalamnya memuat seluruh informasi mengenai surplus atau defisitnya suatu negara akibat transaksi ekonomi yang dilakukannya dengan negara lain. Selain itu, keseimbangan neraca pembayaran mencerminkan kestabilan perekonomian suatu negara.
Sebagai bagian dari perekonomian global, informasi dari neraca pembayaran Indonesia
sangat menentukan hubungan perekonomian Indonesia dengan negara lain, sehingga terlihat apakah Indonesia merupakan pengekspor barang dan modal, atau sebaliknya sebagai pengimpor barang dan modal. Selain itu, neraca pembayaran juga merupakan salah satu indikator yang dapat memengaruhi sentimen para pelaku pasar.
Pada triwulan II-2005 kinerja transaksi berjalan mencatat surplus dan Bank Indonesia menyimpulkan bahwa perekonomian Indonesia sampai dengan triwulan II-2005 masih tumbuh cukup tinggi mencapai kisaran 5,5 persen hingga 6,0 persen (yoy). Untuk menghindari risiko eksternal dan internal, kebijakan moneter ketat tetap dilakukan dengan menetapkan BI rate sebesar 8.5 persen selama triwulan III tahun 2005. Namun hal ini menyebabkan defisitnya neraca transaksi berjalan. Kinerja neraca modal juga belum menunjukkan perbaikan dengan aliran dana keluar untuk pembayaran utang dan impor yang semakin meningkat sementara aliran dana masuk masih terbatas. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan neraca pembayaran mengalami defisit sebesar USD 2,3 miliar pada triwulan III-2005 (Bank Indonesia, 2005).
Kebijakan moneter Amerika Serikat (A.S) di sisi lain merupakan kebijakan moneter yang menjadi perhatian dan diwaspadai oleh para pelaku ekonomi dunia termasuk Indonesia. Suku bunga the Fed (the Fed rate) merupakan suku bunga yang berada di bawah kendali the Fed dan turut menentukan pergerakan aliran modal (capital flow) negara berkembang. Menurut Al Arif dan Tohari (2006), the Fed rate sebagai representasi dari suku bunga dunia secara signifikan berimplikasi terhadap variabel domestik. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki struktur perekonomian terbuka kecil sangat rentan terhadap guncangan variabel dunia.
Selanjutnya, krisis global yang terjadi pada tahun 2008 memberikan tekanan terhadap neraca pembayaran, di mana defisit yang terjadi sebesar US$ 1,9 Miliar yang sebelumnya mencatat surplus pada tahun 2007. Namun seiring membaiknya perekonomian domestik dan global pada tahun 2009 dan 2010, neraca pembayaran kembali mencatat surplus.
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (SEKI-BI), diolah Gambar 1. Pergerakan BI rate, the Fed rate, dan kurs terhadap
544
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa pada tahun 2006 ketika the Fed menaikkan suku bunganya, kurs rupiah menguat, BI rate mengalami penurunan, dan neraca pembayaran Indonesia menunjukkan angka surplus. Namun pada tahun 2008 ketika the Fed dan BI menurunkan suku bunga acuannya, kurs rupiah terapresiasi, sedangkan neraca pembayaran Indonesia menunjukkan angka defisit.
Masdjojo (2005) menyatakan bahwa depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dolar AS akan meningkatkan saldo neraca pembayaran, di mana kenaikan kurs valuta asing memengaruhi perubahan harga barang ekspor dan impor. Apabila Rupiah mengalami depresiasi maka akanmeningkatkan permintaan uang nominal. Jika peningkatan permintaan uang tidak bisa dipenuhi oleh sumber-sumber dari dalam negeri, maka tingkat bunga akan meningkat sehingga mendorong capital inflow dan menyebabkan surplus pada saldo neraca pembayaran.
Berdasarkan beberapa kondisi tersebut, maka untuk mengetahui bagaimana suku bunga Bank Indonesia (BI rate), the Fed rate, dan kurs memengaruhi neraca pembayaran Indonesia, perlu dikaji lebih mendalam.
