• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu Rote dan Sonavane, 2013 tentang pengembangan metode dan validasi penentuan metoprolol tartrat dan hidroklortiazide menggunakan HPTLC (High Performance Thin Layer Chromatography) pada plasma manusia. Nawale, 2011 tentang fase normal dan terbalik metode HPTLC untuk perkiraan simultan telmisartan & metoprolol suksinat dalam formulasi. Sohan et al, 2012 tentang pengembangan dan validasi metode KLT-densitometri & HPLC untuk penentuan olmesartan medoxomil dan metoprolol suksinat dalam kombinasi. Iram dan Rani, 2014 tentang perkiraan metoprolol pada plasma manusia menggunakan metode HPLC. Raja et al, 2012 tentang perkiraan simultan metoprolol suksinat dan telmisartan dalam bentuk sediaan tablet menggunakan metode HPLC.

B. Landasan Teori 1. Metoprolol

Metoprolol merupakan antagonis selektif reseptor β1 yang tidak memiliki ISA (Intrinsic Sympathicomimetic Activity) atau efek lokal anestetik, tetapi bersifat lipofil. Resorpsinya pesat dan praktis lengkap, bioavailabilitasnya antara 40-50% akibat FPE (First Past Effect) agak tinggi. Efek hipotensifnya biasanya agak cepat, dalam satu minggu dan dapat bertahan sampai empat minggu. Pengikatannya pada protein kurang lebih 12%, plasma t -nya 3-4 jam. Distribusinya ke jaringan baik

karena metoprolol bersifat lipofil dan mudah mencapai CCS (cairan cerebro spinal), sehingga lebih sering menimbulkan efek samping sentral. Ekskresinya melalui ginjal sebagai metabolit inaktif (Tan dan Rahardja, 2008).

(2)

Gambar 2.1 Struktur Metoprolol (Martindale, 2009)

Pemerian : serbuk hablur, putih.

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam metilena klorida, dalam kloroform dan dalam etanol, sukar larut dalam aseton, tidak larut dalam eter (Depkes RI, 1995).

Metoprolol banyak digunakan dalam pengobatan gangguan kardiovaskular seperti penyakit arteri koroner, gagal jantung, hipertensi, dan aritmia. Metoprolol dimetabolisme secara ekstensif oleh reaksi fase I di hati oleh CyP2D6 sebagai enzim katabolik utama, 85% dimetabolisme

dengan α-hidroksi metoprolol (α-OH MET) sebagai metabolit utama (Utami et al, 2016)

2. Analisis Cairan Biologis dalam Darah

Cairan biologis merupakan matriks yang sangat kompleks yang terdiri dari komponen yang dapat mengganggu proses pemisahan sampel dan analisis. Cairan biologis yang biasa digunakan untuk analisis yaitu darah (plasma atau serum) dan urine. Darah berperan dalam distribusi obat ke jaringan tujuan maupun tempat eliminasi. Selain berfungsi sebagai transporter obat, darah juga berperan dalam transporter banyak zat dan nutrisi untuk seluruh tubuh. Akibat fungsi tersebut, banyak senyawa endogen dan eksogen pengganggu dalam analisis. Maka preparasi sampel yang baik dan benar menjadi kriteria yang utama (Prabu dan Suriyaprakash, 2012).

Darah adalah matriks yang kompleks dari cairan tubuh, dimana darah memiliki volume kurang lebih seperduabelas dari berat badan. Secara umum dikenal 4 macam turunan contoh darah vena, yaitu darah total, serum, plasma, dan fraksi bebas protein.

Kehadiran protein dapat menyulitkan pemisahan obat dari plasma, sehingga perlu ada proses ekstraksi terhadap plasma guna menghilangkan

(3)

protein dari plasma. Ada beberapa prosedur ekstraksi untuk menghilangkan protein, yaitu Liquid-Liquid Extraction (LLE), Solid Phase Extraction (SPE), metode pengendap protein, Solid Phase Microextraction (SPME), Matrix Solid-Phase Dispertion (MSPD), Supercritical fluid extraction, dan Column switching. Dari berbagai metode ekstraksi diatas, metode pengendap protein lebih sederhana dan cepat dimana sampel ditambahkan dengan pelarut khusus seperti asam trikloroasetat (TCA), asam perkolat, asam tungstat, dan pelarut organik yang berupa metanol dan asetonitril. Penggunaan pelarut-pelarut tersebut akan mengganggu ikatan antara protein dengan plasma. Selanjutnya larutan disentrifugasi dan hasilnya akan terdapat dua lapisan dimana plasma akan berada di lapisan atas, dan protein akan mengendap di bawah (Prabu dan Suriyaprakash, 2012).

