• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan umum tentang Tindak Pidana Narkotika. orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata narcissus yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan umum tentang Tindak Pidana Narkotika. orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata narcissus yang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang Tindak Pidana Narkotika 1. Pengertian Narkotika

Istilah narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu “narke” yang memiliki arti terbius sehingga tidak merasakan apa – apa. Sebagian orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata “narcissus” yang berarti sejenis tumbuh – tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat menyebabkan orang menjadi tidak sadarkan diri.1

Definisi dari Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun bukan sintesis, yang dapat mengakibatkan penurunan ataupun perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan kepada penggunanya.2

Berdasarkan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, telah dijelaskan mengenai definisi Narkotika yaitu :

dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini”.

1 Ha ri Sa sa ngka , 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana , Ma nda r Ma ju, Ba ndung,

hlm. 35

(2)

Berdasarkan rujukan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya Narkotika merupakan Zat serta obat-obatan yang bahan dasarnya berasal dari Tanaman maupun bukan tanaman yang apabila dikonsumsi dapat menyebabkan hilangnya kesadaran serta dapat menimbulkan Ketergantungan yang berlebihan dan memiliki dampak yang sangat buruk baik fisik dan psikisnya terhadap pemakainya.

2. Tindak Pidana Narkotika

Tindak Pidana Narkotika adalah perbuatan-perbuatan yang apabila dilakukan dapat dikenai hukuman pidana sebagaimana diatur dalam UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

3. Jenis Tindak Pidana Narkotika

Berikut Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

a. Dalam Pasal 111 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman ;

b. Dalam Pasal 112 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman;

(3)

c. Dalam Pasal 113 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I;

d. Dalam Pasal 114 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I;

e. Dalam Pasal 115 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum membawa, mengirim, mengakut, atau mentransito Narkotika Golongan I;

f. Dalam Pasal 116 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain;

g. Dalam Pasal 117 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II;

(4)

h. Dalam Pasal 118 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidk memiliki hak atau bertentangan dengan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II;

i. Dalam Pasal 119 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II;

j. Dalam Pasal 120 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II;

k. Dalam Pasal 121 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain;

l. Dalam Pasal 122 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan III;

(5)

m. Dalam Pasal 123 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III;

n. Dalam Pasal 124 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III;

o. Dalam Pasal 125 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III;

p. Dalam Pasal 126 menjelaskan bahwa perbuatan Setiap individu yang tidak memiliki hak atau bertentangan dengan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain;

q. Dalam Pasal 128 Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan I, II, dan III bagi diri sendiri Pasal 127; Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor;

(6)

r. Dalam Pasal 129 perbuatan Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk perbuatan Narkotika; Memproduksi, menimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

s. Dalam Pasal 130 Setiap individu yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana Narkotika;

t. Dalam Pasal 131 Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

u. Dalam Pasal 133 Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana Narkotika; Untuk menggunakan Narkotika;

(7)

v. Dalam Pasal 134 setiap individu yang merupakan Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri; Keluarga dari Pecandu Narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut.

Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Tindak Pidana Narkotika terdiri dari macam-macam perbuatan yang dimana apabila perbuatan tersebut dilakukan maka akan dikenai sanksi Pidana sebagaimana yang telah diatur dalam UU Narkotika No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

4. Jenis-Jenis Narkotika

adapun penggolongan dari jenis-jenis Narkotika berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, adalah sebagai berikut :

Jenis Narkotika Golongan I

Yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” ialah Narkotika yang hanya dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat menyebabkan ketergantungan.3

(8)

Jenis dari narkotika golongan I tersebut diatas dilarang untuk diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi kecuali dalam jumlah terbatas untuk kepentingan tertentu. Hal ini diatur pada pasal 8 ayat 1 Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika

Jenis Narkotika Golongan II

yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” ialah Narkotika memiliki khasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.4

Jenis Narkotika Golongan III

Yang dimaksud "Narkotika Golongan III” ialah Narkotika yang memiliki khasiat pengobatan dan biasanya banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.5

Dari jenis-jenis narkotika diatas , tanaman atau obat-obatan yang termasuk dalam golongan Narkotika biasanya dipakai untuk membius pasien atau diberikan kepada pasien untuk proses penyembuhan atas penyakit yang dideritanya. Akan tetapi seringkali

