• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

18 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

SOP PENANGANAN DAN

TINDAK LANJUT

PENGADUAN MASYARAKAT

2.1

Uraian dan Contoh

Pada kegiatan belajar kedua ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan SOP penanganan pengaduan masyarakat dan tindak lanjut pengaduan masyarakat.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah mengatur secara umum tentang pengelolaan pengaduan yang mana setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan institusi penyelenggara negara berkewajiban untuk menyediakan sarana pengaduan. Sarana pengaduan sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang tersebut telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diuraikan dalam Kegiatan Belajar Pertama.

KEGIATAN

BELAJAR

2

Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu : 1. Menjelaskan SOP penanganan pengaduan masyarakat; 2. Menjelaskan tindak lanjut pengaduan masyarakat.

(2)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 19

Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana diatur dalam Undang-undang pelayanan publik salah satunya meliputi Identitas pengadu yang mana pengaduan disampaikan secara tertulis memuat :

a. Nama dan alamat lengkap;

b. Uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita;

c. Permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. Tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan

Pencantuman nama dan alamat lengkap dalam penyampaian aduan dapat menyebabkan kerahasiaan pengadu tidak terjaga sehingga keamanan pengadu dapat terancam. Untuk itu, sebagai paradigma baru dalam pengelolaan pengaduan masyarakat dan prinsip dalam pengelolaan pengaduan masyarakat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, identitas pengadu tidak wajib untuk dicantumkan. Hal ini sebagai wujud perlindungan bagi pengadu dan pelaksanaan prinsip kerahasiaan yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam pengelolaan pengaduan masyarakat. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih menekankan pada materi aduan yang secara materiil dapat memberikan perbaikan organisasi.

A. SOP Penanganan Pengaduan Masyarakat

Eksistensi pengaduan masyarakat memiliki peran penting bagi perkembangan organisasi menuju arah yang lebih baik. Namun apabila pengaduan masyarakat tidak dikelola/ditangani dengan baik, maka peran tersebut menjadi kurang maksimal. Fungsi pengelolaan masyarakat tersebut memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengelolaan organisasi. Fungsi tersebut antara lain monitoring dan evaluasi atas tindak lanjut pengaduan masyarakat. Monitoring atas tindak lanjut pengaduan masyarakat dimaksudkan untuk selalu mengetahui perkembangan atas kegiatan tindak lanjut pengaduan masyarakat, yaitu tingkat keberhasilan, efektifitas, dan efisiensi tindak lanjut pengaduan masyarakat tersebut. Sedangkan evaluasi dimaksudkan untuk melakukan kajian ulang atas hasil monitoring tindak lanjut pengaduan masyarakat yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah perbaikan secara menyeluruh.

(3)

20 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

Guna mewujudkan dan memaksimalkan pengelolaan pengaduan masyarakat, perlu dibuat tata laksana penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa saluran pengaduan masyarakat adalah melalui surat, faksimili, SMS, kotak pengaduan, e-mail, telepon, meja pengaduan (helpdesk), dan web site atau aplikasi yang dibuat secara khusus untuk menampung aduan masyarakat secara online, yaitu SIPUMA (Sistem Aplikasi Pengaduan Masyarakat).

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengakomodir SIPUMA dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-154/BC/2012 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tersebut dinyatakan bahwa unit yang bertugas menerima, mengelola dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat adalah unit Kepatuhan Internal. Pengertian SIPUMA sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diaksud adalah suatu sistem aplikasi yang dipergunakan oleh unit Kepatuhan Internal dalam mengelola penanganan pengaduan masyarakat di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terintegrasi dengan Wiseblowing System (WISE) yang dipergunakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. WISE dalam Keputusan Direktur jenderal sebagaimana tersebut diatas diartikan sebagai aplikasi yang disediakan oleh Kemenerian Keuangan bagi peaat/pegawai maupun masyarakat luas yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelangaran dan/atau ketidakpuasan pelayanan yang diberikan yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Tata cara penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-154/BC/2012 adalah sebagai berikut :

A. PENERIMAAN PENGADUAN

1. Penerimaan Pengaduan Melalui Aplikasi

a. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan oleh pengadu melalui aplikasi secara langsung, yaitu dengan mengakses:

(4)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 21

1) Situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan alamat

www.beacukai.go.id; atau

2) Portal Pengguna Jasa.

b. SIPUMA akan secara otomatis memberikan nomor tiket kepada pengadu, dan pengadu dapat mencetak data pengaduannya atau cukup mencatat/mengingat nomor tiket yang diberikan SIPUMA. c. nomor tiket hanya dapat diketahui oleh pengadu, dan pengadu

secara mandiri dapat memantau tindak lanjut penanganan atas pengaduannya sesuai nomor tiket yang diberikan.

d. Apabila pengadu mencantumkan alamat e-mail dan/atau nomor telepon genggam (handphone) yang valid, maka SIPUMA akan mengirim nomor tiket kepada pengadu melalui e-mail dan/atau SMS.

2. Penerimaan Pengaduan Secara Manual

a. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan oleh pengadu secara manual, yaitu melalui saluran pengaduan resmi yang berupa:

1) Petugas Penerima Pengaduan (helpdesk) untuk pengaduan yang disampaikan melalui Meja Pengaduan (datang langsung); 2) Telepon;

3) Surat;

4) Kotak Pengaduan; 5) Faksimili;

6) Layanan SMS Pengaduan; 7) Surat Elektronik (e-mail); atau 8) Saluran pengaduan resmi lainnya.

b. Penerima pengaduan wajib merekam data pengaduan yang disampaikan secara manual ke dalam SIPUMA.

c. SIPUMA akan secara otomatis memberikan nomor register kepada penerima pengaduan setelah data pengaduan masyarakat dimasukkan ke dalam SIPUMA.

d. Penerima pengaduan wajib memberitahukan nomor register kepada pengadu sepanjang terdapat jalur komunikasi dengan pengadu.

(5)

22 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

e. Nomor register akan menjadi identitas pengaduan masyarakat pada saat petugas unit Kepatuhan Internal berkomunikasi dengan penerima pengaduan, khususnya dalam hal pengadu ingin mengetahui perkembangan tindak lanjut penanganan pengaduannya.

f. Dalam hal pengadu ingin melakukan pemantauan atas tindak lanjut penanganan pengaduannya secara mandiri, pengadu harus memberikan alamat e-mail atau nomor telepon genggam (handphone) yang valid kepada petugas penerima pengaduan untuk dimasukkan ke dalam SIPUMA dan SIPUMA akan mengirimkan nomor tiket kepada pengadu.

g. Nomor tiket hanya dapat diketahui oleh pengadu dan pengadu secara mandiri dapat memantau tindak lanjut penanganan atas pengaduannya sesuai nomor tiket yang diberikan.

h. Pejabat dan/atau pegawai pada UKI wajib menjaga kerahasiaan identitas pengadu kecuali pengadu menginginkan sebaliknya atau dalam keadaan tertentu untuk mempermudah penyelidikan.

B. VERIFIKASI

1. Setiap pengaduan masyarakat yang masuk melalui SIPUMA akan dilakukan verifikasi oleh verifikator.

2. Verifikator melakukan telaah terhadap materi aduan yang meliputi: a. Apa materi aduannya (what);

b. Siapa nama pejabat dan/atau pegawai yang diadukan (who); c. Kapan materi aduan tersebut terjadi (when);

d. Di mana materi aduan tersebut terjadi (where); dan e. Bagaimana materi aduan tersebut terjadi (how).

3. Apabila materi pengaduan masyarakat terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai maka pengaduan masyarakat tersebut diteruskan kepada Pejabat yang Berwenang (PYB).

(6)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 23

4. Apabila materi pengaduan masyarakat tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai maka pengaduan masyarakat tersebut diteruskan ke pengkaji pada unit terkait.

5. Verifikator dapat meminta data tambahan kepada pengadu dalam hal materi pengaduan yang diterima dianggap kurang jelas atau kurang memadai untuk ditindaklanjuti.

6. Apabila materi pengaduan tidak jelas dan tidak dapat diperjelas dan/atau data tambahan atau hasil konfirmasi yang disampaikan pengadu kepada verifikator dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak permintaan data tambahan oleh verifikator dan/atau pejabat dan/atau pegawai yang diadukan tidak jelas, telah pensiun atau telah meninggal dunia, maka pengaduan masyarakat tersebut diputuskan sebagai pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti.

C. DISTRIBUSI

1. Pejabat Yang Berwenang melakukan disposisi terhadap pengaduan masyarakat yang diterima dari verifikator kepada pengkaji pada Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai, pengkaji pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

2. Pejabat Yang Berwenang meneruskan pengaduan masyarakat yang diterima dari verifikator kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melalui aplikasi WISE apabila pengaduan masyarakat tersebut tidak terkait dengan tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3. Berdasarkan pertimbangan tertentu, Pejabat Yang Berwenang dapat memutuskan suatu pengaduan masyarakat yang telah selesai diverifikasi tidak dapat ditindaklanjuti.

(7)

24 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

D. PENGKAJIAN

1. Pada Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai dan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai

a. Pengkaji menerima pengaduan masyarakat yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak

terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan

2) distribusi dari Pejabat Yang Berwenang.

b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan yang dilakukan.

c. Setelah proses entry data selesai, pengkaji melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut untuk membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada Pejabat Yang Berwenang.

2. Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

a. Pengkaji pada menerima pengaduan masyarakat yang berasal dari:

1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan

2) distribusi dari Pejabat Yang Berwenang.

b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima.

c. Apabila materi pengaduan masyarakat tersebut dipandang dapat diselesaikan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang yang berada di bawah wilayah kerjanya, maka pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjuk pengkaji pada Kantor Pengawasan dan

(8)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 25

Pelayanan Bea dan Cukai/Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai/Balai Pengujian dan Identifikasi Barang untuk melakukan tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat tersebut.

d. Apabila materi pengaduan masyarakat dipandang lebih tepat jika ditindak lanjuti secara langsung oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pengkaji menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat.

e. Setelah proses entry data selesai, maka pengkaji melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut untuk membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada Pejabat Yang Berwenang.

f. Untuk pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang, pengkaji melakukan penilaian atas laporan penanganan pengaduan masyarakat dari pengkaji di bawahnya dan memutuskan:

1) Meneruskan kepada Pejabat Yang Berwenang apabila setuju dengan laporan penanganan pengaduan masyarakat yang disampaikan;

2) Mengembalikan kepada pengkaji sebelumnya apabila laporan penanganan pengaduan masyarakat belum memadai dan perlu dilengkapi;

3) Memberikan disposisi kepada pengentry data apabila pengaduan masyarakat tersebut akan diambilalih oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

4) Memberikan disposisi kepada pengkaji lainnya pada kantor yang masih di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sama apabila pengaduan masyarakat tersebut masih perlu untuk ditindaklanjuti oleh kantor lainnya.

(9)

26 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

3. Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, serta Balai Pengujian dan Identifikasi Barang

a. Pengkaji menerima pengaduan yang berasal dari:

1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan

2) distribusi pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di atasnya.

b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat yang dilakukan.

c. Setelah proses entry data selesai, pengkaji untuk melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut dan membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada pengkaji Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

E. ENTRY DATA

1. Pengentry data melakukan entry data terkait proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat.

2. Pengentry data melakukan entry data sesuai dengan bukti, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diperoleh, serta dokumen-dokumen yang dibuat/diterbitkan dalam rangka tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat.

F. PENYELESAIAN

Terhadap pengaduan masyarakat yang sudah selesai diproses oleh pengkaji, Pejabat Yang Berwenang melakukan proses sebagai berikut:

(10)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 27

1. Jika proses pengaduan masyarakat sudah memiliki dasar yang memadai untuk dinyatakan selesai, maka pengaduan diputuskan selesai ditindak lanjuti;

2. Jika proses pengaduan masyarakat belum dapat dinyatakan selesai, maka pengaduan masyarakat dapat diserahkan kembali kepada pengkaji sebelumnya atau pengkaji pada unit Kepatuhan Internal lainnya untuk diproses lebih lanjut; dan

3. Jika berdasarkan hasil pengkajian yang disampaikan ternyata pengaduan masyarakat tersebut tidak terkait dengan tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pengaduan tersebut diteruskan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melalui aplikasi WISE.

Dari uraian atas SOP penanganan pengaduan masyarakat sebagaimana tersebut di atas, terdapat istilah verifikator, pejabat yang berwenang (PYB), dan pengkaji. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-154/BC/2012 telah memberikan pengertian istilah dimaksud sebagai berikut :

1. Verifikator adalah pejabat di lingkungan Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang ditugaskan untuk melakukan verifikasi atas pengaduan masyarakat yang diterima.

2. Pejabat Yang Berwenang (PYB) adalah pejabat di Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang berwenang untuk memberikan disposisi atas pengaduan masyarakat yang terkait pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai dan menyatakan bahwa suatu pengaduan masyarakat selesai ditindaklanjuti.

3. Pengkaji adalah pejabat dan/atau pegawai di lingkungan unit Kepatuhan Internal yang bertugas untuk melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang didisposisi kepadanya dan membuat laporan hasil penanganan pengaduan masyarakat.

(11)

28 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

Terdapat prinsip-prinsip yang harus dilakukan secara konsisten guna menjaga profesionalitas dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat, yaitu :

1. Rahasia, yaitu setiap pengaduan masyarakat yang diterima hanya diketahui oleh pejabat yang berwenang dan/atau pegawai yang menangani pengaduan;

2. Segera, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus memperoleh respon secara cepat;

3. Fair, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus disikapi secara positif dan ditangani secara optimal;

4. Proporsional, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus ditangani sesuai dengan cakupan/ruang lingkup masalah yang diadukan;

5. Obyektif, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus ditangani dengan semestinya tanpa dipengaruhi faktor-faktor yang dapat menyebabkan proses penanganan menjadi tidak semestinya (misalnya, jenjang jabatan, pertemanan, kepentingan dan/atau keberpihakan pribadi/golongan, dan lain-lain);

6. Selektif, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus dianalisa guna menentukan untuk dilakukannya proses investigasi atau tidak;

7. Kerahasiaan bagi pengadu, yaitu kerahasiaan identitas pengadu harus dijamin untuk rasa keamanan yang bersangkutan;

8. Keterbukaan/transparansi, yaitu setiap pihak yang ingin mendapatkan penyelesaian masalah harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya secara transparan. Proses dan hasil penyelesaian pengaduan harus disampaikan kepada pihak terkait/yang berkepentingan.

B. Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan Masyarakat

Salah satu proses penting dalam pengaduan masyarakat adalah tindak lanjut atas pengaduan masyarakat tersebut. Istilah lain yang dipergunakan dalam tindak lanjut pengaduan masarakat adalah investigasi. Istilah investigasi lebih lazim dikenal dalam terminologi jurnalistik, namun dalam perkembangannya istilah investigasi lebih diperluas pengertiannya. Dalam hal ini investigasi diartikan sebagai upaya penelitian, penyelidikan,

(12)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 29

pengusutan, pecarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan simpulan atau rangkaian temuan dan susunan kejadian. Dalam konteks pelanggaran disiplin pegawai, investigasi merupakan upaya tindak lanjut yang dilakukan dalam rangka mengungkap fakta yang berkaitan erat dengan indikasi adanya pelanggaran. Investigasi dapat juga diartikan sebagai upaya pengecekan terhadap petunjuk atau informasi awal yang telah diperoleh. Untuk itu tujuan investigasi adalah menemukan unsur-unsur atau faktor-faktor atau bukti-bukti adanya pelanggaran. Tahapan dalam pra-investigasi sebagai berikut :

1. Penelaahan

Sebagai tahapan awal sebelum dilakukannya investigasi, perlu dilakukan penelaahan atas petunjuk atau informasi awal yang diperoleh. Penelahaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan pra investigasi untuk menyaring, mengelompokkan, menganalisis, dan melakukan evaluasi data awal tentang dugaan terjadinya pelanggaran guna menentukan layak tidaknya dilakukan investigasi serta merumuskan hipotesis (dugaan) tentang konstruksi pelanggaran/penyimpangan. Secara umum penelaahan dilakukan dengan metode yang disebut dengan pisau analisa. Pisau analisa yang digunakan terdiri dari 5W + 1H (+ 1H), yaitu :

a. What : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “apa”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan bentuk pelanggaran/penyimpangan yang teradi;

b. Who : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “siapa”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan pelaku pelanggaran/penyimpangan dan pihak yang terlibat serta pihak-pihak yang mengetahui atau dapat diminta keterangannya;

c. Where : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “dimana”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan tempat terjadinya pelanggaran/penyimpangan;

(13)

30 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

d. When : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “kapan”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan waktu terjadinya pelanggaran/penyimpangan;

e. Why : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “mengapa”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan motif atau latar belakang dilakukannya pelanggaran/penyimpangan;

f. How : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “bagaimana”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan cara atau proses terjadinyaatau modus pelanggaran/penyimpangan;

g. How Much : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya “berapa”, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan jumlah biaya/uang yang timbul dalam pelanggaran/penyimpangan

Dari 7 bentuk kata tanya di atas, hanya terdapat 3 bentuk kata tanya yang harus diidentifikasi pada saat melakukan penelaahan, yaitu

what (apa), where (dimana), dan when (kapan). Apabila salah satu dari 3

bentuk kata tanya di atas tidak terjawab, tindak lanjut pengaduan masyarakat akan sulit untuk dilakukan investigasi.

Pisau analisa sebagaimana tersebut di atas merupakan sarana untuk membentuk hipotesa atau dugaan dari investigator yang berfungsi sebagai bekal atau bahan untuk dilakukan pengecekan kebenaran. Dugaan tersebut sangat diperlukan agar ruang lingkup investigasi terarah

atau fokus. Kefokusan terhadap ruang lingkup

pelanggaran/penyimpangan sangat penting agar penanganan masalah atas pelanggaran/penyimpangan tidak bias atau kabur atau beralih, yang dapat mengakibatkan penanganan atau penyelesaian atas masalah inti kurang maksimal.

2. Identifikasi

Tahap kedua setelah dilakukan analisa atas informasi atau bukti awal tentang dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap :

a. Bentuk pelanggaran : identifikasi bentuk pelanggaran diperlukan untuk membatasi ruang lingkup masalah dan bahan yang diperlukan

(14)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 31

serta strategi yang digunakan dalam melakukan investigasi. Bahan yang diperlukan bergantung dari temuan investigator pada saat melakukan investigasi atau dalam hal permintaan data;

b. Sumber informasi : pengidentifikasian sumber informasi sangat penting. Tujuan pengidentifikasian sumber informasi adalah agar investigasi yang dilakukan tepat sasaran, yaitu dalam rangka memperoleh informasi tambahan atau kesaksian terkait dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan. Selain itu, hal tesebut juga mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dalam melakukan investigasi; c. Bukti yang dapat diperoleh : pengidentifikasian terhadap bukti yang

diperoleh diperlukan dalam investigasi. Tidak semua bukti yang dapat diperoleh memiliki keterkaitan dengan pelanggaran/penyimpangan yang terjadi dan tidak semua bukti memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam memperolehnya. Pengidentifikasian bukti menentukan strategi dalam memperoleh bukti tersebut, yaitu bagaimana cara memperoleh setiap bukti yang diperlukan;

d. Bukti yang ada : bukti yang ada perlu diidentifikasi untuk melakukan telaah atau analisa awal atas dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan dan untuk menemukan keterkaitan antar bukti dan bukti yang diperlukan selanjutnya;

e. Tempat kejadian : identifikasi tempat kejadian bertujuan untuk mempersiapkan pemetaan terhadap tingkat kesulitan geografis dan tempat lingkungan sosial serta biaya dimana akan dilakukan investigasi;

f. Langkah yang dapat ditempuh : indentifikasi terhadap langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai bahan awal dalam rangka kegiatan investigasi terkait dengan strategi pelaksanaan investigasi dan terkait dengan perencanaan agar investigasi efektif, efisien, berdaya guna, dan berhasil guna. Selain itu, hal tersebut juga dapat meminimalkan risiko atau mencegah risiko yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan investigasi;

g. Risiko yang mungkin timbul : identifikasi atas risiko yang mungkin timbul sangat penting. Salah satu ukuran keberhasilan investigator adalah dapat melakukan pengkondisian agar risiko dapat diminimalisir

(15)

32 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

atau bahkan tidak terjadi sehingga investigasi yang dilakukan tidak menimbulkan kekacauan baru yang berakibat pada timbulnya masalah baru yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan dapat mengganggu proses pelaksanaan investigasi dan bahkan hasil dari investigasi tersebut tidak optimal. Apabila risiko sudah teridentifikasi, maka investigator dapat melakukan tindakan-tindakan pengkondisian sebelumnya untuk mencegah risiko dan melakukan perencanaan langkah-langkah investigasi lebih lanjut.

3. Sumber Informasi

Sumber informasi dapat diperoleh dari eksternal maupun internal, yang mana sumber informasi dapat berasal dari orang maupun dokumen. Sumber informasi eksternal dapat berasal dari :

a. Pemerintahan; b. Publik;

c. Swasta;

d. Orang perorangan/pribadi; dan e. Dokumen.

Sumber informasi dari internal dapat berasal dari : a. Atasan langsung/pimpinan unit;

b. Rekan sejawat; dan c. Dokumen.

Terhadap 2 bentuk sumber informasi di atas, hal yang peru diperhatikan adalah sumber informasi orang. Sumber informasi orang perlu diperhatikan secara seksama karena orang sebagai sumber informasi dapat memberikan informasi yang berbeda atau bias dari yang investigator harapkan. Hal ini mewajibkan investigator untuk waspada terhadap sumber informasi orang. Orang dapat memberikan informasi yang tidak dapat kita kendalikan, begantung dari laar belakang orang tersebut. Untuk itu, Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap sumber informasi orang adalah :

(16)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 33

a. Motivasi : investigator harus melakukan analisa terkait dengan motivasi atas orang yang memberikan informasi. Hal ini diperlukan agar investigator tidak diperalat oleh sumber informasi tersebut. Contoh motivasi sumber informasi adalah uang, balas dendam, melindungi, dan lain-lain;

b. Tingkat kepercayaan : hal ini merupakan keyakinan investigator dalam mempercayai sumber informasi terkait dengan informasi yang diberikan. Untuk itu investigator harus mengidentifikasi keterkaitan sumber informasi dengan pelaku pelanggaran/penyimpangan dan kedudukan/keberadaan sumber informasi pada saat terjadinya pelanggaran/penyimpangan;

c. Kestabilan jiwa : karaker dasar dan tingkat emosional sumber informasi harus diidentifikasi pula. Hal ini mempengaruhi informasi yang diberikan, yaitu apakah informasi diberikan apa adanya sesuai dengan fakta atau dilebih-lebihkan dan/atau dikurangi.

Terkait dengan sumber informasi yang berasal dari orang, investigator harus secara obyektif dan selektif menerima informasi tersebut. Investigator yang mengendalikan sumber informasi, bukan sebaliknya, sumber informasi yang mengendalikan investigator. Untuk itu investigator harus seseorang yang berkepribadian kuat.

4. Hipotesis

Hipotesis berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Hypotithenai, yang berarti menduga/menyangka/mengira. Secara umum hipotesis dapat diartikan sebagai penjelasan yang bersifat menduga-duga terhadap fenomena/keadaan atau dugaan yang layak terhadap korelasi antar sejumlah fenomena. Tujuan hipotesis adalah untuk memberikan batasan dan mempersempit ruang lingkup investigasi. Selain itu hipotesis juga bertujuan untuk menyiagakan investigator terhadap semua fakta dan hubungan antar fakta yang teridentifikasi. Selain itu hipotesis juga berfungsi sebagai alat dalam membangun fakta-fakta yang tercerai-berai tanpa terkoordinasi ke dalam satu kesatuan dan menyeluruh. Hipotesis dapat dipergunakan sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian fakta dan antar fakta.

(17)

34 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

Dalam pelaksanaan investigasi, investigator harus memiliki prinsip. Prinsip tersebut diperlukan agar investigasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan investigasi itu sendiri. Prinsip investigasi tersebut adalah :

a. Pengujian mendalam untuk mencari kebenaran; b. Memanfaatkan bukti untuk mendukung fakta;

c. Semakin cepat merespon semakin besar kemungkinan terungkap; d. Keyakinan yang kuat bahwa pelanggaran telah terjadi;

e. Mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa hingga bukti-bukti memberikan simpulan sendiri;

f. Bukti fisik merupakan bukti yang nyata, sampai kapanpun mengungkapkan hal yang sama;

g. Tenaga ahli bukan pengganti dari kegiatan investigasi;

h. Informasi wawancara sangat dipengaruhi kelemahan manusia. Investigator harus mengkonfirmasi pertanyaan yang cukup sehingga mendapat jawaban yang sebenarnya.

Setelah melakukan telaah dan indentifikasi atas informasi dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan, tahap selanjutnya adalah melakukan perencanaan investigasi. Perencanaan investigasi diperlukan agar investigasi yang dilakukan efektif, efisien, berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu metode dalam perencanaan investigasi adalah dengan mempergunakan metode “The SMEAC System”, yang merupakan singkatan dari situation,

mission, execution, administration dan logistic, dan communication.

a. Situation (situasi), yaitu merupakan gambaran tentang keadaan yang terjadi yang dilakukan dengan cara pengungkapan fakta-fakta yang ada. Dalam hal ini investigator tidak diperbolehkan menambahkan asumsi apapun dalam gambaran keadaan tersebut. Gambaran keadaan/situasi tersebut diperoleh dari hasil telaahan;

b. Mission (misi), yaitu harapan yang hendak dicapai. Setiap individu yang terlibat dalam investigasi harus memahami misi yang hendak dicapai dan mengetahui peran masing-masing. Misi diambil dari hipotesis yang telah disusun/ditelaah;

(18)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 35

c. Execution (eksekusi), yaitu rencana tentang bagaimana misi dapat dicapai. Dalam hal ini setiap individu berperan dan bertanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Eksekusi merupakan langkah-langkah yang direncanakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis;

d. Administration & Logistics (administrasi & logistik), yaitu identitas terinci yang tertuang dalam surat perintah atau surat tugas atas investigator yang terlibat dalam investigasi. Surat perintah atau surat tugas harus menguraikan secara jelas tugas dan tujuan serta waktu yang tersedia dalam melakukan investigasi. Selain itu perlu dipersiapkan peralatan investigasi guna menunjang kelancaran pelaksanaan investigasi. Administrasi dan logistik juga diperlukan untuk mencegah timbulnya permasalahan yang dapat diidentifikasi akan muncul;

e. Communication (komunikasi), yaitu menyampaikan secara rinci hasil investigasi. Dalam hal ini harus ditetapkan pimpinan investigasi yang menerima laporan dari anggota investigator. Dalam penyampaian laporan, harus ditentukan secara jelas kepada siapa informasi dan atau hasil investigasi dilaporkan dan kepada siapa laporan harus diserahkan. Hal tersebut guna mencegah tersebarnya informasi sebagai hasil investigasi. Di sisi lain pimpinan investigasi dapat melihat secara utuh dan menyeluruh hasil investigasi yang untuk kemudian dapat diambil simpulan atau keputusan lebih lanjut.

Hal prinsip lain yang harus ada pada seorang investigator adalah bahwa investigator harus memiliki sudut pandang dan wawasan yang luas. Untuk itu investigator harus memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Dalam menangani masalah, investigator dapat mempergunakan metode “helicopter view” dalam melihat masalah. Investigator tidak hanya mempertimbangkan atau melihat secara sempit pada masalah yang ditanganinya saja, namun investigator harus melihat secara menyeluruh atas masalah yang ditangani. Dengan demikian investigator dapat dengan cepat dan bijak dalam mengambil keputusan.

(19)

36 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

2.2

Latihan

Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, Saudara diminta untuk me-review kembali pemahaman Saudara dengan cara menjawab dan mensimulasikan soal-soal latihan berikut.

1. Apa produk hukum DJBC dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat ?

2. Jelaskan secara singkat SOP penanganan pengaduan masyarakat melalui SIPUMA !

3. Jelaskan secara singkat SOP penanganan pengaduan masyarakat secara manual !

4. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat !

5. Jelaskan tahapan pada pra-investigasi internal ! 6. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip investigasi !

7. Jelaskan metode yang dipergunakan dalam perencanaan investigasi !

2.3

Rangkuman

Sebagai summary dari kegiatan belajar, penulis akan memberikan rangkuman mengenai poin-poin penting yang semestinya mendapat perhatian Saudara.

a. Penerimaan pengaduan terdiri dari penerimaan pengaduan melalui aplikasi dan secara manual.

b. Prinsip-prinsip dalam penanganan/pengelolaan pengaduan adalah rahasia, segera, fair, proporsional, obyektif, selektif, kerahasiaan bagi pengadu, keterbukaan/transparansi.

c. Tahapan dalam pra-investigasi adalah penelaahan, identifikasi, sumber informasi, hipotesis.

d. Agar investigasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan investigasi, investigator harus mematuhi prinsip-prinsip investigasi.

e. Metode dalam perencanaan investigasi adalah “The SMEAC System. f. Investigator harus mempergunakan sudut pandang “helicopter view”

(20)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 37

2.4

Tes Formatif

Pilihlah salah satu jawaban atau pernyataan yang paling tepat ! 1. Tujuan dilakukan monitoring atas tindak lanjut pengaduan masyarakat

adalah

a. Efektifitas b. Efisiensi c. Kajian ulang

d. Tingkat keberhasilan

2. Produk hukum Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan DBC adalah

a. KEP-154/BC/2012 b. KEP-154/BC/2011 c. PER-154/BC/2012 d. PER-154/BC/2011

3. Tahapan dalam proses investigasi, kecuali a. Identifikasi

b. Hipotesis c. Penelaahan

d. Perencanaan investigasi

4. Berikut ini adalah bukan merupakan prinsip-prinsip investigasi, kecuali a. Keyakinan yang kuat bahwa pelanggaran telah terjadi

b. Kelengkapan administrasi dan logistik c. Sumber informasi

d. Pelaksanaan investigasi yang baik sehingga misi dapat tercapai 5. Berikut ini adalah bukan prinsip-prinsip dalam menjaga profesionalitas

dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat, kecuali a. Fair

b. Selektif c. Efektif d. obyektif

(21)

38 Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal

2.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Untuk mengukur pemahaman Saudara terhadap kegiatan belajar 1, disarankan agar Saudara mencocokkan jawaban tes formatif yang Saudara buat dengan kunci jawaban yang kami sediakan. Hitunglah persentase tingkat pemahaman (TP) Saudara, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

100%

x

Soal

n

Keseluruha

Jumlah

Benar

Yang

Jawaban

Jumlah

TP

Apabila Saudara hanya dapat menjawab pertanyaan tersebut kurang atau sama dengan 80 %, maka sebaiknya Saudara mengulang kembali materi kegiatan belajar 1 ini. Selanjutnya, apabila jawaban Saudara telah memenuhi standar kualifikasi yang diminta (lebih dari 80%) maka Saudara dapat melanjutkan pada kegiatan belajar 2. Skala pengukuran tingkat pemahaman belajar sesuai dengan tabel berikut :

Tingkat Pemahaman Skala Nilai

90 < TP ≤ 100% Amat Baik 80 < TP ≤ 90% Baik 70 < TP ≤ 80% Cukup

60 ≤ TP ≤ 70% Kurang

(22)

Penanganan Pengaduan Masyarakat – DTSS Kepatuhan Internal 39

Referensi

Dokumen terkait

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENETAPAN, PENEGASAN DAN PENGESAHAN BATAS DESA SEMANGUT UTARA KECAMATAN BUNUT HULU KABUPATEN KAPUAS HULU. Daerah adalah Kabupaten Kapuas

Bertanggung jawab dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan mengenai pendidikan dan pengajaran

Digit kelima dan keenam mewakili informasi saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam penghitungan Indeks Jakarta Islamic Index (JII) dan/atau Indeks LQ45 dan/atau

Terdapat hubungan yang bermakana antara gaya kepemimpi- nan , iklim organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja aparatur Kantor Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Riau, secara

Di dalam Tugas Akhir ini akan dikaji mengenai proses pengolahan data point clouds LiDAR hingga dibentuk DTM (Digital Terrain Model), DSM (Digital Surface Model) dan CHM

meningkatkan ekspor, di mana harga barang ekspor di luar negeri akan lebih murah, sedangkan harga barang impor dari luar negeri akan lebih mahal sehingga impor atas

menunjukkan bahwa rata-rata penampilan reproduksi yang meliputi: DO, S/C dan CI berdasarkan analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan penampilan reproduksi antar

Dibuatkan kerangka pemikiran untuk menganalisa masalah pada Biru Royal Atribut ini, maka diperlukan pendekatan masalah dengan metode fishbone, observasi, business model