• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sajian Utama-1 SM.doc 33KB Jun 13 2011 06:28:04 AM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sajian Utama-1 SM.doc 33KB Jun 13 2011 06:28:04 AM"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Sajian Utama 1

Satu Muhammadiyah, Banyak Pemikiran

Adalah sesuatu yang lumrah kalau setiap orang atau masing-masing kelompok suka mempertahankan pandangan dan pemikirannya sendiri. Karenanya, sikap seperti itu terkadang suka mendorong orang untuk menyerang atau menolak pendapat dan gagasan orang lain, apalagi jika ide atau opini dari luar diri dan kelompoknya itu dinilai bertentangan dengan paradigma dan pakem yang dianutnya selama ini. Lebih jauh, sikap dan kebiasaan seperti itu seringkali menjadi ekstrem dengan saling memamerkan kekuasaan dan arogansinya, baik secara intelektual maupun struktutral. Berkembanglah klaim-klaim kebenaran yang subyektif dan penghakiman sepihak dengan vonis yang tergesa-gesa: kufur, menyimpang, sesat dan menyesatkan; atau kuno, kolot, jumud, koservatif, dan tidak mau memahami perkembangan!

KONDISI serupa tampaknya terjadi di kalangan warga Muhammadiyah, yang secara makro segi pemikirannya telah terbelah menjadi dua. Di satu sisi ada kecenderungan berpikiran liberal (kritis), sementara di sisi lain berhaluan literal (normatif). Dilihat dari masanya, kondisi seperti ini tampaknya mulai mencuat pada periode kepemimpinan Prof. Dr. HM. Amien Rais dan Prof. Dr. HA. Syafii Maarif, yang keduanya dikenal sebagai tokoh cendekiawan Muslim. Kehadiran dua tokoh ini seolah-olah membawa angin segara, karena memang tipologi kepemimpinan dan karakter pemikiran keduanya tidak sama dengan pemimpin-pemimpin Muhammadiyah sebelumnya, ditambah dengan zaman dan kondisinya juga yang sudah berbeda.

(2)

karena selain bisa memancing konflik internal juga akan menguras energi, sementara agenda dan program lain yang lebih strategis dan mendesak menjadi terabaikan.

Permainan Agen-agen Barat?

Berhadapan dengan fenomena perbedaan pemikiran dan munculnya wacana-wacana baru tersebut, ternyata sikap dan penilaiannya pun bermacam-macam. Ada yang setuju dan menganggapnya sah, tetapi ada pula yang menentang keras dan berusaha untuk mencari biang keladinya. Sedangkan sebagian pihak yang lain bersikap tidak peduli dan acuh tak acuh.

Menurut Drs. Musthafa Kamal Pasha, “akhir-akhir ini di kalangan keluarga besar Muhammadiyah muncul beberapa elite dan didukung oleh sekelompok kecil AMM, yang dengan penuh percaya diri melontarkan wacana pluralisme agama, liberalisasi dalam memahami agama, serta pemahaman al-Qur’an dengan metode hermeneutika.” Dosen Fak. Hukum UMY ini kemudian menegaskan, “ketiga wacana tersebut bukan muncul dari ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunah. Ketiga-tiganya benar-benar merupakan barang asing dan barang impor dari agama Kristen (Barat).”

Liberalisasi pemahaman Islam dalam tubuh Persyarikatan dinilai oleh pihak yang kontra sebagai produk pemikiran Barat yang sekuler, terutama sekali yang dibawa oleh para elite Muhammadiyah yang mayoritas berpendidikan Barat (Amerika). Sebagaimana penuturan K.H. Aliga Ramli, Lc., “perkembangan pemikiran yang menghebohkan di Muhammadiyah seperti ini tidak lepas dari permainan agen-agen Barat. Dosen-dosen IAIN yang disekolahkan di Amerika itulah yang membawa virus tersebut ke dalam Muhammadiyah.” Lebih jauh Pembina Pondok Pesantren Persis Bangil, Pasuruan, Jawa Timur ini menuturkan, “pemikiran liar itu semakin berkembang karena di Muhammadiyah sendiri ada kecenderungan lebih menyukai intelektual dan menyingkirkan kaum ulama. Muhammadiyah mengalami kelangkaan kaum ulama dan kaum mudanya juga gampang tersilaukan oleh hal-hal baru yang dibawa oleh para murid Fazlur Rahman.”

(3)

tanpa melihat latar belakang dan muatannya dari wacana pemikiran yang kontroversial itu. Karena itu, fenomena pemikiran tersebut kemudian sering menimbulkan kesalapahaman, dan bahkan masing-masing kelompok yang menganggap diri mereka berbeda itu lebih suka saling menjauhkan diri dan tidak bertegur sapa. Sikap dan penilaiannya pun bermacam-macam. Apa betul semua ini karena permainan agen-agen Barat? Masih terlalu dini untuk menyimpulkannya.

Dalam pandangan Drs. Musthafa Kamal Pasha, “gerakan syubhatisasi ajaran Islam kini sudah muncul di kalangan keluarga besar Muhammadiyah. Gejala seperti ini mulai muncul beberapa waktu yang lalu, tepatnya ketika Munawir Syadzali mende-ngungkan wacana tafsir kontekstual dalam masalah harta warisan.” Pada waktu itu memang ide yang dilontarkan oleh Munawir Syadzali memperoleh respons dan sambutan yang beragam dari banyak kalangan, termasuk dari beberapa tokoh Muhammadiyah. Isu dan wacana lain yang banyak menarik perhatian orang adalah masalah pluralisme, toleransi, inklusivisme, dan yang sejenisnya.

Lebih jauh, mantan PR III UMY itu menuduh, “Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah ‘tersihir’ dengan kemunculan wacana pluralisme dan sebagainya itu. Beberapa elite yang terlibat dalam wacana liberalisasi dan pluralisme antara lain Prof. Dr. Amin Abdullah yang pernah mengatakan bahwa Al-Qur’an secara tegas mengajarkan perlu saling mengakui adanya keselamatan di luar diri atau kelompoknya sendiri. Begitu pula dengan Wakil Sekretaris PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU yang dengan penuh keyakinan menyatakan, nash-nash al-Qur’an itu seluruhnya bersifat dhanni.”

Terlepas dari penolakan dan penentangan yang terjadi, dalam perspektif lain adanya pemikiran kritis dalam tubuh Persyarikatan itu dipandang sangat urgen, mengingat konteks zaman yang selalu berubah. Dimensi pemahaman Islam yang satu ini biasanya bersifat historis dan kontekstual. Pemahaman Islam secara historis akan selalu dinamis, sebab suatu interpretasi dan pemikiran akan menjadi relatif karena kondisi zaman dan persoalan yang terus berubah. Karena itu, pemahaman Islam pun tidak berhenti oleh sebuah interpretasi.

(4)

Menyikapi persoalan yang cukup menghebohkan itu, Prof. Dr. Yunan Yusuf, menilai, “perdebatan paradigma dalam tubuh Muhammadiyah dipahaminya dalam konteks pencarian bentuk.” Kemudian Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhamamdiyah ini menerangkan, “sebenarnya kalau kita meneliti sejak awal kemunculan K.H. Ahmad Dahlan, beliau membawa pemikiran-pemikiran liberal dan gerakan-gerakannya waktu itu terasa sangat asing bagi masyarakat. Dengan demikian, proses seperti itu harus terus berjalan, tidak boleh mandeg.”

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ustadz Nadjib Hamid, “bahwa pada dasarnya gesekan dan perbedaan pemikiran di Muhammadiyah itu sudah dimulai sejak dahulu, dan itu merupakan proses untuk menjadi moderatnya organisasi ini.” Dalam konteks perdebatan antara kelompok liberal dan literal, Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Paciran, Lamongan, Jawa Timur memandang sisi baiknya. “Namun yang perlu dipertegas adalah agar masing-masing pihak tidak saling menegasikan,” katanya mengingatkan.

Gelombang pemikiran kritis telah mewarnai sebagian warga dan pimpinan Muhammadiyah, yang secara dinamis menggulirkan wacana-wacana pemikiran kontemporer. Fenomena tadi sebetulnya bisa menjadi indikasi bahwa persyarikatan Muhammadiyah dalam salah satu perannya sebagai gerakan pemikiran (tajdid dan

ijtihad) terbukti masih hidup dan eksis.

Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai masing-masing kubu berusaha membenarkan cara pandang mereka sendiri sebagai “yang paling benar”, dan menganggap yang lain adalah salah dan menyeleweng. Perdebatan dan perbedaan pemikiran harus dikelola dan berlangsung secara rasional dan dewasa.

(5)

akan mampu menolak, bahwa ruang dialog dan keterbukaan masih tetap merupakan pilihan terbaik dalam Muhammadiyah. Satu Muhammadiyah, berbeda pemikiran.

Membuka pintu dialog merupakan jalan untuk membangun sikap saling pengertian dan saling memahami. Di samping itu, dialog juga bisa berfungsi sebagai sarana kontrol atau media untuk mengoreksi diri (ihtisab) bagi semua pihak. Dalam konteks pemikiran, kita sama sekali tidak mendapat jaminan dari Tuhan untuk bebas dari kesalahan. Dialog dan sikap terbuka tadi dimungkinkan akan ikut mengendalikan diri dari keangkuhan dan langkah kebablasan, sebagaimana pernah diwasiatkan oleh Dr. Kuntowijoyo kepada warga Muhammadiyah sewaktu menanggapi gejala liberalisasi pemikiran angkatan muda yang terwadahi dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (Republika, 8 Desember 2003).

Wasiat agar berwaspada itupun juga disampaikan oleh K.H. Abdurrahim Noer (Pengasuh Pengajian Fajar Sidiq, Porong, Sidoarjo), “bahwa mengikuti perkembangan pemikiran baru itu pada dasarnya baik, akan tetapi harus ada kontrol.” Dengan sikap terbuka dan kemauan dialog seperti itulah, warga Persyarikatan Muhamamdiyah bisa belajar saling memaklumi dan memahami perbedaan. Masing-masing pihak bisa saling mengontrol, saling menasehati, dan bersikap waspada. Itu akan lebih baik daripada saling mencurigai dan saling mencaci. Bukankah al-Qu’an berpesan untuk saling mewasiati dengan kebenaran dan kesabaran?[]

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, pemerintah membuat wadah fasilitas kantor untuk mengurus semua keperluan tentang perlindungan asset rakyat yaitu dalam bentuk sertifikat atau akte

Pop-up store tersebut dapat didirikan di luar ruangan (misal lapangan, taman) ataupun di dalam ruangan (misal pusat perbelanjaan). Umumnya, setiap kali produsen

Setelah melalui tahapan sesuai dengan metode pengembangan yang dipilih, maka dilakukan pengujian sistem yang terdiri dari pengujian alpha menggunakan metode pengujian black box

melakukan penelitian ilmiah dengan judul “ Laba Per Lembar Saham dan Pengaruh Rasio Pengembalian Modal Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Pertambangan

Sistem pencernaan berpengaruh dengan pemenuhan nutrisi, dikarenakan nutrisi yang didapatkan oleh sapi berasal dari sumber makanan yang di makan oleh sapi dan pemrosesan saat

Pekerjaan : Pengadaan Bahan Makanan Penerima Manfaat Pada PSBD Wirajaya Makassar Periode Bulan Maret s/d Desember 2013. Lokasi

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan

Sehubungan dengan pelaksanaan proses pengadaan jasa konsultansi Teknologi Informasi dan Jaringan Program Keluarga Harapan Tahun 2012, maka bersama ini kami