• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut?"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk

Membuat Upaya Ini Berlanjut?

©

Hanan Nugroho

Perencana Senior Bidang Energi & Pertambangan di BAPPENAS. Email: nugrohohn@bappenas.go.id

1. Pendahuluan

Instruksi Presiden No. 10/2005 mengenai Penghematan Energi merupakan keputusan

cerdas yang pantas disambut baik sebagai langkah untuk membuat konservasi energi gerakan nasional.

Konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nyaris terabaikan dalam perencanaan dan praktek pembangunan di Tanah Air dalam kurun yang cukup lama. Akibatnya, meskipun belum semua komponen masyarakat telah memiliki akses yang memadai terhadap energi, namun konsumsi energi kita tergolong boros, bahkan termasuk yang terboros di Asia. Output yang kita hasilkan dibandingkan jumlah energi yang dikonsumsi masih terlalu kecil.

Dalam situasi kita dimana pelayanan terhadap energi masih rendah (rasio elektrifikasi nasional 53 persen, BBM belum menjangkau semua wilayah di Tanah Air, gas bumi masih merupakan barang langka yang nyaris belum menjangkau rumah tangga, dstnya) maka peningkatan produksi migas, pembangunan prasarana energi serta berbagai upaya di sisi penyediaan (supply) itu memang mesti ditempuh. Namun bahwa upaya-upaya tersebut dapat dilakukan tanpa memperhatikan konservasi energi baik di sisi permintaan (demand) maupun dalam proses supply-nya adalah suatu hal yang mesti kita koreksi.

Menjadikan krisis energi kini sebagai momentum untuk memulai gerakan konservasi energi nasional merupakan langkah yang tepat. Namun, untuk menjamin keberlanjutan gerakan konservasi serta memantapkan peranan konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional, maka sejumlah hal yang lebih detil serta yang bersifat fundamental perlu

dikembangkan.

Makalah ini mencoba mengusulkan beberapa di antaranya.

2. Konservasi Energi bukan kepanikan, tapi keharusan

Alasan efisiensi dan ekonomi makro dari dibutuhkannya konservasi energi di Indonesia adalah intensitas energi kita yang terlalu tinggi dibandingkan banyak negara lain di Asia maupun dunia. Indikator intensitas energi, yang menunjukkan perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan output (GDP) yang dihasilkan, jelas menunjukkan kita termasuk negara yang boros penggunaan energinya.

Indikator elastisitas energi, yaitu perbandingan laju pertumbuhan konsumsi energi dengan laju pertumbuhan ekonomi (GDP) yang belakangan berkisar antara 1,2 – 1,8 juga menunjukkan kecenderungan kita mengkonsumsi energi secara kurang efisien. Ini suatu hal yang perlu diperbaiki.

Konservasi energi belum berkembang di Tanah Air dipengaruhi oleh pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan.

Pandangan tersebut perlu dikoreksi. Walaupun Indonesia adalah penghasil minyak bumi dan anggota OPEC, namun produksi dan cadangan (reserves) minyak bumi kita termasuk paling kecil di antara anggota OPEC. Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar – dengan konsumsi BBM yang terus meningkat- maka kekayaan dan produksi minyak bumi kita itu sama sekali tidak besar. Kita memang memiliki sumberdaya energi lainnya dalam jumlah

©

(2)

memadai, namun sebagian besarnya belum dieksploitasi, tersimpan di tempat-tempat jauh dan masih membutuhkan pembangunan infrastruktur yang sangat besar untuk membuat sumber-sumber energi itu tersedia menjadi energi yang bisa dipakai. Sumberdaya energi kita sekarang juga lebih banyak yang diekspor “untuk kepentingan negara” daripada digunakan di dalam negeri.

