• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK UDARA ATAS WILAYAH BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PROGRAM RAOB STUDI KASUS TAHUN ZAINUL ARIFIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK UDARA ATAS WILAYAH BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PROGRAM RAOB STUDI KASUS TAHUN ZAINUL ARIFIN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK UDARA ATAS WILAYAH BANDAR UDARA

SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PROGRAM RAOB

STUDI KASUS TAHUN 2007-2008

ZAINUL ARIFIN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ZAINUL ARIFIN. Karakteristik Udara Atas Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta Menggunakan Program RAOB Studi Kasus Tahun 2007-2008. Dibimbing oleh: SOBRI EFFENDY

Penelitian ini menggambarkan karakteristik udara atas menggunakan program RAOB Rawind Sonde Observation Program. Penelitian di titik beratkan pada ketinggian titik-titik penting (significant level) dalam kestabilan udara atas secara vertikal, yaitu titik Level of Free Convective (LFC), Convective Condensation Level (CCL) dan Lifting Condensation Level (LCL). Data yang digunakan merupakan data Sounding untuk wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta pada periode Desember 2007 hingga November 2008. Terdapat perbedaan karakteristik keadaan udara atas seiring perubahan bulan yang terjadi. Termasuk di dalam nya perbedaan perubahan ketinggian paras LFC yang berkisar pada ketinggian 800 mb hingga 700 mb. Pada dasarnya perbedaan tersebut merupakan implikasi dari kejadian musiman wilayah kajian. Penelitian ini juga membandingkan keadaan titik-titik penting udara atas untuk bulan-bulan musim hujan (Desember-Januari-Februari) dengan bulan-bulan musim kemarau (Juni-Juli-Agustus). Diperoleh perbedaan yang cukup nyata antara keadaan udara atas bulan-bulan tersebut, terutama pada variasi harian ketinggian paras LCL dan LFC yang terjadi. Ketinggian rata-rata paras LFC pada bulan-bulan D-J-F berada pada 1.483 m di atas permukaan sedangkan pada bulan-bulan J-J-A pada 2.019 m di atas permukaan. Perbedaan kadar uap air antara kedua kelompok bulan-bulan tersebut digambarkan dengan menggunakan Parameter Precipitable Water (PW) yang terdapat pada aplikasi cross section dari aplikasi program RAOB. Besar rata-rata nilai PW pada periode bulan-bulan D-J-F secara keseluruhan sebesar 4,96 cm dan 4,07 cm pada periode bulan-bulan J-J-A.

(3)

ABSTRACT

ZAINUL ARIFIN. Upper Air Characteristics Using RAOB Program in Soekarno Hatta

Airport Case Study Year 2007-2008. Supervised by : Sobri Effendy

This paper describes the upper air characteristic using the RAOB program. The focus is in significant level of upper air vertical stability, the significant level describe by Level of Free Convective (LFC), Lifting Condensation Level (LCL) and Convective Condensation Level (CCL). This research was using sounding data from Soekarno-Hatta air port at December 2007 to November 2008. The upper air characteristic is very different in every few month because the implication of seasonal change in object area. The comparison between rainy season (December-January-February) and dry season (June-July-August) had shown the different pattern of upper air characteristic and diurnal variation. The different amount of wet air for this two group of months was describe using cross section from RAOB program application

(4)

KARAKTERISTIK UDARA ATAS WILAYAH BANDAR UDARA

SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PROGRAM RAOB

STUDI KASUS TAHUN 2007-2008

ZAINUL ARIFIN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Judul Skripsi : Karakteristik Udara Atas Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta Menggunakan Program RAOB Studi Kasus Tahun 2007-2008

Nama : Zainul Arifin NRP : G24102042

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si NIP : 19641124 199003 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen,

Dr. Ir. Rini Hidayati, Ms NIP : 19600305 198703 2 002

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kapada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan KaruniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Begitu banyak bantuan dan dukungan dalam proses pengerjaan karya ini, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih. Terdapat juga banyak kekurangan dan kekhilafan dalam proses pengerjaan karya ini baik dalam sikap ataupun proses penulisan, penulis mohon di bukakan pintu maaf dan pemakluman atas hal tersebut. Sebuah karya akan sangat berharga jika berguna, selain itu apresiasi dari karya ini sangat penulis harapkan kepada mereka yang membaca karya ini pada masa nanti.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Sobri Effendy dan Bapak Ahmad Bey atas bimbingan dan sarannya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Serta kepada Bapak Bregas Budianto selaku pembimbing akademik atas dorongan, dukungan dan bantuan selama masa perkuliahan yang penulis jalani. 2. Keluarga (Bapak H Lachmadi, Ibu’ku Sumarni, Kaka Uril’Priyadi, Ka Burhan Tina & bayi

Nikesya’nya, Ka Yourianni, Ka Fitri Zul & bayi Syabitha’nya, Belahan lahir Zaenal’nya Aie dan Eko Taz) keluarga besar H Lalu Idris (Paman Irwannurhadi sekeluarga) dan H Soetardi atas hangat nya kasih sayang persaudaraan dan keikhlasan dalam bantuan, semoga penulis dapat sedikit membalas kebaikan dengan selesainya karya ini.

3. Para sahabat Arif M T, Basyarudin, Daud K, Deni I, Gian G, Ghulam Z, Lina H, Ridwan M, Tonni S, Samba W, Yudhi T dan Eko B, Eko P, Frans R, Iyas, Edgar, Adriel T, Reza A, Kartika DP, Astrid B, Teddy S, Ahmad H beserta anak KIR dan 2-9 lainnya.

4. Andi asrid rizky agustina, Gina P, Merry S, Alis L, Tyas P, Nina D atas inspirasi dan cinta yang terbagi.

5. Keluraga besar Departemen GFM, Alm Bapak Imam S, Bapak Hidayat P, Ibu Rini H seluruh civitas dosen pengajar dan para karyawan (Bapak Khairun Bapak Udin, Bapak Pono, Bapak Aziz, Bapak Badarudin, Bapak Jun, Ibu Indah, Ibu Wanti, Ibu Icha)

6. Seluruh teman 39, 40, 41, 42 dan angkatan-angkatan di bawahnya yang memberi warna hidup perkuliahan penulis.

Begitu banyak rasa terima kasih dan permintaan maaf yang harus diucapkan, terhalang terbatasnya tempat penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih, semoga karya ini dapat berguna untuk penulis dan pihak lain nya.

Bogor, Juli 2010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1984, penulis merupakan anak kembar dan termasuk sebagai putra kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak H Lachmadi dan Ibunda Baiq Sumarni. Penulis memulai pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Jauharotun Naqqiyah Jakarta Timur pada tahun 1991 dan meneruskan pendidikan menengah pertama pada tahun 1996 di Madrasah Tsanawiyah Jauharotun Naqqiyah hingga tahun 1999. Penulis menyelesaiakan pendidikan menengah atas tahun 2002 di SMU Negeri 54 Jakarta Timur.

Penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2002. Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Profesi Geofisika dan Meteorologi (HIMAGRETO) baik sebagai anggota maupun pengurus.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 1

2.1. Struktur Atmosfer ... ... 1

2.2. Lifting Condensation Level Paras Kondensasi Angkat (LCL) ... ... 2

2.3. Level of Free Convective (LFC) ... ... 2

2.4. Convective Condensation Level (CCL), Paras Kondensai Konvektif (PKK) ... 3

2.5. Convective Available Potential Energy (CAPE) ... 3

2.6. Radiosonde dan RAOB ... ... 3

2.6.1 Significant level ... 4

2.6.2 Pericipitable Water (PW) ... 4

2.6.3 Analisis-analisis Lainnya ... 4

2.7. Struktur Klimatologi Daerah Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng ... 4

III. BAHAN DAN METODE ... 5

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 5

3.2. Bahan dan Alat ... 5

3.3. Metode ... 5

3.4. Pengolahan Data ... 6

3.5. Analisis Terhadap Hasil RAOB ... 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

4.1. Karakteristik Udara Atas Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta Desember 2007 Hingga November 2008 ... 7

4.2. Perbandingan Antara Bulan-bulan D-J-F dengan Bulan-bulan J-J-A ... 9

4.3. Nilai Precipitable Water (PW) ... 10

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 14

5.1.Kesimpulan ... 14

5.2.Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Proses Pengambilan Data Sounding ... 2

2. Titik LCL Dalam Diagram Aerologi ... 2

3. Titik LFC Dalam Diagram Aerologi ... 2

4. Kelembaban Relatif (RH) Rata-rata Bulanan Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta ... 5

5. Perbandingan Kelembaban Relatif Pukul 07:00 WIB dengan 18:00 WIB ... 5

6. Curah Hujan Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta ... 5

7. Diagram Alur Penelitian... 6

8. Profil Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta 2008 ... 6

9. Curah Hujan Desenber 2007-2008 ... 7

10. Ketinggian rata-rata LFC,CCL,LCL dan CAPE untuk Peluncuran Sounding 00Z Desember 2007-November 2008 Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta ... 9

11. Ketinggian rata-rata LFC,CCL,LCL dan CAPE untuk Peluncuran Sounding 12Z Desember 2007-November 2008 Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta ... 9

12. Perbandingan nilai rata-rata CAPE untuk Sounding 00Z dengan 12Z Desember 2007- November 2008 Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta ... 9

13. Perubahan Nilai CAPE antar Sounding 00Z dengan 12Z pada bulan-bulan D-J-F (a) dan Bulan-bulan J-J-A (b) ... 10

14. Perbandingan Nilai PW Sepanjang Desember 2007 hingga November 2008 untuk Sounding 00Z dengan 12Z (a) dan Perubahan dari Nilai PW Sounding 00Z dengan 12Z untuk Bulan- bulan D-J-f dan J-J-A (b dan c) ... 11

15. Hubungan Nilai Rata-rata Bulanan Precipitable Water dengan Rata-rata Bulanan Curah Hujan ... 11

16. Kontur Precipitiable Water (PW) Hasil Time Cross Section Program RAOB untuk Bulan- bulan D-J-F. Dengan Skala Garis Kontur 0,05 cm dan selang waktu 12 Jam. (a) Desember 2007, (b) Januari 2008, (c) Bulan Februari 2008 ... 12

17. Kontur Precipitiable Water (PW) Hasil Time Cross Section Program RAOB untuk Bulan- bulan J-J-A. Dengan Skala Garis Kontur 0,05 cm dan Selang 12 Jam. (a) Bulan Juni 2008, (b) Bulan Juli 2008, (c) Bulan Agustus 2008 ... 13

(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel Nilai CAPE Terhadap Kestabilan ... 3 2. Hasil Rata-rata Bulanan Sounding 00Z ... 8 3. Hasil Rata-rata Bulanan Sounding 12Z ... 8

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan Desember 2007, Januari 2008, Februari 2008 .... 16 2. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan Maret 2008, April 2008, Mei 2008 ... 16 3. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan Juni 2007, Juli 2008, Agustus 2008 ... 17 4. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan September 2008, Oktober 2008, November 2008 ... 17 5. Tabel Data Sounding 00Z Desember 2007-November 2008 ... 18 6. Tabel Data Sounding 12Z Desember 2007-November 2008 ... 21

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah dalam memahami atmosfer adalah kita harus melihat atmosfer dalam tiga dimensi, kebanyakan alat bantu dalam analisis meteorologi hanya memilki dua dimensi seperti peta cuaca sinoptik atau citra satelit. Walaupun seiring perkembangan zaman citra satelit telah dapat melakukan analisis hingga bagian permukaan akan tetapi masih terdapat kelemahan dalam aplikasinya. Analisis meteorologi kerap dilakukan beradasarkan lapisan horizontal dua dimensi, baik lapisan teratas atau lapisan terbawah, sehingga kerap terjadi kekosongan analisis antara kedua lapisan ruang tersebut.

Kedaan udara atas memiliki karakteristik yang khas. Pengamatan udara atas memiliki skala waktu dan ruang yang sempit jika dibandingkan dengan proses yang mempengaruhinya (Pettersen S, 1956). Kebanyakan kejadian cuaca terjadi di lapisan atmosfer atas, mulai dari uap air yang terangkat, menjadi jenuh, berkondensasi, hingga jatuh menjadi titik hujan, hal ini menarik banyak ahli meteorologi untuk memecahkan dan mengambarkan kejadian di lapisan tersebut, berbagai piranti serta persamaan telah digunakan dan dikembangkan untuk tujuan ini mulai dari layang-layang hingga diagram aerologik.

Gambaran atmosfer yang lebih lengkap akan diperoleh pemahaman keadaan atmosfer yang lebih baik, oleh karena itu diperlukan pengamatan terhadap udara atas untuk memahami keadaan atmosfer pada keadaan yang sebenarnya.

Radiosonde adalah suatu piranti meteorologi yang dapat memberikan gambaran dari keadaan udara atas, dengan bantuan radiosonde akan diperoleh pengukuran suhu, titik embun, kecepatan angin, kelembaban untuk batas ketinggian tertentu dari atmosfer. Walaupun masih juga terdapat kekurangan dalam hal efisiensi dan proses pengambilan data, akan tetapi untuk ketelitian dan pengambaran udara atas pada ketinggian tertentu tersebut, radiosonde masih diandalkan hingga kini.

Salah satu piranti lunak yang dapat digunakan dalam membantu aplikasi data Sounding adalah RAOB (Rawindsonde observation Program). Dengan perangakat ini pemprosesan, analisa dan prakiraan keadaan udara atas dapat lebih dipermudah.

1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini:

1. Menentukan karakteristik udara atas atmosfer menggunakan aplikasi program RAOB (Rawindsonde observation Program) untuk wilayah bandar udara Soekarno-Hatta pada selang waktu Desember 2007 hingga November 2008 2. Menganalisis perbedaan karakteristik

udara atas pada musim hujan dan musim kemarau tahun 2007-2008.

3. Menganalisis kadar uap air di atmosfer dengan menghitung nilai Precipitable Water (PW) untuk bulan-bulan D-J-F dan J-J-A

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Atmosfer

Atmosfer adalah lapisan gas atau campuran gas yang menyelimuti dan terikat pada bumi oleh gaya gravitasi bumi (Prawiriwardoyo S, 1996). Atmosfer memilki lapisan-lapiasan yang ditentukan berdasarkan profil suhunya. Lapisan itu antara lain troposfer, stratosfer, mesosfer dan termosfer. Sangat jarang terjadi percampuran antar lapisan-lapisan dari atmosfer tersebut.

