• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II LANDASAN TEORI

II. A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN II. A. 1. Definisi Pengambilan Keputusan

Menurut Salusu (2004) pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi.

Ketika keputusan sudah dibuat, sesuatu yang baru mulai terjadi. Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambil tindakan, serta mendorong lahirnya gerakan dan perubahan (Hill et al., dalam Salusu 2004). Harus ada tindakan yang dibuat saat tiba waktunya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat, harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya itu bukanlah keputusan, tetapi lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Drucker&Hoy, dalam Salusu, 2004).

Harris (1998) menjabarkan pengambilan keputusan sebagai: “Decision making is the study of identifying and choosing alternatives based on the values and preferences of the decision maker. Decision making is the process of sufficiently reducing uncertainty and doubt about alternatives to allow a reasonable choice to be made from among them”

Dari definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengidentifikasi dan memilih alternatif berdasarkan nilai-nilai dan preferensi yang dimiliki. Hal ini berarti bahwa dalam pengambilan keputusan terdapat alternatif pilihan yang tidak hanya harus diidentifikasi tetapi juga dipilih, dan pemilihannya sesuai dengan nilai, tujuan, gaya hidup dan lain

(2)

pada pengambilan keputusan bertujuan untuk menekan ketidakpastian dan keraguan atas alternatif pilihan (Harris, 1998).

Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional:

“Decision making as a matter of conflict resolution and avoidance behaviors due to situational factors”

(Janis & Mann, 1977) Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses mengidentifikasikan alternatif yang ada sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan nilai dan tujuan individu untuk mendapatkan solusi dari masalah tertentu.

II. A. 2. Tahapan Pengambilan Keputusan dan Faktor yang Mempengaruhi Gambaran unik proses pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang dapat dilihat dari tahap-tahap yang dilaluinya sebelum sampai pada keputusan akhir. Hal ini berbeda-beda pada setiap individu dan tergantung pada pola seseorang dalam menghadapi masalahnya.

Janis & Mann (1977) memperkenalkan lima tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yang terdiri atas:

a. Menilai Masalah

Tahap ini meliputi pengenalan terhadap masalah, mencari informasi atau kejadian yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi tindakan yang akan dilakukan, menemukan tujuan yang ingin dicapai bagi penyelesaian masalah yang kompleks.

(3)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian masalah pada tahap ini, yaitu sumber masalah untuk dapat dipercaya, kejelasan masalah, dan kepribadian serta mood seseorang waktu menilai permasalahan yang ada. Pada tahap ini, pertanyaan kunci atau inti yang dapat diajukan untuk melihat suatu keputusan yang akan diambil adalah: “Adakah risiko serius yang akan timbul jika saya tidak melakukan perubahan?”

b. Menilai alternatif-alternatif yang ada

Setelah seseorang merasa yakin terhadap informasi yang berkaitan dengan masalahnya, dia mulai memusatkan perhatian pada berbagai alternatif pilihan yang ada. Seseorang juga berusaha mencari masukan dan informasi dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan masalahnya. Selain itu, ia juga akan semakin memberikan perhatian pada informasi yang relevan di media massa. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah sikap terbuka dan fleksibilitas. Hal itu berguna dalam mengumpulkan seluruh kemungkinan alternatif, baik yang nyata maupun tidak nyata. Faktor yang mempengaruhi jalannya tahap kedua ini adalah mengumpulkan seluruh kemungkinan alternatif, dan efisiensi pencarian keterangan mengenai alternatif yang ada. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Apakah saya

telah melihat dan mempertimbangkan seluruh alternatif yang ada?” c. Menimbang Alternatif

Pada tahap ini, seorang pengambil keputusan mulai mengevaluasi seluruh pilihan yang ada berdasarkan konsekuensi dan kemungkinan untuk dilakukan. Mengenai konsekuensi tindakannya, seseorang melihat kemungkinan manfaat

(4)

dan pengorbanan yang harus diterima. Ketika seseorang menyadari bahwa terdapat kemungkinan terjadinya penyesalan di masa mendatang, ia pun menjadi semakin berhati-hati dalam menimbang alternatif-alternatif yang ada. Karakteristik seseorang yang berada pada tahap ini adalah munculnya ketidakpuasan atas tindakan yang mungkin telah dilakukan dan ketidakinginan untuk komit atas alternatif-alternatif. Meskipun seseorang mulai merasa yakin atas pilihan yang terbaik, biasanya menjadi responsif atas informasi baru yang penting. Tahap ini dipengaruhi oleh adanya keahlian/keterampilan yang dimiliki seseorang sebelumnya yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk meperhitungkan seluruh kemungkinan secara akurat. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Apa alternatif yang terbaik bagi saya?”