Pemahaman mengenai konservasi energi sebagai tindakan praktis juga belum berkembang di masyarakat karena masih langkanya penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai teknik-teknik konservasi energi. Pemerintah masih terlalu sedikit atau lamban dalam memperhatikan perhatian terhadap gerakan konservasi energi. Pemerintah juga masih menerapkan kebijakan harga energi yang keliru, yang membuat konservasi energi tidaklah menjadi pilihan yang mesti dilakukan oleh masyarakat.

Melakukan konservasi energi sesungguhnya memberikan keuntungan. Dengan konservasi seolah kita menemukan sumber energi baru. Bila Indonesia dapat menghemat konsumsi BBM sekitar 10 persen, ini berarti “menemukan gratis” lapangan minyak baru yang memproduksi sekitar 150.000 barel per hari.

Industri dapat menurunkan biaya produksi bila menggunakan energi secara hemat terus dipraktekkan. Demikian pula, biaya operasi gedung-gedung kantor, rumah sakit, sekolah, hotel,

mall, supermarket dan rumah tangga dapat lebih rendah bila efisiensi energi diterapkan.

Mengubah cara berkendara serta perbaikan traffic management dapat menekan penggunaan BBM secara significant.

Selain menekan biaya, konservasi energi berarti meningkatkan kapasitas pelayanan dan akses terhadap energi. Energi yang dihemat (BBM, listrik, dstnya) dapat diperluas

pemanfaatannya untuk masyarakat lain, termasuk kaum dhuafa.

Konservasi energi berdampak positip pada lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil, misalnya oleh transportasi dan pembangkit listrik batubara, menghasilkan berbagai polutan (COx, NOx, SOx) dan debu.

Dengan konservasi, dampak negatip terhadap lingkungan diturunkan, bahkan kini –melalui skim Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)- pengurangan polusi dapat dijual ke pasar emisi dunia. Lingkungan bersih meningkatkan derajat kesehatan.

Pemerintah juga memetik untung dari konservasi energi. Subsidi BBM yang kini “luar biasa” besar, biaya penyediaan BBM dan listrik, pembangunan prasarania energi, biaya

mengurangi dampak lingkungan dapat diturunkan. Dengan demikian, kemampuan melakukan konservasi energi memperkokoh daya saing industri dan produktivitas nasional.

Potensi “energy saving” dari melakukan konservasi energi di Indonesia sesungguhnya sangat besar. Sebuah studi Bank Dunia menyimpulkan bahwa -tanpa penambahan biayapun- konsumsi energi industri di Indonesia dapat dihemat 8 persen. Dengan sedikit investasi, penghematan konsumsi energi dapat diturunkan hingga 23 persen. Studi yang dilakukan

Departemen ESDM memperkirakan potensi konservasi energi nasional antara 20-30 persen: di sektor industri 15-30 persen, transportasi 25 persen, rumah tangga dan komersial 10-30 persen.

Konservasi energi perlu dilakukan bukan karena negara sekarang secara finansial

mengalami kesulitan untuk menyediakan energi secara murah, tapi karena secara fundamental konservasi energi akan membuat pola konsumsi energi nasional menjadi lebih sehat. Sebagai sebuah pilar manajemen energi, konservasi energi sudah cukup lama diabaikan di Indonesia. Krisis energi belakangan ini pantas untuk dijadikan momentum untuk menempatkan konservasi energi sebagai bagian utama dari kegiatan konsumsi energi kita.

Banyak upaya konservasi energi dapat dilakukan dengan biaya kecil, malah tanpa biaya. Sering yang dibutuhkan hanyalah mengubah pandangan/sikap serta menerapkan sedikit disiplin yang tidak akan membuat kita menderita, tapi akan punya dampak makro besar.

Membiarkan konsumsi energi tumbuh cepat dan boros jelas sangat merugikan. Karena penyakit akibat mengabaikan konservasi energi di Tanah Air sudah cukup parah (subsidi BBM, in-efisiensi, menurunnya kualitas udara di kota-kota besar) sementara potensi konservasi energi

(3)

kita sangat besar, maka konservasi energi sebagai keharusan tak boleh ditunda lagi. Bahkan, bagaimana “setengah memaksa” atau membangun kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk menjadikan konservasi energi sebagai budaya baru harus dilakukan.

