• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Dana Perimbangan

2.1.1. Pengertian dan Pembagian Dana Perimbangan 2.1.1.1. Pengertian Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).

Menurut Elmi (2002; jurnal), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:

• Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik vertikal maupun horisontal.

• Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali provinsi DKI Jakarta.

(2)

Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah.

Penelitian yang dilakukan Sofwani, dkk, menyatakan tingginya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat salah satu penyebabnya karena rendahnya penerimaan daerah dari PAD (Pendapatan Asli Daerah). Begitu juga studi yang dilakukan Landiyanto (2005) di Kota Surabaya, menyatakan bahwa pemerintah Kota Surabaya memiliki ketergantungan yang tinggi pada pemerintah pusat, yang disebabkan oleh belum optimalnya penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya.

Di provinsi Sumatera Utara sendiri, menurut data dari APBD, PAD selama tahun 2003 adalah sebesar Rp. 1.357.698,7 juta (19,30 persen dari total penerimaan), sedangkan penerimaan dari dana perimbangan adalah sebesar Rp. 5.130.841,8 juta (72,92 persen dari total penerimaan). Selanjutnya penerimaan dari pinjaman daerah adalah sebesar Rp. 139.980,0 juta (19,89 persen dari total penerimaan), dan penerimaan dari lain-lain penerimaan yang sah adalah sebesar Rp. 407.641,1 juta (5,79 persen dari total penerimaan)

Ini artinya pemerintah daerah Sumatera Utara juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat. Kecenderungan tingginya pasokan dana perimbangan dari pemerintah pusat tersebut juga terjadi pada 2 tahun sebelumnya (2001 dan 2002). Pada tahun 2001 besarnya dana perimbangan adalah Rp. 3.878.847,7 juta (79,14 persen dari total penerimaan), dan pada tahun 2002 dana perimbangan sebesar Rp. 4.641.827,1 juta (78,63 persen dari total penerimaan) Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(3)

Tabel 1.

Perkembangan PAD dan Dana Perimbangan Prov. Sumatera Utara Tahun 2001-2003 (dalam Jutaan Rupiah)

Jenis Penerimaan Tahun

2001 2002 2003 PAD 644.733,2 (13,15%) 949.012,5 (16,08%) 1.357.698,7 (19,30%) Dana Perimbangan 3.878.847,7 (79,14%) 4.641.827,1 (78,63%) 5.130.841,8 (72,92%) Pinjaman Daerah 46.838,4 (0,96%) 5.747,9 (0,09%) 139.980,0 (19,89%) Lain-lain Penerimaan yang

Sah 330.899,2 (6,75%) 306.552,1 (5,19%) 407.641,1 (5,79%) Total Penerimaan 4.901.318,5 5.903.139,6 7.036.161,6 Sumber: APBD Prov. Sumatera Utara (Data diolah)

2.1.1.2. Pembagian Dana Perimbangan

Dana perimbangan terdiri dari:

1. Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan masing-masing sebesar 20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian daerah tersebut terdiri dari 8 persen bagian provinsi dan 12 persen bagian Kabupaten/Kota. Pengalokasian bagian penerimaan pemerintah daerah kepada masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur dengan

(4)

mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor lainnya yang relevan dalam rangka pemerataan.

Sementara itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga seluruhnya sudah dikembalikan kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen tersebut, 10 persennya merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan bagian pemerintah pusat. Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing ditetapkan 15 persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar 80 persen.

2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Pada Pasal 7 UU No. 25 Tahun 1999, besarnya DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari DAU.

(5)

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 25 Tahun 1999 adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, termasuklah yang berasal dari dana reboisasi. Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu:

 Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dan/atau

 Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan kepada daerah penghasil sebagai DAK.

2.1.2. Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dana perimbangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang dialokasikan pada pemerintah daerah untuk memacu pembangunan-pembangunan daerah sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tersebutpun meningkat.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumiyarti dan Imamy (2005) tentang pengaruh perimbangan pusat-daerah terhadap perekonomian Kota Depok, didapat hasil bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap PDRB Kota Depok. Dengan hasil tersebut terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD Kota Depok adalah dana perimbangan.

Studi lain tentang pengaruh dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi juga dilakukan oleh Hidayat dan Sirojuzilam (2006), yang melakukan penelitian pada Kota Medan. Dari hasil yang didapat menyatakan bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertumbuhan

(6)

ekonomi di Kota Medan. Dan dilihat dari kontribusi masing-masing komponen penerimaan dalam total APBD Kota Medan, terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD juga berasal dari dana perimbangan.

Dari penelitian-penelitian tersebut, memberi arti bahwa masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana perimbangan dari pemerintah pusat.

2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.2.1. Pengertian dan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Lutfi, diimplementasikannya kebijakan desentralisasi fiskal sejalan dengan diberikannya otonomi yang lebih luas kepada daerah Kabupaten dan daerah Kota melalui pemberlakuan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, telah membuka peluang bagi para pemerintah daerah untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah.

UU No. 25 Tahun 1999, Pasal 3 huruf a, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber Pendapatan Asli Daerah yang dimaksud terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah

2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.

(7)

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.

Astuti dan Haryanto (2005), mengatakan bahwa PAD inilah yang sebenarnya menjadi barometer utama suksesnya pelaksanaan otonomi daerah. Diharapkan dengan adanya otonomi, kemandirian daerah dapat diwujudkan yang dimanifestasikan lewat struktur PAD yang kuat. Hal ini juga dikemukakan oleh Azmil (2006), dimana keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonomi.

2.2.2. Pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Studi tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi sudah banyak dilakukan. Hidayat dan Sirojuzilam (2006) melakukan studi empiris di Kota Medan dan menyatakan bahwa variabel PAD mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Medan.

Sejalan dengan itu, Harianto dan Adi (2007) juga melakukan studi empiris hubungan antara PAD dengan pendapatan perkapita sebagai indikator yang digunakan dalam pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten dan Kota se Jawa - Bali. Dari hasil yang didapat menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan pendapatan perkapita.

Namun pada penelitian yang dilakukan Sumiyarti dan Imamy (2005) di Kota Depok, hasil yang didapat justru sebaliknya. Variabel PAD tidak mempunyai

(8)

pengaruh secara signifikan terhadap PDRB Kota Depok. Mereka berpendapat meskipun secara statistik pengaruh PAD terhadap PDRB tidak signifikan, tetapi bukan berarti variabel ini tidak memberikan nilai kontribusi yang berarti terhadap PDRB Kota Depok. Kecilnya kontribusi PAD dalam penerimaan APBD telah menyebabkan pengaruh variabel PAD terhadap PDRB menjadi tidak berarti.

2.3. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan bagian penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian. Karena penduduk sebagai Sumber Daya Manusia dapat menyediakan tenaga kerja atau tenaga ahli dalam menciptakan kegiatan perekonomian.

Salah satu masalah besar dalam pembangunan ekonomi di LDCs (Less Development Countries) adalah gejala pertumbuhan penduduk yang tinggi (Hakim, 2004). Pertambahan penduduk yang sangat cepat nampaknya makin menambah kerumitan dalam usaha-usaha pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Karena disatu pihak perkembangan penduduk yang cepat akan menambah jumlah tenaga kerja yang sama cepatnya, dilain pihak negara-negara yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk menciptakan kesempatan kerja baru. Akibatnya timbul lah pengangguran yang sangat serius baik di kota maupun di desa dan masalah urbanisasi (Suryana, 2000).

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga memiliki problematika yang sama, yaitu memiliki jumlah penduduk yang besar yang tersebar disetiap daerahnya. Sedangkan lapangan usaha masih sangat terbatas yang menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, masalah pendidikan juga belum teratasi. Tidak semua penduduk di masing-masing daerah di Indonesia

(9)

mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik dikarenakan kurangnya biaya. Sehingga masih banyak terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah. Sebagai akibatnya adalah dapat menghambat kegiatan pembangunan yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Seperti studi yang dilakukan oleh Siregar (2007), bahwa kurangnya kualitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia diindikasikan oleh laju pengangguran yang masih relatif tinggi dan sulit/lambat penurunannya (persistent), dan juga oleh angka kemiskinan (terutama kemiskinan di kawasan pedesaan) yang juga relatif persistent.

2.4. Pertumbuhan Ekonomi

2.4.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Sukirno (2003) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Sedikit-sedikitnya ada dua alasan yang menyebabkan suatu negara harus berusaha mancapai pertumbuhan ekonomi yang teguh dalam jangka panjang, yaitu untuk menyediakan kesempatan kerja kepada tenaga kerja yang terus-menerus bertambah, dan untuk menaikkan tingkat kemakmuran masyarakat. Kedua-dua alasan ini merupakan pendorong utama kepada pemerintah untuk berusaha menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh.

(10)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu negara dalam suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB atau dalam istilah Inggrisnya GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warganegara negara tersebut dan negara asing (Sukirno, 2003).

Sedangkan untuk masing-masing daerah, indikator yang digunakan adalah Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) atau GRDP (Gross Regional Domestic

Product). Perhitungan PDRB juga ada dua macam, yaitu berdasarkan harga berlaku

dan berdasarkan harga konstan.

Perhitungan menurut harga berlaku penting untuk memberi gambaran mengenai kemampuan rata-rata dari penduduk daerah itu membeli barang-barang. Sedangkan menurut harga konstan perlu dihitung untuk menunjukkan perkembangan tingkat kemakmuran disuatu daerah. Kenaikan PDRB menurut harga berlaku tidak memberi gambaran yang sempurna tentang perkembangan tingkat kemakmuran yang sebenarnya, karena akibat kenaikan harga dalam kenaikan PDRB belum dinetralisir. Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan kemakmuran dicerminkan oleh perkembangan yang sebenarnya dalam produksi daerah.

Apabila pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu daerah meningkat, maka sektor riil (produksi, konsumsi, dan distribusi) meningkat pula. Dengan tingginya sektor riil, maka akan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat, sehingga masalah pengangguran dapat teratasi dan pembangunan ekonomipun tercipta.

(11)

2.4.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi terdiri dari: 1. Teori Pertumbuhan Klasik

Adam Smith dalam bukunya “An Inquiry Into the Nature and Causes of the

Wealth of Nations”, mengemukakan faktor-faktor yang menimbulkan pembangunan

ekonomi. Menurut pandangan Adam Smith, kebijaksanaan Laissez-faire atau sistem mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat dicapai oleh suatu masyarakat.

Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar, dan perluasan pasar akan mendorong tingkat spesialisasi. Dengan adanya spesialisasi akan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi atau mempercepat proses pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan mendorong produktivitas tenaga kerja dan mendorong tingkat perkembangan teknologi. Mengenai corak dan proses pertumbuhan ekonomi, Adam Smith mengemukakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi maka proses tersebut akan terus-menerus berlangsung secara kumulatif.

Pandangan Smith yang optimis terhadap pola proses pembangunan di atas sangat bertentangan dengan pendapat David Ricardo dan Malthus, yang lebih pesimis terhadap proses pembangunan dalam jangka panjang. Karena dalam jangka panjang menurutnya perekonomian akan mencapai “stationary state”, yaitu suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Sedangkan perkembangan penduduk menurut pendapat mereka, akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ketahap yang rendah.

(12)

Menurut David Ricardo, pertumbuhan ekonomi merupakan proses tarik-menarik antara Law of Deminishing Return dengan kemajuan teknologi. Sedangkan menurut Thomas Robert Malthus, dalam pembangunan ekonomi diperlukan pembangunan berimbang antar sektor pertanian dan industri serta perlunya menaikkan permintaan efektif.

Dalam analisis selanjutnya, John Stuart Mill mengemukakan bahwa dalam pembangunan ekonomi diperlukan tabungan, tingkat laba, kemajuan teknologi, distribusi yang adil, perluasan perdagangan luar negeri, dan perubahan kelembagaan.

2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Ahli ekonomi Neo-Klasik yang terkenal yaitu Yoseph Schumpeter dalam bukunya “The Theory of Economics Development”, menekankan tentang peranan pengusaha dalam pembangunan. Menurutnya pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus (discontinuous). Sebagai kunci dari teori Schumpeter adalah bahwa untuk perkembangan ekonomi, faktor yang terpenting adalah entrepreneur, yaitu orang yang memiliki inisiatif untuk perkembangan produk nasional.

Tokoh Neo-Klasik lainnya adalah Alfred Marshall, menyatakan bahwa dengan tidak mengurangi pentingnya penemuan-penemuan, baik investasi maupun penggunaan teknik baru merupakan proses yang gradual dan terus-menerus, serta merupakan suatu mata rantai atau rentetan dari penemuan-penemuan lain.

(13)

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern a. Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut Rostow, pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan:

1. Masyarakat tradisional, yaitu suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di dalam fungsi produksi yang terbatas yang didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan dan sikap yang masih primitive, dan berfikir irasional.

2. Prasyarat lepas landas, adalah suatu masa transisi di mana suatu masyarakat mempersiapkan dirinya atau dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang

(self-sustained growth).

3. Lepas landas, adalah suatu masa di mana berlakunya perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbentuknya pasar baru.

4. Tahap kematangan, adalah suatu masa di mana suatu masyarakat secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.

5. Masyarakat berkonsumsi tinggi, adalah suatu masyarakat di mana perhatiannya lebih menekankan pada masalah konsumsi dan kesejahteraan masyarakat, bukan lagi pada masalah produksi.

(14)

b. Teori Pertumbuhan Modern menurut Kuznet

Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang yang tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, kelembagaan dan ideologis.

c. Teori Pertumbuhan Mantap Harrod-Domar

Harrod-Domar adalah ahli ekonomi yang mengembangkan analisis Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu menurutnya setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar, ada hubungan ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal dan jumlah produksi nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Clarkson et al (2008 dan 2011) menyatakan terdapat hubungan positif antara environmental performance dan level of environmental disclosure bahwa perusahaan dengan

Tujuan dari pada suatu sistem proteksi pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah mengurangi sejauh mungkin pengaruh gangguan pada penyaluran tenaga

Gaya komunikasi asertif tersebut digunakan pada saat memberikan tugas pekerjaan, saat memberikan tugas yang berhubungan dengan divisi lain, memberikan informasi mengenai

2). Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke dalam peta digambar dalam

activity menjadi passivity , tidak dijelaskan oleh Thrax. Namun secara umum, dua penjelasan mengenai kata benda dan kata kerja ini sudah bisa men jelaskan aspek semantik

(1998) says that in teaching reading, teachers have to help the students and guide them through the texts so they will learn from them most effectively. He also

Selama pengelolaan sampah program HBS (Hijau Bersih Sehat) di RT.16 dan RT.17 Kelurahan Karang Anyar dilaksanakan, terdapat beberapa hambatan- hambatan dalam masyarakat

Laporan keuangan merupakan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja serta kondisi sebenarnya suatu