d. Membuat Komitmen

Tahap ini ditandai dengan penumpukan tegangan dalam mempertimbangkan banyaknya alternatif. Hal ini hanya dapat diatasi dengan membuat komitmen terhadap pilihan. Setelah membuat komitmen, pengambil keputusan pun mulai mempertimbangkan untuk mengimplementasikan komitmennya dan memberitahu orang lain mengenai keputusan yang diambilnya. Pengambil keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat, orang lain dalam jaringan sosialnya akan mengetahui mengenai keputusan yang diambilnya, dan ia juga menyadari bahwa ketika ia mengimplementasikan dan mengungkapkan keputusannya, maka ia akan terkait dengan keputusannya. Dengan demikian pada saat pengambilan keputusan, membuat langkah awal untuk membuat

(5)

suatu komitmen, ia mengantisipasi kemungkinan kehilangan harga diri jika ia gagal menjalankan keputusan yang sudah dibuatnya, ia menjadi lebih termotivasi untuk mendukung dan mengkonsolidasi keputusannya dengan cara-cara yang dapat membantunya untuk mengimplementasikan keputusannya dengan kekuatiran yang minim. Dengan demikian, tahap ini sangat dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok yang dianggap penting oleh pengambil keputusan. Pertanyaan yang menjadi kunci pada tahap ini adalah “Kapan saya dapat mengimplementasikan alternatif terbaik dan membiarkan orang lain tahu keputusan saya?”

e. Tetap Melakukan Komitmen Meskipun Ada Umpan Balik yang Negatif Setiap keputusan yang diambil seseorang mengandung risiko (nilai negatif), yang penting adalah tidak bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin timbul. Pertanyaan kunci: “Apakah risiko itu menjadi serius jika saya melakukan perubahan? Apakah risiko itu menjadi suatu hal yang serius jika saya melakukan perubahan?”

Dari tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat bahwa seseorang akan sangat berhati-hati dan sangat mempertimbangkan segala sesuatu untung atau ruginya sebelum mengambil suatu keputusan yang akan menjadi sebuah komitmen dalam hidupnya. Komitmen tersebut haruslah dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh meskipun akan memberikan efek yang negatif. Jika komitmen tidak dilakukan, maka itu bukanlah suatu keputusan, tapi hanya sebatas hasrat atau keinginan.

(6)

II. A. 3. Proses Pengambilan Keputusan

Janis & Mann (1977) mengemukakan, pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflik-konflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai keputusan yang dibuat. Simptom yang dominan muncul adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan tanda-tanda stres ketika keputusan ditetapkan.

Sesuai dengan hal tersebut, metode yang efektif dalam pengambilan keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model, dapat melihat segala konsekuensi yang mungkin terjadi ketika mengambil satu keputusan tertentu. Hal ini tergantung dari jawaban individu yang mengambil keputusan tersebut terhadap empat pertanyaan dasar dalam metode ini.

Metode ini mencakup tiga hal besar yang harus diperhatikan, yaitu antecendent conditions (kondisi-kondisi yang mendahului), mediating processes (proses-proses yang terjadi), dan consequences (akibat-akibatnya). Banyak hal yang mempengaruhi ketiga hal tersebut, baik internal maupun eksternal. Antecendent conditions sangat dipengaruhi oleh variabel komunikasi seseorang, yang kemudian sangat mempengaruhi mediating processes. Oleh sebab itu, variabel komunikasi ini sangat diperhatikan dalam satu proses pengambilan keputusan.

(7)

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi antecendent conditions dapat berupa faktor situasional dan juga variabel kepribadian dan karakteristik-karakteristik lain dari seorang pengambil keputusan (Elms dalam Janis & Mann, 1974). Semua faktor ini sangat mempengaruhi kesediaan pengambil keputusan untuk memberikan jawaban-jawaban yang positif atau negatif terhadap keempat pertanyaan dasar tersebut. Keunikan dari model ini adalah spesifikasi kondisi-kondisi yang ada, berhubungan dengan konflik, harapan, dan waktu tertekan yang mengantarai pola pengambilan keputusan yang khusus.

Kelima tahapan pengambilan keputusan menurut Janis & Mann, yang telah dijelaskan di atas akan menunjukkan suatu proses yang unik dari tahap pertama ke tahap berikutnya, demikian seterusnya sampai tahap kelima. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan sisi positif yang mungkin terjadi dari jawaban setiap pertanyaan yang diajukan.

