• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Rekaracana - 1

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan

Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode

Analytic Hierarchy Process

SYABILLA KARTIKA SONDAKA

1

, DWI PRASETYANTO

2 1

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung

2

Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung

Email : sondakasyabilla@gmail .com

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan peningkatan terhadap pertumbuhan lalu lintas, hal ini dapat menimbulkan masalah apabila tidak diimbangi dengan peningkatan mutu terhadap sarana dan prasarana jalan yang sudah ada. Salah satu masalah yang terjadi yaitu kerusakan jalan, dimana kerusakan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi dapat merupakan gabungan dari beberapa faktor yang saling terkait. Pada penelitian ini masalah dianalisis menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mendapatkan urutan faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada para responden ahli di bidang jalan. Data dari hasil kuesioner yang telah diolah menggunakan metode AHP, didapat bahwa penilaian responden terhadap beberapa kriteria menunjukan faktor beban lalu lintas memiliki pengaruh terpenting yaitu dengan bobot 29,9% kemudian faktor mutu perkerasan jalan dengan bobot 29,7%, faktor daya dukung tanah dengan bobot 28.5%, dan yang terakhir faktor lingkungan dengan bobot 11,9%.

Kata kunci: AHP, kerusakan jalan, perkerasan jalan ABSTRACT

The Economic growth causing an increase of the traffic growth, this could make problems if not syncronized with the increase in the quality of the facilities and infrastructure of existing roads. One of the problems that occur are the broken road, which the damage is not only caused by one factor, but may be a combination of several interrelated factors. In this study, the problem is going to be analyzed using the Analytic Hierarchy Process (AHP) to obtain a sequence of factors that influence the damage to roads in the city of Bandung.This research was done by giving questionnaires to the expert respondents in the field of road which the content is directly related to the structure of the hierarchy. The data from the questionnaires that had been processed using AHP method found that the criteria showed the load factor of traffic has a more significant impact which is shown in 29,9% and then the factor of the pavement’s quality shown in 29,7%, Bearing capacity factor shown in 28,5% and the latter environmental factors shown in 11,9%.

(2)

Rekaracana - 2 1. PENDAHULUAN

Jalan melayani lalulintas sejak dibuka untuk umum. Struktur perkerasan jalan mengalami penurunan kerja akibat berbagai sebab antara lain repetisi beban lalulintas, air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase yang kurang baik, perubahan temperatur dan intensitas curah hujan, kondisi geologi lingkungan, kondisi tanah dasar yang kurang stabil, dan proses pelaksanaan konstruksi yang kurang baik. Dampak pada konstruksi jalan yaitu perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes), bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan menjadi menurun. Penurunan kinerja perkerasan jalan terjadi secara kumulatif sejak jalan tersebut dibuka untuk umum. Oleh karena itu evaluasi kinerja perkerasan secara periodic perlu dilakukan sehingga pilihan tindakan pemeliharaan, rehabilitasi, ataupun rekonstruksi pekerjaan dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan oleh beberapa intitusi pemerintah, beberapa perbaikan tersebut diantaranya menambal lubang-lubang dan melapis ulang seluruh permukaan jalan baik itu menggunakan aspal atau beton, tetapi setalah dilakukan perbaikan kerusakan tersebut tetap terulang kembali. Maka dari itu, dalam studi kali ini secara khusus dicoba untuk menganalisa faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan jalan di Kota Bandung menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui urutan yang mempengaruhi kerusakan jalan, agar dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaannya dapat mencegah terjadinya kerusakan jalan kembali.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hierarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, subkriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dan alternatif. Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. Dengan menggunakan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

(3)

Rekaracana - 3 2.2 Matrik Perbandingan Berpasangan

Konsep dasar AHP adalah penggunaan matrik pairwise comparasison ( matrik perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relatif antar kriteria maupun alternatif. Matrik yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi. Pendekatan dengan matrik mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 sampai 9 seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan perbandingan kriteria berpasangan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Skala Matrik Perbandingan Berpasangan (Sumber : Saaty, 1986)

Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Elemen yang sama pentingnya dibanding dengan elemen yang lain (Equal

Importance)

Kedua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain (Moderate more importance)

Pengalaman menyatakan sedikit berpihak pada satu elemen 5 Elemen yang satu jelas lebih penting dari

pada elemen lain (Essential, strong more importance)

