• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah tidak ubahnya sebagai sebuah institusi atau lembaga. Sebagai sebuah institusi atau lembaga, sekolah tentu mengemban misi tertentu, salah satunya adalah melakukan proses edukasi. Fattah (2004, hlm.1-2) menyatakan bahwa sekolah sebagai institusi (lembaga) pendidikan, merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan, oleh karena itu sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan.

Pada era globalisasi ini, kemajuan sekolah merupakan esensi dari pengelolaan sekolah melalui pemeliharaan mutu, responsif terhadap tantangan dan antisipatif terhadap perubahan-perubahan yang diakibatkan dari berubahnya tatanan internal maupun kesejagatan, sehingga tidak menimbulkan keadaan bergejolak (turbulent) dan penuh dengan ketidakpastian (uncertainty) yang dapat mengancam runtuhnya berbagai tatanan yang telah diciptakan sedemikian rupa (Komariah dan Triatna, 2005, hlm. 28).

Konsep kesejagatan tidak terelakan lagi bagi pengembangan sekolah. Sekolah yang hanya memelihara keadaan stabil tanpa ingin merespon berbagai gejolak dan pengaruh eksternal pada akhirnya akan bertemu dengan keadaan tidak menguntungkan seperti kehilangan enrollment, berkurangnya kepercayaan masyarakat, tidak relevannya lulusan, dan sebagainya. Sekolah yang berkualitas selalu dicari orang, tidak pernah sepi pengunjung, tidak kehilangan pelanggan, ibarat daya tarik „gula bagi semut‟ sehingga sudah selayaknya kita konsisten dalam pemeliharaan dan peningkatan mutu persekolahan (Komariah dan triatna, 2005, hlm. 29).

(2)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mutu menjadi sebuah keharusan dan merupakan konsep yang paling manjur dalam menjawab berbagai tantangan kompleks yang dihadapi oleh sebuah lembaga. Mutu sekolah merupakan standar atau ukuran yang dicapai oleh sekolah untuk memenuhi harapan konsumen.

Mutu sekolah merupakan esensi dari pengelolaan sekolah yang harus diupayakan oleh semua jenjang pendidikan termasuk pada jenjang sekolah dasar. Sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Sebagai satu bentuk satuan pendidikan dasar, sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Stoops dan Johnson (dalam Bafadal, 2009, hlm. 9-11) menyatakan bahwa pendidikan di sekolah dasar merupakan dasar dari semua pendidikan. Keberhasilan seorang anak didik mengikuti pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengikuti pendidikan di sekolah dasar. Besarnya peranan pendidikan di sekolah dasar sangat disadari oleh semua negara di dunia dengan semakin meningkatnya investasi pemerintahnya pada sektor tersebut dari tahun ke tahun. Memperhatikan penting dan peranannya yang demikian besar itu, sekolah dasar harus dikelola sebaik-baiknya sehingga menjadi sekolah dasar yang bermutu.

Mutu sekolah dasar merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan daerah, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.15 Tahun 2010. Standar Pelayanan Minimal merupakan tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar sekaligus sebagai acuan dalam perencanaan program dan penganggaran pencapaian target masing-masing daerah kabupaten/kota (Amri, 2013, hlm. 66).

Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Indonesia. Bagi sekolah yang akan berdiri maupun sekolah yang sudah berdiri harus memenuhi delapan standar

(3)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Kedelapan standar nasional pendidikan itu adalah: Standar Pengeloaan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pembiayaan, Standar Proses, Standar Isi, Standar Penilaian, dan Standar Kompetensi Lulusan.

Mutu setiap sekolah bisa saja berbeda karena setiap sekolah tidak sama dalam melaksanakan kedelapan standar tersebut. Bahkan, ada juga sekolah yang melebihi kedelapan standar yang diharapkan oleh pemerintah.

Berkaitan dengan mutu sekolah, Danim (2007, hlm. 54) menyatakan bahwa mutu sebuah sekolah dapat dilihat dari tertib administrasinya. Salah satu bentuk tertib administrasi adalah mekanisme kerja yang efektif dan efisien, baik secara vertikal maupun horizontal. Sementara itu menurut Lazotte (dalam Sunendar, 2013, hlm. 5), sekolah yang bermutu memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib; 2) iklim serta harapan yang tinggi; 3) kepemimpinan instruksional yang logis; 4) misi yang jelas dan terfokuskan; 5) kesempatan untuk belajar dan mengerjakan tugas bagi siswa; dan 6) pemantauan yang sering dilakukan terhadap kemajuan siswa serta hubungan antara rumah dan sekolah yang bersifat mendukung.

Adapun menurut National Education Association (2000, hlm. 1-6), sekolah yang bermutu memiliki indikator sebagai berikut: 1) shared understanding and

commitment to high goals; 2) open communication and collaborative problem solving; 3) continous assesment for teaching and learning; 4) personal and professional learning; 5) resources to support teaching and learning; dan 6) curriculum and instruction.

Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu sekolah tentu tidak terlepas dari adanya kendala serta hambatan. Berbagai kendala dan hambatan tersebut secara umum berakar pada mutu manajerial para pemimpin lembaga pendidikan, mutu guru, relevansi kurikulum, keterbatasan dana, sarana prasarana, fasilitas pendidikan, dan kurangnya faktor dukungan dari pihak-pihak yang terkait dalam hal ini stakeholders pendidikan (Azhari, 2010:1).

(4)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Beberapa penelitian mengenai mutu sekolah sudah dilakukan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Prihatni (2013). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru terhadap mutu SMA Negeri di Kabupaten Sumedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 62.73% terhadap mutu SMA Negeri di Kabupaten Sumedang. Penelitian lain mengenai mutu sekolah juga dilakukan oleh Zakiyah (2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya sekolah dan kinerja mengajar guru secara bersama-sama memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap mutu Raudathul Athfal di Kota Cimahi.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi mutu suatu sekolah. Faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap mutu sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah berkaitan dengan berbagai tugas dan fungsi yang harus diembannya dalam mewujudkan sekolah yang bermutu (Mulyasa, 2012, hlm. 22). Kepemimpinan mutu menjadi prasyarat untuk mencapai maksud tersebut, yaitu kemampuan kepala sekolah untuk bekerja dengan atau melalui staf administratif dan tenaga akademiknya. Kepala sekolah harus mampu membudayakan kerja secara bermutu dan dapat memberdayakan seluruh potensi yang ada untuk mendukung mutu yang dikehendaki. Mereka seyogyanya memiliki dan memahami visi yang utuh tentang sekolahnya (Danim, 2007, hlm. 53).

Visi sekolah menentukan arah pengembangan sekolah dan sekolah harus menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan visi (Mulyasa, 2012, hlm. 23). Visi dapat didefinisikan sebagai suatu pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari dari suatu kemampuan (competence), kebolehan (ability), dan kebiasaan (self efficacy), dalam melihat, menganalisis, dan menafsirkan. Visi sekolah harus menjadi atribut kepemimpinan kepala sekolah sekarang dan masa depan, karena kepala sekolah dengan visi yang dangkal dan tidak jelas akan membawa kemunduran sekolah dan hanya akan menghasilkan sekolah yang tidak bermutu.

(5)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam hal ini kepala sekolah harus dapat memainkan peranannya sebagai seorang pemimpin yang visioner.

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bagaimana mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil (Makawimbang, 2012, hlm.35).

Howie (2012, hlm. 7) menyatakan pendapatnya mengenai perbedaan antara pemimpin visioner dengan pemimpin yang baik sebagai berikut: “A visionary

leader and a good leader posses some of the same qualities. Where the good leader guides their people through their daily tasks and duties, the visionary leader guides their people to perform for the future”. Seorang pemimpin visioner

akan berpikir tentang strategi dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi organisasi untuk 5, 10, atau 20 tahun ke depan. Seorang pemimpin yang baik tidak akan selalu berpikir tentang besok sampai besok adalah hari ini (Howie, 2012, hlm. 22).

Sekolah yang berkualitas banyak dipengaruhi oleh adanya visi yang sama antara sekolah, guru, staf, peserta didik, dan masyarakat. Pengaruh kepemimpinan visioner terhadap mutu sekolah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Mustaghfirin (2012, hlm. 1-2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kepemimpinan visioner kepala sekolah memiliki pengaruh dalam meningkatkan mutu SMPN 06 Kedungsuren Kaliwungu Selatan Kendal.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu sekolah adalah iklim kerja sekolah (Mulyasa, 2012; Sergiovanni, 1991). Iklim kerja sekolah adalah serangkaian keadaan lingkungan sekolah yang dirasakan langsung atau atau tidak langsung oleh staf yang dapat mempengaruhi staf. Sementara Schill (2007, hlm. 10) menyatakan pendapatnya mengenai iklim kerja sebagai berikut: “The climate

(6)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

energy in the environment where you work. Ultimately, the climate can also have an affect on the customer service that is provided”.

Iklim kerja sekolah menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru dengan kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya serta antar dinas di lingkungannya merupakan wujud dari lingkungan kerja yang kondusif. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan oleh guru untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif. Iklim kerja sekolah dapat digambarkan melaui sikap saling mendukung (supportive), tingkat persahabatan (collegial), tingkat keintiman (intimate) serta kerja sama (cooperative).

Sekolah ditandai dengan banyak kebersamaan, keakraban, dan kepercayaan diantara para guru. Dalam hal ini, iklim merupakan bentuk energi organisasi yang mengatakan efek pada sekolah tergantung pada bagaimana energi ini disalurkan dan diarahkan. Sergiovanni (1991, hlm. 215-218) menyatakan bahwa perbaikan sekolah dalam rangka peningkatan mutu sekolah tidak akan mungkin dicapai tanpa kehadiran iklim kerja sekolah yang kondusif.

Lebih lanjut Sergiovanni (1991, hlm. 215-218) menyatakan bahwa kepemimpinan pendidikan yang berkualitas dikombinasikan dengan iklim kerja sekolah adalah kunci penting untuk perbaikan sekolah yang berkelanjutan menuju peningkatan mutu sekolah.

Peningkatan mutu sekolah dasar saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah Kabupaten Bandung. Dalam Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025 dinyatakan bahwa mutu sekolah dasar di Kabupaten Bandung masih rendah. Hal ini diindikasikan dengan: 1) masih tingginya jumlah ruang kelas sekolah dasar yang rusak, Kabupaten Bandung masih menduduki peringkat kedua terbanyak jumlah sekolah yang rusak di Jawa Barat; 2) pengadaan, distribusi, perbaikan, dan pemeliharaan tanah, gedung, perabot, dan alat peraga sekolah yang bervariasi, tidak berdasarkan standarisasi; 3) masih lemahnya manajemen aset oleh pemerintah daerah sehingga masih banyak fasilitas pendidikan yang belum memiliki bukti hukum; 4) masih banyaknya sekolah yang kekurangan buku paket dan alat peraga edukatif sehingga menyulitkan guru dalam melaksanakan

(7)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran; 5) masih lemahnya sistem manajemen SDM guru dan tenaga pengelola kependidikan, terutama dalam pola rekruitmen, seleksi, penempatan dan pendistribusian, pembinaan karir, kesejahteraan dan renumerasi, serta pemberhentian tenaga guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga kependidikan lainnya yang sering keliru; 6) masih belum meratanya distribusi guru SD di wilayah Kabupaten Bandung. Jika dilihat dari rasio murid per guru masih terdapat kelebihan guru di beberapa kecamatan dan kekurangan guru di beberapa kecamatan lainnya; 7) masih kurangnya guru untuk beberapa mata pelajaran; 8) masih rendahnya kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya; 9) kurikulum pendidikan yang terlalu teoritis, kurang praktis, kurang konstektual, sehingga memberikan makna yang kurang berarti bagi bekal kehidupan murid di masa depan, baik yang berkenaan dengan nilai-nilai religius, bekal kecakapan hidup (life skills), tata pergaulan, budi pekerti, seni budaya lokal, kesehatan lingkungan hidup, serta aspek-aspek pembentuk karakter bangsa sering terabaikan; 10) pembiayaan dan anggaran penyelenggaraan satuan pendidikan masih didasarkan pada asumsi-asumsi teoritis, tidak didasarkan pada satuan biaya operasional (SBO) secara faktual; 11) mekanisme sistem penganggaran tidak didasarkan pada sistem pemetaan alokasi untuk kebutuhan penyelenggaraan satuan program pendidikan. Sekalipun sudah dibantu dengan adanya BOS masih

tetap saja belum dapat mengangkat persoalan-persoalan pembiayaan

penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan; dan 12) masih lemahnya kemampuan administratif dan manajerial para pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, pengawas sekolah, dan komite sekolah).

Gambaran mutu sekolah di Kabupaten Bandung yang masih rendah menjadi gambaran pula mengenai bagaimana mutu sekolah yang terdapat di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung, termasuk di dalamnya Kecamatan Cileunyi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung mengenai hasil Ujian Nasional SD Tahun 2013, Kecamatan Cileunyi menempati urutan ke-11 dari 31 Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bandung. Salah satu indikator mutu sekolah adalah sekolah mampu melahirkan luaran

(8)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan keunggulan akademik yang dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik. Selanjutnya, untuk meningkatkan mutu sekolah di Kecamatan Cileunyi maka harus dilakukan penguatan beberapa program.

Berkaitan dengan pemaparan di atas tentu diperlukan upaya untuk meningkatkan mutu sekolah yang nantinya akan berimbas kepada peningkatan mutu pendidikan secara umum. Jika hal ini tidak dilakukan maka tujuan pendidikan dasar yang senada dengan pendidikan nasional tidak akan tercapai.

Bertitik tolak pada pernyataan-pernyataan di atas dan berdasarkan kondisi di lapangan, mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Iklim Kerja Sekolah Terhadap Mutu SD Negeri di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Inti kajian penelitian ini adalah mutu sekolah dimana mutu sekolah itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. Bafadal (2009, hlm. 20) menyatakan ada lima komponen yang menentukan mutu sekolah yaitu (1) kegiatan belajar mengajar, (2) manajemen pendidikan yang efektif dan efisien, (3) buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai, (4) fisik dan penampilan sekolah yang baik, dan (5) partisipasi aktif masyarakat.

Sementara Ridwansyah (2012, hlm. 2-3) menyatakan terdapat lima kekuatan pokok yang dapat mendorong gerak lembaga sekolah mencapai mutu yang diharapkan yaitu: (1) kepemimpinan yang efektif, (2) desain/standar yang tepat, (3) sistem yang efektif, (4) kesadaran dan motivasi personal, dan (5) lingkungan yang kondusif.

Sementara itu Danim (2007, hlm. 56) menyebutkan faktor yang berpengaruh terhadap mutu sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah, siswa, guru, kurikulum dan jaringan kerja sama. Adapun menurut Zamroni (2007, hlm. 6) mutu sekolah dipengaruhi oleh tiga variabel yakni kultur sekolah, pembelajaran, dan realita sekolah.

(9)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun Azhari (2010:1) berpendapat bahwa mutu manajerial para pemimpin lembaga pendidikan, mutu guru, relevansi kurikulum, keterbatasan dana, sarana prasarana, fasilitas pendidikan, dan kurangnya faktor dukungan dari pihak-pihak yang terkait dalam hal ini stakeholders pendidikan dapat mempengaruhi mutu sekolah.

Peneliti berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi mutu sekolah adalah kompetensi guru, kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja sekolah, sarana prasarana, dan adanya dukungan dari stakeholders.

Agar lebih memahami identifikasi masalah tersebut, peneliti gambarkan secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi mutu sekolah berdasarkan hasil penelitian terdahulu ke dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 1.1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sekolah

(Azhari, 2010; Bafadal, 2009; Danim, 2007; Ridwansyah, 2012; Zamroni, 2007)

Mutu Sekolah Kepem im pinan Visioner Kepala Sekolah Iklim kerja sekolah Relevansi Kurikulum Mutu Guru Jaringan kerja sama Pembelajaran Realita sekolah Sarana Prasarana Fasilitias pendidikan

(10)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi mutu sekolah, yang paling menonjol adalah kepemimpinan visioner kepala sekolah dan iklim kerja sekolah.

Upaya peningkatan mutu sekolah dapat dilakukan melalui kepemimpinan visioner yang dijalankan oleh kepala sekolah. Kesadaran akan kualitas sekolah bergantung pada banyak faktor yang saling berhubungan, terutama sikap kepala sekolah terhadap kualitas. Pencapaian tingkat kualitas bukan merupakan hasil penerapan cara instan jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi Total Quality Management (TQM) yang mensyaratkan kepemimpinan yang kontinu.

Dengan landasan karakteristik pribadi, kepala sekolah perlu menciptakan visi untuk mengarahkan organisasi dan para karyawan. Dalam konsep TQM pencapaian visi yang jelas akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kualitas, memfokuskan semua upaya organisasi pada pemuasan kebutuhan pelanggan, menumbuhkan sense of team work dalam kehidupan kerja, menumbuhkan standard of excellence, dan menjembatani keadaan sekolah sekarang dan masa mendatang (Mulyasa, 2012, hlm. 169-170).

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu sekolah adalah melalui iklim kerja sekolah. Dalam hal ini sekolah diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi perkembangan pribadi guru dan karyawan. Iklim kerja sekolah yang kondusif tentu saja tidak akan terjadi secara otomatis. Pemimpin pendidikan yang tidak memiliki visi dan misi yang jelas tentang lembaga pendidikan atau sekolah yang dipimpinnya dapat mengakibatkan buruknya iklim kerja sekolah, bahkan telah menimbulkan banyak konflik negatif dan stres para bawahan yang dipimpinnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirinci faktor-faktor teridentifikasi yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:

1. Masih rendahnya mutu sekolah dasar negeri di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung yang tercermin dalam kondisi fasilitas pendidikan,

(11)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sarana prasarana, relevansi kurikulum, keterbatasan dana, dan mutu luaran yang masih perlu dioptimalkan.

2. Kepemimpinan kepala sekolah yang belum berorientasi terhadap mutu serta belum memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya dan belum mampu mendorong semua warga sekolah untuk mewujudkannya.

3. Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh informasi yang menunjukkan iklim kerja sekolah yang belum kondusif. Sebagian guru merasa budaya kolaboratif antarfungsi dan antarindividu dalam sekolah belum terbangun dengan baik.

Secara kontekstual, peneliti memilih lokasi penelitian di SD Negeri yang ada di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung karena dekat dengan wilayah kerja peneliti dan peneliti memiliki kemudahan akses informasi dan data dalam melakukan penelitian di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, mutu SD Negeri di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung merupakan fokus masalah yang memerlukan penelaahan empirik. Adapun permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah “Seberapa Besar Pengaruh Kepemimpinan

Visioner Kepala Sekolah dan Iklim Kerja Sekolah Terhadap Mutu SD Negeri di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung?”.

Pertanyaan tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran kepemimpinan visioner kepala sekolah di SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung?

2. Bagaimanakah gambaran iklim kerja sekolah di SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung?

3. Bagaimanakah gambaran mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi

(12)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung?

5. Seberapa besar pengaruh iklim kerja sekolah terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung?

6. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan iklim kerja sekolah secara bersama-sama terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi mengenai pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan iklim kerja sekolah terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan kepemimpinan visioner kepala sekolah di SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

2. Mendeskripsikan iklim kerja sekolah di SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

3. Mendeskripsikan mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten

Bandung.

4. Menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

5. Menganalisis pengaruh iklim kerja sekolah terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

6. Menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan iklim kerja sekolah secara bersama-sama terhadap mutu SD Negeri se-Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang secara lebih rinci penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

(13)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang Administrasi Pendidikan terutama yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah dasar.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi penelitian yang terkait dengan kajian kepemimpinan visioner kepala sekolah, iklim kerja sekolah, dan mutu sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan informasi/masukan dalam upaya meningkatkan

kemampuan kepala sekolah yang terkait dengan kepemimpinan visioner dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan mutu sekolah pada masing-masing lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi para stakeholders guna

memperbaiki mutu sekolah pada tingkat sekolah dasar khususnya dan meningkatkan mutu pendidikan di indonesia pada umumnya.

E. Struktur Organisasi Tesis

Untuk memudahkan pemahaman dan pemecahan masalah secara lebih terstruktur serta sistematis, maka Tesis dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab.

Bab I Pendahuluan. Bab ini dimulai dengan latar belakang yang menjelaskan tentang dasar alasan masalah diteliti, dilanjutkan dengan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta struktur organisasi tesis.

Bab II Kajian Pustaka yang berisi penjelasan konsep/teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yakni posisi teoritik peneliti yang diturunkan dalam kerangka penelitian dan hipotesis. Dalam kajian pustaka pada penelitian ini diuraikan teori yang berkaitan dengan variabel-variabel yang diteliti yakni Mutu Sekolah, Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah, dan Iklim Kerja Sekolah.

(14)

Juju Juangsih, 2014

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH D AN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHAD AP MUTU SEKOLAH D ASAR NEGERI D I KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab III Metodologi Penelitian yang menjabarkan secara rinci mengenai metode dan pendekatan penelitian, lokasi/tempat penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, proses pengembangan instrumen serta teknik analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang terdiri atas dua hal utama, yakni pengolahan atas analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian, hipotesis, dan pembahasan atau analisis temuan.

Bab V Kesimpulan dan Saran yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Schultink mendefinisikan pembangunan pertanian merupakan upaya- upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk memastikan kapasitas produksi.. pertanian jangka panjang

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

Kekurangan dalam membeli makanan panas dan berkuah di pinggir jalan (umumnya kaki lima) terjadi ketika banyak pembeli yang memesan, pedagang dituntut untuk sigap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh variabel kurs nilai tukar, tingkat

Analisis keragaan atau perkembangan komoditi tembakau dilakukan berdasarkan ketersediaan data series yang mencakup indikator luas areal dan luas panen,