Proses pengambilan keputusan tersebut akan menunjukkan kondisi-kondisi yang terjadi sebelumnya, kemudian proses apa saja yang akan muncul, serta apa yang menjadi akibatnya. Hal ini menolong pengambil keputusan untuk meneliti dan menganalisa setiap jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan dari setiap proses yang terjadi. Jawaban itu akhirnya akan mengarahkan pengambil keputusan kepada satu keputusan akhir, yang akan dianut dalam hidupnya, dengan setiap konsekuensi yang mungkin terjadi.

(8)

Proses pengambilan keputusan menurut Janis & mann tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Antecendent Conditions Mediating Processes Consequences

TIDAK Mungkin atau Ya TIDAK Mungkin atau Ya TIDAK Mungkin atau Ya TIDAK Mungkin atau Ya START :

Feedback positif atau negative (sesuatu yang mendukung atau menghambat) Question 1: Apakah ada risiko yang serius jika tidak berubah? Informasi tambahan tentang Penderitaan dari Ketidakberubahan Ketaatan yang bertentangan Question 2: Adakah risiko yang serius jika saya berubah? Informasi tentang Penderitaan dari Berubah Perubahan yang Bertentangan Tanda-tanda dari informasi yang mungkin dan sumber-sumber yang tidak digunakan Question 3: Apakah mungkin untuk berharap menemukan solusi yang lebih baik?

Defensive Avoidance

Informasi tentang batasan dan waktu yang tertekan

Question 4:

Apakah ada waktu yang cukup untuk mencapai dan dengan tenang?

Hyper waspada waspada Akhir: Nilai pencapaian sepenuhnya dan kemungkinan rencana Akhir:

Nilai pencapaian yang tidak sempurna dan kemungkinan rencana

(9)

Proses pengambilan keputusan yang digambarkan dalam bagan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Diawali dari kondisi atau tanda-tanda yang mengancam, mengindikasikan penderitaan yang serius (atau kegagalan untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan) akan muncul jika ketaatan seseorang terhadap tindakan yang diambil atau ketidakgiatannya. Individu mencari informasi-informasi jika ia tidak berubah dari keadaan yang sekarang. Kerugian atau penderitaan apa yang akan ia alami jika tetap dalam kondisi sekarang. Pertanyaannya adalah: “Apakah ada risiko yang serius jika saya tidak berubah?”

Jika individu berespon negatif (menjawab “tidak”), maka ia akan tetap melakukan ketaatan yang bertentangan. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut tidak mencapai nilai yang sempurna atas keputusan yang diambil serta rencana-rencana yang mungkin.

Jika individu menjawab “mungkin atau iya”, maka kemungkinan dia akan menyadari bahwa kerja keras yang dilakukan akan sangat melelahkan dan merusak kehidupan keluarganya. Dia mulai berfikir tentang alternatif lain. Jika alternatif-alternatif tersebut tidak menimbulkan respon yang negatif terhadap pertanyaan berikutnya tentang risiko perubahan, dia akan tetap pada keputusan yang sangat sulit, ingin berubah untuk menghindari risiko yang serius, tapi dalam waktu yang bersamaan juga tidak ingin berubah untuk menghindari harga dan risiko yang harus dibayar atas tindakan yang harus dilakukan. b. Individu kemudian mencari lagi informasi tentang penderitaan-penderitaan

(10)

dibuat oleh individu yang mengambil keputusan, maka lebih besar kemungkinan untuk mengalami stres ketika sebuah komunikasi yang menantang atau peristiwa-peristiwa yang memotivasinya untuk mencapai tindakan yang lebih baik. Pertanyaannya adalah: “Apakah ada risiko yang serius jika saya berubah?”

Jika individu menjawab “tidak”, maka dia akan mengalami perubahan yang bertentangan. Dia tidak menemukan suatu risiko jika ia berubah. Maka individu akan tetap melakukan tindakannya yang sebelumnya. Hal ini juga akhirnya akan menyebabkan individu tidak mencapai penilaian yang sempurna serta kemungkinan rencana-rencananya juga tidak sempurna.

Tapi jika individu menjawab “Mungkin atau ya”, maka komitmen yang diambil tersebut akan terus ia kerjakan. Semakin ia berkomitmen, maka semakin besar ancaman baginya dari celaan sosial dan hukuman lain untuk berubah.

c. Jika individu tersebut mengetahui bahwa keberadaannya sekarang sangat buruk, dia akan merasakan putus asa untuk dapat menemukan solusi yang memuaskan. Tapi individu tersebut akan semakin mencari informasi dan segala sumber daya yang belum digunakan untuk lebih lagi mencari kemungkinan solusi yang lebih baik dan memuaskan dirinya. Pertanyaannya adalah: “Apakah mungkin berharap untuk menemukan solusi yang baik dan memuaskan?”