3. Upaya yang perlu dilakukan

InPres 10/2005 perlu ditindaklanjuti dengan Petunjuk Teknis yang detil tentang bagaimana konservasi energi dapat dilakukan oleh komponen-komponen masyarakat. Petunjuk Teknis tersebut mesti disebarkan ke seluruh masyarakat. Pemerintah perlu memimpin gerakan konservasi energi, selain dengan kampanye juga melalui bantuan teknis dan keuangan, yang dalam beberapa hal (misalnya untuk audit energi) dapat diberikan secara gratis.

Di samping beberapa hal di atas, hal-hal yang bersifat strategis untuk menjadikan konservasi energi konservasi energi pilar manajemen energi nasional serta menjamin keberlanjutan gerakan konservasi energi dalam hemat kami adalah:

1. Membentuk Pusat Konservasi Energi Nasional 2. Menyiapkan Undang-Undang Konservasi Energi

3. Meningkatkan kedudukan Konservasi Energi dalam pengelolaan energi nasional. Beberapa alasan dikemukakan untuk mendukung usulan tersebut, dengan mengambil contoh/perbandingan dari negara lain.

3.1 Pusat Konservasi Energi

Pusat Konservasi Energi bertugas sebagai “pemimpin harian” gerakan konservasi energi. Di sini dilakukan pelayanan pendidikan dan latihan, kampanye, riset, pembuatan data base, konsultasi, pengembangan standar, kerja sama internasional serta banyak hal lain untuk membuat kegiatan konservasi energi secara nasional berjalan lancar dan berkesinambungan.

Pusat Konservasi Energi perlu dikembangkan di Tanah Air, juga dengan pertimbangan bahwa selama ini di Indonesia konservasi energi belum diperhatikan sebagai kegiatan yang perlu dikembangkan organisasinya. Kemampuan institusi selalu menjadi kendala dalam pengelolaan masalah-masalah nasional di Indonesia, apalagi bila hal itu bersifat lintas-sektor sebagai halnya masalah konservasi energi. Di dalam organisasi Pemerintahan, Konservasi Energi hanyalah unit kecil di dalam Departemen Energi & Sumberdaya Mineral yang sangat berorientasi produksi. Dengan model pengelolaan konservasi energi yang sangat terbatas sumberdaya manusia, dana dan kewenangannya tersebut, tidak dapat diharapkan bahwa gerakan konservasi energi akan berkembang luas di Tanah Air.

Sebagai perbandingan, Pusat Konservasi Energi di Jepang memiliki peranan yang penting dan aktivitas yang banyak dalam membuat konservasi energi gerakan nasional. Jepang adalah negara yang efisiensi pemakaian energinya paling baik di dunia.

Pusat Konservasi Energi Jepang bukanlah sebuah organisasi murni Pemerintah, namun adalah organisasi semi-swasta yang dibimbing oleh Menteri Ekonomi, Perdagangan & Industri (METI). Organisasi ini didirikan tahun 1978 sebagai tanggapan atas Krisis Minyak Dunia, sekaligus jawaban strategis untuk melakukan manajemen energi nasional. Pusat Konservasi Energi Jepang berkantor pusat di Tokyo dengan 8 cabang di seluruh Jepang dan sekitar 3.000 anggota (industri, perkantoran, ESCO, perguruan tinggi, dsb.) yang mendukung.

Kegiatan Pusat Konservasi Energi Jepang dapat dikategorikan ke dalam konservasi energi untuk sektor industri, konservasi energi untuk sektor komersial dan rumah tangga, konservasi energi untuk sektor transportasi, serta kegiatan antarsektor yang menyangkut konservasi energi.

Hasil yang dicapai dari pekerjaan Pusat Konservasi Energi adalah makin populernya gagasan penggunaan energi secara hemat sebagai sebuah “cara hidup yang pintar” (smart life) di kalangan masyarakat Jepang. Indikator yang paling jelas dari pekerjaan Pusat Konservasi

(4)

Energi adalah berhasilnya Jepang menempatkan diri sebagai negara yang produktivitas pemakaian energinya paling tinggi di dunia.

Bagi Indonesia, langkah panjang dibutuhkan untuk membuat konservasi energi sebagai budaya dan memberikan sumbangan yang berarti terhadap ekonomi nasional. Pembentukan Pusat Konservasi Energi Nasional merupakan langkah penting dari upaya mewujudkan hal itu. Kita perlu mewujudkan hal itu segera.

3.2 Undang-Undang Konservasi Energi

Pembuatan Undang-Undang Konservasi Energi dimaksudkan sebagai upaya untuk menyumbangkan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang sehat melalui penerapan aturan-aturan untuk menggunakan energi secara rasional di berbagai sektor pemakaian secara nasional. InPres 10/2005 mengenai Penghematan Energi Energi serta RUU Energi yang kini tengah digodok dapat merupakan embrio dari UU Konservasi Energi dimaksud.

UU Konservasi memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menetapkan

aturan/standar yang diberikan kepada konsumen energi dalam melakukan penghematan energi. Kewajiban untuk menerbitkan petunjuk dan aturan mengenai konservasi energi dan

mengawasinya tak hanya diberikan kepada Menteri Energi, tapi juga Menteri lain yang terkait. Pada prinsipnya setiap pengguna energi perlu dikenai aturan untuk menggunakan energi secara hemat.

UU Konservasi Energi perlu berisi aturan yang cukup rinci, khususnya untuk kelompok yang menggunakan energi dalam jumlah besar. Misalnya, industri dalam UU Konservasi Energi dikategorikan ke dalam Indutri kelas I dan Industri Kelas II berdasarkan konsumsi tahunan bahan bakar atau listrik mereka. Selanjutnya, terhadap kelas industri yang berbeda dikenakan

kewajiban yang berbeda, misalnya dalam hal penentuan manajer energi, penyampaian rencana kerja jangka menengah/panjang di bidang pengelolaan energi, periode penyampaian laporan mengenai penggunaan energi, dsbnya.

Undang-Undang Konservasi Energi juga menegaskan kewajiban Pemerintah untuk mendorong pemassalan gerakan konservasi energi. Ini dilakukan antara lain dengan

memberikan insentif fiskal bagi kegiatan konservasi energi oleh industri maupun servis, serta mengumandangkan gerakan dan kesadaran konservasi energi untuk semua lapisan masyarakat.

Audit energi diberikan kepada pemakaian energi besar oleh ahli-ahli audit energi dengan

biaya gratis/ditanggung oleh pemerintah. Bila kemudian hasil audit energi merekomendasikan penggantian peralatan baru yang bermanfaat untuk mengemat energi, maka pemerintah dapat membantu memberikan kredit bagi penggantian peralatan hemat energi tersebut.

Pemerintah juga dikenai kewajiban untuk mendorong berkembangnya perusahaan jasa pelayanan energi (ESCO: energy service company), misalnya dalam bentuk keringanan pajak dan penyediaan barang modal. Keberadaan ESCO, khususnya dalam periode awal, sangat membantu mendorong pemassalan konservasi energi nasional.

3.3 Organisasi Konservasi Energi

Permasalahan yang berkaitan dengan energi di Tanah Air telah berkembang semakin kompleks seiring dengan perkembangan kegiatan pembangunan di Tanah Air. Trilema 3Es (Energy, Economy, Environment) adalah hot issues yang belakangan menjadi perhatian masyarakat global, yang mau tak mau kita juga harus berpartisipasi di dalam mengatasinya.

Terlepas dari perkembangan masalah terkait energi yang semakin kompleks,

pengembangan organisasi yang menangani issue energi yang pada dasarnya adalah masalah lintas sektor, lintas disiplin dan lintas departemen di Tanah Air belum mengalami perkembangan secepat permasalahan yang berkembang. Hal ini sangat terlihat, khususnya dalam meletakkan posisi Konservasi Energi.

Sebagai perbandingan, dalam administrasi pemerintahan Thailand (yang juga adalah negara berkembang), sektor energi mendapat tempat sangat strategis. Penanganan sektor ini tidak hanya

(5)

menjadi tanggung jawab suatu departemen teknis saja. Konservasi energi merupakan subjek yang diperhatikan oleh berbagai departemen dalam administrasi pemerintahan Thailand.

Dalam organisasi pemerintahan Thailand, penanganan sektor energi menjadi

tanggungjawab National Energy Policy Council (NEPC) yang diketuai Perdana Menteri dengan Wakil Deputi Perdana Menteri, dan beranggauta sejumlah besar Menteri (Energi, Industri, Tranportasi, Keuangan, Sains & Teknologi, dst.). Tugas utama NEPC adalah menetapkan Kebijakan Energi Nasional serta Rencana Pengembangan & Manajemen Energi Nasional. NEPC juga memiliki tugas yang cukup rinci, misalnya menetapkan harga energi yang sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta Rencana Pengembangan & Manajemen Energi Nasional yang berlaku.

Komite Konservasi Energi (Energy Conservation Promotion Fund Committee: ECPFC)

dan Komite Kebijakan Energi (Energy Policy Committee: EPC) merupakan Komite di bawah NEPC yang masing-masingnya diketuai oleh Deputi Perdana Menteri. Kantor Kebijakan Energi Nasional (National Energy Policy Office: NEPO) melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis di bidang kebijakan energi nasional untuk dilaporkan kepada NEPC, ECPFC maupun EPC.

Konservasi energi, yang banyak menangani pendanaan konservasi energi, memperoleh bobot perhatian sangat besar. Komite Konservasi Energi banyak berhubungan dengan. Komite Energi tersebut bertugas menyiapkan petunjuk, kriteria dan prioritas pemanfaatan dana

Konservasi Energi sesuai petunjuk yang diberikan oleh Pasal 25 Undang-Undang Konservasi Energi Thailand.

Thailand melakukan kerjasama di bidang Konservasi Energi dengan Jepang sejak awal 1980-an, dengan melakukan sejumlah training dan pembuatan master plan konservasi energi.

Pusat Konservasi Energi Thailand didirikan tahun 1985, dan Undang-Undang Konservasi

diterbitkan tahun 1992. Baik Pusat Konservasi Energi Nasional maupun Undang-Undang Konservasi Energi belum pernah disiapkan di Indonesia sampai hari ini.

Pusat Konservasi Energi Thailand bertindak aktif dengan melakukan kampanye, latihan manajer energi, dst. Sebagai contoh, berbagai petunjuk/ buku yang disebar untuk umum mengenai konservasi seperti “Bagaimana Mengendarai Dengan Menghemat Energi”, “Penghematan Energi Untuk Kantor Pemerintah dan BUMN”, “60 juta Penduduk Thai Mengunakan Energi Yang Lebih Sedikit”, “Penghematan Energi di Pabrik”, dan sebagainya merupakan produk dari Pusat Konservasi Energi Thailand.

Pengembangan kebijakan serta monitoring masalah-masalah yang berkaitan dengan energi di Indonesia lebih banyak merupakan urusan Departemen Energi & Sumberdaya Mineral. Konsumen energi adalah masyarakat yang terbagai dalam berbagai sektor (industri, transportasi,

services, dsb.) yang diperhatikan oleh organisasi-organisasi yang berbeda dalam organisasi

Pemerintah Indonesia.

BAKOREN (Badan Kordinasi Energi Nasional) selama ini menjadi tempat dimana issue lintas sektor yang berkenaan dengan energi dikordinasikan. Dalam perjalanannya, terlihat bahwa BAKOREN bukanlah sebuah institusi yang berperan aktif atau cukup significant dalam

menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan energi nasional.

Perlu dikaji bentuk institusi baru yang lebih tanggap terhadap perkembangan masalah-masalah energi yang lintas sektoral, lintas disiplin dan lintas departemen tersebut. Khususnya dalam menempatkan dimana posisi dan dalam bobot seberapa besar organisasi yang menangani masalah Konservasi Energi harus diperhatikan. Selama ini di Indonesia belum terdapat unit organisasi Pemerintah, bahkan di Level Eselon II atau III pun dengan titel Konservasi Energi. Ini menunjukkan rendahnya perhatian terhadap persoalan konservasi energi, suatu hal yang tentunya tak dapat dipertahankan lagi dalam kerangka manajemen energi nasional yang lebih baik.

(6)

4. Ringkasan dan Kesimpulan

Dalam kurun panjang, konservasi energi tidak berkembang di Tanah Air dipengaruhi pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan. Ini pandangan keliru yang mesti dikoreksi.

Indonesia perlu melakukan gerakan konservasi energi berdasarkan pertimbangan bahwa pola konsumsi energi kita sekarang boros, potensi “energy saving” kita cukup besar dan bahwa melakukan konservasi energi itu sesungguhnya mudah dan memberikan keuntungan.

Instruksi Presiden No. 10/2005 mengenai Penghematan energi merupakan keputusan cerdas yang perlu disambut sebagai langkah awal gerakan konservasi energi nasional. Namun demikian, masih dibutuhkan langkah seperti menyiapkan petunjuk teknis konservasi serta mengkampanyekan gerakan konservasi energi lebih lanjut.

Beberapa hal yang bersifat strategis untuk menjadikan konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional serta menjamin keberlanjutan gerakan konservasi energi adalah dengan membentuk Pusat Konservasi Energi Nasional, menyiapkan Undang-Undang

Konservasi Energi, serta meningkatkan kedudukan Konservasi Energi dalam organisasi

pengelolaan energi nasional.

--hn--

Daftar Pustaka

Hanan Nugroho, 2005. Konservasi energi sebagai keharusan yang terlupakan dalam manajemen

energi nasional: belajar dari Jepang dan Muangthai. Perencanaan Pembangunan X/03,

Juni 2005.

Hanan Nugroho, 2005. Apakah persoalannya pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah

subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional dan pembangunan infrastruktur energi. Perencanaan Pembangunan X/02, Maret 2005.

Referensi

Dokumen terkait

imajinatif, namun hal ini juga merupakan bagian dari proses memahami dan mengenali karkater dari unsur-unsur seni rupa itu sendiri (titik, garis, warna, dan

Pada tahun 2015, pembangunan ketransmigrasian menghadapi dua tantangan besar, yaitu pertama, perlu dipercepatnya pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) pada lokasi transmigrasi

Pada entitas administrasi hal-hal yang dapat dilakukan adalah mengakses informasi, menambah dan mengubah data uset, data dosen, data mahasiswa, data ruangan belajar, data

9 Kecepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru (dimensi kualitas pelayanannya adalah responsiveness dengan prinsip saling menguntungkan

Hamidah, M.Ag IAIN Raden Fatah Palembang Research FellowB. 3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan dan perencanaan laba Hotel Sintesa Peninsula Manado secara keseluruhan dengan menggunakan analisis

Untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok produksi secara tepat dan akurat, perusahaan sebaiknya mempertimbangkan untuk menghitung semua komponen harga pokok produksi

Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Citra Diri Dengan Minat Membeli Produk Smartphone” disusun untuk memenuhi serta melengkapi syarat memperoleh gelar