TINJAUAN PUSTAKA
Neraca pembayaran (balance of payment) merupakan dokumen sistematis dari semua transaksi ekonomi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. Transaksi yang dicatat dalam neraca pembayaran hanyalah transaksi ekonomi internasional, transaksi bantuan militer tidak termasuk ke dalamnya, karena bantuan tersebut hanyalah merupakan bantuan yang sifatnya tidak imbal beli (Apridar, 2009).
Ketidakseimbangan pada neraca pembayaran, bisa terjadi surplus ataupun defisit. Ketidakseimbangan berupa surplus yang memiliki nilai valas yang relatif tinggi bisa dikatakan ideal, sedangkan yang dianggap kurang baik adalah posisi neraca pembayaran yang defisit dan memiliki nilai valas yang rendah sehingga diusahakan untuk diperbaiki melalui mekanisme penyesuaian (Effendy, 2014).
Krugman dalam Sakuntala (2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi perubahan keseimbangan neraca pembayaran menurut pendekatan moneter, diantaranya yaitu pendapatan domestik riil, tingkat harga domestik, tingkat suku bunga domestik, dan kredit domestik. Dengan mengkondisikan negara perekonomian terbuka kecil dengan sistem kurs mengambang (floating exchange rate) dan dasar teori Purchasing Power Parity (PPP), yang berarti semua tingkat harga (gabungan harga-harga semua komoditi) dari seluruh negara sama besarnya bila diukur dalam satuan mata uang yang sama.
Menurut Krugman dan Obstfeld dalam Machpudin (2013), kurs atau nilai tukar merupakan harga suatumata uang terhadap mata uang lainnya. kurs memainkan peranan penting dalamperdagangan internasional, karena kurs memungkinkan kita untukmembandingkan harga segenap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara.Perubahan kurs disebut sebagai depresiasi dan apresiasi. Depresiasi menunjukan melemahnya harga mata uang domestik terhadap mata uang asing sedangkan apresiasi adalah menguatnya harga mata uang domestik terhadap mata uang asing.
Selain kurs, tingkat suku bunga juga dapat memengaruhi perubahan keseimbangan neraca pembayaran, baik tingkat suku bunga domestik seperti BI rate maupun suku bunga negara lain. BI rateatau suku bunga Bank Indonesia adalah suku bunga acuan Bank Indonesia yang menjadi sinyal dari kebijakan moneter Bank Indonesia dan ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur (Ramadhani & Daulay, 2015). Kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI rate sebagai sinyal kebijakan moneter bertujuan untuk mengarahkan dan memengaruhi suku bunga yang
545
berlaku di pasar keuangan (Oktavia, 2010).
Tingkat suku bunga the Fed atau the Fed rate merupakan tingkat suku bunga moneter yang ditetapkan oleh Federat Open Market Commite (FOMC). Perubahan tingkat suku bunga the
Fed secara langsung akan memengaruhi perkembangan ekonomi global, seperti tingkat suku
bunga internasional. Hal ini karena nilai mata uang dollar Amerika Serikat yang stabil sehingga banyak dipakai dalam transaksi internasional (Sandra, 2006). Menurut Laksmono, 2001 (dalam Erawati & Lewelyn, 2002), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal inidisebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang fleksibel.
Teori Mundell Fleming mengasumsikan bahwa aliran modal internasional cukup memadai untuk mempertahankan tingkat bunga domestik sama dengan tingkat bunga dunia. Dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga domestik akan naik selama jangka pendek dan pihak asing akan melihat suku bunga yang lebih tinggi itu dan mulai memberi pinjaman ke negrara tersebut. Kemudian aliran modal akan mendorong tingkat bunga domestik menyesuaikan dengan tingka suku bunga dunia (Mankiw, 2006:329).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dalam kurun waktu 1986.1-2015.4 yang diperoleh dari berbagai publikasi resmi pemerintah Indonesia, Bank Indonesia, Federal
Reserve, maupun publikasi dari institusi terkait lainnya. Model analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Vector Autoregressive (VAR) model.