4 Ibid 5 Ibid

(9)

obat-obatan ini disalahgunakan oleh orang-orang di berbagai kalangan yang tujuannya untuk mendapatkan efek tertentu dan keuntungan dari pemakaian dan penjualan obat-obatan yang termasuk dalam golongan narkotika ini dengan cara melawan hukum. Sehingga dengan adanya ketentuan Perundang-undangan No.35 Tahun 2009 Tentang narkotika dapat mengatasi permasalahan hukum yang terjadi khususnya dalam hal penyalahgunaan dan kegiatan peredaran Narkotika yang terjadi.

B. Tinjauan umum Surat Dakwaan

1. Istilah Dakwaan

Menurut Karim Nasution , Surat dakwaan merupakan surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan.6

M.Yahya Harahap mengartikan surat dakwaan sebagai sebuah surat Akta yang memuat rurusan Tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan ini ditarik dan disimpulkan dari pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur delik pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan kepada terdakwa dan merupakan dasar bagi hakim dalam melaksanakan pemeriksaan di persidangan. 7

merujuk pada pendapat karim nasution dan M.Yahya Harahap tersebut Penulis berpendapat bahwasanya Surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum merupakan dasar bagi hakim dalam

6 Ha ri Sa sa ngka , Penuntutan dan Teknik Membuat Surat Dakwaan, Dha rma Surya Berlia n,

Sura ba ya , 1996 . Hlm.66

7 M.Ya hya Ha ra hap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP: Penyidikan dan penuntutan, Op.cit., Hlm.386

(10)

melakukan pemeriksaan. Dalam agenda pemeriksaan di persidangan , jaksa penuntut umum melakukan penuntutan terhadap terdakwa berdasarkan dakwaan yang disusunya. Jaksa Penuntut umum menuntut berdasarkan pemeriksaan alat bukti dan fakta yang terungkap di persidangan. Sehingga dari pemeriksaan alat bukti dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, selanjutnya jaksa penuntut umum akan menganalisis hukumnya untuk menarik kesimpulan mengenai terbukti atau tidaknya suatu perbuatan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa dan selanjutnya Jaksa penuntut umum akan mengajukan tuntutan pidananya kepada Majelis hakim melalui surat tuntutan yang disusun oleh jaksa penuntut umum.

2. Bentuk-bentuk surat dakwaan a. Dakwaan Tunggal/Biasa

Merupakan surat dakwaan yang disusun dalam rumusan “tunggal” atau hanya berisi satu saja dakwaan. Pada Umumnya rumusan dakwaan tunggal seringkali dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung fakta “penyertaan” (mededaderschap) atau faktor concursus maupun faktor “alternatif” atau faktor “subsidair”. 8

Dari rujukan tersebut diatas penulis berpendapat bahwa Dakwaan alternatif ini disusun apabila jaksa penuntut umum telah

8 R.Indra , Surat dakwaan dan bentuk-bentuknya . https://www.doktorhukum.com/ dia kses pada

(11)

sepenuhnya yakin bahwa suatu perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan suatu tindak pidana dan dari perbuatan tersebut tidak terdapat fakta penyertaan atau Concursus di dalamnya. b. Dakwaan Alternatif

Merupakan surat dakwaan yang disusun dan didalamnya terdapat beberapa rumusan-rumusan tindak pidana, tetapi pada di dalamnya hanya ada dua dakwaan yang dapat dipilih salah satunya untuk dibuktikan kebenaran peristiwa pidananya. Ciri dari dakwaan alternatif adalah di antara dua dakwaan yang disusun di dalamnya menggunakan kata “atau” karena dengan kata itu salah satu dakwaan harus dipilih untuk dibuktikan.9

Dari Rujukan tersebut penulis berpendapat bahwasanya dalam dakwaan Alternatif yang disusun oleh jaksa penuntut umum terdapat dua lapisan dakwaan, dakwaan pertama dengan dakwaan kedua disertai kata “atau” sebagai bentuk pilihan dalam rumusan dakwaan ini. Dakwaan alternatif disusun apabila Jaksa Penuntut umum ragu mengenai perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dikarenakan tindak pidana tersebut memiliki kemiripan dalam unsur-unsurnya.

