• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Reformasi Birokrasi Kontekstual: Tantangan dan Arah Penguatan Kebijakan Reformasi Birokrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Reformasi Birokrasi Kontekstual: Tantangan dan Arah Penguatan Kebijakan Reformasi Birokrasi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Model Reformasi Birokrasi

Kontekstual: Tantangan dan Arah

Penguatan Kebijakan Reformasi

Birokrasi

1. Pendahuluan

Dalam RPJMN kedua 2010-2014 Reformasi administrasi atau dikenal dengan reformasi birokrasi ditetapkan sebagai agenda prioritas nasional nomor satu. Untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan korupsi, kolusi dan nepotisme serta kualitas pelayanan publik yang berkualitas, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan reformasi administrasi sebagaimana yang diatur melalui Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi. Kebijakan ini menunjukkan komitmen dan konsistensi pemerintah untuk menjadi reformasi birokrasi sebagai prioritas kebijakan. Kebijakan Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) disusun atas kesadaran bahwa reformasi birokrasi merupakan proses perubahan yang bersifat jangka panjang, dilakukan secara sistematis dan terus menerus yang melibatkan seluruh birokrasi pemerintah baik pusat maupun daerah. Melalui delapan area perubahan yang diterapkan pada birokrasi pemerintah pusat dan daerah diharapkan pada tahun 2025 dapat tercapai visi RB yaitu “terwujudnya pemerintahan kelas dunia”.

Melalui Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB), hingga tahun 2014, pemerintah telah menjalankan program RB dan memberikan tunjangan kinerja kepada 63 K/L dan 77 Pemerintah Daerah. Data di bawah ini menunjukkan jumlah K/L yang telah dan akan melakukan program RB sejak Tahun 2008 hingga 2014. Selain segi kuantitas K/L yang telah dan akan melakukan program RB, beberapa capaian RB positif yang telah dilakukan Pemerintah adalah:

a. Rekrutmen CPNS yang lebih transparan dan kompetensi CPNS yang jauh lebih baik melalui sistem CAT (computerized

assessment test);

b. Rekrutmen terbuka bagi jabatan-jabatan strategis di pemerintahan untuk mendapatkan kandidat terbaik untuk

(2)

mengisi jabatan Eselon I dan Eselon I di beberapa Kementerian dan Lembaga maupun daerah seperti yang dilakukan di Kemenpan & RB, LAN RI, BKN serta Sekjend. Kemendagri;

c. Pengurangan jumlah eselon I di beberapa K/L seperti Kemenpan. BKN dan LAN;

d. Sistem remunerasi menuju sistem single salary;

e. Sistem penganggaran dan pengawasan penggunaan anggaran yang lebih ketat, seperti jumlah perjalanan dinas yang signifikan, pengurangan jumlah rapat luar kantor dan pengurangan bahkan penghapusan honorarium kegiatan-kegiatan;

f. Tingkat kehadiran pegawai yang meningkat dengan dilekatkannya unsur kehadiran sebagai bagian penilaian hak tunjangan remunerasi mereka;

g. Sistem pengaduan keluhan pelanggan dan standar pelayanan publik yang semakin didorong untuk dilakukan untuk setiap layanan publik dan telah dilakukan di beberapa daerah. h. Penggunaan e-gov di beberapa kementerian yang berhasil

mengurangi praktik pungutan liat dan memangkas waktu layanan dari hitungan bulan menjadi hitungan menit. Selain itu penggunaan e-gov dalam program quick wins mereka telah berhasil meningkatan penerimaan negara bukan pajak untuk layanan-layanan yang berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK) seperti yang terjadi di Kemenkumham untuk pembuatan passport, program fudisia, dan lainnya. Sebaliknya, penggunaan e-gov untuk proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement) telah berhasil menekan biaya negara atas proses pengadaan barang dan jasa konvensional.

Beberapa capaian-capaian positif program Reformasi Birokrasi di atas telah memberikan kontribusi terhadap kinerja program reformasi birokrasi, meskipun masih belum sepenuhnya memenuhi harapan para pemangku kepentingan. Seperti yang ditunjukkan oleh Hasil evaluasi paruh waktu RPJMN 2010-2014 yang dilakukan oleh Bappenas sasaran reformasi birokrasi yang belum dicapai terutama adalah dalam hal pemberantasan korupsi, tahun 2009 skor Indeks persepsi korupsi 2.8 (posisi 111 dari 180 negara), pada tahun 2014 mencapai 32 (114 dari 176

(3)

negara). Capaian ini jauh dari target pemerintah yang menetapkan penurunan IPK hingga 50. Untuk peringkat kemudahan berusaha, tahun 2013 mencapai peringkat 112 dibanding target tahun 2014 peringkat 75.