Pengalaman menunjukan secara kuat memihak pada satu elemen 7 Elemen yang satu sangat jelas lebih

penting dari pada elemen yang lain

(Demonstrated importance)

Pengalaman menunjukan secara kuat disukai dan dominannya terlihat dalam praktek

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain (Absolutely more importance)

Pengalaman menunjukan satu elemen sangat jelas penting 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai ruang

berdekatan

Nilai ini diberikan bila diperlukan kompromi

Table 2. Perbandingan Kriteria Berpasangan (Sumber : Saaty , 1986)

PK Kriteria

A Kriteria B Kriteria C Kriteria D Kriteria E Prioritas

Kriteria A 1,00

Kriteria B 1,00

Kriteria C 1,00

Kriteria D 1,00

Kriteria E 1,00

2.3 Perhitungan Bobot Elemen dan Konsistensi

Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matrik. Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat “n” elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3, … An maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki yang paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Bentuk matrik perbandingan berpasangan bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.

(4)

Rekaracana - 4

Table 3. Bobot Elemen Matrik Perbandingan Berpasangan (Sumber : Saaty, 1986)

A1 A2 …… An

A1 A11 Ann …… A1n

A2 A21 A22 …… A2n

….. …… …… …… ……

An An1 An2 …… Ann

Bila elemen A dengan parameter I, dibandingkan dengan elemen operasi A dengan parameter j, maka bobot perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj dilambangkan dengan Aij maka:

A(ij) = Ai/Aj, dimana : I,j = 1,2,3,…n ... (1) matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrik), dapat digambarkan menjadi matrik perbandingan prefersensi seperti diperlihatkan pada Tabel 4.

Table 4. Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan (Sumber : Saaty, 1986) W1 W2 …… Wn W1 W1/ W1 W1/ W2 …… W1/ Wn W2 W2/ W1 W2/ W2 …… W2/ Wn ….. …… …… …… …… Wn Wn/ W1 Wn/ W2 …… Wn/ Wn

Nilai Wi/Wj dengan I,j = 1,2, … n dijajagi dengan melibatkan responden yang memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik perbandingan preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut dengan menggunkan Rumus 2.

√ ... (2) Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector yang juga merupakan bobot kriteria. Bobot kriteria atau Eigen Vector adalah (Xi) seperti pada Rumus 3.

Xi = wi/∑wi ... (3) Dengan nilai Eigen Vector terbesar (λmaks) seperti pada rumus 4.

λmaks = ∑aij.Xj ... (4) Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi didapat Rumus 5.

... (5)

Dengan:

λmaks = Nilai Eigen Vektor Maksimum

n = Ukuran matrik

Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 berserta kebalikannya sebagai

Random Index (RI). Dengan Random Index (RI) setiap ordo matrik seperti diperlihatkan pada Tabel 4.

(5)

Rekaracana - 5

Tabel 4. Random Index (Sumber : Saaty, 1986)

Ordo Matrik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matrik didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi atau Consitency Ratio (CR) seperti pada Rumus 6. Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0,1.

CR =

... (6)

3. ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.3 Penyusunan Hirarki dan Bobot

Penyusunan level hirarki yang digunakan dalam metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

terdiri dari 3 (tiga) level yaitu level I (tujuan), level II (kriteria), dan level III (sub kriteria). Adapun Bagan Alir penyusunan level hierarki yang terdiri dari 3 (tiga) level tersebut diperlihatkan pada Gambar 2 .

Gambar 2. Hirarki Penentuan Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung

3.2 Perhitungan Bobot Krieria

Perbandingan karakteristik dari semua aspek atau tingkat kriteria dinyatakan dengan matriks yang diperlihatkan pada Tabel 5.

(6)

Rekaracana - 6

Tabel 5. Matrik Awal Kriteria

A B C D A 1,000 0,440 0,377 0,402 B 2,274 1,000 0,778 1,500 C 2,655 1,285 1,000 0,638 D 2,490 0,667 1,567 1,000 8,419 3,391 3,722 3,540

Selanjutnya vektor eigen dan nilai eigen dihitung dari setiap matrik pada setiap level dari struktur hirarki. Dengan demikian jumlah vektor eigen dan nilai eigen maksimum sama dengan jumlah matriks dalam AHP. Hasil perhitungan nilai eigen vektor untuk faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan pada level 1 atau Kriteria diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Eigen Vektor untuk Kriteria

A B C D Jumlah Wi E-Vektor A 1,000 0,440 0,377 0,402 0,067 0,508 0,119 B 2,274 1,000 0,778 1,500 2,655 1,277 0,299 C 2,655 1,285 1,000 0,638 2,177 1,215 0,285 D 2,490 0,667 1,567 1,000 2,600 1,270 0,297 8,419 3,391 3,722 3,540 7,499 4,269 1,000 Contoh perhitungan: - Jumlah baris A = 1,000 x 0,440 x 0,377 x 0,402 = 0,067 - Jumlah baris B = 2,274 x 1,000 x 0,778 x 1,500 = 2,655 - Menentukan besaran Wi:

Wi = √ , n ukuran matrik 4x4 Wi = √ = √ = 1,277

- Eigen Vektor (Xi) = Wi/ ∑Wi = 1,277/4,269 = 0,119

Nilai Eigen Maksimum diperoleh dari Matrik Awal dikalikan dengan E-Vektor masing-masing matrik dan kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan. Nilai eigen maksimum untuk tingkat kriteria yaitu sebesar 4,128.

Eigen Maksimum (λmaks) = ∑aij.Xj = 4,128 CI =

=

=0,0423

CR = CI/RI= 0,0432/ 0,90 = 0,048 < 0,1

Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1. Bobot elemen diperoleh dari nilai E-Vektor yang dinyatanyan dalam presentase seperti yang diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot Kriteria “Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung”

Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan

Faktor Lingkungan 0,119 11,90 4

Faktor Beban Lalu Lintas 0,299 29,90 1

Faktor Daya Dukung Tanah 0,285 28,45 3

Faktor Mutu Perkerasan Jalan 0,297 29,75 2

(7)

Rekaracana - 7 3.3 Perhitungan Bobot Sub Kriteria

Selanjutnya perhitungan untuk level 3 (tiga) atau sub kriteria dilakukan tahapan yang sama dengan perhitungan level 2 atau kriteria di atas.

1. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Lingkungan besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Lingkungan

a1 a2 a3

a1 1,000 0,295 2,125

a2 3,393 1,000 4,800

a3 0,471 0,208 1,000

∑ 4,864 1,503 7,925

Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor lingkungan diperlihatkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Lingkungan

a1 a2 a3 Jumlah Wi E-Vektor

a1 1,000 0,295 2,125 0,626 0,856 0,222 a2 3,393 1,000 4,800 16,289 2,535 0,658 a3 0,471 0,208 1,000 0,098 0,461 0,120 ∑ 4,864 1,503 7,925 17,013 3,852 1,000 Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor lingkungan yaitu sebesar 3,018

Consistency Index (CI) =

, dimana n = ukuran matrik 3x3

=

= 0,0405

Consistency Ratio (CR) = CI/RI , n = 3 maka RI = 0,58 = 0,0405/0,58 = 0,069 < 0,1

Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dari 0,1. Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot Sub Kriteria Faktor Lingkungan

Sub Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan

Iklim/Cuaca 0,222 22,21 2

Drainase 0,658 65,82 1

Pohon Besar 0,120 11,97 3

Jumlah 1,000

2. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 11.

(8)

Rekaracana - 8 Tabel 11. Matrik Awal

Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas

b1 b2 b3 b4 b1 1,000 2,220 0,778 0,706 b2 0,450 1,000 0,854 1,212 b3 1,286 1,171 1,000 2,390 b4 1,416 0,825 0,418 1,000 4,152 5,216 3,051 5,308

Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor beban lalu lintas diperlihatkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas

b1 b2 b3 b4 Jumlah Wi E-Vektor b1 1,000 2,220 0,778 0,706 1,220 1,051 0,257 b2 0,450 1,000 0,854 1,212 0,466 0,826 0,202 b3 1,286 1,171 1,000 2,390 3,596 1,377 0,337 b4 1,416 0,825 0,418 1,000 0,489 0,836 0,204 ∑ 4,152 5,216 3,051 5,308 5,771 4,091 1,000

Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor beban lalu lintas diperlihatkan pada Gambar 3.

b1 b2 b3 b4 E-Vektor b1 1,000 2,220 0,778 0,706 x 0,257 = 1,112 b2 0,450 1,000 0,854 1,212 0,202 0,853 b3 1,286 1,171 1,000 2,390 0,337 1,392 b4 1,416 0,825 0,418 1,000 0,204 0,876 ∑ 4,232

Gambar 3. Nilai Eigen Maksimum Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas

Consistency Index (CI) =

, dimana n = ukuran matrik 4x4

=

= 0,077

Consistency Ratio (CR) = CI/RI , n = 4 maka RI = 0,90 = 0,077/0,90 = 0,086 < 0,1

Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1 Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Bobot Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas

Sub Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan

Volume Lalu Lintas 0,257 25,69 2

Repetisi Beban Lalu Lintas 0,202 20,20 4

Beban Sumbu 0,337 33,67 1

Beban Roda Kendaraan 0,204 20,44 3

(9)

Rekaracana - 9

3. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah Besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah

c1 c2 c3 c4 c1 1,000 0,378 1,308 0,925 c2 2,643 1,000 2,133 1,950 c3 0,764 0,469 1,000 1,600 c4 1,081 0,513 0,625 1,000 ∑ 5,489 2,360 5,067 5,475

Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor daya dukung tanah diperlihatkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah

c1 c2 c3 c4 Jumlah Wi E-Vektor c1 1,000 0,378 1,308 0,925 0,458 0,839 0,199 c2 2,643 1,000 2,133 1,950 10,996 1,715 0,406 c3 0,764 0,469 1,000 1,600 0,573 0,882 0,209 c4 1,081 0,513 0,625 1,000 0,347 0,788 0,187 ∑ 5,489 2,360 5,067 5,475 12,373 4,224 1,000

Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor beban lalu lintas diperlihatkan pada Gambar 4.

c1 c2 c3 c4 E-Vektor c1 1,000 0,378 1,308 0,925 x 0,199 = 0,798 c2 2,643 1,000 2,133 1,950 0,406 1,740 c3 0,764 0,469 1,000 1,600 0,209 0,849 c4 1,081 0,513 0,625 1,000 0,187 0,740 ∑ 4,128 Gambar 4. Nilai Eigen Maksimum Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah

Consistency Index (CI) =

, dimana n = ukuran matrik 4x4

=

= 0,045

Consistency Ratio (CR) = CI/RI , n = 4 maka RI = 0,90 = 0,045/0,90 = 0,047 < 0,1

Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1 Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Bobot Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah

Sub Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan

CBR 0,199 19,86 3

DCP 0,406 40,60 1

Modulus Resilient (Mr) 0,209 20,89 2

Modulus Reaksi Tanah Dasar 0,187 18,65 4

(10)

Rekaracana - 10

4. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan

d1 d2 d3

d1 1,000 6,000 5,000

d2 0,167 1,000 4,000

d3 0,200 0,250 1,000

1,367 7,250 10,000

Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor mutu perkerasan jalan diperlihatkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan

d1 d2 d3 Jumlah Wi E-Vektor

d1 1,000 1,658 1,545 2,562 1,368 0,442 d2 0,603 1,000 1,550 0,935 0,978 0,316 d3 0,647 0,645 1,000 0,418 0,747 0,242 ∑ 2,250 3,303 4,095 3,914 3,094 1,000

Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor mutu perkerasan jalan diperlihatkan pada Gambar 7. d1 d2 d3 E-Vektor d1 1,000 1,658 1,545 x 0,442 = 1,340 d2 0,603 1,000 1,550 0,316 0,957 d3 0,647 0,645 1,000 0,242 0,732 ∑ 3,029 Gambar 5. Nilai Eigen Maksimum Sub Kriteria Faktor

Mutu Perkerasan Jalan

Consistency Index (CI) =

, dimana n = ukuran matrik 3X3

=

= 0,0145

Consistency Ratio (CR) = CI/RI , n = 3 maka RI = 0,58 = 0,0145/0.58

= 0,025 < 0,1

Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1 Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 18.

(11)

Rekaracana - 11

Tabel 18. Bobot Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan

Kriteria Bobot Urutan

International Roughness index (IRI) 0,442 1

Indeks Permukaan (IP) 0,316 2

Tahanan Gelincir 0,242 3

Jumlah 1,000

5. KESIMPULAN

1. Parameter pada level 1 (kriteria) yang digunakan pada penelitian ini yaitu faktor lingkungan, faktor beban lalu lintas, faktor daya dukung tanah, dan faktor mutu perkerasan jalan.

2. Parameter pada level 2 (sub kriteria) untuk faktor lingkungan yaitu iklim/cuaca, drainase, dan pohon besar/tanaman, untuk faktor beban lalu lintas yaitu volume lalu lintas, repetisi beban lalu lintas, beban sumbu, dan beban roda kendaraan, untuk faktor daya dukung tanah yaitu pengujian CBR, DCP, Modulus Resilient, dan Modulus Reaksi Tanah (k), dan untuk faktor mutu perkerasan jalan sub kriterianya yaitu IRI, IP, dan tahanan gelincir.

3. Dengan menggunakan metode AHP, diperoleh urutan yang mempengaruhi kerusakan jalan di Kota Bandung pada tingkat kriteria yaitu faktor beban lalu lintas, kemudian faktor mutu perkerasan jalan, selanjutnya faktor daya dukung tanah dan yang terakhir faktor lingkungan.

4. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor beban lalu lintas yaitu beban sumbu, kemudian volume lalu lintas, selanjutnya beban roda kendaraan dan yang terakhir repetisi beban lalu lintas.

5. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor mutu perkerasan jalan yaitu

International Roughness index (IRI), kemudian Indeks Permukaan (IP) dan yang terakhir tahanan gelincir.

6. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor daya dukung tanah yaitu pengujian DCP, kemudian Pengujian Modulus Resilient (Mr), selanjutnya pengujian CBR dan yang terakhir pengujian Modulus Reaksi Tanah Dasar.

7. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor lingkungan yaitu drainase, kemudian iklim/cuaca, dan yang terakhir pohon besar/tanaman.

DAFTAR RUJUKAN

Andriyanto, C. (2010). Pemilihan Teknik Perbaikan Perkerasan Jalan Dan Biaya Penanganannya. Surakarta.

Anonim, (1998). Pemecahan Masalah Dengan Metode AHP. Diambil dari: http://www. itelkom.ac.id/ahp/library.

Anonim, (2008). Metode Kuisioner Penanganan Jalan. Diambil dari: http://SPSS-online.blogspot.com.

Apriyanto, A. (2010). Perbandingan Kelayakan Jalan Beton dan Aspal Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Semarang.

Putri, I.D . (2011). Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Di Kabupaten Bangli. Denpasar.

Republik Indonesia, (2004). Undang-Undang no. 38 Tentang Jalan. Jakarta: Sekertariat Negara.

(12)

Rekaracana - 12

Saaty, T.L. (2000). Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: Penerbit PPM. Saaty, T.L. (2001). The Analytic Network Process : descision Making With Depenence and

Feedback. ISBN 0-9620317-9-8.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukirman, S. (2010). Perkerasan Tebal Struktur Perkerasan Lentur. Bandung: Penerbit Nova. Sukirman, S. (2010). Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan. Bandung: Institut Teknologi

Gambar

Gambar 1. Abstraksi Susunan Hirarki Keputusan (Sumber : Saaty, 1986)
Table 2. Perbandingan Kriteria Berpasangan (Sumber : Saaty , 1986)  PK  Kriteria  A  Kriteria B  Kriteria C  Kriteria D  Kriteria E  Prioritas  Kriteria A  1,00  Kriteria B  1,00  Kriteria C  1,00  Kriteria D  1,00  Kriteria E  1,00
Table 4. Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan (Sumber : Saaty,  1986)  W 1 W 2 ……  W n W 1 W 1/  W 1 W 1/  W 2 ……  W 1/  W n W 2 W 2/  W 1 W 2/  W 2 ……  W 2/  W n ….
Tabel 4.  Random Index  (Sumber : Saaty, 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objektif dari penggunaan metode multikriteria AHP adalah untuk menetapkan bobot kepentingan relatif masing – masing kriteria, kemudian kriteria ini akan digunakan sebagai

jalan dengan volume lalu lintas yang tinggi, maka kondisi jalan akan. mudah rusak sehingga akan tinggi frekuensi

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan studi dan analisa untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi turunnya jumlah penumpang angkutan kota

Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa urutan dalam prioritas penanganan kerusakan Situ di kota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan jalan di bentuk lahan dataran rendah, dataran banjir (bonorowo) dan daerah perbukitan

Grafik persentase luas kerusakan Jalan Lintas Timur KESIMPULAN Jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan Jalan Lintas Timur di Kabupaten Bangka terdiri dari kerusakan alur

Urutan alternatif investasi terbaik berdasarkan analisis kelayakan sesuai dengan faktor dan sub faktor utama yang telah dibangun adalah usaha obat tradisional bobot prioritas 38,7%,

KESIMPULAN Analytic Hierarchy Process AHP merupakan suatu alat / metode yang menguraikan suatu masalah yang rumit pada struktur hierarki yang berisi alternatif, kriteria dan