Lapiasan terbawah dari atmosfer adalah troposfer. Lapisan ini mengandung 80% masa, 99% uap air dan aerosol dari keseluruhan atmosfer. Ketebalan dari lapisan ini tidak tetap bergantung pada tempat dan waktu. Ketebalan dari troposfer pada daerah khatulistiwa dapat mencapai 20 km dan dapat hanya 8 km di daerah kutub, pada lapisan troposfer inilah kejadian cuaca terjadi.

Sumber bahang utama dari lapisan troposfer adalah bumi yang menyerap dan memantulkan kembali radiasi matahari. Oleh karena itu secara umum suhu menurun seiring bertambahnya ketinggian dengan nilai yang konstan 10 ºC setiap km. Akan tetapi dengan adanya uap air di udara berdasarkan persamaan Clausius-Clapeyron akan terjadi pengurangan nilai perubahan suhu terhadap ketinggian.

Data sounding diperoleh dengan pelepasan balon berisi helium yang dilengkapi dengan perangkat elektronik (radiosounding) untuk merekam dan mentransmisikan data suhu dan kelembaban dalam perjalanan terbangnya. Kecepatan rata-rata pergerakan keatas dari balon tersebut

(13)

sebesar 5 m/s, daya jelajah balon dapat mencapai ketinggian 20-30 km. Dalam pengamatan atmosfer digunakan berbagai piranti sesuai dengan pengamatan yang dilakukan. Untuk lapisan hingga 30 km digunakan radiosonde, untuk lapisan 30 hingga 90 km digunakan roket dan untuk lapisan di atas 90 km digunakan citra satelit.

Gambar 1. Proses Pengambilan Data Sounding.

Sumber : (Charles D et al., 1991)

2.2. Lifting Condensation Level, Paras Kondensasi Angkat (LCL)

LCL atau PKA (Paras Kondensasi Angkat) adalah ketinggian atau paras saat paket udara yang diangkat menjadi jenuh. Dalam mempelajari atmosfer profil kelembaban udara diterapkan dalam nilai mixing ratio yang konstan, sehingga pada pengangkatan parsel udara mengikuti garis adiabatik kering pada suatu titik akan menjadi jenuh. Ketinggian titik LCL berpengaruh terhadap pemicuan pengangkatan uap air dari permukaan. Eltahir dan Pal (1996), menyebutkan jika lapisan teratas dari boundary layer bertepatan dengan LCL dan LFC maka proses konvektif akan terpicu, sebaliknya jika lapisan boundary layer berada di bawah titik LCL dan LFC maka proses konvektif tidak terpicu.

Ketinggian dari titik LCL dapat ditentukan dengan mengguanakan rumus Espy’s yaitu:

hLCL = 125 (T - Td) Di mana

h : Ketinggian (m) T : Temperatur (ºC)

Td : Temperatur titik embun (ºC) Ketinggian dari LCL juga dapat ditentukan dengan menggunakan diagram aerologi. Titik LCL ditentukan dengan melihat kelembaban parsel dan perpotongan pergerakan parsel dengan garis Mixing ratio

saat parsel udara menjadi jenuh, pada awal pergerakan parsel udara bergerak mengikuti garis adiabatik kering hingga pada suatu titik parsel udara tersebut menjadi jenuh dan parsel akan bergerak mengikuti garis adiabtik basah. Titik awal parsel tersebut menjadi jenuh merupakan titik LCL.

Gambar 2. Titik LCL Dalam Diagram Aerologi.

Sumber: (Charles D et al., 1991)

Ketinggian LCL juga digunakan dalam membatasi perameter prakiraan Tornado Craven dan Brooks (2004) sebagian besar Tornado berhubungan dengan ketinggian LCL yang berada di bawah 1300 m.

2.3. Level of Free Convective (LFC)

LFC merupakan lapisan dimana pada lapisan tersebut penurunan suhu udara terhadap ketinggian (lapse Rate) lingkungan, lebih curam jika dibandingkan dengan penurunan suhu udara terhadap ketinggian (lapse Rate) adiabatik basah (Wickham PG, 1970), sehingga menyebabkan parsel udara otomatis bergerak naik. Proses pengangkatan parsel ini akan berhenti pada suatu titik saat terjadi keseimbangan dengan lingkungan.

Gambar 3. Titik LFC Dalam Diagram Aerologi.

(14)

Titik LFC dapat ditentukan dengan mengikuti pergerakan parsel udara yang sudah jenuh di atas titik LCL hingga

memotong kurva lingkungan. Area dimana kurva lingkungan berada di sebelah kiri jalur pergerakan parsel udara jenuh (mengikuti garis mixing ratio) merupakan area dimana parsel udara dapat bergerak keatas dengan otomatis, atau biasa disebut area positif. Sedangkan area di bawah titik LFC, parsel udara membutuhkan energi dari luar untuk dapat bergerak naik dan disebut area negatif (Pettersen S, 1956). Titik dimana kurva lingkungan kembali bersinggungan dengan jalur parsel disebut titik equilibrium (El) atau titik keseimbangan.

2.4. Convective Condensation Level (CCL), Paras Kondensai Konvektif (PKK) CCL atau PKK (Paras Kondensai Konvektif) adalah ketinggian dimana kondensasi mulai berlangsung akibat dari pemansan konvektif. Ketinggian CCL selalu berada diatas LCL akibat dari pemanasan membuat berkurangnya RH sehingga diperlukan ketinggian yang lebih untuk mencapai titik kondensasi. Berbeda dengan titik LCL yang tidak berhubungan dengan kurva lingkungan, titik CCL sangat berhubungan dengan kurva lingkungan. Titik CCL merupakan perpotongan dari pergerakan sebuah parsel ketika jenuh yang terangkat akibat pemanasan dengan kurva lingkungan. Ketinggian titik ini selain dipengaruhi oleh kelembaban juga dipengaruhi oleh pemanasan permukaan.

Titik CCL berhubungan dengan nilai Tc atau temperatur konvektif, temperatur konvektif merupakan suhu permukaan yang dibutuhkan parsel udara untuk terangkat mencapai titik sangat jenuh pada kurva lingkungan. CCL juga merupakan tinggi dasar awan konvektif atau awan kumulus. Titik CCL pada sore hari merupakan titik dasar awan kumulus akibat dari pemanasan sepanjang siang hari.

2.5. Convective Available Potential Energy (CAPE)

CAPE adalah daerah dimana parsel udara memiliki energi positif atau dapat terangkat dengan otomatis, dalam diagram Skew T CAPE adalah luas antara wilayah kurva lingkungan dengan garis adiabaitk basah parsel, di atas level LFC dan di bawah titik keseimbangan (El). CAPE merupakan singkatan dari convective available potential

energy satuan dari CAPE adalah j/kg, CAPE dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

Di mana:

Tv : Temperatur Virtual

Tvenv: Temperatur Virtual Lingkungan g : Gravitasi

Zn : Ketinggian LFC

Zf : Ketinggian Titik Keseimbangan CAPE sangat dominan dalam proses hujan konvektif. Kriteria terjadinya konvektif adalah tersedianya nilai CAPE yang relatif besar dan terjadinya pengangkatan masa awal di dekat permukaan atau boundary layer (Satiadi D, dkk,. 2004). Nilai kebalikan dari CAPE adalah CIN atau Convective Inhibition CIN adalah area negatif, dalam area ini parsel udara membutuhkan energi dari luar untuk dapat terangkat, CIN atau CIHN disebut juga energi penghambat konvektif.