No Indikator Status Awal (2009)

Realisasi Target Ket 2010 2011 2012 2014

1 Indeks Persepsi Korupsi

(IPK) 2.8 2.8 3.0 32 50 TT 2 % K/L dengan Opini WTP atas Lapor-an Keuangan K/L (Pusat) 41 56 63 77 100% T 3

% Pemda dengan Opini WTP atas

Laporan Keuangan Pemda (Daerah)

2,7 3 9 16

60% T T

4 Skor Integritas Pelayanan Publik

(Pusat) 6,6 6,2 7,1 6,9

8,0 T

5 Skor Integritas Pelayanan Publik

(Daerah) 6,5 5,3 6,0 6,3 8,0 T T 6 Peringkat Kemudahan Berusaha 129 115 126 129 75 TT 7 Indeks Efektifitas PemPPPemerinPemerintah an -0,3 -0,2 -0,2 n.a 0,5 T T 8 % K/L yang Akuntabel 47,4 63,3 82,9 95,1 T 9 % Provinsi yang Akuntabel 3,8 31,0 63,3 75,8 T 10 % Kab/Kota yang Akuntabel 5,1 8,8 12,8 24,4 T

T

*) TT = tidak tercapai, T= tercapai

Sumber : diadaptasi Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014, Bappenas 2013

Hasil evaluasi paruh waktu RPJMN ini, mengundang pertanyaan bagi masyarakat mengenai efektifitas model RB yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah. Meskipun dalam beberapa hal telah menunjukkan hal positif seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Tahap I pelaksanaan RMRB yang berakhir tahun 2014 ini, perlu ditinjau kembali agar tahap II dapat diterapkan lebih baik. Perbaikan strategi reformasi dirasa sangat mendesak terutama karena RPJMN tahap 3 2015-2019 pemerintah memiliki target ambisius untuk mengejar

(4)

pertumbuhan ekonomi agar Indonesia keluar dari middle income

trap. Birokrasi merupakan enabling factor yang penting untuk

menciptakan iklim kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang dipatok mencapai mencapai 8 persen, dengan PDB 8800 USD. Terlepas dari target pertumbuhan ekonomi, keberlangsungan kebijakan RB sangat penting dalam membangun public trust yang semakin terkikis (Dwiyanto, 2011)

2. Masalah dan Tantangan

Dalam isi kebijakan, implementasi maupun struktur implementasinya, Reformasi Birokrasi saat ini masih memuat beberapa permasalahan dan juga tantangan. Tantangan ini jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi sandungan yang dapat menggagalkan program RB yang sedang berjalan. Namun, jika dapat dikelola dengan baik justru dapat menjadi pengungkit yang dapat mempercepat proses RB untuk mencapai visi dan misi pembangunan.

a. Masalah

Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan diantaranya adalah:

1) Pengutamaan kebijakan remunerasi dan implikasi anggaran

Reformasi birokrasi lebih banyak dimaknai sebagai perbaikan kesejahteraan daripada perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Ini sebagaimana terlihat dari kenaikan anggaran belanja pegawai yang sangat tinggi. Sebelum pelaksanaan GDRB, belanja pegawai mencapai Rp 127 triliun pada tahun 2009 dan setelah pelaksanaan kebijakan RB terkait remunerasi baru, belanja pegawai mencapai Rp 242 trliun pada tahun 2013. Beban remunerasi ini akan semakin dirasakan oleh pemerintah daerah yang saat ini sekitar 60% lebih pemerintah daerah menghabiskan lebih dari 50% untuk belanja pegawai.

Data hasil kajian Bank Dunia (2014) mengenai Central

And Subnational Government Personnel Expenditure – Trends, Baseline Projections And Fiscal Implications,

(5)

dalam kurun waktu 2006-2013 telah meningkat sebesar 2,2 % sampai dengan 2,4 % dari GDP, dan total belanja Pemerintah Pusat pada kurun waktu tersebut (2006-2013) pun meninggakat dari 17% menjadi 20%. Kemudian dalam kurun waktu 2006-2012, belanja pegawai pemerintah daerah tetap pada kisaran 3.1 % dari GDP. Sedangkan transfer Pemerintah Pusat kepada daerah meningkat dari 46% menjadi 53%.

Sumber: Bank Dunia (2014)

2) Birokrasi Yang Bersih.