3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), diletakkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok (Stahl, 1985). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil pengembangan dideteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil.

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang. Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas pemurnian, dan melakukan screening sampel untuk obat (Gandjar dan Rohman, 2012).

Beberapa kelebihan KLT antara lain:

a. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis. b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi

(4)

c. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.

d. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2012).

Fase Gerak KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

Fase gerak yang biasa digunakan adalah dengan melihat kelarutan dari senyawa yang akan dianalisis, karena setiap senyawa mempunyai kelarutan yang berbeda-beda. Apabila menggunakan fase normal maka digunakan fase gerak bersifat non-polar karena fase diamnya bersifat polar. Petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

a. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

b. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

c. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

d. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non-polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar dan Rohman, 2012).

(5)

Fase Diam KLT

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.

Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral (Gandjar dan Rohman, 2012).

Tabel 2.1 Fase diam yang sering digunakan dalam KLT

Penjerap Mekanisme sorpsi Penggunaan

Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon,

vitamin, alkaloid Silika yang

dimodifikasi dengan hidrokarbon

Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non polar

Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida,

karbohidrat

Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam,

pewarna makanan, alkaloid

Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida,

halida, dan ion-ion logam

Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks

logam

Aplikasi (Penotolan) Sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Apabila volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar dan Rohman, 2012).

(6)

Pengembangan

Pengembangan yaitu proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan, jarak pengembangan normal yaitu jarak antar garis awal dan garis akhir.

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak antara 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Penjenuhan fase gerak biasanya dilakukan dengan bejana yang dilapisi kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar dan Rohman, 2012). Deteksi Bercak

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Sedangkan cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet.

Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, sehingga bercak akan tampak hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi (Gandjar dan Rohman, 2012).

4. Densitometri

Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak/noda pada KLT. Densitometri lebih dititik beratkan

(7)

untuk analisis kuantitatif analit dengan kadar kecil, sehingga perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT.

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluorosensi. Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder. Densitometer dilengkapi dengan spektrofotometer yang mempunyai pancaran sinar gelombang dari 200-700nm. Alat ini disebut juga dengan TLC-scaner. Teknik penggunaannya didasarkan pada pengukuran sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan mengalami hambatan oleh pendukung lempeng dan keseragaman fase diamnya (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurasi, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Harmita, 2004).

a. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standart addition method).

Nilai recovery dapat dihitung dengan persamaan

Recovery = × 100%

Nilai rata-rata perolehan kembali (recovery) analit yang diperbolehkan antara 80-120% (Harmita, 2004).

(8)

b. Keseksamaan (Precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individu dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Uji presisi merupakan uji yang digunakan untuk membuktikan ketelitian suatu alat berdasarkan tingkat akurasi individual hasil analisis yang ditunjukkan dari nilai standar deviasi (SD) dan relative standart deviation (RSD). Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16% dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32% (Harmita, 2004).

c. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transportasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 bergantung pada arah garis. Nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita, 2004).

d. Batas Deteksi (LOD/Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (LOQ/Limit of Quantification)

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Harmita, 2004).

(9)

e. Selektivitas (Selectivity)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Penetuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan yaitu dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain, dan dengan menggunakan detektor selektif terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama (Gandjar dan Rohman, 2012).

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Metoprolol (Martindale, 2009)
Tabel 2.1 Fase diam yang sering digunakan dalam KLT  Penjerap    Mekanisme sorpsi   Penggunaan

Referensi

Dokumen terkait

48 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”An-Nisa: 48 Dan firman Allah

Untuk mewujudkan visi tersebut, Deputi Bidang Operasi SAR mempunyai misi yaitu “Merumuskan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan operasi SAR yang efisien dan

Teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa lingkungan adalah faktor penting yang mempe ngaruhi perilaku, tetapi proses-proses kognitif tidak

Berdasarkan tes hasil belajar siswa, ketuntasan klasikal mendapatkan prosentase 75.00 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada proses pembelajaran dengan

Jumlah pemain satu regu yang boleh d imainkan dalam permai imainkan dalam permainan sepak bola adalah … pemain nan sepak bola adalah … pemain a.. sepuluh

1) Psikologi ngulik stimulus dan réspons (S-R Psikologi). Anu dimaksud ku stimulus nyaéta sakabéh obyék di lingkungan, kaasup parobahan jaringan dina awak.

Dokumen RKPDes sesuai amanah perundang-undangan menjadi pedoman pemerintah desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa yang disusun secara partisipatif

Untuk memberikan kesempatan agar siswa yang “terlambat” mencapai ketuntasan menguasai materi pembelajaran, diadakannya suatu program, yaitu program remedial