Secara teori proses yang menyebabkan hujan yang disebabkan oleh proses konvektif, terbagi menjadi dua yaitu, adanya pemicu pengangkatan uap air dan pelepasan energi potensial serta formasi dari hujan. Tingkat kestabilan dari atmosfer biasanya dikerakteristikkan dari nilai CAPE, dan nilai CAPE sangat berhubungan dengan keadaan permukaan terutama suhu dan kelembaban (El Tahir, Pal, 1996).

Tabel 1. Nilai CAPE Terhadap Kestabilan Convective Available Potential Energy

(CAPE) (J/kg) 0 - 999 Marginal Instability 1000-2500 Moderate Instability 2500-4000 Strong Instability > 4000 Extreme Instability Sumber: www.UKAgriculturalWeather Center.Co.Edu.2007.

2.6. Radiosonde dan RAOB

Hasil dari radisonde merupakan gambaran dari keadaan suhu atmosfer, bukan merupakan keadaan dari suatu parsel udara. Kurva sounding merupakan profil suhu lingkungan yang melingkupi parsel udara tersebut. Kurva suhu lingkungan hasil radiosonde terbagi menjadi dua yaitu kurva (T) suhu dan (Td).

(15)

Hasil kurva sounding dapat diklasifikasi menjadi tiga yaitu: Stabil, tidak stabil dan stabil bersyarat. Sounding yang stabil menunjukan tidak terdapat energi untuk pengangkatan parsel dalam atmosfer sebaliknya pada sounding yang tidak stabil tersedia energi yang besar untuk terjadi pengangkatan parsel. Pada stabil bersyarat terdapat energi positif (angkat) dan energi negatif dalam hasil sounding tersebut.

RAOB adalah singkatan dari Rawinsonde Observation Program. Perangkat lunak ini digunakan untuk menganalisis hasil dari radiosonde secara digital. Dalam program ini hasil radiosonde dapat langsung diplotkan ke dalam grafik aerologi. Grafik aerologi yang digunakan dapat berupa skew T/log P, Emagram ataupun Thepigram. RAOB menyediakan aplikasi dalam menganalisis dan memprediksi keadaan cuaca. Berikut beberapa aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini:

2.6.1. Significant level

Analisis ini merupakan aplikasi program dalam menentukan level atau lapisan penting dalam pergerakan sebuah parsel udara. Dalam analisis ini program akan mensimulasikan pergerakan dari sebuah parsel udara.

Proses simulasi dapat dilakukan dengan beberapa pilihan dalam menentukan kondisi dan parameter awal dari parsel. Penentuan kondisi awal dari parsel ditetukan dalam pilihan LPL (Lifted Parcel Level), LPL merupakan lapisan awal parsel mulai terangkat. Level ini akan menjadi dasar awal pengangkatan parsel yang akan disimulasikan. Pilihan dalam menentukan ketinggian lapisan ini, yaitu:

1. Surface (permukaan), dalam pilihan ini LPL akan ditentukan dari permukaan sehingga kondisi parsel akan diperoleh dari data permukaan sounding tersebut. 2. Most Unstable (or Best) Level, dalam

pilihan ini LPL akan ditentukan oleh program secara otomatis berdasarkan nilai potensial terbesar temperatur bola basah (Tw). Diperlukan input ketebalan lapisan yang harus dianalisis program dalam menentukan level tersebut. Ketebalan yang umum digunakan adalah 150 mb. 3. Lower xxx mb, dalam pilihan ini LPL dan

kondisi awal parsel akan diperoleh dari rata-rata temperatur dan temperatur bola basah dalam ketebalan lapisan yang dipilih.

4. Multiple prompt, dalam pilihan ini LPL akan ditentukan berdasarkan input yang diberikan.

2.6.2. Pericipitable Water (PW)

Nilai Pericipitable Water (PW) merupakan jumlah dari uap air di dalam atmosfer. Nilai PW diperoleh dari integrasi kelembaban spesifik lapisan udara, nilai ini diperoleh dengan menggunakan rumus:

Di mana:

ρw : Masa jenis air

g : Gravitasi

q : Kelembaban spesifik dari lapisan P1 dan P2

Nilai PW dalam program RAOB ditampilkan dalam bagian analisis dengan sebutan Water dalam satuan cm dan merupakan total uap air yang tersedia dalam kolom udara tersebut.

2.6.3. Analisis-analisis Lainnya

Terdapat variabel-variabel lain yang disediakan dalam menganalisis kurva sounding dalam aplikasi RAOB, analisis tersebut salah satunya adalah Cross section. Dalam pilihan tampilan terdapat pilihan Cross section dalam aplikasi ini tampilan dari pilihan analisis akan menjadi kontur yang menghubungkan nilai variable anlisis yang sama dari beberapa sounding. Terdapat dua jenis Cross section yaitu waktu dan wilayah, dengan pilihan ini dapat terlihat kerakteristik sebaran variable analisis yang diinginkan dalam jangka waktu atau luas wilayah tertentu.

2.7. Struktur Klimatologi Daerah Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng berada pada ketinggian 8 meter di atas permukaan laut, secara Geografis berada di 06º07’00” LS 106º39’00” BT termasuk kedalam provinsi Banten dan berdekatan dengan teluk Jakarta. Iklim daerah tersebut dipengaruhi oleh faktor pantai dan lautan. Sepanjang tahun daerah ini memiliki kelembaban udara yang besar, dengan rata-rata RH bulanan 70-80%. Kelembaban udara rata-rata pada wilayah ini sebesar 78% Nilai RH rata-rata bulanan terbesar terjadi pada bulan Juli dan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus. Berikut

(16)

kelembaban relatif rata-rata bulanan selama 17 tahun tahun 1985-2002 (Gambar 4)

Gambar 4. Kelembaban Relatif (RH) Rata-rata Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta.

Gambar 5. Perbandingan Kelembaban Relatif (RH) Antara RH Pukul 07:00 WIB dengan Pukul 18:00 WIB Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta. Curah hujan rata-rata daerah ini sebesar 140 mm yang tersebar dengan pola monsunal. Dalam bulan Desember, Januari, Februari terjadi musim dingin di belahan bumi Utara dan musim panas di belahan bumi Selatan, sehingga terjadi pusat tekanan tinggi di wilayah Asia dan sebaliknya pusat tekanan rendah di wilayah Australia. Perbedaan tekanan ini menyebabkan angin berhembus dari wilayah Asia menuju Australia atau dikenal dengan angin monsoon barat, angin tersebut kaya akan uap air dan membawa hujan pada jalur yang dilewatinya. Sebalik nya pada monsoon timur wilayah Australia mengalami musim panas dan wilayah Asia mengalami musim dingin sehingga terjadi mekanisme yang berkebalikan.

Dikutip dalam Wu et al (2003) secara umum iklim di Indonesia lebih ditentukan oleh variasi curah hujan, dikarenakan variasi suhu yang terjadi di Indonesia jauh lebih kecil jika dibandingkan variasi curah hujan. Indonesia juga merupakan wilayah konvektif

yang paling aktif di dunia (Setiadi dkk, 2007).

Gambar 6. Curah Hujan wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta.

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan Oktober 2009 di Laboratorium Meteorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Data dan alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Data sounding tahun 2007-2008 dari wilayah Cengkareng, Bandar Udara Soekarno Hatta, Banten jawa Barat. Data curah hujan dan unsur iklim lain stasiun cuaca wilayah objek kajian. Perangkat lunak RAOB seri 0.57.