(11)

Jika individu berespon negatif, maka dia akan kehilangan harapan untuk mendapatkan solusi yang lebih baik. Oleh sebab itu, dia akan menunjukkan pola perilaku yang menghindar dari kenyataan yang ada.

Jika individu menjawab “mungkin atau ya”, maka dia akan merenungkan setiap hal yang telah pernah dia lalui dan melihat ke depan, kemungkinan yang bisa dilakukan lebih baik untuk kelanjutan hidupnya.

d. Perenungan yang dilakukan pada langkah ke-3 di atas akan membuat perhitungan-perhitungan selanjutnya. Tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan dengan waktu yang mungkin untuk mencapainya dengan tidak terburu-buru menjadi hal yang kemudian dipikirkan.

Pertanyaannya adalah: “Apakah ada waktu yang cukup untuk mencapainya dan dengan tenang atau tidak tergesa-gesa?”

Jika individu berespon negatif terhadap pertanyaan ini, maka dia akan sangat memperhatikan, apakah ada waktu yang cukup untuk mencapai solusi yang lebih baik. Pada tahap ini, pengambil keputusan berada pada tahap stress psikologis yang sangat tinggi. Dia akan menjadi sangat ketakutan terhadap ancaman penderitaan yang diyakini akan muncul terus menerus sampai mendekati waktu untuk mendapatkan solusi yang lebih baik, mengetahui bahwa satu atau lebih konsekuensi yang lain yang tidak diharapkan akan terwujud. Kondisi ini akan menjadikan individu tersebut menjadi sangat hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan). Individu tersebut memberikan respon terhadap tekanan batasan waktu, ketika semua alternatif yang mungkin menimbulkan ancaman yang menimbulkan penderitaan yang sangat serius.

(12)

Keadaan ini akan berakhir juga dengan penilaian pencapaian yang tidak sempurna serta perencanaan yang mungkin dilakukan juga tidak sempurna. Jika individu berespon positif (menjawab “mungkin atau ya”) akan menghasilkan stres yang rendah, karena individu tersebut telah yakin dan pasti dengan solusi yang diambilnya. Individu tersebut akan melakukannya dengan berhati-hati dan dengan pertimbangan yang matang atas segala sesuatu yang telah ia lalui dari tahap pertama sampai kepada yang keempat ini. Hal ini akhirnya akan memberikan penilaian pencapaian yang sempurna serta perencanaan yang mungkin diambil akan mudah dilakukan dengan satu keyakinan bahwa rencana itu akan memberikan kondisi yang lebih baik bagi individu tersebut.

Dari keempat proses tersebut dapat dilihat bahwa hanya ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada seseorang yang mengambil suatu keputusan: yang pertama, jika respon yang diberikan dari setiap pertanyaan yang muncul dalam proses tersebut selalu negatif (menjawab ’tidak’), maka akan memberikan hasil yang tidak baik, yaitu kemampuan dan kemungkinan melaksanakan setiap rencana yang dibuat tidak akan sempurna. Kondisi ini akan menghasilkan keputusan yang tidak memuaskan. Sebaliknya, yang kedua, jika respon yang diberikan dari setiap pertanyaan selalu positif, maka keputusan yang diambil akan memuaskan, yaitu kemampuan dan kemungkinan melaksanakan setiap rencana akan sempurna dan berhasil.

(13)

II. B. Narkoba

Narkoba adalah suatu istilah yang berasal dari terjemahan asing, seperti drug abuse dan drug dependence, di kalangan awam dikenal dengan istilah Narkoba, yang merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Ada istilah lain, yaitu Napza, yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif. Berbagai istilah yang sering digunakan, tidak jarang menimbulkan salah pengertian, tidak saja di kalangan medis, tapi juga masyarakat awam (Hawari, 2003). Dalam penelitian ini digunakan istilah Narkoba.

II. B. 1. Definisi Narkoba

Narkoba itu sendiri sulit untuk diartikan, karena tergantung pada perspektif masing-masing individu. Berikut ini akan dikemukakan pengertian istilah narkoba menurut Dinas Kesehatan. Narkoba adalah istilah yang digunakan masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan, dan sebagainya, di luar ketentuan hukum (Martono, 2000).

Perspektif lain menjelaskan narkoba sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi individu yang menggunakannya. Menurut Hawari (2003), semua zat yang tergolong sebagai narkoba akan menimbulkan adiksi (ketagihan), yang pada waktunya akan berakibat pada ketergantungan. Hal ini disebabkan karena narkoba memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

(14)

a. Keinginan yang tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang dimaksud, dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

b. Kecenderungan untuk menambah takaran sesuai dengan toleransi tubuh. c. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan

menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi, dan sejenisnya.

d. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejal fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms).

II. B. 2. Jenis-jenis Narkoba

Setiap jenis narkoba menimbulkan efek yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan zat-zat yang terkandung di dalamnya memiliki efek samping yang berbeda-beda. Tidak ada jenis narkoba yang aman bagi tubuh. Penggunaan narkoba adalah berbahaya dan merusak kesehatan, baik secara jasmani maupun mental-emosional dan sosial.

Pengaruh yang ditimbulkan narkoba berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, halusinasi, rangsangan semangat dan timbulnya khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi penggunanya. Menurut Badan Narkoba Nasional (2004), jenis narkoba yang tergolong narkotika, diantaranya:

a. Heroin

Ini merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan. Sangat mudah membuat individu yang menggunakannya kecanduan, karena

(15)

efeknya sangat kuat. Heroin mempunyai kekuatan dua kali lebih kuat dari morfin. Cara penggunaannya berupa suntikan, dihirup dan dimakan. Biasanya jenis ini ditemukan dalam bentuk pil, bubuk putih dengan rasa pahit dan cairan. Jenis narkoba ini dapat menimbulkan rasa ngantuk, lesu, jalan ngambang dan penampilan “dungu”.

b. Ganja

Dikenal dengan nama marijuana, gelek, cimeng, budha stick, dan marijane. Narkoba jenis ini menimbulkan ketergantungan psikis, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Biasanya bentuknya berupa daun kering, cairan yang lengket dan minyak. Pemakaian ganja dapat menurunkan kemampuan motorik, bingung, kehilangan konsentrasi dan penurunan motivasi. Efek yang ditimbulkan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan pada daerah pernafasan, sistem peredaran darah dan kanker. Cara pemakaiannya dengan dihisap seperti rokok.

c. Hashisu

Jenis ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, bahkan ada yang juga bubuk. Hashisu memiliki efek sepuluh kali lebih besar dari marijuana. Zat yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan efek psikologis. Hashisu diperoleh dari daun-daun dan pucuk bunga tanaman Cannabis Sativa dan Cannabis Indica.

Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku disertai timbulnya halusinasi, ilusi dan gangguan cara berfikir. Narkoba jenis ini

(16)

dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi bagi para pemakainya. Menurut Badan Narkoba Nasional (2004), narkoba yang tergolong psikotropika, diantaranya adalah :

a. Ecstacy

Ini merupakan salah satu obat bius yang dibuat secara illegal di sebuah laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul yang berwarna-warni. Jenis ini dikenal dengan nama Inex, XTC, Black heart, Huge drug, yuppie drug, dan essence. Cara menggunakannya ditelan secara langsung. Efeknya, peningkatan detak jantung, tekanan darah meningkat, hilangnya kontrol dan peningkatan rasa percaya diri.

b. Shabu–shabu

Nama aslinya adalah methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan. Jenisnya antara lain gold river, coconut, dan kristal. Tidak berwarna ataupun berbau. Obat ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap syaraf. Pemakai obat ini akan selalu bergantung pada obat bius ini dan akan terus berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit jantung atau bahkan kematian. Efek yang dihasilkan adalah kehilangan berat badan, sering halusinasi, mengalami kerusakan pada organ tubuh, seperti pada liver dan lambung.

c. Obat Penenang

Obat ini meliputi Pil koplo, Nipam, Valium, obat tidur. Bentuknya berupa tablet yang berwarna-warni. Penggunaan obat ini akan memperlambat respon

(17)

fisik, mental, dan emosi. Bila penggunaan dicampurkan dengan alkohol akan menghasilkan kematian.

Zat aditif lainnya yang tergolong narkoba adalah: a. Alkohol

Jenis ini dapat memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan penilaian.

b. Zat yang mudah menguap

Zat ini akan menimbulkan perasaan senang yang berlebihan, puyeng, penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan. Selain itu akan mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Gangguan kesehatan yang sering ditimbulkan adalah ginjal, lever, paru-paru, dan merusak otak.

c. Zat yang menimbulkan halusinasi

Zat ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Individu yang mengkonsumsi zat ini akan merasakan senang dan sejahtera karena perubahan pada proses berfikir dan menghilangkan kontrol.

Meskipun jenis-jenis narkoba sangat banyak, tapi satu hal yang pasti bahwa setiap jenis tersebut akan menimbulkan adiksi atau ketergantungan. Hal ini disebabkan karena setiap jenis narkoba mengandung suatu zat yang menimbulkan psychoactive effects.

(18)

II. B. 3. Kecanduan Narkoba

Permasalahan kecanduan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial, kriminalitas, kerusuhan massa, dan lain sebagainya (Hawari,2003).

Menurut Hawari (2003), secara umum pecandu narkoba dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

a. Kecanduan Primer

Ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang umumnya terdapat pada orang yang berkepribadian yang tidak stabil.

b. Kecanduan Reaktif

Kecanduan ini terdapat pada remaja, yang terjadi karena dorongan, keingintahuan, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan, serta pengaruh teman kelompok sebaya.

c. kecanduan Simtomatis

Kecanduan ini pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian antisosial dan pemakaian narkoba hanya sebagai kesenangan semata.

II. B. 3. 1. Definisi Kecanduan

Penyalahgunaan narkoba menyebabkan kecanduan pemakaian terhadap narkoba itu sendiri. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan rasa nikmat, nyaman, kesenangan, dan ketenangan, walaupun hal tersebut sebenarnya hanya dirasakan secara semu. Memang banyak yang berpendapat bahwa kecanduan zat atau drug addiction merupakan penyakit

(19)

kompleks yang menahun dan sering kambuh walaupun ada periode obstinensia yang berjangka lama (Thaib dalam Alatas, 2001).

Penyalahgunaan terjadi apabila pemakaian obat tanpa petunjuk medis, biasanya penyalahgunaan memiliki akibat yang serius dan dalam beberapa kasus, biasanya dapat menjadi fatal. Lebih lanjut, Sudirman (dalam Alatas, 2001) menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi social dan okupasional.

Menurut Hawari (2003), kecanduan narkoba (zat) adalah kondisi yang kebanyakan disebabkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan adanya toleransi zat dan gejala putus zat. Selanjutnya, dalam buku pedoman Puskesmas dan Rumah Sakit Umum (2001), kecanduan narkoba didefinisikan sebagai keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik, sehingga tubuh memerlukan jumlah narkoba yang makin bertambah (disebut toleransi), sehingga jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala putus zat. Oleh karena itu, ia selalu berusaha memperoleh narkoba yang dibutuhkannya, agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara normal; jika tidak, ia akan mengalami gejala putus zat.

Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecanduan narkoba adalah suatu kondisi yang disebabkan karena penyalahgunaan obat atau zat, yang akan mengakibatkan pengguna tersebut mengalami ketergantungan fisik dan psikis. Akibat dari kecanduan tersebut akan merusak tubuh dan berdampak terhadap kondisi psikologisnya.

(20)

II. B. 3. 2. Faktor Penyebab Kecanduan Narkoba

Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas, mengapa seseorang menjadi seorang pecandu narkoba dan mengakibatkan ketergantungan. Harboenangin (dalam Yatim, 1986) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada dua bagian besar penyebab seseorang menjadi pecandu narkoba, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Faktor kepribadian juga memungkinkan bahwa drug abuse lebih cenderung terjadi pada mereka yang lebih rebellious, impulsive, menerima perilaku illegal, berorientasi pada pencarian sensasi (Brook, dkk dalam Sarafino, 1998).

b. Inteligensi

Pecandu yang melakukan konseling sering ditemukan bahwa mereka mempunyai kecerdasan yang berada pada taraf rata-rata kebawah dari kelompok usianya.

(21)

c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja, karena kondisi social psikologis yang membutuhkan pengakuan, identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecah masalah

Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal 1. Keluarga

Dalam perbincangan sehari-hari, keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:

a. Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba

(22)

b. Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak)

c. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

d. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.

e. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

f. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

2. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor

(23)

sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.

3. Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.

Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.

II. B. 3. 3. Akibat Kecanduan Narkoba

Menurut DSM – IV TR (2000), Sudirman (dalam Alatas, 2001), dan Neale, dkk.(2004), ada 3 bagian yang akan mengalami gangguan akibat dari penggunaan narkoba, yaitu kondisi fisik, gangguan kehidupan mental emosional, dan gangguan terhadap kehidupan sosial.

(24)

Gangguan terhadap kondisi fisik akan mengakibatkan organ-organ tubuh menjadi rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti:

1) Akibat zat itu sendiri

Gangguan yang muncul adalah termasuk gangguan mental organic akibat zat, misalnya intoksikasi, yaitu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh pecandu. Sebaliknya, bila pemakaiannya terputus maka akan terjadi kondisi putus zat.

2) Akibat bahan campuran/pelarut

Bahaya yang mungkin timbul adalah infeksi dan emboli. 3) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril

Tindakan ini akan mengakibatkan terjadinya infeksi, terjangkitnya penyakit AIDS dan hepatitis.

4) Akibat pertolongan yang keliru

Akibat pertolongan yang keliru yang diberikan kepada pecandu akan mengakibatkan gangguan fisik, misalnya dalam keadaan tidak sadar, pecandu diberi minum.

5) Akibat tidak langsung

Pada individu yang mengkonsumsi alkohol akan terjadi stroke atau malnutrisi karena gangguan absorbsi.

b. Gangguan terhadap kehidupan mental emosional

Intoksikasi dari pemakaian narkoba dapat menimbulkan perubahan kehidupan mental emosional. Hal ini akan termanifestasi pada gangguan

(25)

perilaku yang tidak wajar, seperti sindrom amotivasional dan depresi yang menyebabkan bunuh diri.

c. Gangguan terhadap kehidupan sosial

Gangguan mental emosional pada pecandu narkoba akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja, atau sekolah. Hubungan anggota keluarga dan teman dekat akan terganggu. Selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai pada perceraian.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecanduan narkoba akan merusak saraf pusat atau organ-organ tubuh lain. Hal ini mengakibatkan melemahnya fisik, daya fikir, dan merosotnya moral. Selain itu juga akan merusak hubungan keluarga, menurunnya kemampuan belajar, produktivitas kerja menurun drastis, perubahan perilaku menjadi perilaku anti sosial, gangguan kesehatan, meningkatnya tindakan kriminalitas, untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, mereka akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh narkoba.

II. C. Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyalahgunaan narkoba, yang cenderung akan menyebabkan kecanduan dapat berisiko menyebabkan timbulnya gangguan jiwa dan juga gangguan perilaku. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ-III, 1993) termasuk kategori diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Pemakai narkoba kehilangan kontrol terhadap perilaku penggunaan narkoba,

(26)

sehingga dosisnya semakin lama semakin besar. Jika dihentikan akan mengakibatkan gejala putus zat, dengan perubahan fisiologis tubuh yang sangat tidak menyenangkan, sehingga memaksanya untuk menggunakan zat tersebut lagi atau yang sejenisnya untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut.

Penggunaan narkoba dapat menguntungkan bagi seorang pecandu, yaitu memberikan rasa senang dan hilangnya rasa sakit yang ada dalam hidupnya, bahkan dapat memberikan rangsangan semangat. Namun di samping itu juga, sangat banyak dampak negatif yang muncul dan sangat merugikan serta membahayakan pecandu tersebut. Identifikasi terhadap bahaya dan dampak negatif tersebutlah yang mendorong pecandu untuk mengambil keputusan untuk berubah dan berhenti dari kehidupannya yang gelap dan menderita selama ini.

Sesuai dengan teori dari Janis & Mann, tahap awal yang dilakukan dalam mengambil keputusan adalah menilai masalah yang ada. Pada tahap ini, seorang pecandu akan mencoba mengenali permasalahan-permasalahan yang dihadapi akibat kecanduan, mencari informasi-informasi tentang pengaruh positif atau negatif jika berhenti mencandu. Setelah pecandu menemukan segala informasi tersebut, maka akan ditentukan satu tujuan yang ingin dicapai untuk menyelesaikan segala masalah yang ada.

Pada tahap ini, pecandu cenderung akan mendapatkan feedback negatif dari dirinya sendiri atau lingkungan tentang keinginannya untuk berhenti dari kecanduan. Namun jika keinginan itu kuat, maka kesempatan yang ada akan dipandang sebagai suatu kesempatan yang menantang untuk menunjukkan bahwa pecandu bisa berubah dan memiliki masa depan yang lebih baik. Meskipun hal ini

(27)

sangat sulit untuk dicapai, karena selama seseorang menjadi pecandu, sangat banyak perubahan-perubahan kondisi fisik, terkhusus sistem saraf dan organ tubuh pokok lainnya, seperti otak, jantung, paru-paru, liver, dan jaringan tubuh. Hal ini disarari penuh oleh seorang pecandu. Hal ini menyebabkan pecandu untuk mencari informasi-informasi tambahan tentang risiko yang serius yang mungkin muncul jika tetap mencandu (misalnya: melemahnya fungsi otak dan menurunnya kekebalan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi otak dan tubuh).

Meskipun sulit, namun dia akan terus menilai alternatif-alternatif yang ada, yang mungkin untuk dilakukan seorang pecandu. Setelah tahu risiko jika tetap mencandu, maka dia juga akan mencari tahu risiko dan keuntungan jika berhenti dari mencandu. Dalam hal ini, pecandu harus menilai secara objektif, jika menginginkan hasil yang terbaik. Meskipun kenikmatan ketika menggunakan narkoba sangat sulit untuk dilepaskan, namun satu hal yang harus diingat dengan jelas, bahwa narkoba akan merusak sistem saraf Locus Coeruleus (LC), yang merupakan nukleus adrenergik terbesar di otak. Jika sistem ini rusak, maka akan mengakibatkan hilangnya kemampuan kontrol tubuh dan menjadi ketergantungan fisik secara penuh. Hal inilah juga yang menyebabkan sangat sulit seorang pecandu dapat berhenti dari penggunaan narkoba.

Pecandu kemudian akan menimbang alternatif-alternatif yang ada: berhenti atau tetap mencandu dengan segala risiko dan konsekuensi yang mungkin dihadapi. Pada tahap ini, pecandu akan mendapatkan tanda-tanda dari setiap informasi yang diperolehnya, baik yang buruk maupun yang positif. Selama proses ini, pecandu akan mengetahui keberadaannya yang sebenarnya sekarang

(28)

sangat buruk, setelah menjadi seorang pecandu untuk sekian lama. Mungkin pecandu akan merasa putus asa untuk mendapatkan solusi yang memuaskan. Karena jika berhenti, akan ada akibat negatifnya, tetapi jika tetap mencandu maka tinggal kehancuranlah yang akan dihadapi. Sejalan dengan itu, pecandu yang ingin mengambil keputusan berhenti dari penggunaan narkoba akan semakin mencari informasi dan segala sumber daya yang belum digunakan untuk lebih mencari kemungkinan solusi yang lebih baik dan memuaskannya.

Alternatif-alternatif yang ada akan membuat pecandu bingung dan merasakan ketegangan terhadap segala pertimbangan dari setiap alternatif. Hal ini menuntut pecandu membuat suatu komitmen dalam dirinya untuk berubah dan akan menghadapi segala kemungkinan yang menyakitkan. Karena konsekuensi negatif jauh lebih besar jika tetap mencandu daripada berhenti. Jika berhenti, memang akan merasakan sakit atau sakaw untuk masa-masa awal perubahan. Tapi tindakan ini akan lebih memberikan kehidupan yang baik dan berharga.

Setelah komitmen diambil, maka pecandu akan memikirkan tentang waktu untuk melakukannya sampai berhasil dan akhirnya memberikan seperti yang diharapkannya sebelumnya. Meskipun komitmen telah diambil, tetapi masih ada kemungkinan pecandu tidak melakukannya. Hal ini terjadi jika komitmen yang diambil membuatnya tertekan dan merasa stres. Pecandu sangat ketakutan terhadap ancaman penderitaan yang diyakini akan muncul terus menerus sampai komitmen tersebut berhasil dilakukan. Namun jika pecandu merasa yakin penuh dan yakin akan memiliki waktu yang cukup untuk mencapai komitmen tersebut sampai akhir, maka stresnya akan lebih rendah dan lebih memungkinkan pecandu

(29)

untuk melakukan komitmen berhenti mencandu dengan lebih mudah. Pecandu akan menjalani perubahan gaya hidup yang baru sesuai komitmennya tersebut dengan sangat berhati-hati dan dengan sungguh. Jika pecandu sampai pada tahap ini, maka dia akan tetap melakukannya dan menganutnya meskipun ada umpan balik yang akan dihadapinya. Meskipun ada risiko negatif yang muncul selama melakukan komitmen tersebut, maka pecandu tersebut akan terus berjuang dan menghadapinya dengan penuh keberanian. Tindakan ini tentunya akan memberikan nilai pencapaian dan perencanaan yang sempurna terhadap keputusan yang diambil, yaitu berhenti menggunakan narkoba dan menjadi seorang manusia yang kembali memiliki kehidupan yang layak dan berharga.

Referensi

Dokumen terkait

Teori yang digunakan yaitu bahasa ragam jual beli, pragmatik dalam teori pregmatik terdiri dari pengertian pragmatik dan aspek-aspek situasi tutur, dalam

3) Peneliti selanjutnya dapat menggali lagi keterkaitan antara compassion dengan pola asuh orangtua, untuk mengetahui apakah orangtua dengan tingkar compassion

Menurut DePorter (2010) terdapat enam fase dari model pembelajaran Quantum Teaching yang kemudian dikenal dengan istilah TANDUR dengan rincian sebagai berikut: (1)

Penjaga kebun binatang mengatakan bahwa jika dia menambahkan 10 tahun dengan umur beruang dan kemudian dua kali lipatnya, beruang akan berumur 90 tahun.. Berapa

(1) Atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 huruf a, b, d, e, dan f dibebaskan dari pengenaan

Pada penelitian ini, nilai fitness ROI ditentukan oleh seberapa besar penghematan energi yang dihasilkan oleh variasi jenis kaca dan penggunaan insulasi atap

Budaya tempat kerja yang benar sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan knowledge Menurut Hamdani (2011), pengembangan Model Knowledge Management System pada

Berikut adalah notasi yang digunakan dalam pembuatan model resiko alokasi kursi optimal untuk dua penerbangan paralel yang mempertimbangkan tipe perilaku penumpang