• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penerimaan diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam rangka saling membantu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh cara individu tersebut menerima dirinya sendiri.

Secara singkat Santrock (2008)menyatakan bahwa penerimaan dirisebagai salah satu kesadaran untukmenerima diri sendiri dengan apaadanya. Penerimaan ini bukan berarti seorang individu menerima begitu sajakondisi dirinya tanpa berusahamengembangkan diri dengan lebih baik.Individu yang menerima diri berartiindividu tersebut telah mengenali apadan bagaimana dirinya serta mempunyaimotivasi untuk mengembangkan diri kearah yang lebih baik lagi untukmenjalani kehidupan.

Penerimaan diri yang positif banyakdipengaruhi oleh rasa bangga terhadapkelebihan-kelebihan yang dimiliki,sedangkan penerimaan diri negatifterjadi jika hanya memikirkankekurangan-kekurangan yang ada dalamdirinya tanpa memikirkan kelebihanyang dimilikinya. Penerimaan dirimemegang peranan penting dalammenemukan dan mengarahkan

(2)

seluruhperilaku, maka sedapat mungkinindividu harus mempunyai penerimaandiri yang positif (Rakhmat, 2001).

Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan terhadap gambaran mengenai kenyataan diri. Rubin (dalam Novvida, 2007) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri.

Penerimaan diri ini mengandalkan adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz (dalam Novvida, 2007) mengenai penerimaan diri. Dia menyatakan bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada seluruh kemampuan diri.

Menurut Hurlock (2003) penerimaan diri merupakan tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik kepribadiannya, akan kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Jadi, individu dengan penerimaan diri memiliki penilaian yang realistis tentang potensi yang dimilikinya, yang di kombinasikan dengan penghargaan atas dirinya secara keseluruhan.

Hurlock (2006) mengatakan bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan teguh pada

(3)

pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri. Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya.

Schlutz (dalam Novvida,2007) mengatakan bahwa penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik. Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik. Individu yang bisa menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini. Sejalan dengan Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carson dan Langer (2006) Penerimaan diri sangat penting bagi kesehatan. Tidak adanya kemampuan untuk tanpa menerima diri sendiri dapat menyebabkan berbagai kesulitan emosional, termasuk kemarahan dan depresi yang tidak terkendali.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan diri merupakan sikap yang mencerminkan perasaan menerima dan senang atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu mengelola segala kekhususan diri dengan baik sehingga dapat menumbuhkan kepribadian dan fisik yang sehat.

(4)

2. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Sheerer (dalam Saragih, 2013) menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek-aspek penerimanan diri, yaitu:

a. Perasaan sederajat. Individu merasa dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa sebagai orang yang istimewa atau menyimpang dari orang lain. Individu merasa dirinya mempunyai kelemahan dan kelebihan seperti halnya orang lain.

b. Percaya kemampuan diri. Individu yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan sikap baiknya dan mengeliminasi keburukannya dari pada ingin menjadi orang lain, oleh karena itu individu puas menjadi diri sendiri.

c. Bertanggung jawab. Individu yang berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Sifat ini tampak dari perilaku individu yang mau menerima kritik dan menjadikannya sebagai suatu masukan yang berharga untuk mengembangkan diri.

d. Orientasi keluar diri. Individu lebih mempunyai orientasi diri keluar dari pada ke dalam diri, tidak malu yang menyebabkan individu lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap orang lain, sehingga akan mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya.

e. Berpendirian. Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri dari pada bersikap conform terhadap tekanan sosial. Individu yang mampu

(5)

menerima diri mempunyai sikap dan percaya diri yang menurut padatindakannya sendiri dari pada mengikuti konvensi dan standar dari orang lain serta mempunyai ide aspirasi dan pengharapan sendiri.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri

Faktor yang mempengaruhi seseorang menerima dirinya tersebut di atas, adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman diri. Merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya sendiri, tanpa merupakan persepsi terhadap diri secara realistik. Rendahnya pemahaman diri berawal dari ketidaktahuan individu dalam mengenali diri. Pemahaman dan penerimaan diri merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang memiliki pemahaman diri yang rendah akan memiliki penerimaan diri yang rendah pula.

b. Harapan-harapan yang realistik. Harapan-harapan yang realistik akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri dengan ambisi dan standar prestasi yang tidak masuk akal berarti seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya.

c. Bebas dari hambatan lingkungan. Harapan individu yang tidak tercapai banyak yang berawal dari lingkungan yang tidak mendukung dan tidak terkontrol oleh individu. Hambatan lingkungan ini bisa

(6)

berasal dari orang tua, guru, teman, maupun orang dekat lainnya. Penerimaan diri akan dapat terwujud dengan mudah apabila lingkungan dimana individu berada memberikan dukungan yang penuh.

d. Sikap lingkungan seseorang. Sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya.

e. Ada tidaknya tekanan yang berat. Tekanan emosi yang berat dan terus menerus seperti di rumah maupan di lingkungan kerja akan mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik dan psikologis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan anak yang lemah mental untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri.

f. Frekuensi keberhasilan. Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensi kegagalan antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Semakin banyak keberhasilan yang dicapai akan menyebabkan individu yang bersangkutan menerima dirinya dengan baik.

(7)

g. Ada tidaknya identifikasi seseorang. Pengenalan orang-orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik akan memungkinkan berkembangnya sikap positif terhadap dirinya serta mempunyai contoh atau metode yang baik bagaimana harus berperilaku.

h. Persepektif diri. Persepektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan menimbulkan perasaan tidak puas dan penolakan diri. Namun perspektif diri yang obyektif dan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya akan memudahkan dalam penerimaan diri.

i. Latihan pada masa kanak-kanak. Pelatihan yang diterima pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi pola-pola kepribadian anak selanjutnya. Latihan yang baik pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh positif pada penerimaan diri, sebaliknya penerimaan diri yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang negativ, yaitu sikap penolakan terhadap diri sendiri.

j. Konsep diri yang stabil. Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dia dalam usaha menerima dirinya. Apabila konsep dirinya selalu berubah-ubah maka dia akan kesulitan memahami diri dan menerimanya sehingga terjadi penolakan pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena individu memandang dirinya selalu berubah-ubah.

Menurut Hurlock (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri antara lain: pemahaman diri, harapan-harapan yang

(8)

realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap lingkungan seseorang, ada tidaknya tekanan emosi yang berat, frekuensi keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, latihan masa kanak-kanak dan konsep diri yang stabil.

B. Lanjut usia

Santrock (dalam Saputri dan Indrawati, 2011) mengungkapkan bahwa masa lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Santrock, Hurlock (dalam Saputri dan Indrawati, 2011) juga mengemukakan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Hurlock, lanjut usia merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada

(9)

akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas hidup harian (Fatmah, 2010).

Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu sutu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Lebih lanjut usia tua adalah merupakan suatu perubahan dimana seseorang sudah tidak mengalami evolusi lagi. Periode selama usia lanjut,ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap, keadaan fisik lemah dan tak berdaya (Hurlock, 2004).

Menurut Monks dkk (2002) menyatakan bahwa “Perubahan fisik yang menyebabkan seseorang berkurang harapan hidupnya disebut proses menjadi tua. Proses ini merupakan sebagian dari keseluruhan proses menjadi tua. Proses menjadi tua ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kehidupan bersama dan faktor pribadi orang itu sendiri, yaitu regulasi diri sendiri”. Lebih lanjut menurut Thomas (dalam Monks dkk, 2002) berpendapat bahwa proses menjadi tua merupakan suatu struktur perubahan yang mengandung berbagai macam dimensi. Ia menyebutkan mengenai (1) proses biokemis dan fisiologis yang oleh Burger disebut “proses penuaan yang primer”, dalam daerah batas psikofisiologis; (2) proses fisiologis atau timbulnya penyakit-penyakit; (3) perubahan fungsional-psikologis; (4) perubahan kepribadian dalam arti sempit; (5) penstrukturan kembali dalam hal sosial-psikologis yang berhubungan dengan bertambahnya usia; (6) perubahan yang berhubungan dengan kenyataan bahwa orang tidak hanya mengalami keadaan menjadi tua

(10)

ini, melainkan bahwa seseorang juga mengambil sikap terhadap keadaan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lanjut usiadimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang dimana mereka sudah tidak mengalami evolusi lagi,di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang.

C. Kerangka Berpikir

Umumnya pasangan suami istri baik yang mau menikahmaupun sudah lama menikah menginginkan memiliki keturunan. Namun pada kenyataannya terdapat pasangan baik yang baru menikah maupun yang sudah lama menikah tidak memiliki anak. dalam penelitian ini pasangan yang tidak memiliki anak sampai lanjut usia memiliki perubahan kondisi psikologis, ketakutan yang beralasan, memiliki kecemasan tidak tidak dapat menerima kenyatan. Perubahan yang terjadi pada wanita lansia yang belum memiliki anak membuat keadaan pada tingkah laku wanita lansia yang belum memiliki anak mengalami masa penyesuaian diri terhadap kondisi yang tidak memungkinkan untuk memiliki anak.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut maka lansia diharapkan dapat menerima diri sendiri dengan apa adanya, maksudnya individu bukan begitu saja menerima kondisi tanpa mengembangkan diri dengan lebih baik dalam

(11)

menjalani hidup. (Santrock, 2008). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marni dan Yuniawati (2015) mengatakan bahwa lansia yang menerima diri terjadi karena adanya dukungan dari orang lain seperti menerima motivasi ketika sedang „‟down‟‟, mendengarkan keluh kesah, memberikan informasi yang diperluan, diajak berdiskusi dan bertukar pikiran maka lansia akan merasa lebih nyaman, merasa diperhatikan, serta merasa memiliki tempat untuk berbagi keluh kesah yang dialami sehingga beban psikologis yang terasa berat dan ditanggung sendiri oleh lansia akan terasa ringan. Pada lansia yang tidak memiliki anak penerimaan diri terjadi ketika adanya tempat untuk berkeluh kesah, namun sebaliknya ketika lansia yang tidak memiliki anak tidak adanya motivasi ketika „down‟ seperti melihat orang lain memiliki anak, maka dia tidak menerima diri.

(12)

Adapun penjelasan mengenai uraian di atas, dapat digambarkan melalui alur kerangka sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berfikir Wanita lansia yang

tidak memiliki anak

1. Wanita lansia merasa minder karena berbeda dengan wanita lain 2. Tidak percaya diri

3. Merasa hidupnya tidak berarti 4. Timbul rasa benci terhadap diri sendiri 5. Penolakan terhadap lingkungan 6. Merasa putus asa

7. Merasa iri 8. Merasa malu

9. Merasa bersalah kepada pasangan karena tidak bisa memberikan anak 10. Merasa kurang sempurna

Penerimaan diri. Aspek-aspeknya: 1. Perasaan sederajat 2. Percaya kemampuan diri 3. Bertanggung jawab 4. Orientasi keluar diri 5. Berpendirian Menerima kondisi Tidak menerima kondisi

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Berdasarkan informasi tentang kelompok tani di Kampung Rimba Jaya peneliti ingin melihat proses komunikasi dan efektivitas komunikasi kegiatan penyuluh seperti apa yang

Didirikan karena tuntutan dari pusat dikarenakan pegawai yang bernama Aan Febrianti yang bekerja sebagai marketing di kantor pusat Shafira Tour and Travel di Surabaya

Corporate social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan

Hasil pengujian analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh opini audit dan temuan audit secara simultan terhadap tingkat korupsi pada

Tekno park, merlukan (Perguruan Tinggi) yang bisa dijadikan/digunakan untuk pengembangannya. Untuk SDM litbang perlu di up grade melalui sekolah, training dan lainnya. Tekno park

Ada berbagai hal yang mendorong perkembangan haiku pada saat itu hingga menjadi populer, seperti puisinya yang pendek sehingga para penyair tidak perlu menulis puisi panjang

Pola komunikasi organisasi yang terjadi pada divisi Marcomm di BeritaSatu Media Holdings adalah komunikasi horisontal, dimana terdapat dua staf dengan posisi yang