c. Dakwaan Kumulatif

9 Nur Ha ria ndi Tusni, Bentuk-bentuk surat dakwaan , http://www.gresnews.com/ dia kses pada

(12)

Merupakan surat dakwaan yang disusun dan didalamnya terdapat beberapa tindak pidana masing-masing berdiri sendiri artinya tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu tehadap yang lain ataau dapat dikatakan berdiri sendiri. dalam surat dakwaan komulatif , kesemua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut.10

Dari rujukan tersebut penulis berpendapat bahwa Dakwaan Kumulatif disusun oleh jaksa penuntut umum apabila tindak pidana atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sifatnya sendiri-sendiri dan dalam agenda pemeriksaan di persidangan tiap-tiap dakwaan yang disusun harus dibuktikan satu persatu.

d. Dakwaan Subsider

merupakan surat dakwaan yang disusun dan terdiri dari beberapa lapisan susunan dakwaan dimulai dari yang pidananya paling tinggi sampai dengan pidananya yang paling rendah. Dalam dakwaan ini proses pembuktiannya dilakukan secara berurutan dimulai dari lapisan paling atas sampai dengan lapisan yang dipandang terbukti. Dan Dakwaan yang tidak terbukti harus

(13)

dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut 11

Dari rujukan tersebut penulis berpendapat bahwa Dakwaan subsider disusun oleh jaksa penuntut umum apabila terdakwa melakukan tindak pidana dan terdapat fakta concursus atau perbarengan dalam tindak pidana yang dilakukan sehingga dakwaan ini disusun agar dalam pemeriksaan di persidangan dapat mengkualifikasikan dari tindak pidana yang paling berat sampai tindak pidana yang paling ringan. Dan apabila satu dakwaan tebukti maka dakwaan lainnya akan diabaikan.

e. Surat Dakwaan Kombinasi/Campuran

merupakan surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum berupa kombinasi dari dakwaan yang berbentuk alternatif dengan dakwaan subsidair / antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan subsidair / antar dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif, dan sebagainya. Dakwaan ini harus diperhatikan secara teliti mengenai bentukbentuk dari kumulasinya, dan jangan sampai upaya untuk mencegah terdakwa lepas dari dakwaan justru memperluas kemungkinan terdakwa untuk lepas dari dakwaan. Timbulnya bentuk ini seiring dengan perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk / jenisnya maupun dalam modus operandi yang

(14)

dipergunakan. Surat dakwaan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan dalam praktek penuntutan, agar terdakwa tidak lepas atau bebas dari dakwaan, yakni karena kompleknya masalah yang dihadapi oleh penuntut umum. Dalam penyusunan surat dakwaan ini haruslah diperhitungkan dengan masak-masak oleh penuntut umum tentang tindak pidana yang akan didakwakan serta harus diketahui konsekwensi di dalam pembuktian dan penyusunan tuntutan pidana berdasarkan surat dakwaan yang dibuat.12

C. Tinjauaan umum tentang Jaksa 1. Pengertian Kejaksaan

Kejaksaan merupakan sebuah lembaga negara yang memiliki wewenang untuk melaksanakan penegakan hukum dan keadilan, salah satunya melakukan penuntutan di bidang pidana. Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.13

Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan merupakan salah satu dari lembaga penegak hukum yang dituntut untuk lebih berperan aktif dalam melaksanakan dan menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).14

12 Nur Ha ria ndi Tusni opcit

13 Pengertia n Keja ksa a n , https://www.keja ksaan.go.id/ dia kses pa da ta ngga l 3 Mei 2020 14 Ibid

(15)

Pada UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Kejaksaan juga merupakan satu-satunya Lembaga yang memiliki wewenang dalam melaksanakan putusan dalam bidang pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam Bidang pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.

2. Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Dalam ketentuan pasal 30 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang yaitu :

Dalam bidang hukum pidana jaksa memiliki wewenang yaitu melakukan sebuah penuntutan terhadap terdakwa yang melakukan perbuatan pidana,dalm melakukan penuntutan jaksa juga dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan merupakan tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan., selanjutnya jaksa memiliki wewenang untuk melaksanakan putusan dan penetapan hakim yang

(16)

telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam hal ini, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.

yang ketiga jaksa memiliki wewenang untuk melakukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat , putusan pidana pengawasan dan putusan lepas bersyarat selanjutnya jaksa juga memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap perbuatan pidana tertentu berdasarkan undang-undang, Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. jaksa juga memiliki wewenang untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan melakukan pemeriksaan tambahan sebelum

(17)

melimpahkan perkaranya ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.15

Dalam bidang perdata dan tata usaha negara kejaksaan memiliki tugas dan wewenang yaitu atas kuasa khusus dari negara atau pemerintah untuk bertindak baik di dalam maupun diluar pengadilan dengan atas nama negara tau pemerintah.

Pada bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan juga memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan kegiatan : Peningkatan kesadaran hukum masyarakat , dalam kegiatan ini jaksa juga memiliki peran untuk melakukan rangkaian kegiatan dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat, selanjutnya jaksa jug memiliki wewenang untuk Pengamanan kebijakan penegakan hukum , Pengawasan peredaran barang cetakan, Pengawasan aliran kepercayaan dan dapat membahayakan masyarakat dan negara pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, serta penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

D. Tinjauan Umum tentang putusan Pengadilan 1. Pengertian Putusan Pengadilan

Dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP disebutkan bahwa putusan pengadilan sebagai “pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas lepas

(18)

dari segala tuntutan hukum serta cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. 16

Putusan pengadilan pada prinsipnya memiliki peran yang sangat penting dalam hal menegakkan hukum yang berkeadilan,berkepastian, dan kemnfaatan hukum. atas hal tersebut dalam menjatuhkan suatu putusan, hakim hendaknya selalu berhati-hati, hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang dijatuhkan tidak mengakibatkan rasa tidak puas dan tercapainya tujuan hukum, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat menjatuhkan wibawa pengadilan.17

2. Jenis Putusan pengadilan a. Putusan Bebas / vrij spraak

yaitu terdakwa yang dalam hal ini dijatuhi putusan bebas atau bebas dari tuntutan hukum (vrij spraak) atau acquitall. artinya terdakwa dalam putusan hakim dinyatakan dibebaskan dari pemidanaan.18 Dasar dari putusan bebas tersebut tercantum dalam ketentuan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjelaskan bahwa:

“apabila pengadilan berpendapat bahwa Dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”19

16 Ba ca Pa sa l 1 Angka 11 Kita b Unda ng-unda ng Hukum a ca ra pida na

17 Tri Andrisma n, Hukum Acara Pidana, La mpung, Universita s La mpung, 2010, hlm, 68.

18 Ya hya Ha ra hap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Ja ka rta , Sinar

Gra fika , ceta ka n kedua, hlm. 347

(19)

Dari Kutipan Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pemeriksaan di persidangan. Alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, belum cukup untuk membuktikan atas kesalahan terdakwa dan sekaligus perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa tidak diyakini oleh hakim. Oleh karena itu terdakwa harus dinyatakan atau diputus bebas sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP putusan bebas pada umumnya didasarkan pada penilaian Majelis hakim, yaitu:Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti, semua alat bukti yang diajukan ke persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat petunjuk maupun keterangan terdakwa, tidak dapat membuktikan kesalahan terdakwa. Berarti perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan oleh hakim;

b. Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging)

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum diatur dalam pasal 191 ayat (2) KUHAP yang berbunyi :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.20

(20)

putusan lepas dari segala tuntutan hukum memiliki beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu :21

(1). Perbuatan terdakwa terbukti;

Bahwa dalam agenda pemeriksaan di persidangan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan Hakim , serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan menyatakan bahwasanya terdakwa berdasarkan alat bukti yang sah dalam pasal 184 KUHAP dan meyakinkan hakim atas alat bukti tersebut menyatakan terdakwa terbukti secara sah sebagai pelaku perbuatan tersebut.

(2). Bukan merupakan tindak pidana

Walaupun terbukti secara sah dan meyakinkan atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, akan tetapi perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut bukanlah merupakan suatu Delik pidana. melainkan perbuatan tersebut masuk dalam ruang lingkup perdata.