Litratur-literatur yang menunjang anlisis penelitian ini.

Selain itu digunakan peralatan umum lain seperti seperangkat Personal Computer, (Data yang digunakan merupakan data mentah Raw) dari radiosonde stasiun cuaca bandar udara Soekarno-Hatta yang diperoleh www.wyoming.edu untuk tahun 2007-2008. 3.3. Metode Penelitian

Penelitaian ini terbagi menjadi 3 tahap, yang terdiri dari :

Pengolahan data menggunakan RAOB, hasil yang diperoleh antara lain LCL, LFC, CCL, PW dan CAPE

Pemilahan Data.

Analisis secara keseluruhan, termasuk mencari korelasi antara data sounding dengan data cuaca stasiun yang ada dan

(17)

menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

3.4. Pengolahan Data

Proses pengolahan data diawali dengan menginput data kedalam software RAOB. Data hasil RAOB untuk tahun 2008 dibagi menjadi empat bagian yaitu musim hujan, kering, Peralihan I dan peralihan II. Pembagian musim hujan dimulai dari bulan Desember, Januari dan Februari. Musim kemarau pada bulan Juni, Juli, Agustus dan bulan-bulan lainnya termasuk sebagai musim peralihan I dan II. Dari seluruh data akan diperoleh rata-rata hasil data analisis dalam tiap kelompok bulan-bulan tersebut.

Analisis cross section hanya diwakili bulan musim hujan (D-J-F) dan bulan-bulan musim kering (J-J-A), hal ini untuk membandingkan kedua keadaan yang bertolak belakang tersebut.

Penentuan variabel masukan dari penelitian ini menggunakan parameter standar bawaan dari program RAOB 0.57. Pada cross section digunakan nilai resolusi terbaik dan nilai penghalusan gambar terendah yang desediakan oleh pilihan program.

3.5. Analisis Terhadap Hasil RAOB Perangkat lunak RAOB dalam penelitian ini digunakan untuk dua hal, yaitu untuk analisis dan penyajian data. Analisis data diproses menggunakan software RAOB untuk Penentuan variabel masukan dari penelitian ini menggunakan parameter standar bawaan dari program RAOB. Seperti pada penentuan LPL digunakan pilihan Surface dan pada penentuan CAPE digunakan titik LFC sebagai acuan.

Nila vertical valocity diperoleh dari aplikasi program RAOB pada pilihan Maximum Vertical Velocity (MVV). Pada cross section kontur akan menggambarkan keadaan uap air yang sama pada lapisan ketinggian.

Proses menentukan paras LFC, LCL, CCL dan nilai Precipitable Water (PW). Beberapa hasil analisis ditampilkan dalam Gambar dengan menggunakan grafik Excel dan grafik dari program RAOB, variabel curah hujan dan hari hujan ditambahkan dalam proses ini untuk memperoleh analsis yang lebih baik.

Gambar 7. Diagram Alur Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil kecepatan dan arah angin terhadap ketinggian wilayah bandar udara Soekarno-Hatta pada bulan Desember 2007 hingga November 2008 menunjukan pola angin monsunal. Pada bulan Desember dan Januari angin pada ketinggian 1000 mb hingga 600 mb dominan bertiup dari arah Barat Daya, pada bulan Februari di atas ketinggian 900 mb angin bertiup dari arah Barat Laut. Berkebalikan pada bulan Juni, Juli, Agustus arah angin dominan bertiup dari arah Tenggara (Gambar 8). Pada bulan-bulan peralihan I Maret, April, Mei dan peralihan II September, Oktober, November arah angin tidak menentu.

Gambar 8. Profil Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta Tahun 2008.

Perbandingan Bulan D-J-F dengan J-J-A RAOB Input Data

Analisis Lanjutan

Hasil

Analisis

(18)

4.1. Karakteristik Udara Atas Wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta Hasil yang diperoleh untuk data udara atas pada peluncuran sounding pukul 00Z (07:00WIB) dan 12Z (19:00WIB) Bandar udara Soekarno-Hatta pada tahun 2007/2008. Profil ketinggian tekanan dari paras LFC, CCL dan LCL, untuk peluncuran sounding pukul 00Z menunjukkan rata-rata ketinggian LFC berada pada tekanan 793 mb, sedangkan ketinggian rata-rata CCL berada pada tekanan 806 mb, rata-rata ketinggian LCL berada pada 988 mb. Ketinggian rata-rata LFC terendah berada pada bulan Februari dengan ketinggian paras 894 mb. Sedangkan ketinggian rata-rata tertinggi berada pada bulan Juli dengan ketinggian paras 708 mb. seperti halnya pada paras LFC, untuk paras CCL ketinggian rata-rata terendah juga berada pada bulan Februari pada tekanan 847 mb dan ketinggian rata-rata tertinggi berada pada bulan Juli pada 761 mb. Berbeda dari LFC dan CCL paras LCL rata-rata terendah berada pada bulan April pada tekanan 995 mb dan ketinggian paras LCL tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan ketinggian tekanan 975 mb (Gambar 10).

Hasil profil ketinggian untuk peluncuran sounding pukul 12Z untuk paras ketinggian LFC, CCL dan LCL menunjukkan ketinggian rata-rata paras LFC berada pada tekanan 863 mb, ketinggian rata-rata paras CCL berada pada tekanan 810 mb dan rata-rata ketinggian paras LCL berada pada tekanan 951 mb. Ketinggian rata-rata terendah dari paras LFC terjadi pada bulan Februari pada tekanan 884 mb. Berbeda dengan peluncuran sounding 00Z ketinggian rata-rata tertinggi dari paras LFC terjadi pada bulan Desember pada tekanan 842 mb. Untuk paras ketinggian LCL rata-rata terendah terjadi pada bulan November pada ketinggian tekanan 965 mb sedangkan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan juli pada tekanan 936 mb (Gambar 11). Terdapat beberapa tanggal dimana tidak terdapat paras LFC, keadaan tanpa titik LFC merupakan keadaan dimana udara atas sangat stabil.

Ketinggian paras LFC, LCL dan CCL dipengaruhi oleh keadaan dari permukaan serta keadaan lingkungan udara atas itu sendiri. Keadaan permukaan akan mempengaruhi parsel udara yang terbentuk, sedangkan keadaan udara atas akan mempengaruhi sejauh mana parsel tersebut akan terangkat atau pergolakan terjadi. Keadaan permukaan dipengaruhi keadaan

cuaca yang terjadi, terutama untuk paras LCL yang hanya dipengaruhi oleh keadaan permukaan sebagai tempat terbentuknya parsel udara. Hal ini terlihat pada rata-rata ketinggian paras LCL dimana ketinggian rata-rata paras LCL pada peluncuran sounding 00Z lebih rendah dibandingkan peluncuran sounding 12Z. Ketinggian rata-rata paras LCL akan lebih rendah pada bulan dengan banyak terdapat hari hujan.

Nilai kelembaban relatif rata-rata wilayah bandar udara Soekarno-Hatta pada peluncuran sounding 00Z lebih tinggi jika dibandingkan nilai kelembaban relatif pada peluncuran sounding 12Z. Selain itu pada musim hujan RH rata-rata permukaan juga lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Walaupun secara umum dapat terlihat kecendrungan yang terjadi akan tetapi perubahan ketinggian paras LCL sangat dipengaruhi keadaan cuaca harian sehingga kurang terlihat dalam rata-rata bulanan.

Tahun 2007/2008 memiliki nilai curah hujan 2300 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Februari 2008 sebesar 829 mm dengan hari hujan sebanyak 29 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September 2008 sebesar 4,6 mm dengan 2 hari hujan. Dalam setahun terjadi 123 hari hujan yang tercatat oleh penakar hujan di stasiun tersebut (Gambar 9).

Ketinggian dari paras LCL memiliki kisaran terendah pada 1008 mb hingga ketinggian 857 mb. keadaan ini disebabkan karena wilayah lokal kajian berada di kawasan tropis dan masih terpengaruh oleh iklim pantai atau lautan sehingga pada permukaan terdapat uap air yang cukup sepanjang tahun. Berbeda dengan wilayah subtropis yang memilki fluktuasi suhu yang besar ketinggian dari titik LCL juga akan mengalami fluktuasi yang besar.

Gambar 9. Curah Hujan Desember 2007 hingga Desember 2008.

(19)

Paras LFC dan CCL selain dipengaruhi oleh keadaan permukaan juga dipengaruhi oleh profil suhu dan kelembaban udara atas. Profil suhu dan kelembaban udara atas akan mempengerauhi ketinggian dimana paras tersebut akan terbentuk, pada paras LFC ketinggian rata-rata terendah untuk peluncuran 00Z terjadi pada bulan Februari dan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juli. Keadaan udara atas dipengaruhi sirkulasi yang lebih besar (El Tahir, Pal, 1996) dalam kajian ini wilayah dipengaruhi oleh sirkulasi angin monsoon yang membawa uap air dan uap air mempengaruhi profil suhu dan kelembaban udara atas itu sendiri. Berbeda pada peluncuran 12Z sudah terjadi proses konvektif akibat pemanasan oleh matahari, sehingga ketinggian rata-rata LFC lebih tidak fluktuatif. Di kutip dari Wu et al (2003) pada daerah dengan pulau yang besar intensitas konvektif akan maksimum pada sore hari (Murakami 1984, Nitta dan Sakine 1994). Ketinggian rata-rata paras LFC pada peluncuran sounding 12Z lebih rendah jika dibandingkan peluncuran sounding 00Z.

Paras CCL merupakan ketinggian dasar awan konvektif. Profil suhu dan kelembaban udara atas akan mempengaruhi dimana kondensasi mulai terjadi, selain tentunya keadaan parsel udara itu sendiri. Ketinggian rata-rata paras CCL memiliki kecenderungan mengikuti paras LFC hanya pada bulan peralihan I ketinggian rata-rata paras CCL tidak mengikuti paras LFC.

Ketinggian paras CCL merupakan tinggi dasar awan konvektif yang terbentuk sepanjang siang hari. Terutama jika suhu Konvektif terlampaui pada hari tersebut. Pada sounding 12Z paras LFC berada di bawah paras CCL, akan tetapi tidak terjadi konvektif akibat pemanasan permukaan oleh matahari.

Keadaan dimana paras CCL lebih rendah dibandingkan paras LFC akan mengakibatkan lebih tersedianya energi dalam pembentukan awan kumulus, jika terjadi pemanasan permukaan yang cukup.

Nilai CAPE rata-rata maksimum terjadi pada bulan-bulan perlihan I Maret, April, Mei dimana pada bulan April nilai rata-rata nilai CAPE mencapai maksimum sebesar 2522 J/Kg, K. Riemann-Campe et al (2009) menyatakan dalam penelitiannya mengenai nilai CAPE dan CIN secara global bahwa nilai CAPE maksimum berada pada bulan-bulan musim panas akan tetapi pada wilayah

seperti teluk India dan Great plan Chile nilai CAPE maksimum terjadi pada Maret, April, Mei berhubungan dengan ketersediaan uap air.

Rata-rata nilai CAPE untuk peluncuran sounding 12Z lebih besar jika dibandingkan peluncuran sounding 00Z. Terutama pada bulan-bulan peralihan I dan II perbedaan nilai CAPE pagi hari dengan sore hari besar (Gambar 12). Hal ini terjadi dikarenakan terdapatnya uap air dan radiasi yang cukup. Berbeda pada bulan-bulan D-J-F terdapat uap air yang cukup tetapi radiasi yang kurang dan pada bulan-bulan J-J-A terdapat radiasi yang cukup tetapi uap air yang kurang.

Nilai vertical velocity merupakan nilai kecepatan pengangkatan parsel secara vertikal satuan dari nilai ini meter per detik (m/s) nilai ini merupakan fungsi dari nilai CAPE. Dalam aplikasi program RAOB disediakan nilai vertical velocity dalam analisis Max Vertical Velocity (MVV). Tabel 2. Hasil Rata-rata Bulanan Sounding

00Z 00Z LFC CCL CCL LCL Water Cape+ MVV Des 822 833 979 5.25 615 29 Jan 818 814 975 4.52 986 37 Feb 894 847 992 5.08 665 32 Mar 791 803 994 4.86 644 33 Apr 777 817 995 4.90 847 29 Mei 799 797 988 3.95 475 23 Jun 792 810 994 4.17 302 20 Jul 708 761 990 3.52 91 9 Aug 755 803 990 4.35 386 18 Sep 775 830 986 4.49 276 15 Oct 785 840 988 5.02 345 18 Nov 805 837 989 5.57 388 21 Tabel 3. Hasil Rata-rata Bulanan Sounding

12Z 12Z LFC CCL LCL Water Cape + MVV Des 842 830 952 5.50 1212 41 Jan 859 803 942 4.73 1584 52 Feb 884 831 960 5.22 1315 42 Mar 865 803 962 5.13 1775 45 Apr 866 808 961 5.01 2522 59 Mei 870 800 944 4.20 2104 60 Jun 871 800 954 4.21 1690 51 Jul 848 768 936 3.78 1085 39 Aug 847 783 943 4.39 1302 42 Sep 848 803 940 4.40 1646 44 Oct 882 836 951 5.02 2158 58 Nov 869 851 965 5.77 1844 48

(20)

Gambar 10. Ketinggian rata-rata LFC,CCL,LCL dan CAPE untuk Peluncuran sounding 00Z Desember 2007-November 2008 Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta.

Gambar 11. Ketinggian rata-rata LFC,CCL,LCL dan CAPE untuk Peluncuran Sounding 12Z Desember 2007-November 2008 Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta.

Gambar 12. Perbandingan nilai rata-rata CAPE untuk sounding 00Z dengan 12Z Desember 2007-November 2008 Wilayah Bandar Udara Soekarno Hatta.

4.2. Perbandingan Antara Bulan-bulan D-J-F dengan Bulan-bulan J-J-A

Perbedaan antara bulan-bulan D-F dan J-J-A yang dapat terlihat jelas antara lain jumlah hari hujan yang terjadi. Dari sisi keadaan cuaca bulan-bulan D-J-F ditandai dengan keadaan cuaca yang lebih buruk (severe) jika dibandingkan keadaan cuaca bulan-bulan J-J-A, walaupun tidak dapat disimpulkan bahwa keadaan atmosfer yang tidak stabil menunjukkan keadaan cuaca yang buruk. Akan tetapi kedua hal tersebut saling berhubungan.

Pengaruh monsoon terhadap bulan-bulan D-J-F yang utama adalah bertambahnya uap air. Pada kurva titik embun (Td) dari hasil

sounding terdapat perbedaan profil antara bulan-bulan D-J-F dengan bulan-bulan J-J-A, terutama diatas ketinggian 700 mb.

Ketinggian dari titik LCL dan LFC yang rendah merupakan pemicu terjadinya hujan konvektiv. Hari hujan banyak terjadi pada bulan-bulan D-J-F akan tetapi terdapat kesukaran membedakan antara hujan yang terjadi akibat dari proses konvektif lokal dengan hujan akibat pengaruh sirkulasi yang lebih besar, seperti kejadian monsoon (Wu et al., 2003) dengan adanya pengaruh sirkulasi yang lebih besar menyebabkan kejadian hujan yang terjadi tidak murni akibat dari proses konvektif lokal.

(21)

a)

b)

Gambar 13. Perubahan Nilai CAPE antara sounding 00Z dengan 12Z pada Bulan-bulan D-J-F (a) dan Bulan-bulan J-J-A (b)

Pengaruh sirkulasi yang lebih besar terhadap wilayah kajian dapat terlihat dari perbedaan perubahan nilai CAPE harian yang terjadi. Untuk bulan-bulan D-J-F perubahan nilai CAPE harian jauh berbeda dibandingkan perubahan nilai CAPE bulan J-J-A (Gambar 13). Nilai CAPE dipengaruhi ketinggian dari paras LFC dan kelembaban parsel udara (El Tahir, Pal. 1996), oleh karena itu nilai CAPE bulan-bulan D-J-F lebih besar dibanding bulan-bulan J-J-A.

Turunnya hujan menyebabkan perbedaan penutupan awan, lapse rate permukaan dan kebasahan tanah, keadaan ini yang mengakibatkan perbedaan variasi diurnal dari kelembaban pada permukaan.

4.3. Nilai Precipitable Water

Nilai rata-rata PW pada bulan Desember 2007 untuk peluncuran sounding 00Z sebesar 5,25 cm dan 5,50 cm pada 12Z, pada bulan Januari rata-rata PW 00Z sebesar 4,52 cm dan 4,73 cm pada 12Z. Pada bulan Februari 2008 hari hujan tercatat pada sepanjang bulan dan nilai rata-rata PW pada 00Z bulan Februari sebesar 5,08 cm dan 5,22 cm pada peluncuran 12Z. Pada bulan januari nilai PW menurun dan kembali meningkat pada bulan Februari hal ini disebabkan oleh sifat monsoon pada tahun itu sendiri, dimana pada bulan Januari lebih kering.

Bulan Juli secara rata-rata memiliki nilai PW terendah dengan nilai 3,52 cm pada 00Z dan 3,78 cm pada 12Z, berbeda dengan

bulan Juni nilai PW rata-rata sebesar 4,17 cm pada 00Z dan 4,21 cm pada 12Z. Nilai PW pada bulan Juni tinggi pada awal bulan dan mulai menurun pada akhir bulan, sedangkan pada bulan Agustus nila PW cenderung terus meningkat hingga akhir bulan. Nilai PW rata-rata pada bulan Agustus sebesar 4,35 cm pada 00Z dan 4,39 pada 12Z.

Nilai PW pada sounding pukul 12Z secara umum lebih tinggi dibandingkan pukul 00Z. Nilai PW berhubungan dengan radiasi matahari, nilai maksimum PW dalam penelitian Wu et al (2003) untuk daerah Koto Tabang berada pada pukul 17.00 LST dan minimum pada pukul 06.00 LST.

Kontur nilai PW hasil Time Cross Section program RAOB merupakan garis yang menghubungkan nilai PW yang sama dalam kisaran waktu tertentu. Nilai yang digunakan sebagai skala garis kontur sebesar 0,05 cm atau sebesar 5 mm. dalam data sounding yang diggunakan, batas ketinggian yang memiliki nilai titik embun (Td), berada pada ketinggian di bawah 200 mb. Seperti halnya kontur ketinggian kerapatan garis menunjukkan laju perubahan dari nilai PW.

Menurut HT Kwon (2002) nilai PW meningkat secara signifikan sebelum terjadinya hujan. Dalam penelitian ini juga terdapat kecendrungan nilai PW naik sebelum terjadi hujan, terutama terlihat dengan semakin meningginya lapisan yang memiliki nilai PW 5 mm.

(22)

a)

b)

c)

Gambar 14. Perbandingan Nilai PW Sepanjang Desember 2007 hingga November 2008 untuk Sounding 00Z dengan 12Z (a) dan Perubahan dari Nilai PW sounding 00Z dengan 12Z untuk Bulan-bulan D-J-f dan J-J-A (b dan c)

Hubungan antara curah hujan dengan nilai Precipitable Water secara langsung kurang menunjukkan korelasi yang baik. Nilai korelasi R2 antara nilai PW rata-rata bulanan dengan nilai CH rata-rata bulanan hanya bernilai 0,3023 (Gambar 15), hal ini disebabkan kejadian hujan belum tentu terjadi walaupun nilai PW besar, selain itu walaupun hujan terjadi belum tentu kejadian tersebut terjadi atau berasal di lokasi kajian. Akan selalu terdapat nilai PW karena nilai ini merupakan keadaan dasar dari uap air di atmosfer, akan tetapi belum tentu terdapat kejadian hujan. Tentunya terdapat hubungan antara nilai CH dengan PW akan tetapi hubungan tersebut tidak dapat dihubungkan secara langsung.

Gambar 15. Hubungan Nilai Rata-rata Bulanan Precipitable Water dengan Rata-rata Bulanan Curah Hujan. Nilai R2 = 0,3023.

(23)

a)

b)

c)

Keterangan: Hari Hujan

Gambar 16. Kontur Precipitable Water (PW) Hasil Time Cross Section Program RAOB untuk Bulan- bulan D-J-F Dengan Skala Garis kontur 0,05 cm dan selang waktu 12 Jam. (a) Desember 2007, (b) Januari 2008, (c) Bulan Februari 2008.

Nilai PW pada bulan-bulan D-J-F menunjukkan ketebalan lapisan udara yang mengandung uap air yang besar. Pada bulan Desember 2007 hanya terdapat 12 data sounding yang memilki garis kontur 0,05 cm

pada ketinggian di bawah 400 mb. pada bulan ini ketinggian garis kontur PW 0,05 cm untuk pertengahan hingga akhir bulan selalu berada pada ketinggian di atas 400 mb, berbeda pada bulan Januari 2008

(24)

ketinggian garis kontur 0,05 cm berfluktuatif sepanjang bulan. Sesuai dengan penelitian HT Kwon (2002) nilai PW meningkat pada hari-hari terjadi hujan, pada bulan Januari ini nilai PW meningkat di atas 400 mb pada

hari-hari terjadi hujan di wilayah tersebut. Pada bulan Februari 2008 hari hujan tercatat sepanjang bulan dan sepanjang bulan Februari garis kontur PW 0,05 cm berada di atas 400 mb.

a)

b)

c)

Keterangan: Hari Hujan

Gambar 17. Kontur Precipitable Water (PW) Hasil Time Cross Section Program RAOB untuk Bulan- bulan J-J-A. Dengan Skala Garis kontur 0,05 cm dan Selang 12 Jam. (a) Bulan Juni 2008, (b) Bulan Juli 2008, (c) Bulan Agustus 2008.

(25)

Bulan-bulan J-J-A memilki nilai PW yang lebih rendah dibanding bulan-bulan D-J-F. Sebaran ketinggian nilai PW bulan-bulan J-J-A dilihat dari garis kontur PW 0,05 jarang berada di atas ketinggian 400 mb. Perbedaan ketebalan lapisan uap air tidak disebabkan faktor lokal wilayah penelitian, akan tetapi disebabkan oleh pergerakan dari monsoon. Faktor lokal menunjukkan ketersediaan uap air pada lapisan dekat permukaan.

Pergerakan lapisan dengan nilai uap air yang terkandung didalamnya terlihat lebih fluktuatif pada bulan-bulan J-J-A. Sesuai dengan ketersediaan uap air pada lapisan udara di atas ketinggian 500 mb kontur PW yang mengandung 5 mm semakin sedikit, terutama pada bulan Juni dan Juli.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Karakteristik udara atas wilayah Bandar Udara Soekarno-Hatta ditandai dengan ketinggian rata-rata paras LCL pada 988 mb pada sounding 00Z dan 951 mb pada 12Z. Sedangkan ketinggian paras LFC rata-rata pada 00Z dan 12Z berada pada ketinggian 793 mb dan 863 mb. Ketinggian paras CCL berada pada 816 mb dan 810 mb pada 12Z, bergantung pada keadaan lokal dan sirkulasi yang lebih besar seperti angin Monsoon.

Perbedaan mendasar antara bulan-bulan D-J-F dengan bulan-bulan J-J-A adalah ketersediaan uap air di udara. Ketinggian rata-rata paras LFC untuk 00Z bulan-bulan D-J-F berada pada ketinggian 865 mb dan 845 mb pada 12Z sedangkan pada bulan-bulan J-J-A pada ketinggian 752 mb dan 855 mb untuk paras CCL pada bulan-bulan J-J-A rata-rata ketinggian paras tersebut berada pada 792 mb dan 783 mb untuk 00Z dan 12Z. Pada D-J-F berada pada ketinggian 831 mb dan 821 mb untuk 00Z dan 12Z.

Nilai rata-rata Precipitable Water pada bulan-bulan J-J-A lebih kecil dan berada pada ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan bulan-bulan D-J-F, nilai Precipitable Water yang lebih tinggi menandakan kondisi udara atas yang tidak stabil. Rata-rata nilai PW untuk D-J-F sebesar 4,95 cm dan 5,12 cm untuk sounding 00Z dan 12Z. Sedangkan pada bulan-bulan J-J-A sebesar 4,01 cm pada 00Z dan 4,12 pada 12Z. Niali Precipitable Water

akan lebih tinggi menjelang dan sesudah kejadian hujan.

5.2. Saran

Penelitian mengenai udara atas sebaiknya diperhatikan skala waktu dan ruang yang digunakan karena hal tersebut sangat berhubungan dengan data yang diperlukan.

Penggunaan prakiraan dan analisis dalam aplikasi program RAOB akan dapat efektif digunakan jika dilakukan penyesuaian antara program dengan wilayah kajian.

Aplikasi RAOB menyediakan pengembangan dan pemahaman yang lebih baik terhadap tampilan data udara atas, sehingga akan sangat baik jika dapat memahami konsep dari aplikasi yang di berikan oleh program itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Bett KA. 1982. Saturation Point of Moist Convective Overtunning. Journal of Atmospheric Sciensce.

Charles D, Lee A, David I. 1991. The School Of Meteorology at University of Oklahoma. http://www. Cimms.ou.edu/ Charles/Univ of Oklahoma/picture/56 [6 Februari 2009].

Doswell CA, Schultz DM 2006. On the Use of Indices and Parameters in Forecasting Severe Storms. Electronic Journal. Severe Storms Meteor, I(3):1-22.

El Tahir EAB, Pal JS. 1996. Relationship Between Surface Conditions and Subsequent Rainfall in Convective Storms. Journal Of Geophysical Research, 101 (D21) : 26,237-26,245. Kwon HT, Lim GH. 2002. The Amount of

Precipitable Water estimated from the Zenith Delay of the GPS Signals over the Korean Peninsula. SEES, Seoul National University.

Pettersen S. 1956. Weather Analysis and Forcasting Second Edition. United Sate of America : Mc Graw Hill Book Company.

Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi. Bandung : Penerbit ITB Bandung.

(26)

Riemann C, Freadrich K, Frank Lunkeit F. 2009. Global Climatology of Convective Available Potential Energy (CAPE) and Convective Inhibition (CIN) in ERA-40 Reanalysis. Atmospheric Research 93. Setiadi D, Subarna D. 2006. Variasi dari

Energi Potensial Konvektiv (CAPE) dan Perubahan Iklim Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia: LAPAN BANDUNG, 9 November 2006. Bandung LAPAN, hlm : 16-26.

Tjasyono B. 2001. Diktat Meteorologi Fisis Bandung : Penerbit ITB Bandung. United Kingdom Agricultural Weather

Center 2007. CAPE for Weather Prediction.

http://www.UKAgriculturalWeatherCent er.Co.Edu.[ Desember 2007].

Wu P, Hamada J, Mori S, Yudi IT, Yamanaka MD. 2003. Diurnal Variation of Precipitable Water Over a Mountainous Area of Sumatra Island. Journal Of Applied Meteorology American Meteorological Society.

(27)
(28)

Lampiran 1. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan Desember 2007, Januari 2008, Februari 2008.

Lampiran 2. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan Maret 2008, April 2008, Mei 2008. Keterangan:

(29)

Lampiran 3. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan Juni 2008, Juli 2008, Agustus 2008.

Lampiran 4. Gambar Titik LFC, CCL, LCL Untuk Bulan September 2008, Oktober 2008, November 2008. Keterangan:

Gambar

Gambar 3. Titik LFC Dalam  Diagram  Aerologi.
Gambar  4.  Kelembaban  Relatif  (RH)  Rata- Rata-rata  Wilayah  Bandar  Udara  Soekarno Hatta
Gambar 8.  Profil Arah dan Kecepatan Angin  Rata-rata  Wilayah Bandar Udara  Soekarno Hatta Tahun 2008
Gambar 9.   Curah Hujan Desember 2007   hingga Desember 2008.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Catatan: penghitungan nilai lihat contoh penilaian halaman lain 3. Tugas peserta didik menemukan dan menuliskan informasi tentang karakteristik bentang alam: pantai, dataran

Ada beberapa ulama dan pemikir Islam yang memberikan pengertian Islam secara terminologis, di antaranya ialah Syaikh Mahmud Syaltut. Ia memberikan pengertian Islam

Dinas Pekerjaan Umum dan sebagai dinas yang memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu dan fasilitas Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Bahwa saya telah mendapatkan Fasilitas Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam Artha Mulia dengan Perjanjian Pinjaman Nomor A1708002 dengan Plafon Pinjaman sebesar

a.. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli/ Teknisi/ Surveyor.. Jasa Pelayanan Produk Survei Bidang Geologia. a.. Jasa Fasilitas Sarana

Dengan hadirnya objek perancangan ini dapat menunjang para seniman untuk lebih aktif melakukan karya-karya seni yang lebih terekspos untuk dinikmati dan mudah didapati oleh

Kembalinya dasar pengaturan hukum agraria kepada hukum asli Indonesia terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang

Dengan judul pengaruh pemasangan kinesio taping terhadap penurunan nyeri pada pasien post oprasi Sectio caesarea di rumah sakit amerika, penurunan yang lebih besar