Model VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah VAR dengan empat variabel (BI
rate, the Fed rate, kurs, dan neraca pembayaran) yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
... (1) ... (2) ... (3) ... (4) Keterangan: RBI = BI rate RFED = the Fed rate EXR = kurs
BOP = neraca pembayaran
Adapun pengujian yang diperlukan dalam mengestimasi model VAR , yaitu (1) uji akar-akar unit(2) uji lag optimal, (3) uji kausalitas Granger, (4) analisis Impulse Response Functions (IRF), dan (5) analisis Forecast Error Variance Decompositions (FEVD).
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Akar-akar Unit (Unit roots test)
Tahap awal yang dilakukan dalam mengestimasi model VAR adalah dengan melakukan uji akar-akar unit untuk menghindari kesalahan estimasi. Uji akar-akar unit dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Augmented Dickey-Fuller (ADF).
546 Tabel 1. Hasil uji akar-akar ujit (unit roots test) dengan pendekatan
Augmented Dickey-Fuller (ADF)
Level First Difference
Variabel ADF Value Critical Variabel ADF Value Critical
BOP -7.457723 -4.036983 D(BOP) -10.01161 -4.039075 RBI -4.550482 -4.037668 D(RBI) -7.980733 -4.037668 RFED -3.425133 -4.037668 D(RFED) -5.727908 -4.037668 EXR -4.037668 -4.038365 D(EXR) -7.134221 -4.038365 Sumber : Hasil olah data dengan Eviews 7 (2016).
Hasil uji akar-akar unit pada Tabel 1 menjelaskan bahwavariabel BOP dan RBI stasioner pada tingkat level yang ditandai dengan nilai ADF kedua variabel lebih besar daripada nilai
critical value, sedangkan variabel RFED dan EXR stasioner pada tingkat first difference. Uji Lag Optimal
Uji lag optimal bertujuan untuk mendapatkan model yang tepat dalam estimasi dan untuk menjelaskan berapa lama pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lainnya.
Tabel 2. Hasil uji lag optimal
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -2731.096 NA 2.97e+16 49.28101 49.37865 49.32062 1 -2350.087 727.6940 4.13e+13 42.70426 43.19247 42.90231 2 -2268.508 149.9287 1.27e+13 41.52266 42.40143* 41.87915 3 -2238.234 53.45701 9.85e+12 41.26547 42.53480 41.78040* 4 -2214.336 40.47596* 8.59e+12* 41.12316* 42.78306 41.79653 5 -2201.621 20.61818 9.19e+12 41.18236 43.23282 42.01417 6 -2186.766 23.01908 9.51e+12 41.20299 43.64400 42.19324 7 -2172.292 21.38412 9.95e+12 41.23049 44.06207 42.37918 Sumber : Hasil olah data dengan Eviews 7 (2016).
Lag optimum yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag Shwarz (SC). Tabel 2
menunjukkan bahwa model persamaan mengalami lag optimal pada lag 2.
Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger atau Granger Causality digunakan untuk melihat hubungan kausalitas atau timbal balik antara variabel neraca pembayaran, BI rate, the Fed rate, dan kurs.
Tabel 3. Hasil uji Granger Causality
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. RBI does not Granger Cause BOP 118 0.25677 0.7740
BOP does not Granger Cause RBI 7.84637 0.0006
DRFED does not Granger Cause BOP 117 1.50774 0.2259
BOP does not Granger Cause DRFED 0.05544 0.9461
DEXR does not Granger Cause BOP 117 2.82793 0.0634
BOP does not Granger Cause DEXR 7.57020 0.0008
DRFED does not Granger Cause RBI 117 2.76058 0.0676 RBI does not Granger Cause DRFED 0.05927 0.9425 DEXR does not Granger Cause RBI 117 2.62911 0.0766
RBI does not Granger Cause DEXR 13.5869 5.E-06
547
Berdasarkan hasil uji Granger Causality pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa neraca pembayaran memengaruhi BI rate dan kurs. BI rate merupakan suku bunga kebijakan moneter Bank Indonesia. Ketika neraca pembayaran mengalami defisit, Bank Indonesia akan menaikkan BI rate untuk mendorong terjadinya capital inflow yang akan memengaruhi kenaikan neraca modal Indonesia. Kenaikan BI rate akan diikuti kenaikan suku bunga deposito yang akan menahan terjadinya capital outflow.
Sementara itu, neraca pembayaran dan kurs memiliki hubungan kausalitas (Tabel 3),di mana ketika kurs terdepresiasi, maka akan menyebabkan harga barang luar negeri naik. Akibatnya, impor akan cenderung turun dan ekspor mengalami peningkatan yang selanjutnya akan menyebabkan neraca pembayaran mengalami surplus. Begitu juga ketika kurs mengalami apresiasi (kenaikan harga mata uang domestik) akan menyebabkan harga barang luar negeri turun sehingga impor akan meningkat dibanding ekspor. Hal tersebut akan mengakibatkan neraca pembayaran mengalami defisit. Selanjutnya, neraca pembayaran memengaruhi kurs melalui surplus dan defisitnya neraca modal. Peningkatan neraca modal dan finansial mencirikan adanya peningkatan valuta asing. Naiknya penawaran rupiah akan menyebabkan rupiah terdepresiasi.
Hasil uji kausalitas pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suku bunga the Fed rate dan kurs memengaruhi pergerakan BI rate. Hal ini menunjukkan bahwa ketika suku bunga the Fed rate meningkat, maka akan menyebabkan arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia. Peningkatan capital outflow mengarah pada penurunan penawaran rupiah yang selanjutnya akan membuat nilai rupiah terapresiasi. Agar rupiah kembali menguat (depresiasi), maka Bank Indonesia akan menaikkan BI rate untuk menarik investor asing.
Analisis Impulse Response Functions (IRF)
Analisis IRF menggambarkan bagaimana laju dari guncangan (shock) suatu variabel terhadap variabel-variabel yang lain. Sehingga melalui IRF, bisa diketahui lamanya pengaruh dari terjadinya suatu shock/guncangan suatu variabel terhadap variabel-variabel yang lain.
a. Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Pengaruh terhadap Neraca Pembayaran
Gambar 2. Pengaruh BI Rate terhadap neraca pembayaran
Berdasarkan hasil IRF Gambar 2 menunjukkan bahwa respon neraca pembayaran terhadap guncangan BI rate berpengaruh negatif pada periode 2 dan 3, selanjutnya berpengaruh positif dan bergerak menuju keseimbangan. Artinya, kenaikan BI rate akan menarik investasi masuk ke Indonesia dan penawaran valas meningkat. Akibatnya harga valuta asing mengalami penurunan atau meningkatkan valuta domestik yang berdampak pada competitiveness price. Kondisi akhirnya dapat menyebabkan neraca pembayaran menjadi defisit.
548 Gambar 3. Pengaruh the Fed Rate terhadap neraca pembayaran
Hasil analisis IRF the Fed rate terhadap neraca pembayaran pada Gambar 3 menunjukkan bahwa the Fed rate memberikan pengaruh positif dalam periode 2 hingga 5, selanjutnya berpengaruh negatif hingga periode akhir. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan
the Fed rate akan menyebabkan terjadinya capital outflow dan akan mengarah pada defisitnya
neraca pembayaran. Sehingga Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk meningkatkan BI rate yang akan berdampak kembali pada capital inflow dan penguatan rupiah, sehingga kondisi tersebut akan menyebabkan neraca pembayaran menjadi surplus.
Gambar 4. Pengaruh Kurs terhadap neraca pembayaran
Pengaruh kurs Rp/USD terhadap neraca pembayaran seperti yang terlihat pada Gambar 4 secara keseluruhan menunjukkan pengaruh positif. Meskipun pada periode 2 negatif, namun pada periode selanjutnya bergerak secara positif. Hal ini menunjukkan bahwa ketika rupiah mengalami depresiasi, maka akan mendorong daya saing ekspor di pasar dunia. Kondisi tersebut menyebabkan surplus neraca pembayaran.
b. Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Pengaruh terhadap BI rate
Gambar 5. Pengaruh neraca pembayaran terhadap BI rate
Hasil IRF pada Gambar 5 menunjukkan bahwa respon BI rate terhadap guncangan yang diberikan neraca pembayaran secara negatif, di mana ketika neraca pembayaran mengalami surplus maka Bank Indonesia akan menurunkan BI rate.
549 Gambar 6. Pengaruh the Fed rate terhadap BI rate
Hasil IRF pada Gambar 6 menunjukkan bahwa BI rate memberikan respon positif atas guncangan the Fed rate. Hal ini menunjukkan kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia akan menyesuaikan dengan tingkat suku bunga dunia, yaitu the Fed rate dan sesuai dengan asumsi teori Mundell-Flemming.
Gambar 7. Pengaruh Kurs terhadap BI rate
Hasil IRF pada Gambar 7 menunjukkan BI merespon secara negatif terhadap goncangan yang diberikan kurs. Artinya, ketika rupiah terdepresiasi maka Bank Indonesia akan merespon dengan menurunkan BI rate dan menaikkan kembali seiring dengan berkurangnya tekanan terhadap rupiah.
c. Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Pengaruh terhadap Kurs
Gambar 8. Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs
Hasil IRF pada Gambar 8 menunjukkan bahwa kurs memberikan respon negatif terhadap goncangan yang diberikan neraca pembayaran. Neraca pembayaran memengaruhi kurs melalui neraca modal dan finansial. Neraca modal dan finansial yang surplus menandakan arus dana masuk yang meningkat. Dalam jangka panjang, kondisi tersebut akan membuat rupiah mengalami kenaikan.
550 Gambar 9. Pengaruh BI rate terhadap kurs
Hasil IRF pada Gambar 9 menunjukkan bahwa kurs memberikan respon terhadap guncangan yang diberikan oleh BI rate. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Bank Indonesia dalam menaikkan BI rate dapat memengaruhi fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar.
Selanjutnya, hasil IRF pada Gambar 10 menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh dari goncangan yang diberikan oleh the Fed rate. Baik dalam jangka pandek, menengah, maupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar tidak dipengaruhi oleh the Fed
rate.
Gambar 10. Pengaruh the Fed rate terhadap kurs Analisis Forecast Error Variance Decompositions (FEVD)
FEVD dapat memberikan keterangan mengenai besarnya shock dan sampai berapa lama
proporsi goncangan (shock) sebuah variabel terhadap variabel itu sendiri dan selanjutnya melihat besaran proporsi goncangan (shock) variabel lain terhadap variabel tersebut.
a. Forecast Error Variance Decompositions Neraca Pembayaran
Tabel 4. Forecast Error Variance Decomposition Neraca Pembayaran (BOP) Variance Decomposition of Neraca Pembayaran
Period S.E. BOP RBI DRFED DEXR
1 2494.548 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 2688.330 99.13208 0.038675 0.569387 0.259853 3 2698.006 98.42270 0.059957 1.007060 0.510282 4 2703.674 98.27119 0.074095 1.128887 0.525825 5 2707.555 98.07364 0.103600 1.134151 0.688612 6 2708.979 98.00235 0.140952 1.133704 0.722990 7 2711.418 97.86927 0.161196 1.141546 0.827984 8 2713.254 97.78503 0.176534 1.156384 0.882050 9 2715.529 97.66787 0.185416 1.175379 0.971331 10 2717.354 97.57580 0.193067 1.193986 1.037151
Sumber : Hasil olah data dengan Eviews 7 (2016).
551
dipengaruhi oleh variabel itu sendiri (100 persen) dan berkurang hingga 97,57 persen di periode 10. Sementara itu, variabel yang memberikan kontribusi paling besar dalam menjelaskan neraca pembayaran adalah the Fed rate sebesar 1.19 persen dan BI rate 0,19 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa fluktuasi neraca pembayaran hampir sepenuhnya ditentukan oleh neraca pembayaran itu sendiri. Untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran agar tetap stabil, maka diperlukan kebijakan yang dapat mendukung peningkatan ekspor dan pengendalian impor. b. Forecast Error Variance Decompositions BI Rate
Tabel 5. Forecast Error Variance Decomposition BI Rate (RBI) Variance Decomposition of BI Rate
Period S.E. BOP RBI DRFED DEXR
1 4.022875 0.398142 99.60186 0.000000 0.000000 2 6.047481 0.328582 99.54535 0.050262 0.075811 3 7.200578 4.748467 94.90138 0.288725 0.061430 4 7.898447 11.57502 87.74947 0.587583 0.087931 5 8.242596 15.80943 83.17843 0.931373 0.080773 6 8.370871 17.42373 81.13359 1.356043 0.086638 7 8.418933 17.73346 80.23097 1.887841 0.147735 8 8.452280 17.63638 79.62197 2.496455 0.245198 9 8.490228 17.48968 78.98367 3.128604 0.398043 10 8.531435 17.39271 78.30707 3.724801 0.575425 Sumber : Hasil olah data dengan Eviews 7 (2016).
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada periode pertama, variabel BI rate dipengaruhi oleh variabel itu sendiri (99,60 persen) dan 78,30 persen di periode 10. Sementara itu, variabel yang memberikan kontribusi paling besar dalam menjelaskan BI rate adalah neraca pembayaran sebesar 17,39 persen pada periode 10, dibanding the Fed rate yang hanya 3,72 persen dan kurs sebesar 0,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa surplus dan defisit dari neraca pembayaran turut memberikan kontribusi terhadap fluktuasi kebijakan BI rate.
c. Forecast Error Variance Decompositions Kurs
Tabel 6. Forecast Error Variance Decomposition Kurs (EXR) Variance Decomposition of Kurs:
Period S.E. BOP RBI DRFED DEXR
1 835.0644 0.492847 12.93012 0.263910 86.31312 2 1007.998 3.345376 30.01867 0.186978 66.44897 3 1312.878 10.86822 26.32951 0.134769 62.66750 4 1488.081 18.11434 25.80952 0.111222 55.96492 5 1674.475 22.01971 22.60677 0.106933 55.26658 6 1791.104 24.58931 21.07776 0.100721 54.23221 7 1904.550 25.62168 19.31808 0.093622 54.96661 8 1989.744 26.35858 18.19494 0.085957 55.36052 9 2073.899 26.61012 17.10827 0.079234 56.20238 10 2146.379 26.83046 16.30371 0.075459 56.79038 Sumber : Hasil olah data dengan Eviews 7 (2016).
Hasil FEVD kurs yang terlihat pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa pada periode pertama, variabel kurs dipengaruhi oleh variabel itu sendiri (86,31 persen) dan menurun hingga
552
56,79 persen pada periode 10. Variabel lain yang memberikan kontribusi terbesar dalam memengaruhi kurs adalah neraca pembayaran sebesar 26,83 persen dan BI rate sebesar 16,30 persen. Kondisi ini menjelaskan bahwa fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh keseimbangan neraca pembayaran dan tidak terlepas dari kebijakan moneter melalui penetapan BI rate. Sedangkan the Fed rate hanya memberikan kontribusi sebesar 0,07 persen pada periode 10.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kurs dan neraca pembayaran Indonesia memiliki hubungan kausalitas. Artinya, kurs dan neraca pembayaran saling memengaruhi. Ketika kurs mengalami kenaikan, maka akan berdampak defisit pada neraca pembayaran. Sebaliknya, ketika neraca pembayaran mengalami surplus melalui neraca modal, maka supply valuta asing menyebabkan rupiah terapresiasi.
Selanjutnya, neraca pembayaran memiliki hubungan searah dengan BI rate, di mana ketika neraca pembayaran mengalami defisit, maka Bank Indonesia akan merespon dengan menaikkan BI rate untuk mendorong capital inflow. Selain itu, kurs juga memiliki hubungan searah dengan BI rate, di mana fluktuasi kurs akan memengaruhi BI rate.
Suku bunga the Fed rate tidak memengaruhi neraca pembayaran. Namun the Fed rate signifikan memengaruhi BI rate. Ketika the Fed rate naik, maka Bank Indonesia akan merespon dengan menaikkan BI rate untuk mencegah terjadinya capital outflow.
Berdasarkan hasil analisis Impulse Response Function, kurs tidak memberikan respon terhadap guncangan yang diberikan oleh the Fed rate. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar tidak dipengaruhi oleh the Fed rate. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis FEVD, keseimbangan neraca pembayaran sepenuhnya dipengaruhi oleh neraca pembayaran itu sendiri. Neraca pembayaran dan the Fed rate juga memiliki kontribusi dalam memengaruhi BI rate. Selain itu, BI rate dan neraca pembayaran memiliki kontribusi dalam memengaruhi kurs.
Saran
Mengingat neraca pembayaran memberikan pengaruh terhadap neraca pembayaran itu sendiri, kurs, dan BI rate, maka kebijakan yang dapat menstabilkan keseimbangan neraca pembayaran perlu dilakukan. Selain itu, perlu didorong ekspor dan seleksi terhadap barang impor agar cadangan devisa lebih baik sehingga neraca pembayaran menjadi stabil.
Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menguji bersama komponen neraca pembayaran, yaitu neraca modal dan neraca transaksi berjalan. Selain itu juga dapat menggunakan variabel dunia lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. M., & Tohari, A. (2006). Peranan Kebijakan Moneter Dalam Menjaga Stabilitas Perekonomian Indonesia Sebagai Respon Terhadap Fluktuasi Perekonomian Dunia.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 9(2), 145-177.
Amalia, L. (2007). Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Appa, Y. (2014). Pengaruh Inflasi dan Kurs Rupiah/Dolar Amerika Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Administrasi Bisnis, 2
553
(4), 498-502.
Apridar, A. (2009). Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep, dan Permasalahan dalam
Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bank Indonesia. (2005). Perkembangan Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran Indonesia. Jakarta.
Effendy, A. K. (2014). Analisis Neraca Pembayaran Indonesia dengan Pendekatan Keynesian dan Monetaris. Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya, 2 (2), 1-17.
Erawati, N., & Llewelyn, R. (2002). Analisa Pergerakan Suku Bunga dan Laju Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, 4 (2), 98-107.
Machpudin, A. (2013). Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran terhadap Nilai Tukar Rupiah.
Jurnal Dinamika Manajemen, 1 (3), 225-238.
Mankiw, N. G. (2006). Makroekonomi Edisi-6. Jakarta: Erlangga.
Masdjojo, G. N. (2005). Analisis Fenomena Moneter Neraca Pembayaran Indonesia: Suatu
Studi Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Periode 1980-2003 (Doctoral
dissertation, Magister Ilmu Ekonomi dan Studi pembangunan).
McEachern, W. A., Triandaru, S., & Rosyidi, S. (2001). Ekonomi Mikro: Pendekatan
Kontemporer. Singapore: Thomson Learning Asia.
Oktavia, S. R. (2012). Analisis Pengaruh Bi Rate, Inflasi Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap
Capital Adequecy Ratio dan Implasinya Terhadap Penawaran Kredit Modal Kerja Bank Umum Swasta Nasional. Skripsi Manajemen Perbankan.
Ramadhani, R., & Daulay, M. (2015). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transaksi Berjalan Indonesia Periode 2006-2013. Ekonomi dan Keuangan, 2 (10), 634-644.
Sakuntala, D. (2015). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca Pembayaran
Indonesia Melalui Pendekatan Moneter (Doctoral dissertation, UNIMED).
Sandra, N. (2008). Analisis Pengaruh Selisih Tingkat Suku Bunga The Fed dengan BI Rate dan
Jumlah Uang Beredar terhadap Nilai Tukar Rupiah. Skripsi Ekonomi Pembangunan