Perbaikan remunerasi merupakan sarana untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dari korupsi. Langkah ini dilakukan berdasar anggapan bahwa penyebab utama korupsi adalah kurangnya kesejahteraan pegawai. Namun seiring dengan perbaikan remunerasi, ternyata praktek korupsi tetap meraja lela di lingkungan birokrasi. Disisi lain, survey ICW memperlihatkan bahwa birokrasi masih menjadi episentrum terbesar praktek korupsi di Indonesia. Menurut ICW (2014) 665 pelaku korupsi adalah PNS, yang disusul 359 pegawai swasta dan 62 orang anggota DPR dan DPRD.

3) Birokratisasi reformasi

Belum optimalnya pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi disebabkan oleh model kebijakan reformasi birokrasi saat ini yang cenderung berorientasi kepada kepentingan dan kebutuhan internal birokrasi. Agenda

(6)

perubahan tidak menjawab permasalahan dalam pelayanan dan pemberantasan korupsi sebagaimana yang dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Ini disebabkan bahwa kebijakan reformasi birokrasi dilakukan dengan logika birokrasi yang menekankan kepada standardisasi ketat dan bersifat hirarkis. Instansi pemerintah melakukan reformasi birokrasi berdasarkan pedoman yang dilakukan oleh MENPAN dan RB secara seragam. Akibatnya reformasi birokrasi bersifat one fits

all, dan tidak responsif terhadap kebutuhan perubahan

masing masing sektor dan minim dalam membangun komitmen (ownership) pimpinan.

4) Restrukturisasi kelembagaan yang sulit dilakukan.

Salah satu agenda utama reformasi birokrasi adalah penataan kelembagaan untuk menciptakan birokrasi sesuai dengan beban kerja. Di beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) yang telah melakukan pengurangan eselon I tetapi sebenarnya tidak merubah besaran organisasi secara yang signifikan. Selain itu, kelembagaan K/L yang kewenangannya sudah banyak didesentralisasikan, pada kenyataannya strukturnya tidak ada perubahan atua bahkan cenderung membesar.

5) Kendala harmonisasi peraturan.

Penguatan sistem demokrasi yang menuntut pengutamaan rule of law telah mendorong lahirnya banyaknya peraturan perundangan. Setiap sektor berlomba membuat regulasi-regulasi yang dimaksud untuk menjamin kepastian hukum. Namun demikian banyaknya regulasi ini menciptakan semakin rigidnya dan sulitnya koordinasi dalam proses implementasi kebijakan.

6) Dokumen Perencanaan

Permasalahan lainnya adalah terkait dengan logika perencanaan dalam kaitannya pelaksanaan kegiatan RB. Delapan area perubahan yang harus dilakukan K/L/D untuk memenuhi substansi road map RB sering tidak sesuai dengan substansi perencanaan yang sedang berjalan (Renstra, RPJMD).

(7)

Minimnya komitmen pimpinan dan reformasi sebagai

business as usual. Kegiatan RB lebih dipandang sebagai

reformasi prosedural bukan substansi. Karena dianggap sebagai kegiatan yang prosedural, maka kegiatan RB lebih menitik-beratkan pada proses pengajuan dokumen-dokumen yang dimintakan instansi maupun tim penilaian.

b. Tantangan

Reformasi birokrasi merupakan elemen yang sangat vital dalam menciptakan enabling environment bagi terwujudnya visi dan misi Presiden. Namun demikian sesuai dengan hasil dari beberapa survey global dua tahun belakangan ini (2012-2014), dibanding dengan negara ASEAN, Indonesia menunjukkan kinerja yang belum optimal. Dalam hal daya tarik investasi menurut survey doing business (2014) Indonesia ada posisi 120. Demikian pula halnya dalam hal daya saing posisi Indonesia berada pada nomor empat dibawah Thailand. Beberapa indikator seperti pengendalian tingkat korupsi dan efektifitas pemerintahan justru mengalami penurunan.

(8)

Ditengah persaingan global dan kebijakanASEAN community kelemahan dalam kinerja dan integritas birokrasi ini tentunya menjadi tantangan besar. Reformasi birokrasi memiliki dampak luas tidak hanya untuk menciptakan daya tarik investasi tetapi juga membangun iklim yang kondusif bagi pengembagan seluruh potensi bangsa. Dalam scenario RPJMN tahapn III (2015-2019) pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi 7% pertahun dan PDB dari 4000 USD perkapita (2013) menjadi 8000 USD pada 2019. Scenario ini membutuhkan strategi reformasi birokrasi untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih berkualitas dan bersih dari KKN.

Data peringkat dan skor Indonesia dalam Corruption

Perception Index, naik 2 Poin dan peringkat naik 19 posisi.

Pada tahun 2015 ini, skor CPI Indonesia sebesar 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara yang diukur. Skor Indonesia naik 2 poin dan naik 19 peringkat dari tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut belum mampu menandingi skor dan peringkat yang dimiliki oleh Malaysia (50), dan Singapura (85), dan sedikit di bawah Thailand (38). Indonesia lebih baik dari Filipina (35), Vietnam (31), dan jauh di atas Myanmar (22).

Indonesia: Semakin dekat Rerata ASEAN, Masih Jauh dari

Rerata G20.

Meskipun secara relatif skor Indonesia masih kalah dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura, kenaikan skor CPI Indonesia semakin mendekati rerata regonal ASEAN sebesar (40), Asia Pasifik sebesar (43), dan G20 sebesar (54). Tahun

(9)

2015 Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang mengalami kenaikan kembar: "naik skor dan naik peringkat". Hal ini mengindikasikan adanya progres pemberantasan korupsi di Indonesia, lebih baik secara perlahan.

3. Arah penguatan kebijakan reformasi

birokrasi

Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam sembilan agenda program prioritasnya (Nawa Cita) menetapkan reformasi birokrasi sebagai salah satu priroritas. Dalam programya disebutkan bahwa Pemerintah yang baru akan secara konsisten menjalankan agenda Reformasi Birokrasi melalui penguatan payung hukum, penataan kelembagaan, penerapan Undang-Undang ASN, pemberantasan KKN dan perbaikan pelayanan publik. Program reformasi birokrasi perlu dilakukan dengan strategi yang baru yang meliputi :

a. Pendekatan berorientasi strategic outcomes;

Model reformasi birokrasi saat ini yang berorientasi kepada input (penyusunan dokumen dan perbaikan remunerasi) perlu diubah menjadi lebih berorientasi kepada strategic outcomes yang menyentuh kepentingan masyarakat secara langsung. Strategi reformasi harus fokus kepada upaya upaya yang logis dan sistematis untuk mewujudkan tiga kepentingan inti yang hendak dicapai. Ketiga kepentingan tersebut adalah perbaikan pelayanan kepada masyarakat; Peningkatan daya saing; Penguatan akuntabilitas serta integritas dalam mewujudkan birokrasi yang bersih dari KKN.

b. Dari pendekatan prosedural menjadi kontraktual;

Pendekatan saat ini lebih menekankan kepada prosedur reformasi dirasa kurang efektif karena menguras energi para pegawai untuk melaksanakan berbagai pedoman yang diterbitkan oleh MENPAN dan RB. Ke depan, target capaian perubahan reformasi seharusnya berorientasi kepada kontrak kinerja. Kontrak ini dibuat diantara tim nasional reformasi birokrasi dengan Kementerian/ Lembaga atau Pemerintah Daerah sebagai implementing agencies. Dalam kontrak tersebut akan disepakati target perubahan yang akan dicapai oleh implementing agencies beserta pendanaan yang

(10)

dibutuhkan. Kontrak tersebut kemudian akan dijadikan dasar penyusunan sasaran kinerja/key performance indicators pimpinan birokrasi secara berjenjang.

Target perubahan tersebut juga bisa dijadikan dasar penyusunan kontrak kinerja dalam open rekruitmen pejabat pimpinan tinggi birokrasi. Pimpinan tinggi akan dinilai dari kemampuannya dalam pencapaian target kinerja.

c. Mendorong inovasi;

Berbagai pedoman dan standardisasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini cenderung membatasi inisiatif, kreatifitas dan inovasi. Model reformasi birokrasi seharusnya mampu menciptakan ruang untuk melakukan inovasi sesuai dengan konteks organisasi. Untuk mendukung inovasi, pemerintah perlu menciptakan sistem insentif yang mendorong para pejabat publik menciptakan terobosan bagi perbaikan pelayanan dan pemberantasan KKN.

d. Pelibatan stakeholder;

Reformasi birokrasi harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, maka penetapan prioritas, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi program reformasi birokrasi setiap instansi, wajib melibatkan stakeholders. Peran stakeholders tersebut perlu dilembagakan dalam tim penjaminan kualitas reformasi birokrasi, yang selama ini justru diisi oleh para teknokrat.

e. Kampanye Publik Reformasi Birokrasi;

Keberhasilan reformasi birokrasi itu tergantung pada faktor permintaan dari masyarakat (demand). Untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kemanfaatan reformasi birokrasi diperlukan program kampanye publik reformasi birokrasi. Melalui program ini, masyarakat diharapkan mampu berperanserta dalam membantu perumusan pelaksanaan dan evaluasinya. Disamping itu, masyarakat akan didorong untuk mengorganisir diri dan berperan serta menjadi mitra dialog instansi pemerintah dalam melakukan perubahan.

(11)

4. Rekomendasi

Didalam program Nawacita sebagai program prioritas Pemerintah selaras dengan tujuan reformasi birokrasi yang fokus pada perbaikan tata kelola pemerintah dengan melakukan revolusi mental. Dalam konteks reformasi birokrasi adalah mewujudkan perubahan radikal-positif atas mind-set dan

culture-set, kapabilitas, dan perilaku birokrasi. Aparatur birokrasi harus

bersih, kompeten, bekerja efektif dan efisien, serta mengutamakan pelayanan publik. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya perbaikan dalam reformasi birokrasi, melalui : a. Perlunya penajaman kembali kebijakan terkait Road Map

Reformasi Birokrasi:

1) Roadmap saat ini lebih fokus kepada capaian-capaian terkait area perubahan. Cara pandang ini masih berorientasi pada input dan lebih bersifat inward looking. 2) Sebaiknya, setiap instansi pemerintah menetapkan target-target outcomes. Area perubahan apa yang maupun strategi yang digunakan tergantung dari konteks reformasi birokrasi yang dilakukan. Ada kebebasan dalam menentukan strategi dan pendekatan yang digunakan termasuk instrumen-instrumen reformasi birokrasi yang digunakan.

b. Tim Reformasi Birokrasi harus dirubah. Komposisi Tim penjamin kualitas harus melibatkan stakeholders

(community).

c. Penguatan kelembagaan pelaksanaan reformasi

Kerangka kelembagaan ini belum berjalan dengan efektif untuk menjamin koordinasi pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi. Kerangka kelembagaan pelaksanaan RB perlu diperkuat dengan menempatkan tim RB nasional sebagai

piloting agency yang memiliki tiga jenis peran : policy direction, policy clearing house, capacity building. Pada tingkat

instansional, setiap Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah sebagai implementing agencies bertanggung jawab dalam melaksanakan agenda RB yang wajib mellibatkan stakeholder baik dalam penyusunan maupun dalam evaluasi terhadap keberhasilan program RB. Usulan yang diajukan oleh implementing agencies dibuat lebih sederhana hanya mencakup sasaran dan target RB serta rencana aksi yang

(12)

terintegrasi dengan penilaian kinerja pimpinan dan pegawai. (pindah ke bawah)

d. Target dalam roadmap reformasi birokrasi, harus diintegrasikan dengan kontrak dan penilaian kinerja pimpinan secara berjenjang. Yang harus diikuti dengan mekanisme penghargaan dan sanksi yang jelas. Sanksi dimaksud terintegrasi dengan kebijakan kepegawaian. e. Integrasi dokumen reformasi birokrasi dengan dokumen

perencanaan dan penganggaran instansi yang tertuang dalam DIPA masing-masing.

f. Transparansi capaian reformasi birokrasi melalui laporan tahunan capaian reformasi birokrasi instansional. Mendorong pelibatan publik dengan forum dialog, kampanye RB, pelibatan dalam proses maupun monev.

5. Daftar Pustaka

1) Dwiyanto, Agus, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui

Reformasi Birokrasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010.

2) Transparency International, Coruotion Perception Index 2015. 3) Global Coruption Barometer, Indonesia, Efektivitas

Implementasi Reformasi Birokrasi, 2013.

4) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

5) Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

6) Program NAWACITA Pemerintahan Jokowi-JK.

Lembaga Administrasi Negara – RI Pusat Kajian Reformasi Administrasi Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari aspek penyediaan RTH untuk tingkat RW dan tingkat RT berdasarkan hasil survei didapatkan, selain RW dan RT yang ditempati RTH tingkat kelurahan di Kelurahan

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kematangan yang paling efektif dalam menghambat radikal bebas adalah kulit pisang Kepok ( Musa acuminate x Musa balbisiana ( ABB

Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk mendistribusikan tegangan kepada konsumen. baik konsumen tegangan rendah (TR)

Menentukan besarnya t sig yang diperoleh dari hasil regresi yang ditunjukkan pada Tabel 4.13 Hasil uji t menunjukan nilai t sig pada variabel persepsi kemudahan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung jeroan ikan patin ( Pangasius hypopthalmus ) sebagai pengganti tepung ikan komersial dalam ransum hingga

Muhammad Sholihuddin Zuhdi, S.Sos.I., M.Pd... RENI

Yang pertama akan disajikan adalah gambaran deskriptif tentang ketiga konstruk yang akan dianalisis dalam model prestasi belajar, yaitu self efficacy, attitude, dan

Secara parsial diketahui bahwa variabel Kompensasi Langsung merupakan variabel yang paling signifikan dan memiliki pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja