6
BAB II
TINJAU AN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Struktur adalah sutau bagian-bagian yang membentuk bangunan seperti pondasi, tie beam, kolom, balok dan plat. Pada prinsipnya, elemen struktur berfungsi untuk mendukung keberadaan elemen nonstruktur yang meliputi desain interior dan desain arsitektur. Fungsi lain dari struktur bangunan yaitu meneruskan beban bangunan dari bagian bangunan atas menuju bagian bangunan bawah, kemnudian menyebarkan ke tanah. Perancangan struktur harus memastikan bahwa bagian-bagian struktur sanggup menahan gaya gravitasi dan beban bangunan, kemudian menyalurkannya ke tanah dengan aman.
Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang difungsikan sebagai gedung rumah sakit Universitas Semarang. Perencanaan struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :
1. Struktur Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
2. Pembebanan pada bangunan gedung
Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur ke layanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara dan beban khusus. Dalam pembebanan ini menggunakan peraturan pemerintah yaitu SNI 1726-2012 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung Dan Non Gedung dan SNI 1727-1989 untuk Tata Cara Perencanaan Pemebebanan Untuk Rumah Dan Gedung.
7 3. Struktur atas bangunan gedung
Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 untuk Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan SNI 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.
4. Struktur bawah bangunan gedung
Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.
Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
2.2 Peraturan yang Dipakai
Perencanaan struktur gedung bertingkat harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku. Adapun syarat-syarat dan ketentuan serta rumus yang digunakan sesuai dengan buku pedoman, antara lain :
1. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013. 2. Spesifikasi untuk Gedung Baja Struktural SNI 03-1729-2002.
3. Pedoman Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1987.
4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan non Gedung SNI 1726-2012.
2.3 Konsep Pe rencanaan Struktur
Konsep perancangan konstruksi didasarkan pada analisis kekuatan batas (ultimate-strength) yang mempunyai daktalitas cukup untuk menahan gempa. Gedung bertingkat harus direncanakan dengan matang, berbagai hal perlu ditinjau melip uti beberapa kriteria yaitu : kekuatan, kekakuan dan kemampuan layanan. Analisis struktur gedung bertingkat dapat dilakukan dengan computer berbasis elemen hingga dengan software SAP ( Structure Analysis Program ) dan ETABS ( Extended 3D Analysis Building Systems). Dalam perencanaan struktur gedung ini adalah beton fc‟ = 30 MPa
8 untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu baja fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan sengkang serta menggunakan kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 24 Mpa.
2.3.1 Desain terhadap Beban Lateral
Dasar dari perencanaan struktur bangunan tahan gempa adalah terdapatnya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Salah satu aspek penting dalam merekayasa bangunan tahan gempa adalah daktilitas. Daktilitas didefinisikan sebagai kemampuan secara merubah bentuk secara permanen tanpa mengalami kerusakan.
2.3.2 Perencanaan umum struktur bangunan gedung terhadap gempa
Sesungguhnya begitu banyak poin yang dituliskan dalam Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 1726:2012), dalam pasal yang membahas tentang Perencanaan umum struktur bangunan gedung terhadap gempa.Namun dalam laporan tugas akhir ini hanya sebagin poin yang kami ambil untuk tinjauan pustaka ini, berikut poin-poin tersebut:
2.3.2.1 Struktur atas dan struktur bawah
Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah. Struktur atas adalah bagian struktur gedung yang berada diatas muka tanah. Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak dibawah muka tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, dan/atau struktur fondasinya.
Dalam poin ini masih memuat beberapa poin / persyaratan yang harus diperhatikan,antara lain adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan dasar.
Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang ditetapkan dalam poin ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi energy yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang ddisyaratkan.
9 b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.
Komponen/elemen struktur individu, termasuk yang bukan merupakan bagian sistem penahan gaya gempa, harus disediakan dengan kekuatan yang cukup untuk menahan geser ,gaya aksial dan momen yang dientukan sesuai dengan tata cara ini, dan sambungan-sambungan harus mampu mengembangkan kekuatan komponen/elemen struktur yang disamb ung atau gaya- gaya sebagaimana yang ditunjukkan dalam poin a. Deformasi struktur tidak boleh melebihi batasan yang ditetapkan pada saat struktur tersebut dikenai gaya gempa desain.
c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.
Lintasan atau lintasan- lintasan beban yang menerus dengan kek uatan dan kekakuan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya dari titik akhir penumpuan. Semua bagian struktur antara join pemisah harus terhubung untuk membentuk lintasan menerus ke sistem penahan gaya gempa, dan sambungan harus mampu menyalurkan gaya gempa (Fp) yang ditimbulkan oleh bagian-bagian yang terhubung.Setiap bagian struktur yang lebuh kecil harus diikat ke bagian struktur sisanya dengan menggunakan elemen yang mempunyai kuat desain yang mampu menyalurkan gaya gempa yang dihitung sebagai nilai terbesar antara 0,133 SDS kali berat bagian yang lebih kecil atau 5% berat bagian tersebut.Gaya sambungan ini tidak berlaku pada desain sistem penahan gaya gempa secara keseluruhan.Gaya sambungan tidak perlu melebihi gaya maksimum yang dapat disalurkan oleh sistem struktur ke sambungan.
d. Sambungan ke tumpuan
Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok, girder,atau rangka batang baik secara langsung ke elemen tumpuannya, atau ke plat yang didesain bekerja sebagai diafragma.Jika sambungan tersebut melalui diafragma, maka elemen tumpuan elemen struktur harus juga dihubungkan pada diafragma, maka elemen tumpuan elemen strktur harus juga dihubungkan pada diafragma itu. Sambungan harus mempunyai kuat desain minimum sebesar 5% dari reaksi beban mati ditambah beban hidup.
10 e. Desain fondasi
Fondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya , gerak tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria desain fondasi.Desain dan konstruksi fondasi harus sesuai dengan pasal 7.13 (SNI 03-1726-2012). Apabila tidak dilakukan analisis nteraksi tanah-struktur, struktur atas dan struktur bawah dari suatu struktur gedung dapat dianalisis terhadap pengaruh gempa rencana terpisah, di mana struktur atas dapat dianggap terjepit lateral pada besmen. Selanjutnya struktur bawah dapat dianggap sebagai struktur tersendiri yang berada didalam tanah yang dibebani oleh kombinasi beban-beban gempa yang berasal dari struktur atas, beban gempa yang berasal dari gaya inersia sendiri, gaya kinematik dan beban gempa yang berasal dari tanah sekelilingnya.
Pada gedung tanpa besmen, taraf penjepitan lateral struktur atas dapat dianggap terjadi pada lantai dasar atau muka tanah. Apabila penjepitan tidak sempurna dari struktur atas gedung pada struktur bawah diperhitungkan, maka struktur atas gedung tersebut harus diperhitungkan terhadap pengaruh deformasi lateral maupun rotasional dari struktur bawahnya.
Struktur bawah tidak boleh gagal dari struktur atas. Desain detail kekuatan (strenght) struktur bawah harus memenuhi persyaratan beban gempa rencana berdasarkan pasal 4.2.2 (SNI 1726:2012). Analisis deformasi dan analisis lain seperti likifaksi, rambatan gelombang, penurunan total dan diferensial, tekanan tanah lateral, deformasi tanah lateral, reduksi kuat geser, reduksi gaya dukung akibat deformasi, reduksi daya dukung aksial dan lateral fondasi tiang, pengapungan (flotation) struktur bawah tanah, dan lain- lain, dapat dilakukan sesui dengan persyaratan beban kerja (working stress) yang besarnya minimum sesuai dengan pasal 4.2.3 (SNI 1726:2012).
11 f. Persyaratan desain dan pendetailan material
Elemen struktur termasuk elemen fondasi harus memenuhi persyaratan desain dan pendetailan material yang ditetapkan selanjutnya dalam pasal 7.14 (SNI 1726:2012).
2.3.2.2 Prosedur analisis
Analisis struktur yang disyaratkan oleh pasal 7 (SNI 1726:2012) harus terdiri dari salah satu tipe yang diijinkan dalam Tabel 13 (SNI 1726:2012), berdasarkan pada kategori desain seismic struktur, sistem struktur, property dinamis, dan keteraturan, atau dengan persetujuan pemberi ijin yang mempunyai kuasa hokum, sebuah prosedur alternative yang diterima secara umum diijinkan untuk digunakan.Prosedur analisis yang dipilih ha rus dilengkapi sesuai dengan persyaratan dari pasal yang dirujuk dalam tabel 13 (SNI 1726:2012).
2.4 Perencanaan Struktur Bangunan
2.4.1 Perencanaan pembebanan
Dalam merencanakan beban untuk rumah dan gedung diharuskan memperhatikan penggunaan beban-beban yang diijinkan dalam perencanaan tersebut seperti, beban-beban hidup untuk atap miring, gedung parkir bertingkat dan landasan helicopter pada atap gedung tinggi dimana parameter-parameter pesawat helicopter yang dimuat praktis sudah mencakup semua jenis pesawat yang biasa dioperasikan.Termasuk juga reduksi beban hidup untuk perencanaan balok induk dan portal serta peninjauan gempa, yang pemakaiannya optimal bukan keharusan, terlebih bila reduksi tersebut membahayakan konstruksi atau unsur konstruksi yang ditinjau. Dalam perencanaan pembebanan Tugas Akhir ini menggunakan buku acuan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987) yang telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 1987 oleh Menteri Pekerjaan Umum.
2.4.1.1 Beban Statis
Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus- menerus pada suatu struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara perlahan- lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap
12 (steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.
2.4.1.2 Beban Mati a. Pengertian Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala unsure tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin- mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
b. Berat Sendiri
- Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban mati dari suatu gedung, harus diambil menurut Tabel Berat Sendiri Bahan Bangunan Dan Komponen Gedung.
- Apabila dengan bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri yang menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai- nilai yang tercantum dalam Tabel Berat Sendiri Bahan Bangunan Dan Komponen Gedung, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan tersendiri dengan memperhitungkan kelembaban setempat, dan nilai yang ditentukan ini harus dianggap sebagai pengganti dari nilai yang tercantum dalam tabel itu.Penyimpangan ini dapat terjadi terutama pada pasir ( antara lain pasir besi ),koral (antara lain koral kwarsa),batu pecah, batu alam, batu ba ta, genting dan beberapa jenis kayu.
- Barat sendiri dari bahan bangunan dan dari komponen gedung yang tidak tercantum dalam Tabel Berat Sendiri Bahan Bangunan Dan Komponen Gedung, harus ditentukan sendiri.
13
Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan
Bahan Bangunan Berat
Baja Batu Alam
Batu Belah,batu bulat,batu gunung (berat tumpuk) Batu Pecah 7850 kg/m3 2600 kg/m3 1500 kg/m3 700 kg/m3 Bahan Bangunan Besi tuang Beton Beton bertulang Kayu kelas 1
Kerikil,koral (kerng udara sampai lembap,tanpa diayak) Pasangan bata merah
Pasangan batu belah,batu bulat,batu gunung Pasangan batu cetak
Pasangan batu karang
Pasir (kering udara sampai lembap) Pasir (jenuh air)
Pasir kerikil,koral (kering udara sampai lembap)
Tanah,lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) Tanah,lempung dan lanau (basah)
Tanah hitam 7250 kg/m3 2200 kg/m3 2400 kg/m3 1000 kg/m3 1650 kg/m3 1700 kg/m3 2200 kg/m3 2200 kg/m3 1450 kg/m3 1600 kg/m3 1800 kg/m3 1850 kg/m3 1700 kg/m3 2000 kg/m3 11400 kg/m3
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987 Tabel 2.2 Berat – Berat Komponen Gedung
Komponen Gedung Berat
Adukan ,per cm tebal :
Dari semen
Dari kapur ,semen merah atau tras
Aspal ,termasuk bahan – bahan mineral tambahan ,per cm tebal Dinding pasangan Bata merah :
Satu batu Setengah batu 21 kg/m2 17 kg/m2 14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2
14 Dinding pasangan batako :
Berlubang : Tebal dinding 20 cm (HB20) Tebal dinding 10 cm (HB10) Tanpa lubang : Tebal dinding 15 cm Tebal dinding 20 cm
Langit- langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya,tanpa penggantung langit- langit atau paku),terdiri dari :
Semen asbes,dengan tebal maksimum 4 mm
200 kg/m2 120 kg/m2 300 kg/m2 200 kg/m2 11 kg/m2 Kaca,dengan tebal 3-4 mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit- langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban maksimum 200 kg/m2
Penggantung langit- langit (dari kayu),dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidan atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng
Penutup lantai dari ubin semen Portland, eraso dan beton,tanpa adukan per cm tebal
Semen asbes glombang (tebal 5 mm )
10 kg/m2 40 kg/m2 7 kg/m2 50 kg/m2 40 kg/m2 10 kg/m2 24 kg/m2 11 kg/m2
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
Catatan : 1. Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi.
3. Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis-jenis kayu tertentu lihat Pedoman Perencanaan Konstruksi Kayu. 2. Untuk beton getar,beton kejut,beton mampat dan beton
padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri.
15 c. Reduksi Beban Mati
- Apabila beban mati memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap pengerahan kekuatan suatu unsur struktur suatu gedung, maka beban mati tersebut harus diambil menurut Tabel diatas, dengan mengalikannya dengan koefisien reduksi 0,9.
- Apabila beban mati sebagian atau sepenuhnya member pengaruh yang menguntngkan terhadap kemantapan suatu struktur atau uns ure struktur suatu gedung, maka dalam meninjau kemantapan tersebut menurut pasal 2.3 (PPURG 1987) beban mati tersebut harus dikalikan dengan koefisien reduksi 0,9.
2.4.1.3 Beban Hidup
a. Pengertian Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hid up dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban yang bersal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energy kinetic) butiran air.
b. Beban Hidup Pada Lantai Gedung
- Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel Beban Hidup pada Lantai Gedung. Didalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Beban-beban berat, misalnya yang disebabkan oleh lemari- lemari arsip dan perpustakaan serta oleh alat-alat, mesin- mesin dan barang-barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan tersendiri.
- Beban hidup yang ditentukan dalam pasal ini tidak perlu dikalikan dengan suatu koefisien kejut.
16 - Lantai- lantai gedung yang dapat diharapkan akan dipakai untuk berbagai tujuan, harus direncanakan terhadap beban hidup terberat yang mungkin dapat terjadi.
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No. Material Berat Keterangan
1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2
2.
- Lantai & tangga rumah tinggal sederhana
- Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel
125 kg/m2
3.
- Sekolah, ruang kuliah
250 kg/m2 - Kantor - Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit 4. Ruang olahraga 400 kg/m2 5. Ruang dansa 500 kg/m2
6. Lantai dan balkon dalam dari
ruang pertemuan 400 kg/m
2
masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap 7. Panggung penonton 500 kg/m2
tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri
8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3
9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7 10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7 11.
- Pabrik, bengkel, gudang
400 kg/m2 minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku
- Ruang alat dan mesin 12.
Gedung parkir bertingkat :
- Lantai bawah 800 kg/m2
- Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 minimum
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
c. Beban Hidup Pada Atap Gedung
- Beban hidup pada atap gedung dan/atau bagian atap serta pada struktur tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
17 - Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan di antara dua macam beban berikut:
Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar (40-0,8 𝛼) kg/m2 dimana 𝛼 adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m2 dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50°.
Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
- Pada balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.
d. Reduksi Beban Hidup
- Peluang untuk tercapainya suatu prosentase tertentu dari beban hidup yang membebani struktur pemikul suatu gedung selama umur gedung tersebut, bergantung pada bagian atau unsure struktur yang ditinjau dan bergantung pula pada penggunaan gedung itu dan untuk apa beban hidup tersebut ditinjau.Berhubungan peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsure struktur pemikul sangat kecil, maka beban hidup tersebut dapat dianggap tidak efektif sepenuhnya dalam perencanaan beban hidup untuk struktur dengan sistem sebagai berikut :
Pada perencanaan balok-balok induk dan portal-portal dari sistem struktur pemikul beban dari suatu gedung.
Pada perencanaan sistem struktur penahan beban horisontal dari suatu gedung, yang beban hidup pada gedung itu ikut menentukan besarnya beban gempa yang harus dipikul oleh sistem struktur tersebut.
Maka untuk kedua sistem diatas, beban hidup terbagi rata yang ditentukan dalam huruf b dan c dapat dikalikan dengan suatu
18 koefisien reduksi yang tercantum dalam Tabel Koefisien Reduksi Beban Hidup.
Tabel 2.4 Koefisien Reduksi Beban Hidup KOEFISIEN REDUKSI BEBAN HIDUP
Penggunaan Gedung
Koefisien Reduksi beban Hidup Peninjauan Beban Gravitasi Peninjauan Beban Gempa PERUMAHAN/HUNIAN Rumah tinggal,asrama,hotel,rumah sakit 0,75 0,30 PENDIDIKAN
Sekolah, ruang kuliah 0,90 0,50
PERTEMUAN UMUM
Masjid, gereja, bioskop, restoran,
ruang dansa, ruang pagelaran 0,90 0,50
PERKANTORAN
Kantor, bank 0,60 0,30
PERDAGANGAN
Toko, toserba, pasar 0,80 0,80
PENYIMPANAN
Gudang, perpustakaan, ruang arsip 0,80 0,80
INDUSTRI
Pabrik, bengkel 1,0 0,90
TEMPAT KENDARAAN
Garasi, gedung parkir 0,90 0,50
GANG DAN TANGGA
- Perumahan / hunian 0,75 0,30
- Pendidikan,kantor 0,75 0,50
- Pertemuan umum, perdagangan, penyimpanan, industry, tempat kendaraan
0,90 0,50
- Pada perencanaan unsur-unsur struktur vertikal seperti kolom-kolom dan dinding-dinding serta fondasinya yang memikul beberapa lantai tingkat, yang mana beban hidup yang bekerja pada masing- masing lantai tingkat tersebut mempunyai peranan penting dalam menentukan kekuatan. Dalam hal ini, untuk memperhitungkan peluang terjadinya beban hidup yang berubah-ubah seperti yang sudah dijelaskan pada strip pertama, maka untuk perhitungan gaya normal (gaya aksial) di dalam unsur-unsur struktur vertikal seperti kolom-kolom dan dinding-dinding serta beban pada fondasinya, jumlah kumulatif beban hidup terbagi rata yang ditentukan
19 dalam huruf b dan c. Pedoman ini yang bekerja pada lantai- lantai tingkat yang dipikulnya, dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya bergantung pada jumlah lantai yang dipikul dan dicantumkan dalam bentuk Tabel Koefisien Reduksi Beban Hidup Kumulatif.
Tabel 2.5 Koefisien reduksi beban hidup komulatif
KOEFISIEN REDUKSI BEBAN HIDUP KUMULATIF Jumlah lantai yang dipakai
(n)
Koefisien reduksi yang dikalikan kepada beban hidup kumulatif
1 1,0
2 1,0
3 0,9
4 0,8
5 0,7
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
- Pada perencanaan unsure- unsur struktur vertikal seperti kolom-kolom dan dinding-dinding serta fondasinya yang memikul lantai tingkat seperti yang disebut dalam strip kedua, beban hidup penuh tanpa dikalikan dengan koefisien reduksi tetap harus ditinjau pada
Lantai gudang, ruang arsip, perpustakaan dan ruang –ruang penyimpanan lain sejenis.
Lantai ruang yang memikul beban berat tertentu yang bersifat tetap, seperti alat-alat dan mesin- mesin.
- Pada perencanaan fondasi pengaruh beban hidup pada lantai yang menumpu di atas tanah harus turut ditinjau. Dalam hal ini, beban hidup pada lantai tersebut sehubungan dengan yang ditentukan dalam strip 2 harus tetap diambil penuh tanpa dikalikan dengan suatu koefisien reduksi.
-
2.4.1.4 Beban Khusus
a. Ketentuan Mengenai Beban Khusus
- Setiap struktur dan/atau unsure struktur gedung harus diperiksa terhadap gaya- gaya khusus yang diakibatkan oleh : selisih suhu, pemasangan, penurunan fondasi, susut, rangkak, gaya rem, gaya sentrifugal, gaya dinamik, dan pengaruh-pengaruh khusus lainnya. - Pada penambahan dan/atau perubahan gedung juga harus diperiksa
20 pengaku-pengaku, dan struktur-struktur lain sejenis. Dalam hal ini,harus diadakan tindakan-tindakan untuk mencegah akibat-akibat buruk dari pengaruh-pengaruh khusus tersebut, yang mana harus ditinjau khusus untuk setiap keadaan.
b. Pengaruh Selisih Suhu dan Gaya Dinamik
- Pengaruh-pengaruh khusus pada struktur dan/atau unsure struktur gedung yang diakibatkan oleh selisih suhu udara luar, harus diperhitungkan dengan menganggap kemungkinan naik turunnya suhu sebanyak 10℃ .
- Untuk perhitungan pengaruh-pengaruh khusus akibat selisih suhu, jika tidak ditentukan lain, dapat diambil nilai- nilai modulus elastisitas E dan koefisien pengembangan linier 𝜆 sebagai berikut : Tabel 2.6 Modulus Elastisitas dan Koefisien Pengembang
Bahan Struktur E
(kg/cm2) 𝜆
Baja profil Beton
Beton bertulang dan beton pratekan Kayu :
Sejajar serat Tegak lurus serat Pasangan bata 2,1 x 106 2,1 x 105 1 x 105 1 x 105 0,2 x 105 12 x 10−6 10 x 10−6 4 x 10−6 40 x 10−6 10 x 10−6
- Untuk menentukan pengaruh gaya dinamik pada struktur gedung, seperti yang berasal dari mesin- mesin, termasuk juga dari gerakan tanah akibat gempa, yang menyebabkan perubahan-perubahan bentuk struktur yang bersifat singkat, maka khusus untuk struktur beton bertulang dan beton pratekan nilai modulus e lastisitasnya harus diambil 1,5 kali dari yang tercantum dalam tabel Modulus Elastisitas dan Koefisien Pengembang.
21 2.4.1.5 Beban Dinamis
Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.
A. Beban Gempa
Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km.
Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung dari beberapa factor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan. Massa dari struktur bangunan merupakan factor yang sangat penting, karena beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung dari besarnya massa dari struktur.
Analis dan perencanaan struktur bangunan tahan gempa, pada umumnya hanya memperhitungkan pengaruh dari beban gempa horizontal yang bekerja pada kedua arah sumbu utama dari struktur bangunan secara bersamaan. Sedangkan pengaruh gerakan gempa pada arah vertikal tidak diperhitungkan, karena sampai saat ini perilaku dari respon struktur terhadap pengaruh gerakan gempa yang berarah vertikal, belum banyak diketahui.
Standar yang digunakan dalam Laporan Tugas Akhir ini adalah Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726:2012).SNI Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung ini memberikan persyaratan minimum perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung.
Standar ini merupakan revisi dari SNI 03-1726-2002, dengan ditetapkannya SNI 1726:2012 ini, maka standar ini membatalkan dan menggantikan SNI
03-22 1726-2012. Perubahab mendasar dalam standar ini adalah ruang lingkup yang diatur standar ini diperluas dan penggunaan peta-peta gempa yang baru dan format penulisan ditulis sesuai dengan Pedoman Standarisasi Nasional (PSN) 08:2007.
Standar ini telah dibahas dan disetujui pada rapat consensus tanggal 21 januari 2011 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukima n, Badan dan Pengembangan,Kementerian Pekerjaan Umum di Bandung dengan melibatkan wakil dari pemerintah,produsen, konsumen pakar/praktisi serta instansi teknis terkait lainnya.
Dalam prosedur klasifikasi situs untuk desain seismic yang dijelaskan pada pasal 5.1 (SNI 1726:2012) memberikan penjelasan mengenai prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan criteria desain seismic berupa factor-faktor amplikasi pada bangunan.Dalam perumusan criteria desain seismic suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar kepermukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu.
Berikut ini penjelasan langkah-langkah analisis beban sismik berdasarkan SNI Gempa 1726:2012 untuk bangunan gedung.
1. Menentukan Kategori Resiko Struktur Bangunan (I-IV) dan Faktor Keutamaan (Ie)
Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1 x I2
Dimana, I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode
ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor Keutamaan untuk
23 Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai table 2.7 .Pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu factor keutamaan Ie menurut Tabel 2.8.
Tabel 2.7.Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beben gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap Jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,termasuk,tapi tidak dibatasi Untuk,antara lain :
- Fasilitas pertanian,perkebunan,perternakan,dan perikanan - Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan Struktur kecil lainnya
I
Semua gedung dan struktur lain,kecuali yang termasuk dalam kategori Risiko I,III,IV,termasuk,tapi tidak dibatasi untuk :
- Perumahan,rumah took dan rumah kantor - Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen / rumah susun - Pusat perbelanjaan / mall
- Bangunan Industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa Manusia pada saat terjadi kegagalan,termasuk,tapi tidak
dibatasi untuk : - Bioskop
- Gedung pertemuan - Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit Gawat darurat
24 - Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,(Termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,prose s, penanganan,penyimpanan,penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyrakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,termasuk,tetapi tidak dibatasi untuk :
- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki Fasilitas bedah dan unit gawat darurat.
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulance, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlinduongan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya.
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan Fasilitas lainnya untuk tanggap darurat.
- Pusat pembangkit energy dan fasilitas public lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat.
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.
25 Tabel 2.8 Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa,Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
2. Menentuka Parameter Percepatan Gempa (Ss,S1)
Parameter percepatan terpetakan
Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada periode pendek) dan S1
(percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik da 1 detik dalam peta gerak tanah seismic dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan
decimal terhadap percepatan gravitasi.
Gambar 2.1 Contoh Peta parameter SS (percepatan batuan dasar periode pendek)
26
Gambar 2.2 Contoh Peta parameter S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1
detik) untuk kota Semarang dan sekitarnya
3. Menentukan Kelas Situs (SA-SF)
Dalam perumusan criteria desain seismic suatu bangunan dipermukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan kepermukaan tanah untuk suatu situs,maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu.Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan table 3, berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas.Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan laboraturium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersrtifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercantum dalam table 3.Dalam hal ini, kelas situs dengan kodisi yang lebih buruk harus diberlakukan.Apabila tidak tersedia data tanah yang spesifik pada situs sampai kedalaman 30 m,maka sifat-sifat tanah harus diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat / ijin keahlian yang menyiapkan laporan penyelidikan tanah berdasarkan kondisi geoteknik.Penetapan kelas situs SA dan kelas situs SB tidak diperkenankan jika terdapat lebih dari 3 m lapisan tanah antara dasar telapak atau rakit fondasi dan permukaan batuan dasar.
27
Tabel 2.9 .Klasifikasi batuan dasar
Kelas situs 𝑽s
(m/detik) 𝑵 atau 𝑵ch 𝑺u (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 - 1500 N/A N/A
SC (tanah keras,sangat padat dan batuan lunak) 350– 750 >50 ≥ 𝟏𝟎𝟎 SD(tanah sedang) 175 - 350 15 -50 50 – 100 SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas ,Pl > 20 2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser niralir 𝑆u < 25 kPa
SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang menikuti pasal 6.10.1
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut :
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organic dan / gambut (ketebalan H > 3m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan indeks plastisitas Pl > 75)
- Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan 𝑆u < 50 kPa.
28 Penetapan kelas situs SC,SD dan SE harus dilakukan dengan menggunakan sedikitnya hasil pengukuran dua dari tiga parameter 𝑉s, 𝑁, dan 𝑆u, yang dihitung sesuai :
Metode Vs, kecepatan rambat gelombang geser rata-rata (𝑉s) pada regangan geser yang
kecil, di dalam lapisan 30 m teratas. Pengukuran Vs di lapangan dapat dilakukan dengan uji seismic-Downhole (SDH), uji Spectral Analysis 0f Surface Wave (SASW), atau uji seismic sejenis.
Metode N, tahanan penetrasi standar rata-rata (𝑁) dalam lapisan 30 m paling atas atau 𝑁ch
tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif ( Pl<20) di dalam lapisan 30 m paling atas.
Metode Sw kuat geser niralir rata-rata (𝑆u) untuk lapisan tanah kohesif (Pl<20) di dalam
lapisan 30 m paling atas.
Bila 𝑁ch da 𝑆u menghasilkan criteria yang berbeda, kelas situs harus diberlakukan sesuai dengan kategori tanah yang lebih lunak.
Profil tanah yang mengandung beberapa lapisan tanah dan / batuan yang nyata berbeda, harus dibagi menjadi lapisan- lapisan yang diberi nomor ke-1 sampai ke-n dari atas ke bawah, sehingga ada total n- lapisan tanah yang berbeda pada lapisan 30 m paling atas tersebut.Bila sebagian dari lapisan n adalah kohesif dan yang lainnya nonkohesif,maka k adalah jumlah lapisan kohesif dan m adalah jumlah lapisan non-kohesif.Simbol I mengacu kepada lapisan antara 1 dan n.
Kecepatan rata-rata gelombang geser (𝑉s)
Nilai Vs harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut :
𝑉s = = 𝑛 𝑖 1 𝑑𝑖 𝑑𝑖 𝑉𝑠𝑖 𝑛 𝑖=1 (1) Dengan,
di = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 – 30 meter
Vsi = kecepatan gelombang geser lapisan / dinyatakan dalam meter per detik
(m/dt) 𝑛𝑖 =1𝑑𝑖 = 30 meter
29
Tahanan penetrasi standarlapangan rata-rata (𝑵), dan tahanan penetrasi standar rata-rata untuk lapisan tanah non-kohsif (𝑵ch).
Nilai 𝑵 dan 𝑵ch harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut :
𝑁 = = 𝑛 𝑖 1 𝑑𝑖 𝑑𝑖 𝑁𝑖 𝑛 𝑖=1 (2) Di mana Ni dan di dalam persamaan 2 berlaku untuk tanah non-kohesif,tanah kohesif, dan lapisan batuan. 𝑁ch = 𝑑𝑠 𝑑𝑖 𝑁𝑖 𝑚 𝑖=1 (3) Di mana Ni dan di dalam persamaan 3 berlaku untuk lapisan tanah non-kohesif saja,dan
𝑑𝑖 = 𝑑𝑠
𝑚
𝑖 =1 , di mana ds adalah ketebalan total dari lapisan tanah non kohesif di 30 m
lapisan paling atas.
Ni adalah tahanan penetrasi standar 60 % energy (N60) yang terukur langsung di lapangan
tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m.Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan,maka nilai Ni tidak boleh diambil lebih dari 305 pukulan/m.
Kuat geser niralir rata-rata (𝑆𝑢)
Nilai 𝑆𝑢 harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut :
𝑆u = 𝑑𝑐𝑑𝑖 𝑆𝑢𝑖 𝑘 𝑖=1 Dengan, 𝑘𝑖 =1𝑑𝑖 = 𝑑𝑐
dc = ketebalan total dari lapisan- lapisan tanah kohesif di dalam 30 meter paling atas.
Sui = Kuat geser niralir (kPa), dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa seperti yang ditentukan dan sesuai dengan tata cara yang berlaku.
PI = indeks plastisitas, berdasarkan tata cara yang berlaku.
30
4. Menentukan Koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER).
Untuk penentuan respons spectral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada periode 0,2 detik dan perioda 1 detik.Faktor amplifikasi meliputi factor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan factor amplifikasi terkait percepatan yang meakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spectrum respons percepatan pada perioda pendek (Sms) dan perioda 1 detik (Sm1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini :
S
M S=
Fa . Ss
S
M 1= F
v. S
1Dengan,
Ss = Parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
perioda pendek.
S1 = Parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
perioda 1,0 detik.
dan koefisien situs Fad an Fv mengikuti Tabel 2.9 dan Tabel 3.0
Tabel 2.10 koefisien situs,Fa
Kelas Situs
Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan
pada perioda pendek, T=0,2 detik Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 SF SSb
(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilak ukan interpolasi linier
31
Tabel 2.11 koefisien situs,Fv
Kelas Situs
Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan
pada perioda pendek, T=0,2 detik Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF SSb
(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilak ukan interpolasi linier
(b) SS = Situs yang memerluk an investigasi geotek nik spesifik dan analisis respons situs-spesifik .
Parameter percepatan spectral desain
Parameter percepatan spectral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1
detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan sebagai berikut :
SDS = 2/3 SMS
SD1 = 2/3 SM1
5. Menentukan Spektrum Respons Desain
a. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons
Bila spectrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spectrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar spectrum respons.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726-2012)
32 Untuk perioda yang lebih kecil dari To , spectrum respons percepatan desain,Sa , harus diambil dari persamaan :
Sa = SDS ( 0,4 + 0,6 𝑇
𝑇𝑜 )
Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts , spectrum respons percepatan desain, Sa , sama dengan SDS.
Untuk perioda lebih besar dari Ts, spectrum respons percepatan desain, Sa , diambil berdasarkan persamaan :
Sa = SD1/T
Dengan,
SDS = Parameter respons spectral percepatan desain pada perioda pendek;
SD1 = Parameter respons spectral percepatan desain pada perioda 1
detik
T = Perioda getar fundamental struktur.
To = 0,2 𝑆𝐷1 𝑆𝐷𝑆
Ts = 𝑆𝐷1 𝑆𝐷𝑆
Berbeda dengan cara atau metode diatas, besarnya respons spectrum dapat ditetentukan dengan gamb ar peta respons spectrum.besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur tergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.
33 Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gem pa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 1726-2012)
Gambar 2.4 Peta Wilayah Ge mpa Indonesia
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.
b. Daktilitas Struktur Gedung
Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dansimpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δ y,yaitu :
𝟏,𝟎 ≤ 𝛍 = 𝛅𝐦
𝛅𝐲 ≤ 𝛍𝐦
Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.
34
Tabel 2.12 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726-2012)
c. Pembatasan Waktu Getar
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012 diberikan batasan sebagai berikut :
35 dimana :
T = waktu getar stuktur fundamental n = jumlah tingkat gedung
ξ = koefisien pembatas
d. Jenis Tanah
Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.
Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar dibawahpermukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu :
1) Standard penetrasi test (N)
2) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs) 3) Kekuatan geser tanah (Su)
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel 2.9.
Tabel 2.13 Jenis-Jenis Tanah
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gem pa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 1726-2012) Perhitungan nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata ( N ) :
𝐍 = 𝐦𝐢=𝟏𝒕𝒊 𝐭𝐢/
𝐦
𝐢=𝟏 𝐍𝐢
Jenis tanah Vs (m/dt) N Su (Kpa)
Keras Vs > 350 N > 50 Su > 100
Sedang 175 < Vs < 350 15 < N < 50 50 < Su < 100 Lunak Vs < 175 N < 15 Su < 50 Khusus Diperlukan evaluasi khusus ditiap lokasi
36 dimana :
ti = Tebal lapisan tanah ke-i
Ni = Nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i m = Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar
2.4.2 Perencanaan Beban
Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap dianggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana. Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup. Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisis struktur.
Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Nilai- nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadapberbagai kombinasi pembebanan.
Pada buku “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung” SKSNI T-15-1991-03, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U) yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunan gedung yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :
1) Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan :
U = 1,4 D
Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)
2) Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil sebagai : U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R)
37 atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R) dimana:
D = Beban Mati L = Beban Hidup
R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa
Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban tersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan 0,9 merupakan faktor reduksi beban.
Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan sementara.
Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik.
2.4.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)
Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai SKSNI T-15-1991-03.
2.5 Perilaku Material dan Ele men Struktur
2.5.1 Beton
Kuat tekan beton biasanya didapat dari pengujian tekan benda uji berbentuk silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.5 menunjukkan bentuk parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) - regangan (e) untuk benda uji beton berbentuk silinder. Modulus Young atau modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil sebesar 4730 𝑓′𝑐 MPa, dimana f’c merupakan kuat tekan beton dalam
38 Mpa.Nilai regangan beton pada tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai tulangan melintang yang terpasang.
Gambar 2.5 Diagram tegangan (fc) – regangan (e) beton tertekan : (a) Diagram fc-e beton
sebenarnya. (b) Diagram fc-e beton yang di idealisasikan
2.5.2 Baja
Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja yang didapat dari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.6 Untuk keperluan desain biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah diidealisasikan dengan bentuk garis bilinear seperti pada Gambar b. Nilai modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es) besarnya dapat diambil sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan material beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail. Selain itu baja mempunyai sifat elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat jelas batas antara sifat elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh bahan.
Gambar 2.6 Diagram tegangan (fc-e) – regangan (e) baja tertarik : (a) Diagram fc-e baja
39
2.5.3 Perilaku Struktur Baja
Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur bangunan tahan gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai rasio yang tinggi antara kekuatan terhadap beratnya. Struktur baja juga masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban setelah terjadi gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada struktur baja adalah :
a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang besar antara lebar dan tebalnya.
b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan batang atau akibat gaya tekan yang besar.
c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak kompak d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban vertikal yang
besar.
2.6 Perhitungan Struktur
2.6.1 Perhitungan Struktur Bawah
2.6.1.1 Perhitungan Tiang Pancang
1. Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal a. Berdasarkan Kekuatan Bahan Tiang
𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜍𝑏 𝑥 𝐴𝑏 Dimana :
𝜍𝑏 : Tegangan tekan tiang terhadap penumbukan 𝐴𝑏 : Luas permukaan tiang pancang
b. Berdasarkan Hasil Sondir
Kapasitas tiang (Qa11) berdasarkan hasil uji sondir dihitung menggunakan
metode Bagemann sebagai berikut : 𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 =𝑞𝐶 X 𝐴𝑝
3 +
𝑇𝑓 𝑋 𝐴𝑠 5 Dimana :
Qc : Nilai konus hasil sondir (kg/cm2) Ap : Luas permukaan tiang (cm2) As : Keliling tiang pancang (cm3) Tf : Total friction (kg/cm)
40 2. Beban Ijin Tiang Pancang
Effisiensi tiang :
𝑬𝒈 = 𝟏 − Q 𝒏 − 𝟏 𝒙 𝒎 + 𝒎 − 𝟏 𝒙 𝒏
𝟗𝟎 𝒎 𝒙 𝒏
Dimana :
Eg = effisiensi grup tiang Q = arc tan d/s dalam drajat n = jumlah baris tiang
m = jumlah tiang dalam 1 baris ∅ = arc tg diameter tiang / jarak tiang D = diameter dari tiang
S = spacing (jarak antar tiang)
Pada perhitungan grup tiang perlu memperhatikan jarak antar tiang pancang. Jarak sangat mempengaruhi perhitungan kapasitas daya dukung dari gr up tiang pancang. Untuk bekerja sebagai grup tiang jarak tiang (spacing) „S‟ biasanya tunduk pada peraturan bangunan pada daerah masing- masing. Pada umumnya S bervariasi antara :
- Jarak minimum S = 2D - Jarak maksimum S = 6D Tergantung dari fungsi pile misalnya :
- Sebagai friction pile minimum S = 3d - Sebagai end bearing pile minimum S = 2,5d Tergantung dari klasifikasi tanah :
- Terletak pada lapisan tanah liat keras minimum S = 3,5 d - Terletak pada lapis padat minimum S = 2,5 d
3. Kapasitas grup tiang
Qubg = 2D(W+L)f + 1,3 c x Nc x W x L
Beban ijin dari tiang pancang ditentukan dengan persamaan berikut : 𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑢𝑏𝑔
𝑆𝐹
Keterangan :
Qubg = Daya dukung maksimum grup tiang D = Kedalaman grup tiang
41 F = Friksi (gaya geser) antara cohessive soils dengan permukaan tiang
disebut unit adhesi C = Kohesi
Nc = Faktor kapasitas daya dukung Qall = Gaya dukung ijin dari grup tiang SF = Angka keamanan (diambil = 3) 4. Distribusi gaya pada grup tiang
Dalam grup tiang gaya- gaya luar yang bekerja pada kepala tiang (kolom) didistribusikan pada grup tiang berdasarkan rumus elastisitas :
𝑄𝑢𝑚 =𝑉 𝑛± 𝑀𝑦 .X 𝑥2 ± 𝑀𝑥 .𝑌 𝑦2 Keterangan :
Qum = Beban aksial
V = Beban vertikal total yang bekerja pada titik pusat N = Banyak tiang dalam grup
Mx,My = Momen pada arah sumbu x dan sumbu y
X, Y = Jarak dari tiang terhadap sumbu y sebagai x dan terhadap sumbu x sebagai y melewati pusat grup tiang.
± = Hasil perkalian mx dan my terhadap jarak x dan y.
2.6.1.2 Perhitungan Pile Cap
Perencanaan pilecap mengacu pada refrensi buku “kolom, fondasi dan balok T beton bertulang”. Penulis Ali Asroni. Analisis terkait dengan desain
pilecap, yaitu :
Rumus perhitungan pile cap :
Tegangan yang terjadi pada dasar pile cap :
𝜍 =
𝑃𝑢,𝑘 𝐵.𝐿+
𝑀𝑢 ,𝑥 1 6.𝐵.𝐿²+
1𝑀𝑢 ,𝑦 6.𝐵.𝐿²+ 𝑞 ≤ 𝜍𝑡
Q = ( hf x
γ
c) + ( ht x
γ
t)
Dengan :σ = Tegangan yang terjadi pada dasar pile cap (kN/m²). σt = Daya dukung tanah (kN/m²).
Pu,k = Beban aksial terfaktor pada kolom (kN) B dan L= Ukuran lebar dan panjang pile cap (m)
42 Q = Beban terbagi rata akibat berat sendiri pile cap ditambah
berat tanah diatas pile cap (kN/m²) Hf = Tebal pile cap ≥ 150 mm. Ht = Tebal tanah diatas pile cap
γ
c danγ
t =Berat per volume dari beton dan tanah, (kN/m³). Tegangan maksimal dan minimalσ
maks =
𝑃𝑢 ,𝑘 𝐵.𝐿+
𝑀𝑢 ,𝑥 1 6.𝐵.𝐿²+
1𝑀𝑢 ,𝑦 6.𝐵.𝐿²+ 𝑞
σ
min =
𝑃𝑢,𝑘 𝐵.𝐿−
𝑀𝑢 ,𝑥 1 6.𝐵.𝐿²−
1𝑀𝑢 ,𝑦 6.𝐵.𝐿²+ 𝑞
Kontrol kuat geser
- Gaya geser pons terfaktor (Vu)
𝑉𝑢 = 𝐵. 𝐿 − 𝑏 + 𝑑 . + 𝑑 .(𝜍𝑚𝑎𝑘𝑠 + 𝜍𝑚𝑖𝑛
2 )
- Gaya geser yang ditahan oleh beton (Vc) dengan memilih yang terkecil dari nilai Vc.
o 𝑉𝑐 = 1 +ß𝑐2 . 𝑓𝑐′.𝑏𝑜 . 𝑑6 o 𝑉𝑐 = 2 +𝛼𝑠 .𝑑ß𝑐𝑏𝑜 . 𝑓 𝑐′12.𝑏𝑜 . 𝑑 o Vc = 1/3 . 𝑓𝑐′ . bo .d Dengan :
ß𝑐 = Rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek pada kolom, daerah beban terpusat, atau daerah reaksi.
Bo = Keliling dari penampang kritis pada pile cap. (2.((b+d) + (h+d)) mm
Αs = Suatu konstanta yang digunakan untuk menghitung Vc, yang nilainya bergantung pada letak pile cap.
40 untuk pile cap kolom dalam. 30 untuk pile cap kolom tepi. 20 untuk pile cap kolom sudut o Kontrol Vu ≤ ϕ Vc , dengan ϕ = 0,75
43 - Perhitungan tulangan
o σx = Tegangan tanah pada jarak x. σx = σmin + 𝐿 − 𝑥
𝐿 (𝜍𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝜍min) o Momen yang terjadi pada pile cap.
Mu = ½ . σx . x² + 1/3 . (σmaks – σx) . x² o Faktor momen pikul K dan Kmaks
K = Mu / (ϕ . b. d²) , dengan b= 1000mm, ϕ= 0,8 Kmaks = 382 ,5 .ß1 . 600+𝑓𝑦 −225 .ß1 .𝑓𝑐 ′
(600+𝑓𝑦 )²
K ≤ Kmaks
o Tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen (a)
a = (1 − 1 −0,85 .𝑓𝑐 ′2 .𝐾 ) . d o Hitung As, u
𝐴𝑠, 𝑢 = 0,85 .𝑓𝑐′.a .𝑏
𝑓𝑦 , dengan b= 1000 mm
Jika fc‟ ≤ 31,36 Mpa maka As,u ≥ 1,4 . b . d / fy Jika fc‟ > 31,36 Mpa maka As,u ≥ 𝑓𝑐′. 𝑏. 𝑑 / ( 4.fy )
o Jarak tulangan (s)
S = (1/4 . л . D² .S ) , dengan S= 1000mm o Tulangan Dx – s
Luas As = (1/4 . л . x² .S) / s - Panjang penyaluran tulangan tarik
𝜆𝑑 = 9 .𝑓𝑦 10. 𝑓𝑐′ 𝛼 .𝛽 . 𝛾 .𝜆 (𝑐+𝐾𝑡𝑟𝑑𝑏 ) . 𝑑𝑏 Dengan : 𝜆𝑑 = Panjang penyaluran, mm. 𝜆𝑑 ≥ 300 mm. Db = diamenter batang tulangan, mm
44 α = faktor lokasi penulungan ( 1,3 tulangan berada diatas beton setebal
≥ 300mm dan 1,0 untuk tulangan lain ) ß = Faktor pelapis
= 1,5 jika batang tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton dari 3.db atau spasi bersih kurang dari 6.db.
= 1,2 jika batang tulangan berlapis ekposi lainnya. = 1,0 jika tulangan tanpa pelapis.
𝛾 = Faktor ukuran batang tulangan.
= 0,8 jika digunakan tulangan D-19 atau lebih kecil. = 1,0 jika digunakan tulangan D-22 atau lebih besar. 𝜆 = faktor beton agregat ringan.
= 1,3 jika digunakan beton agregat ringan = 𝑓𝑐′ / (1,8 .Fct) ,
( Fct adalah kuat tarik belah rata-rata beton agregat ringan, Mpa ) = 1,0 jika digunakan beton normal.
C = Spasi antar tulangan atau dimensi selimut beton (diambil nilai terkecil).
Ktr = Faktor tulangan sengkang, Ktr = 𝐴𝑡𝑟 .𝐹𝑦𝑡
10.𝑠.𝑛
(untuk penyederhanaan, boleh pakai Ktr=0)
Atr = Luas penampang total dari semua tulangan transversal yang berada dalam rentang daerah berspasi s dan yang memotong bidang belah potensial melalui tulangan yang disalurkan, mm
Fyt = Kuat leleh yang diisyaratkan utnuk tulangan transversal, Mpa s = spasi maksimal sumbu ke sumbu tulangan transversal, Mpa yang
dipasang sepanjang 𝜆𝑑, mm
n = Jumlah batang yang disalurkans epanjang bidang belah.
- Panjang penyaluran tualngan tekan 𝜆𝑑 = 𝜆𝑑𝑏 𝑥 𝑓 𝑑𝑎𝑛 𝜆𝑑 ≥ 200𝑚𝑚 𝜆𝑑𝑏 = 𝑑𝑏 .𝑓𝑦
4. 𝑓𝑐 ′
45 Dengan :
𝜆𝑑 = Panjang penyaluran tulangan, mm 𝜆𝑑𝑏 = Panjang penyaluran dasar, mm F = Faktor pengali (𝐴𝑠,𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔𝐴𝑠 ,𝑢 )
jika jumlah tulangan terpasang mlebihi kebutuhan.
= 0,75 jika tulangan dilengkapi sengkang D-13 dan berspasi sumbu ke sumbu ≤ 100mm .
2.6.1.3 Perhitungan Tie – Beam
Dalam perhitungan tie beam hampir sama dengan perhitungan balok tetapi ditambah gaya dari tanah. Secara umum pradesain tinggi balok direncanakan L/10 - L/15, dan lebar tie beam diambil 1/2H - 2/3H dimana H adalah tinggi balok.
Pada perencanaan tie beam maka tanah dihitung sebagai beban yang kemudian akan didistribusikan, yang akan menyebabkan adanya pendistubusian regangan dan tegangan.
As As' h b Garis netral ds' d ds daerah tekan daerah tarik
(a) Penampang tie beam
c ds' ?s' ?c' ?s=?y (b) Distribusi regangan a=ß1 . c Cs Cc (d-a/2) a/2 Mn (c) Distribusi tegangan beton persegi ekivalen
fs=fy Ts
Gambar 2.7. Distribusi regangan dan tegangan
Keterangan :
a = Tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen = ß1.c, (mm) As = Luas tulangan tarik, (mm²)
46 b = Lebar penampang balok, (mm)
c = Jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan, (mm) Cc = Gaya tekan beton, (kN)
Cs = Gaya tekan baja tulangan (kN)
d = Tinggi efektif penampang balok, (mm)
ds = Jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, (mm)
ds‟ = Jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tarik, (mm)
Es = Modulus elastisitas baja tulangan, diambil sebesar 200.000 Mpa Fc‟ = Tegangan tekan beton yang diisyaratkan pada umur 28 hari, (Mpa) Fs = Tegangan tarik tulangan baja = ɛs. Es (Mpa)
Fs‟ = Tegangan tekan tulangan baja = ɛs. Es (Mpa) Fy = Tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh (Mpa) H = Tinggi penampang balok (mm)
Mn = Momen nominal aktual (kNm) Ts = Gaya tarik baja tulangan (kN)
ß1 = Faktor pembentuk blok tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang dinilai bergantung pada mutu beton (fc‟ ≤ 30 Mpa, maka ß1=0,85 dan fc‟> 30 Mpa , maka ß1=0,85 -0,05.(𝑓𝑐7′−30 ) tetapi ß1 ≥ 0,65.)
ɛc‟ = Regangan tekan beton, dengan ɛc‟ maksimal (ɛcu‟)= 0,003 ɛs = Regangan tarik baja tulangan = fs / Es
ɛs‟ =Regangan tekan baja tulangan = fs‟ / Es
ɛy = Regangan tarik baja tulangan pada saat leleh = fy/Es =fy/200000 Dari gambar di atas di dapat :
Cc = 0,85 fc‟ .a.b Cs = As‟ . fs‟ Ts = As . fy Mn = Mnc + Mns Mnc = Cc . (d-a/2) Mns = Cs . (d-ds‟) Mr = ϕ . Mn ( ϕ=0,8)
47 Dengan :
Mn = Momen nominal aktual penampang balok,(kNm)
Mnc = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan beton, (kNm) Mns = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan tulangan, (kNm) Mr = Momen rencana pada penampang balok, (kNm)
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 11.3, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan ϕ, dimana besarnya ϕ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8; sehingga.
- Jumlah tulangan dalam satu baris
𝑚 = 𝑏 − 2. 𝑑𝑠 𝐷 + 𝑠𝑛 Dimana :
M = Jumlah maksimal tulangan yang dipasang dalam 1 baris. b = Lebar penampang balok.
ds1 = Jarak antar titik berat tulangan tarik.
Sn = Jarak bersih antar tulangan mendatar, dengan syarat lebih besar dari D dan lebih besar dari 40 mm.
D = Diameter tulangan (mm). n = Jumlah tulangan perbaris. - Kmaks =382 ,5 .ß1 .𝑓𝑐
′.(600 +𝑓𝑦 −225 .ß1)
(600 +𝑓𝑦 )²
- K = 𝑀𝑢 𝜙 .𝑏.𝑑²
- K > Kmaks dipakai tulangan rangkap maka K1 = 0,8 . Kmaks - K < Kmaks dipakai tulangan tunggal.
- a1
=
1 − 1 −
2 .𝐾10,85 .𝑓𝑐′
. 𝑑
-
A1=
0,85 .𝑓𝑐′.𝑎1 .𝑏𝑓𝑦
-
A2=
(𝐾 −𝐾1 .𝑏 .𝑑²) 𝑑 −𝑑𝑠′ .𝑓𝑦-
Tulangan tarik As,u = A1 + A2 - Jumlah tulangan n = 𝐴𝑠,𝑢48
-
Tulangan tekan As,u = A2 - Jumlah tulangan n = 𝐴𝑠,𝑢0,25 .л .𝐷²
- Kontrol kondisi tulangan
Tulangan tekan As = n . D As‟ = n . D a = (𝐴𝑠−𝐴𝑠’) .𝑓𝑦 (0,85 .𝑓𝑐′.𝑏)
a
min leleh = 600 .𝛽 1 .𝑑𝑠′ 600 .𝑓𝑦jika a <
a
min leleh maka tulangan tekan belum leleh. Tulangan tarik ds = h – p – ½ Øp
a
maks leleh = 600 .𝛽 1 .𝑑𝑠600 +𝑓𝑦
jika a <
a
maks leleh maka tulangan tarik sudah leleh. - Tulangan geser Gaya geser yang ditahan oleh beton (Vc) Vc = 1/6 . 𝑓𝑐′ . b.d
Gaya geser yang ditahan oleh begel (Vs) Vs = ( Vu – ϕ. Vc) / ϕ
Vs ≤ 2/3 . 𝑓𝑐′ . b. d , Jika Vs ≥ 2/3 . 𝑓𝑐′ . b. d maka ukuran balok diperbesar.
Luas tulangan geser per meter Av,u = 𝑏 .𝑠 3.𝑓𝑦
dengan S= 1000 mm
Spasi begel (s)𝑠 =
𝑛 . 1 4.𝜋 .ز .𝑆 𝐴𝑣 ,𝑢n =
Jumlah kaki begel ( 2,3 atau 4 kaki) Vs < 1/3 . 𝑓𝑐′ . b .d maka s ≤ d/2 dan s ≤ 600 mm
49 b
h - Tulangan torsi / puntir
Pengaruh puntir 𝑇𝑢 ≤𝜙 . 𝑓 𝑐′
12 (
𝐴𝑐𝑝2
𝑃{𝑐𝑝 ) dengan faktor reduksi (ϕ) = 0,75
Dengan :
Acp = Luas penampang keseluruhan yang diarsir (mm²)
Pcp = Keliling penampang keseluruhan terrluar yang diarsir(mm)
Gambar 2.8 Penampang tie beam
Kekuatan leleh tulangan torsi = fy ≤ 400 Mpa
Dimensi penampang harus memenuhi syarat :
𝑉𝑢 𝑏 .𝑑 2
+ (
𝑇𝑢 .𝑝 1,7 .𝐴2𝑜)² ≤ 𝜙 . (
𝑉𝑐 𝑏.𝑑+
2 . 𝑓𝑐′ 3)
Dengan :Ph = Keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang (mm²) Aoh = Luas batas sengkang luar (mm²)
Tulangan sengkang yang dibutuhkan untuk torsi 𝐴𝑣𝑡 = 𝑇𝑛 . 𝑆
2 . 𝐴𝑜 ,𝑓𝑦𝑣 . cotɵ Dengan :
Avt = Luas tulangan torsi(sengkang) permeter (mm²) Tn = Beban hidup pada plat
S = Bentang balok yang dipasang sengkang torsi = 1000 mm ɵ = Sudut retak = 45º untuk nonprategang
fyv = Tegangan leleh tulangan sengkang Ao = 0,85 . Aoh