Dari rujukan tersebut penulis berpendapat bahwa apabila dalam pemeriksaan di persidangan terdakwa berdasarkan alat bukti dan fakta-fakta di persidangan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwasanya Terdakwa sebagai pelaku perbuatan tersebut. Akan tetapi perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut bukan merupakan

21 Tolib Effendi,2014. Dasar-dasar hukum acara pidana , perkembangan dan pembaharuannya di Indonesia,Ma la ng; Seta ra press. Hlm 185

(21)

suatu tindak pidana maka dari hal tersebut terdakwa harus dinyatakan atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh Pengadilan.

c. Putusan Pemidanaan

Suatu putusan pemidanaan dapat dijatuhkan kepada terdakwa apabila dalam proses pemeriksaan didapatkan fakta-fakta yang mana terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu tindak pidana berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum dan hakim menganggap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dapat dipidana sebagaimana maksud dalam pasal 193 ayat (1) KUHAP.

3. Syarat formil putusan Pengadilan

Dalam Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur ketentuan mengenai formalitas putusan dan pada ketentuan pasal 197 ayat (2) tercantum bahwa apabila ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam ayat 1 tidak dipenuhi kecuali yang tercantum di huruf g,dan i maka putusan tersebut dinyatakan batal demi hukum. Ketentuan tersebut adalah :

Kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa, Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan, Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa, Tuntutan

(22)

pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan, Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa, Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali kasus diperiksa oleh hakim tunggal, Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhinya semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan, Ketentuan kepada siapa biaya kasus dibebankan dengan menyebutkan jum lahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti, Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat sur at autentik dianggap palsu, Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.l. hari dan tanggal putusan, dan yang terakhir nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;22

Dari Kutipan tersebut. Dapat disimpulkan bahwasanya suatu putusan pengadilan yang berupa pemidanaan, diharuskan untuk mencantumkan point-point formalitas putusan tersebut sebagaimana yang diatur pada Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

(23)

Acara Pidana sebagai formalitas yang harus dipenuhi dalam putusan pemidanaan.

E. Tinjauan umum tentang Pertimbangan Hakim 1. Pengertian Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim akan timbul pada saat hakim dalam agenda pemeriksaan dan pembuktian di persidangan dinyatakan telah selesai, yang kemudian majelis hakim yang akan mengadakan musyawarah guna mendapatkan putusan yang berkepastian,berkeadilan dan kemanfaatan hukum sesuai dengan tujuan hukum.23 Terdapat hal penting yang hendaknya di perhatikan oleh Majelis hakim dalam pertimbangannya, yaitu bagaimana hakim harus memperhatikan Actus reus dan mens rea dengan rasionya dan hati nuraninya untuk mendapatkan keyakinan atas perkara yang diterimanya dan berdasarkan pemeriksaan di persidangan hakim dapat mengungkap fakta-fakta di dalam persidangan dengan cara mencari,menggali, menemukan dan menerapkan hukum yang tepat sesuai dengan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum. 24

Dari Rujukan tersebut penulis menyimpulkan bahwa apabila proses pemeriksaan di persidangan telah selesai maka selanjutnya Majelis hakim akan melakukan musyawarah untuk mendapatkan putusan atas pemeriksaan alat bukti dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan guna mencari, menemukan dan menerapkan hukum atas perbuatan tindak pidana yang diperbuat oleh terdakwa sesuai d engan tujuan hukum.

Masih banyak sekali aspek-aspek yang harus dipertimbangkan oleh Majelis hakim pada putusannya baik itu dari aspek yuridis ataupun

23 AL. Wisnubroto, 2014, Praktik Persidangan Pidana, Penerbit Universita s Atma ja ya, Yogyakarta,

hlm. 148

(24)

dari aspek non yurdisnya. pada praktiknya di persidangan aspek yuridis merupakan suatu hal yang sangat penting karena pertimbangan yuridis tersebut timbul atas fakta di persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusannya. pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak pidana juga merupakan aspek penting apakah terdakwa bersalah telah melakukan Delik pidana seperti yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atau tidak sama sekali.25 Pertimbangan hakim baik yuridis dan non yuridis yang dimaksud yakni:

2. Pertimbangan Hakim yang bersifat Yuridis

Pertimbangan Hakim yang bersifat yuridis merupakan pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum.

Dakwaan merupakan surat atau akta yang disusun oleh Jaksa penuntut umum dan memuat rumusan suatu tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang merupakan sebuah kesimpulan dan sebuah uraian-uraian yang didapat dari hasil pemerikasaan di tingkat penyidikan, dan merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan di persidangan.26

25 Lilik Mulya di, 2014, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,

Penerbit PT Citra Aditya Ba kti, Ma la ng, hlm. 129

26 Moha mmad Ta ufik Ma ka rao da n Suha sril,2010. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek.Ja ka rta ; Gha lia Indonesia,hlm. 65.

(25)

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Surat Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Dalam merumuskan surat dakwaan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu syarat formil dan materilnya. Dakwaan harus berisi identitas terdakwa serta memuat uraian tindak pidana dan waktu/tempos dilakukannya perbuatan pidana dan memuat Pasal yang dilanggar.27

b. Tuntutan pidana.

Tuntutan pidana pada umumnya menyebutkan secara jelas dan obyektif mengenai jenis dan beratnya pidana atau jenis tindak pidana yang dituntut oleh penuntut umum agar dijatuhkan Pidana kepada terdakwa oleh Majelis Hakim, berdasakan hasil pemeriksaan di depan persidangan mengenai tindak pidana yang telah terbukti menurut jaksa penuntut umum melalui surat tuntutan tersebut.28

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa surat tuntutan yang disusun oleh jaksa penuntut umum menjelaskan secara jelas satu demi satu mengenai unsur-unsur tindak pidana yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan berdasarkan dakwakannya kepada

27 Rusli Muha mmad,2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Ja ka rta; Ra ja Gra findo Persada,

hlm. 125.

28 Nikola s Sima njunta k,2009. Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Ja ka rta ; Gha lia .hlm.

(26)

terdakwa, dengan memberikan alasan serta analisis hukumnya Mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh Terdawa.

c. Unsur pasal yang didakwakan

Pada putusannya Majelis hakim juga mencantumkan dan mempertimbangkan unsur-unsur dalam ketentuan pasal dalam dakwaan jaksa penuntut umum.29 Pertimbangan ini tidak serta-merta mencantumkan unsur-unsur hukum seperti apa yang telah undang-undang jelaskan mengenai pasal yang di dakwakan akan tetapi juga mencantumkan dari aspek teoritis dan praktek, pandangan doktrin, yurisprudensi dan kasus posisi yang sedang ditangani, kemudian dari hal tersebut hakim menetapkan pendiriannya dalam memberikan pertimbangan sehingga terdakwa dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu perbuatan pidana. d. Nota Pembelaan / Pledoi

Nota pembelaan (Pledoi) adalah nota yang dibuat oleh terdakwa atau penasihat hukumnya dan merupakan hak dari Terdakwa untuk menanggapi surat tuntutan dari jaksa penuntut umum baik itu yang akan disampaikan langsung oleh terdakwa maupun yang akan disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa baik secara tertulis ataupun secara lisan di depan persidangan yang berisi sanggahan atau jawaban atas Surat Tuntutan Jaksa Penuntut umum.30

29 Lilik Mulya di ,Op.cit . Hlm.220

30 AL. Wisnubroto, 2014, Praktik Persidangan Pidana, Penerbit Universita s Atma ja ya Yogyakarta,

(27)

Dari hal tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwasanya Nota pembelaan (Pledooi) merupakan jawaban yang diajukan oleh terdakwa / penasihat hukumnya atas tuntutan jaksa penuntut umum. Nota tersebut disusun oleh penasehat hukum terdakwa yang sifatnya bisa tertulis maupun tidak tertulis atau disampaikan secara langsung di persidangan.ketentuan formil mengeni nota pembelaan/ Pledooi tidak diatur dalam KUHAP akan tetapi nota tersebut biasanya disusun dengan sistematis, kritis, dan logis dan juga disertakan dengan dalil-dalil bantahannya atas tuntutan Jaksa penuntut umum desertai juga dengan dasar bukti/ fakta yang terungkap di persidangan yang relevan dan disertai dengan analisis yurudis yang akurat dalam penyusunannya. e. Keterangan saksi.

Keterangan saksi merupakan salah satu dari alat bukti dalam suatu perkara tindak pidana yang memuat keterangan dari para saksi mengenai suatu peristiwa tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan saksi juga termasuk dalam alat bukti Sejauh mana keterangan itu mengenai suatu peristiwa tindak pidana yang di dengar sendiri, di lihat sendiri dan di alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan dibawah sumpah.31

31 Lilik Mulya di, 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik, Dan Permasalahannya,Ba ndung;Alumni.hlm. 169.

(28)

Dari rujukan diatas dapat disimpulkan bahwa Keterangan saksi yang disampaikan di depan persidangan merupakan keterangan dari seseorang yang murni dari apa yang dilihatnya, dialaminya dan didengarnya serta apa yang diketahuinya dalam suatu tindak pidana yang terjadi.

f. Keterangan terdakwa.

pada ketentuan Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana huruf e. keterangan atau pernyataan terdakwa juga termasuk sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa merupakan apa yang dinyatakan terdakwa dalam agenda pemeriksaan di depan persidangan mengenai suatu perbuatan yang dilakukannya atau yang ia mengetahui sendiri atau yang ia alami sendiri, ketentuan ini diatur dalam Pasal 189 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Keterangan oleh terdakwa juga merupakan hasil jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Jaksa penuntut umum, hakim maupun penasehat hukum guna menggalii kebenaran yang sebenar-benarnya.32

g. Barang Bukti

Barang bukti merupakan salah satu alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP. Barang tersebut merupakan barang yang digunakan oleh terdakwa dalam melakukan perbuatan pidana atau hasil yang didapat

(29)

dari suatu perbuatan pidana. barang-barang tersebut disita oleh penyidik untuk dijadikan sebagai bukti di persidangan.33

Dapat disimpulkan bahwa Barang bukti merupakan barang yang dipergunakan atau hasil dari tindak pidana yang dilakukannya tersebut yang kemudian disita untuk diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam proses pemeriksaan di persidangan yang bertujuan untuk membuktikan kesalahan terdakwa dalam suatu tindak pidana yang telah didakwakannya.

3. Pertimbangan hakim non-Yuridis

Adapun hal yang harus diperhatikan pada pertimbangan non-yuridis, yakni adalah :34

1. Latar Belakang Terdakwa

latar belakang terdakwa merupakan setiap keadaan atau kondisi yang menyebabkan terjadinya keinginan serta dorongan keras terhadap diri terdakwa ketika melakukan tindak pidana.

2. Akibat Perbuatan Terdakwa

Dalam tindak pidana atau perbuatan yang dilakukan terdakwa dapat menimbulkan korban sehingga terjaninya kerugian pada pihak lain. Sehingga akibat dari perbuatan terdakwa yang telah melakukan tindak pidana maka akan berpengaruh buruk kepada masyarakat

33 Ansori Sa bua n, dkk, Hukum Aca ra Pida na , Angka sa , Ba ndung, 1990, hlm. 182.

34 Da ma ng, Definisi Pertimbangan Hukum da la m situs www.da ma ng.web.id, /Dia kses pa da ta nggal

(30)

luas, serta terganggunya keamanan dan ketentraman masyarakat dan masyarakat senantiasa terancam.

3. Kondisi Diri Terdakwa

Kondisi terdakwa merupakan suatu kondisi fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, dimana juga termasuk pada status sosial yang melekat pada terdakwa. Kondisi fisik ini dimaksud pada usia dan tingkat kedewasaan, sedangkan dalam keadaan atau kondisi psikis adalah berkaitan pada perasaan yaitu berupa: tekanan dari orang lain, pikiran sedang kacau, dan keadaan marah dan lain-lain. Bahwa sedangkan yang dimaksud dengan status sosial merupakan predikat yang dimiliki dalam masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perpaduan metode Inquiry dan Reciprocal Teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap

Media pembelajaran lagu dapat dieksploitasi untuk membantu peningkatan keterampilan menulis cerpen dengan metode sugesti-imajinasi, lagu dapat memberikan sugesti yang

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode Kemungkinan Maksimum (Maximum Likelihood,) dan metode Bayes dalam menaksir kemampuan peserta pada rancangan tes adaptif.

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Mengenai pendapat Imam Abu Hanifah, yang mana beliau menetapkan dan mendahulukan seorang anak laki-laki untuk menjadi wali nikah, menurut hemat penulis, pendapat

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan