commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekriptif analitis. Metode deskriptif memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak pada data yang dikumpulkan, dianalisis, dan disimpulkan dalam konteks teori-teori hasil penelitian terdahulu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian deskriptif mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. Oleh karena itu metode ini juga sering disebut sebagai metode analitik (Surakhmad, 2004).
Teknik pelaksanaan penelitian yang digunakan adalah teknik survei. Menurut Sevilla et all (2006), teknik survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada. Teknik survei yaitu teknik penelitian dengan cara menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 2008). Secara lebih spesifik, teknik survei yang digunakan adalah survei konsumsi pangan.
Survei konsumsi pangan digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kualitatif, data yang dikumpulkan lebih menitikberatkan pada aspek-aspek yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan pada seseorang atau masyarakat, seperti pola konsumsi pangan. Secara kuantitatif, data yang dikumpulkan lebih menitikberatkan pada jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et all, 1988).
B. Metode Pengambilan Data
1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Penentuan daerah sampel (desa) dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu cara pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2008). Pertimbangan pemilihan
commit to user
desa sebagai lokasi penelitian adalah desa yang memiliki produksi padi sawah tertinggi dan luas panen terluas di Kecamatan Nogosari, yaitu Desa Ketitang sebagai lokasi penelitian. Luas panen dan produksi padi sawah di Kecamatan Nogosari pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen dan Produksi Padi Sawah di Kecamatan Nogosari Tahun 2010
Desa Luas Panen
(ha) Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha) Kenteng Potronayan Sembungan Jeron Ketitang Rembun Guli Tegalgiri Bendo Keyongan Pojok Glonggong Pulutan 242 378 423 576 780 613 361 185 196 422 152 390 363 1.710 2.632 2.879 3.866 5.152 4.195 2.498 1.276 1.339 2.821 1.058 2.716 2.510 7,07 6,96 6,81 6,71 6,61 6,84 6,92 6,90 6,83 6,68 6,96 6,96 6,91 Sumber : Kecamatan Nogosari dalam Angka 2011
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa Desa Ketitang merupakan desa dengan luas panen padi sawah terluas dan produksi padi sawah tertinggi pada tahun 2010 di Kecamatan Nogosari. Luas panen padi sawah di Desa Ketitang adalah 780 ha dengan produksi sebesar 5.125 ton. Lahan sawah yang luas dan produksi padi yang tinggi mencerminkan bahwa Desa Ketitang merupakan sentra padi sawah di Kecamatan Nogosari, sehingga di desa tersebut memiliki jumlah petani padi sawah yang banyak. Pemilihan lokasi ini juga sesuai dengan pendapat Harper et all (2009), bahwa ketersediaan pangan tergantung pada luas lahan untuk menanam tanaman pangan. Hal ini disebabkan karena lahan tanam yang luas akan menghasilkan produksi yang tinggi pula.
commit to user 2. Metode Penentuan Petani Sampel
Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi (Ferguson dalam Sevilla et all, 2006). Pada penelitian ini, jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 sampel. Pengambilan sampel ini didasarkan pada pernyataan Singarimbun dan Effendi (2008), bahwa jumlah sampel yang akan dianalisis harus mengikuti distribusi normal yaitu sebanyak ≥ 30 responden.
Penentuan kelompok petani sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu secara sengaja, dengan memilih kelompok tani yang anggotanya memenuhi kriteria-kriteria untuk diwawancarai. Kriteria petani sampel dalam penelitian ini adalah petani yang aktif dalam usahatani padi sawah dan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Berdasarkan rekomendasi dari Kepala Urusan Pembangunan Desa Ketitang, dari 7 kelompok tani yang ada di Desa Ketitang didapatkan 2 kelompok tani yang akan dijadikan sasaran penelitian, yaitu Kelompok Tani Ketitang I dan Kelompok Tani Ketitang II. Jumlah petani pada Kelompok Tani Ketitang I sebanyak 124 petani, dan Kelompok Tani Ketitang II sebanyak 54 petani sehingga jumlah totalnya sebanyak 178 petani.
Selanjutnya untuk menentukan jumlah petani sampel di setiap kelompok tani yang telah dipilih, dilakukan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
ni = Jumlah petani sampel masing-masing kelompok tani Ni = Jumlah petani tiap kelompok tani sampel
N = Jumlah petani dari seluruh kelompok tani sampel 30 = Jumlah sampel petani responden yang diteliti
commit to user
Tabel 4. Jumlah Sampel Petani Padi Sawah di Kecamatan Nogosari Kelompok Tani Populasi Petani Sampel Petani Ketitang I Ketitang II 124 54 21 9 Jumlah 178 30
Sumber : Analisis Data Sekunder
Penentuan petani sampel dilakukan dengan menggunakan metode
simple random sampling. Metode ini merupakan metode pengambilan
sampel secara acak sederhana. Pengambilan sampel secara random sederhana dilakukan dengan mengundi nama-nama subjek dalam populasi. Pengundian dilakukan dengan menuliskan nama-nama petani pada kertas gulung yang ditempatkan dalam sebuah wadah dan gulungan nama tersebut kemudian diambil secara acak (Azwar, 2010).
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer
Data primer merupakan data yang diambil dari responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data primer yang diambil berupa identitas reseponden, produksi padi sawah, jumlah input dan output beras, jenis pangan yang dikonsumsi, frekuensi makan, dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam ukuran rumah tangga (URT).
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang berhubungan dengan penelitian yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip. Instansi yang terkait dengan penelitian ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Boyolali, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, dan Balai Desa Ketitang. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain Boyolali dalam Angka 2011, Kecamatan Nogosari dalam Angka 2011, Kecamatan Nogosari dalam Angka 2012, data produksi pangan di Kabupaten Boyolali, data
commit to user
ketersediaan pangan di Kabupaten Boyolali, data kebutuhan pangan di Kabupaten Boyolali, data konsumsi energi dan protein menurut kecamatan di Kabupaten Boyolali, data pola pangan harapan di Kabupaten Boyolali, dan daftar petani di Desa Ketitang.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.
2. Wawancara
Wawancara yaitu teknik mendapatkan data primer yang dilakukan dengan cara bertanya secara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu.
3. Pencatatan
Pencatatan yaitu teknik pengumpulan data sekunder yang dilaksanakan dengan mencatat data, baik data dari responden maupun data dari instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.
4. Recall
Recall merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
memperoleh data konsumsi pangan individu. Prinsip dari metode recall adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa et all, 2002).
E. Metode Analisis Data
1. Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Petani
Ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani dapat diukur dengan cara melakukan pendataan pangan pokok (beras) yang tersedia di setiap keluarga, yang diperoleh dari produksi sendiri/usahatani dan pembelian dengan harga normal di pasar yang kemudian dikurangi
commit to user
dengan output rumah tangga yaitu dijual, aktivitas sosial (hajatan dan jimpitan) dan zakat fitrah. Ketersediaan pangan pokok yang dihitung dibatasi periode satu tahun terakhir. Ketersediaan pangan pokok diukur dalam satuan kg/rumahtangga, kemudian dikonversi menjadi gram/kap/hari (rata-rata ketersediaan pangan pokok anggota rumah tangga), lalu dikonversikan lagi ke dalam satuan energi, yaitu kkal/kap/hari. Setiap 100 gram beras mengandung energi sebanyak 360 kkal. Secara matematis, besarnya ketersediaan pangan rumah tangga petani dapat dihitung dengan rumus:
S =
Keterangan:
S : ketersediaan pangan pokok rumah tangga (kkal/kap/hari) I1 : input pangan pokok dari produksi sendiri/usahatani
(kkal/kap/hari)
I2 : input pangan pokok dari pembelian di pasar (kkal/kap/hari) O1 : output pangan pokok yang dijual (kkal/kap/hari)
O2 : output pangan pokok yang digunakan untuk aktivitas sosial (kkal/kap/hari)
O3 : output pangan pokok yang digunakan untuk zakat fitrah (kkal/kap/hari)
Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Menurut Adi et all (1999), ketersediaan pangan pokok rumah tangga dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
a. Rendah : KP < 1400 kkal/kap/hari
b. Sedang : 1400 kkal/kap/hari ≤ KP < 1600 kkal/kap/hari c. Tinggi : KP ≥ 1600 kkal/kap/hari
2. Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani
Pola konsumsi pangan dalam rumah tangga dapat diketahui dengan mewawancarai responden mengenai pangan yang dikonsumsi.
commit to user
Pangan yang dikonsumsi tersebut kemudian akan membentuk suatu susunan makanan yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga petani. Menurut Suhardjo et all (1988), kriteria pola konsumsi pangan rumah tangga dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Sering, jika >1x sehari (tiap kali makan) dan 1x sehari (4-6x per minggu)
b. Cukup sering, jika 3x per minggu
c. Cukup, jika <3x per minggu (1-2x per minggu) d. Jarang, jika <1x per minggu (1x per bulan) e. Tidak pernah
3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani
Sumber bahan makanan dan keluaran rumah tangga petani dapat diketahui dari hasil wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Dalam penelitian ini, penilaian konsumsi pangan dilihat dari aspek kuantitas pangan untuk menentukan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Kuantitas konsumsi pangan dapat diukur dari zat gizi yang terkandung di dalam bahan pangan. Konsumsi pangan masing-masing rumah tangga dikonversikan ke dalam bentuk konsumsi energi (kkal/kap/hari) dan protein (gram/kap/hari). Data konsumsi pangan dapat diperoleh dengan menggunakan metode recall selama 2 x 24 jam dengan tidak berturut-turut (Supariasa et all, 2002). Dalam metode ini, responden diminta menceritakan kembali semua makanan yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi pangan dinyatakan dengan URT (Ukuran Rumah Tangga) dengan ukuran sendok, gelas, piring, dan lain-lain. Ukuran rumah tangga merupakan ukuran yang lazim digunakan di rumahtangga sehari-hari untuk menaksir jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimasak (Hardinsyah dan Briawan dalam Handayati et all, 2008). URT dikonversikan ke dalam satuan gram sesuai dengan ukuran yang berlaku di daerah penelitian.
commit to user
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
Gij : zat gizi i yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j BPj : berat pangan atau makanan j yang dikonsumsi (gram) Bddj : bagian pangan atau makanan j yang dapat dimakan (%) KGij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan atau makanan j
yang dikonsumsi sesuai dengan satuannya
Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah konsumsi energi dapat digunakan rumus :
Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.
Sedangkan konsumsi protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi gizi dalam bahan pangan. Kedua hal ini digunakan untuk melihat konsumsi pangan rumah tangga tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat atau belum memenuhi. Tingkat konsumsi gizi (TKG) yang akan dilakukan meliputi tingkat konsumsi energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein (TKP). Data tingkat energi dan protein dapat diperoleh dengan menggunakan metode recall 2 x 24 jam.
commit to user Keterangan :
TKE : Tingkat Konsumsi Energi (%) TKP : Tingkat Konsumsi Protein (%)
∑ konsumsi energi : jumlah konsumsi energi (kkal) ∑ konsumsi protein : jumlah konsumsi protein (gram)
Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat kriteria (Depkes RI dalam Supariasa et all, 2002), yaitu:
Baik : TKG ≥ 100% AKG Sedang : TKG 80-99% AKG Kurang : TKG 70-79% AKG Defisit : TKG < 70% AKG
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan sesuai Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) X Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 5.
commit to user
Tabel 5. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2012
No. Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (gram) 1. 2. 3. 4. 5. Anak 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Laki-laki 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun 80+ tahun Wanita 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun 80+ tahun Hamil (+an) Trisemester 1 Trisemester 2 Trisemester 3 Menyusui (+an) 6 bulan pertama 6 bulan kedua 550 725 1125 1600 1850 2100 2475 2675 2725 2625 2325 1900 1525 2000 2125 2125 2250 2150 1900 1550 1425 +180 +300 +300 +330 +400 12 18 26 35 49 56 72 66 62 65 65 62 60 60 69 59 56 57 57 56 12 +20 +20 +20 +20 +20 Sumber: WKNPG, 2012
4. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani
Ketahanan pangan rumah tangga didasarkan pada terpenuhinya kebutuhan energi, sehingga total konsumsi juga menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Menurut Maxwell dan Frankenberger dalam Purwantini et all (2011), kategori ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
commit to user
a. Tahan pangan : konsumsi energi > 80% kecukupan energi
b. Tidak tahan pangan : konsumsi energi ≤ 80% kecukupan energi 5. Pengaruh Pendapatan Anggota Rumah Tangga Terhadap Konsumsi
Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Petani
Model analisis untuk mengetahui pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga adalah dengan menggunakan model regresi sederhana. Model ini akan memperlihatkan pengaruh variabel bebas (independent variable) yaitu pendapatan anggota rumah tangga, terhadap variabel terikat (dependent variable) yaitu konsumsi energi dan konsumsi protein anggota rumah tangga. Analisis dilakukan dua kali yaitu pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi energi anggota rumah tangga, serta pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi protein anggota rumah tangga. Alat bantu yang digunakan untuk melakukan regresi adalah software SPSS 19.0 for
windows. Pengaruh pendapatan terhadap konsumsi energi dan protein
pada rumah tangga, dinyatakan dengan model sebagai berikut: Yi = f (X)...(1) Persamaan dengan spesifikasi model ekonometrika :
YE = a0 + a1 X + ε...(2) Keterangan:
YE = Konsumsi energi anggota rumah tangga (kkal/kap/hari) a0 = intersept
a1 = koefisien regresi
X = Pendapatan anggota rumah tangga (Rp/bulan) ε = kesalahan pengganggu
Model regresi yang kedua menggunakan variabel terikat yang berupa konsumsi protein anggota rumah tangga.
YP = b0 + b1 X + ε...(3) Keterangan:
commit to user b0 = intersept
b1 = koefisien regresi
X = Pendapatan anggota rumah tangga (Rp/bulan) ε = kesalahan pengganggu
Koefisien regresi yang diperoleh kemudian diuji dengan uji statistik. Uji statistik yang dilakukan yaitu uji F, uji t dan uji koefisien determinasi (R2). Berikut adalah penjelasan dari macam-macam uji statistik yang akan digunakan.
a. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel bebas yang terdapat dalam model persamaan regresi terhadap variabel terikat. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai F-hitung dengan F-tabel. Uji F dilakukan pada tingkat kepercayaan 99% (α = 1%). Menurut Nachrowi dan Usman (2006), nilai F-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F-hitung =
Keterangan :
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah variabel bebas termasuk konstanta n = jumlah sampel
Dengan hipotesis:
H0 : a1 = b1 = 0, berarti tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
H1 : a1 ≠ b1 ≠ 0, berarti terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
Kriteria pengambilan keputusan:
1) Apabila nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima (signifikan), yang artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
commit to user
2) Apabila nilai F-hitung ≤ F-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak (tidak signifikan), yang artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
b. Uji t
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh nyata secara signifikan terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan pada tingkat kepercayaan 99% (α = 1%). Menurut Nachrowi dan Usman (2006), nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
t-hitung = Keterangan :
bj = koefisien regresi
se(bj) = standar error koefisien regresi Dengan hipotesis:
H0 : a1 = b1 = 0, berarti tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
H1 : a1 ≠ b1 ≠ 0, berarti terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
Kriteria pengambilan keputusan:
1) Apabila nilai t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima (signifikan), yang artinya variabel bebas secara individual ada berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
2) Apabila nilai t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak (tidak signifikan), yang artinya variabel bebas secara individual ada tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui besar variasi dari variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Bila R2 = 0, maka variasi dari variabel terikat tidak dapat
commit to user
dijelaskan oleh variabel bebas. Sementara bila R2 = 1, maka variasi dari variabel terikat secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh variabel bebas (Nachrowi dan Usman, 2006). Menurut Supranto (1983), uji koefisien determinasi (R2) dapat dirumuskan sebagai berikut :
R2 = Keterangan :
X = nilai dari variabel bebas Y = nilai dari variabel terikat n = jumlah sampel
Setelah dilakukan uji statistik, maka selanjutnya dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji heteroskedastisitas. Multikolinearitas tidak diujikan pada analisis regresi linear sederhana, karena hanya terdapat satu variabel bebas. Autokorelasi juga tidak perlu diterapkan karena data yang digunakan adalah data cross sectional.
Heteroskedastisitas terjadi bila varian tidak konstan atau berubah-ubah. Dalam prakteknya, heteroskedastisitas banyak terjadi pada data
cross section, karena pengamatan yang dilakukan pada individu yang
berbeda pada saat yang sama. Heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melakukan pengujian (Nachrowi dan Usman, 2006).
Pada penelitian ini, heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan metode grafik, yaitu dengan menggunakan scatter plot. Metode grafik dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik. Jika ada pola tertentu, setiap titik-titik yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur maka telah terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 1997).