• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

GUSTANI NIM 40109048

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI

(2)

i

BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL

REPORTING INDEX (INDEKS ISR)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam

GUSTANI NIM 40109048

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI

(3)

ii

Dengan nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI.

Jika di kemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI kepada saya.

Depok, 05 Februari 2015 Gustani NIM. 40109048 Materai Rp. 6000,- + Tanda Tangan

(4)

iii

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Gustani

NIM : 40109048

Tanda Tangan :

(5)

iv Skripsi yang diajukan oleh:

Nama : Gustani

NIM : 40109048

Program Studi : Akuntansi Syariah

Judul : ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA

SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC

SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR)

Ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam pada Program Studi Akuntansi Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI.

PANITIA UJIAN

Ketua Penguji Pembimbing

(Dadang Romansyah, SE., Ak., MM., SAS) (Sigit Pramono, SE., Ak., MSACC)

Disahkan pada hari..., tanggal ... oleh:

Wakil Ketua I Ketua Program Studi

(6)

v

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah atas baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan mudah-mudahan kita termasuk umat yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan syariatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak baik sacara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Sigit Pramono, SE., Ak., MSACC dan Ibu Ai Nur Bayinah., SEI., MM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, bimbingan, motivasi, serta arahan selama penulisan skripsi ini.

2. Bapak Sigit Pramono, SE., Ak., MSACC selaku ketua STEI SEBI

3. Bapak Azis Budi Setiawan, SEI., MM selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik STEI SEBI.

4. Bapak Sepky Mardian, SEI., MM selaku Ketua Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI.

5. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di STEI SEBI serta staf Akademik, Perpustakaan, dan kemahasiswaan.

6. Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Fauzi (alm) dan Ibu Fatimah yang telah memberikan segala kasih sayang, do‘a, semangat, dukungan, dan nasihat yang tak pernah usai. Kedua orang tua asuhku, Abi Udjang Kurnia

(7)

vi bimbingannya.

7. Adikku tersayang Eko Demi Anto dan kakak-kakakku: long Syamsuri, ngah Tebam, bang Ramli, bang Pian, mok Udang, kak Santi, kak Ijah, dan kak Intan.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan kelas AS A 09: Faiq, Jamil, Malik, Topik, Suhada, Fikriyan, Azizah, Lili, Dini, Nurdini, Eliza, Ummu, Khonsa, Rachmah, Pupu, Alfik, Summi, Cici, Uus, Uswah, Elva, Dalili. Terima kasih atas kebersamaannya dan tetap semangat untuk menggapai cita-cita. 9. Temen-temen sekosan sekaligus adik tingkat di STEI SEBI: Mukmin, Hafiz,

Alif, dan Hendri.

10. Teman-teman MMM STEI SEBI masa amanah 2012-2013: Bayu, Apriadi, Mumtaz, Iswahyudi, Nita, Elly, Devi, Farida, Fitri, Dini S, dan Galuh. Adik-adik di ORMAWA STEI SEBI dan teman-teman HIMAPAS.

11. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih banyak.

Besar harapan saya agar penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ekonomi syariah.

Depok, 05 Februari 2015

(8)

vii

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Gustani

NIM : 40109048

Program Studi : Akuntansi Syariah Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exlusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX

(INDEKS ISR)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI berhak menyimpan, mengalihmediakan/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilih Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Depok Pada tanggal 05 Februari 2015

Yang menyatakan,

(9)

viii

Gustani, Analisis Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial Bank Syariah Berdasarkan Islamic Social Reporting Index (Indeks ISR), Jurusan Muamalat, Program Studi Akuntasi Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, 2013.

Salah satu upaya meningkatkan kepercayaan stakeholder bank syariah adalah dengan melaporkan informasi yang berkaitan dengan kinerja sosial dalam perspektif syariah. Format pelaporan kinerja sosial dalam perspektif Islam yang saat mulai banyak dikembangkan adalah Islamic Social

Reporting Index (Indeks ISR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia berdasarkan indeks ISR. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia, sedangkan sampel adalah BUS yang telah mempublikasi annual report periode 2009-2011 pada website resmi masing-masing. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sample. Analisis data menggunakan content analysis. Dari hasil perhitungan dan analisis indeks ISR pada BUS, bahwa tingkat pengungkapan kinerja sosial tertinggi periode 2009-2011 adalah BSM. Secara keseluruhan, tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesia dalam periode 2009-2011 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedang secara rata-rata dalam periode tersebut predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesia masih Kurang Informatif. Kata Kunci: Indeks ISR, BUS, annual report, tingkat pengungkapan kinerja sosial, content analysis.

(10)

ix

Gustani, Analysis Rank of Revelation Social Performance of Islamic Bank Based on Islamic Social Reporting Index (Index ISR), Muamalat Major, Islamic Accounting Study, Higher Education of Islamic Economic SEBI, 2013.

One of the effort to increase the trust of shariah banks stakeholder is by reporting the information relating with the social performance ability in shariah view. The reporting social performance format in Islam view that nowdays is more developed is Islamic Social Reporting Indexs (Indeks ISR). ISR Index is an index reveals social performance of Islamic company which consists of revelation items based on Islamic principles. The aim of this research is to find out the rank of revelation social performance of Islamic bank in Indonesia based on ISR index. The taken population of this research is the whole Islamic Commercial Bank (BUS) in Indonesia, and the taken sample is the BUS that has published its annual report of 2009 – 2011 periods on its official website. The taken sample is done by using purpose sample method. The analysis data is done by using content analysis method. The result of analysis ISR index on BUS shows that BSM is for the highest rank of revelation social performance in 2009 – 2011 periods. As the whole banks, the rank of revelation social performance of BUS in Indonesia in 2009 – 2011 periods had continuously increased each year. As the average in the periods, the predicate of rank revelation social performance BUS in Indonesia is still less than informative.

Keywords: Index ISR, BUS, Annual Report, Rank of Revelation Social Performance, Content Analysis.

(11)

x

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 9 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 9 1.5 Batasan Penelitian ... 10 1.6 Sistematika Penulisan... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

2.1 Pengungkapan (Disclosure) ... 12

2.2 Corporate Social Responsibility ... 13

2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility ... 13

2.2.2 Motif dan Manfaat Pelaksanaan Corporate Social Responsibility15 2.2.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility... 16

(12)

xi

2.3.1 Pengertian Bank Syariah ... 24

2.3.2 Landasan Hukum Perbankan Syariah ... 25

2.3.3 Fungsi Bank Syariah ... 26

2.3.4 Karakteristik Bank Syariah ... 28

2.3.5 Stakeholder Bank Syariah ... 30

2.4 Islamic Social Reporting (ISR) ... 32

2.4.1 ISR Bagian dari Kerangka Syariah ... 32

2.4.2 Indeks ISR ... 35

2.5 Penelitian Terdahulu ... 42

2.6 Kerangka Pemikiran ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Metode Penelitian ... 48

3.2 Jenis Data Penelitian ... 49

3.3 Pemilihan Sampel ... 49

3.4 Analisis Data... 51

3.5 Alur Penelitian ... 55

BAB IV ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR) ... 56

4.1 Gambaran Umum Perusahaan... 56

4.1.1 PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) ... 56

4.1.2 PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) ... 57

4.1.3 PT. Bank Mega Syariah Indonesia (BMSI) ... 57

4.1.4 PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) ... 58

4.1.5 PT. Bank Syariah Bukopin (BSB) ... 59

4.2 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Berdasarkan Tema Indeks ISR ... 60

4.2.1 Tema Pendanaan dan Investasi (Finance and Investment Theme)61 4.2.2 Tema Produk dan Jasa (Product and Service Theme) ... 65

(13)

xii

4.2.5 Tema Lingkungan (Environment Theme) ... 80

4.2.6 Tema Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance Theme) ... 84

4.3 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR ... 89

BAB V PENUTUP ... 95 5.1 Kesimpulan... 95 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 95 5.3 Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Stakeholder Bank Syariah Dalam Perspektif Agency Theory ... 31

Gambar 2.2 The Shariah Framework ... 33

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran... 47

(15)

xiv

Grafik 1.1 Indikator Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia (dalam triliun rupiah)... 5 Grafik 4.1 Perbandingan Jumlah Aset Objek Penelitian (dalam miliar

rupiah) ... 60 Grafik 4.2 Nilai Indeks ISR Tema Pendanaan dan Investasi Pada BUS

Tahun 2009 – 2011 ... 61 Grafik 4.3 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Pendanaan dan

Investasi Tahun 2009-2011 ... 65 Grafik 4.4 Nilai Indeks ISR Tema Produk dan Jasa Pada BUS Tahun 2009

- 2011 ... 66 Grafik 4.5 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Produk dan Jasa

Tahun 2009-2011 ... 69 Grafik 4.6 Nilai Indeks ISR Tema Karyawan Pada BUS Tahun 2009 -

2011 ... 70 Grafik 4.7 Rata-Rata Nilai Indeks ISR Tema Karyawan Pada BUS Tahun

2009-2011 ... 74 Grafik 4.8 Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat Pada BUS Tahun 2009 -

2011 ... 75 Grafik 4.9 Rata-Rata Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat Pada BUS Tahun

2009-2011 ... 80 Grafik 4.10 Nilai Indeks ISR Tema Lingkungan Pada BUS Tahun 2009 -

2011 ... 81 Grafik 4.11 Rata-Rata Nilai ISR BUS pada Tema Lingkungan Tahun

2009-2011 ... 83 Grafik 4.12 Nilai Indeks ISR Tema Tata Kelola Perusahaan Pada BUS

(16)

xv

Perusahaan Tahun 2009-2011 ... 88 Grafik 4.14 Perbandingan Tingkat kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011

Berdasarkan Indeks ISR... 90 Grafik 4.15 Perbandingan Nilai Rata-Rata Indeks ISR Pada BUS Tahun

2009-2011 ... 93 Grafik 4.16 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 ... 94

(17)

xvi

Tabel 2.1 Kepentingan dan Harapan Stakeholder Bank Syariah ... 31

Tabel 2.2 Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR ... 35

Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 45

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 50

Tabel 3.2 Bank Umum Syariah (BUS) yang Dijadikan Sampel... 51

Tabel 3.3 Rincian Indeks ISR ... 51

Tabel 3.4 Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial bank Syariah ... 55

Tabel 4.1 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BMI Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ... 56

Tabel 4.2 Jumlah Aset,DPK, dan Pembiayaan BSM Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ... 57

Tabel 4.3 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BMSI Tahun 2009 -2011 (dalam miliar rupiah) ... 58

Tabel 4.4 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BRIS Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ... 59

Tabel 4.5 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BSB Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ... 60

Tabel 4.6 Tingkat Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR Tahun 2009-2011 ... 89

Tabel 4.7 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 Berdasarkan Indeks ISR... 92

Tabel 4.8 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS di Indonesia Berdasarkan Indeks ISR ... 94

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah kenyataan bahwa hadirnya perusahaan di suatu lingkungan akan membawa dampak positif dan negatif bagi lingkungan tersebut. Beberapa dampak positif, seperti: memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, membayar pajak, memberi sumbangan, dan lain-lain. Namun, beberapa kasus berskala nasional maupun internasional, seperti: global warming, polusi udara, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan, produksi makanan haram, radiasi serta munculnya berbagai penyakit mematikan akibat infeksi bahan kimia dari industrialisasi adalah sederetan exess

negative externalities industrialisasi (Harahap,2001).

Mencermati sisi negatif dari industrialisasi tersebut, maka tidak adil jika masyarakat yang harus menanggung beban sosial. Mengingat masyarakat adalah pihak yang tidak memperoleh kontra prestasi langsung dari industrialisasi. Gema

corporate social responsibility (CSR) nampaknya menjadi salah satu alternatif

yang banyak dikembangkan perusahaan untuk membagi tanggung jawab perusahaan terhadap berbagai exess negative externalities industrialisasi (Hadi,2011). CSR juga dapat dijadikan sebagai strategi keberpihakan perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan, serta wahana menjaga dan melakukan upaya-upaya prefentif dan represif terhadap kemungkinan munculnya dampak negatif industrialisasi.

Saat ini CSR bukan lagi wacana baru dalam dunia bisnis saat ini. Kinerja sosial sebuah perusahaan telah menjadi perhatian dari kalangan pemerintah, aktivis, media, pemimpin masyarakat, karyawan perusahaan hingga para akademisi. Fenomena ini menandakan bahwa CSR merupakan hal penting dalam aktivitas perusahaan. Dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan

(19)

keuangan semata (single bottom line), melainkan juga menjadikan aspek sosial dan lingkungan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agenda perusahaan. Sinergi antara aspek keuangan, sosial, dan lingkungan yang biasa disebut triple

bottom line1 adalah kunci dari konsep pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development) (Wibisono, 2007). Dengan adanya konsep triple bottom line, maka sebuah perusahaan memiliki peran dan tanggungjawab yang lebih luas,

tidak hanya kepada investor dan manajemen tetapi juga pada masyarakat yang lebih luas lagi.

Menurut Ekkyanshah (2008) CSR merupakan tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholdernya. Stakeholder perusahaan meliputi karyawan, kreditur, pelanggan, pemasok, maupun masyarakat sekitar wilayah operasi perusahaan tersebut. Tanggung jawab ini tidak hanya menyangkut tanggung jawab perusahaan atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan kepada warga di sekitar operasinya saja, tetapi juga menyangkut kesejahteraan karyawan, pelanggan, dan pemasok.

Perusahaan yang mampu mengimplementasikan CSR dengan baik, maka akan memberikan imbal balik bagi perusahaan tersebut, yaitu dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan dan pembangunan yang berkelanjutan (Karimi, 2009, dalam Nurul, 2010). Bahkan keberhasilan komersial perusahaan juga akan sangat ditentukan dari bagaimana perusahaan mengelola tanggungjawab sosial terhadap komunitas di sekitar daerah operasinya (Budimanta et al, 2008).

Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan keinginan perusahaan untuk menerbitkan pengungkapan atas kegiatan sosial dan kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa faktor yang mendorong perusahaan menerbitkan laporan kinerja sosialnya, yaitu karena tuntutan para pemangku kepentingan (stakeholder), penghargaan dari pemerintah dan organisasi masyarakat madani CSR, tersedianya

1 Prinsip triple bottom lines terdiri dari 3 P yaitu Profit, people, dan planet. Konsep ini pertama

(20)

panduan pengungkapan dan standar audit CSR, dan terlaksananya pelatihan sumber daya manusia dalam bidang CSR (Indonesia Economic Outlook ,2011).

Di Indonesia, pelaksanaan program CSR sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaanya. Beberapa regulasi dan aturan yang dapat dijadikan sebagai acuan pelaksanaan CSR, antara lain adalah: UUD Pasal 33 UUD 1945, UU No.23/1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.40/2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan Peraturan Mentri BUMN no 5 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Bila ditinjau dari perspektif syariah, Sebenarnya konsep CSR sudah ada dalam ajaran Islam. Sofyani, et. al (2012) menyebutkan bahwa manusia selaku

khalifah dimuka bumi memiliki kewajiban untuk memakmurkannya. Oleh karena

itu, kesempurnaan iman seseorang tidak akan tercapai jika hanya membangun hubungan vertikal dengan Allah semata (Hablumminallah) –keshalehan individu, tetapi juga harus diikuti dengan hubungan yang baik secara horizontal dengan sesama makhluk-Nya (Hablumminannas)- keshalehan sosial. Yuslam (2012:67) menyebutkan bahwa sumber-sumber ajaran Islam, baik Al Qur‘an maupun hadist, lebih banyak mengandung ajaran sosial dan kemanusian dibandingkan dengan ajaran ritual keagamaan. Hal yang sama juga dapat kita lihat pada teks-teks fiqih klasik bahwa bab yang membahas ibadah individu lebih sedikit dibanding bab yang membahas ibadah sosial. Sebagai contoh kitab Fath Al Bari, sebuah kitab hadis yang cukup terkenal, hanya mengupas persoalan ibadah individu dalam empat jilid dari dua puluh jilid kitab tersebut.

Antonio (2001:13-17) menjelaskan bahwa salah satu prinsip dasar perekonomian Islam adalah keadilan dan persaudaraan menyeluruh. Keadilan yang dimaksud adalah yang memiliki implikasi pada keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan distribusi pendapatan, dan kebebasan individu dalam konteks

(21)

kesejahteraan sosial. Dari prinsip ini menunjukan bahwa fungsi sosial tidak akan terlepas dari bisnis syariah. Menurut Hendri dan Astuti (2008) bahwa fungsi sosial akan melekat secara inhern pada institusi binis syariah sebagai konsekuensi kebersandaran institusi syariah pada ajaran Islam. Institusi bisnis syariah tidak dapat memisahkan secara dikotomis antara orientasi bisnisnya dengan orientasi sosialnya atau setidaknya tidak kontradiktif. Bahkan menurut Sofyan (2011) prinsip maslahah dalam bisnis syariah akan memposisikan sebuah perusahaan dalam ranah 3P, yaitu People, Profit, dan Planet. Artinya pada dasarnya bumi diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun bukan untuk memenuhi keserakahan manusia. Disamping menghasilkan profit, sebuah perusahaan dituntut untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara people dan

planet.

Salah satu jenis bisnis yang menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam adalah bank syariah. Secara umum, bank syariah memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi bisnis dan fungsi sosial. Wiroso (2009) menjelaskan bahwa bank syariah memiliki empat fungsi dan peran sebagai berikut: (1) Manajer investasi; (2) Investor; (3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran; dan (4) pengemban fungsi sosial. Tiga fungsi pertama merupakan fungsi bisnis, sedang fungsi ke empat adalah fungsi sosial bank syariah. Fungsi sosial bank syariah yang dimaksud berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah, wakaf, serta pinjaman kebajikan (qardhul hasan).

Fungsi sosial bank syariah makin dipertegas dalam UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Pada pasal 4 dinyatakan, bahwa selain berkewajiban menjalankan fungsi intermediasi keuangan, bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menghimpun dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya serta menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. selain itu, bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

(22)

Berbicara masalah fungsi sosial sebuah perusahaan maka harus dilihat juga dari sisi volume industri tersebut. Karena, semakin besar volume suatu industri maka akan semakin bertambah pula interaksinya dengan para pemegang kepentingan. Bila dilihat dari segi perkembangan, bank syariah di Indonesia menunjukan geliat perkembangan yang cukup tinggi. Sejak pertama kali lahir pada tahun 1990-an perbankan syariah di Indonesia menunjukan perkembangan yang menggembirakan.

Berdasarkan data Bank Indonesia dalam Statistik Perbankan Syariah (SPS) sampai bulan Februari 2012, Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia berjumlah 11, Unit Usaha Syariah (UUS) berjumlah 24, dan Bank Pembiayaan Syariah (BPRS) berjumlah 155. Volume usaha perbankan syariah dalam waktu satu tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Total aset BUS dan UUS per Februari 2012 telah mencapai Rp 145,62 triliun dengan jumlah DPK sebesar Rp114,16 triliun dan pembiayaan yang diberikan sebesar Rp103,71 triliun.

Marketshare perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai

sekitar 3,8%. Sedangkan secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah dapat menjangkau masyarakat di lebih dari 120 kabupaten/kota di 33 provinsi di Indonesia. Perbankan syariah pun sudah memperkerjakan 28.574 pekerja, dengan rincian BUS 21.839 pekerja, UUS 2.309 pekerja, dan BPRS 4.075 pekerja.

Grafik 1.1 Indikator Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia (dalam triliun rupiah)

Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Syariah,BI, 2012 0 50 100 150 200 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012(feb) ASET DPK

(23)

Jika dibandingkan dengan perbankan secara nasional, skala perbankan syariah memang masih relatif kecil, namun jika melihat dari segi pertumbuhannya maka perbankan syariah memiliki potensi untuk menjadi lebih besar. Oleh karena itu berbagai usaha dilakukan oleh beberapa kalangan untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia.

Berdasarkan Outlook Perbankan Syariah Tahun 2012, dalam rangka menumbuh-kembangkan perbankan syariah, Bank Indonesia (BI) akan memfokuskan kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun 2012 pada hal-hal sebagai berikut: (i) penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor produktif, (ii) pengembangan dan pengayaan produk perbankan syariah yang lebih terarah, (iii) peningkatan sinergi dengan bank induk dengan tetap mengembangkan infrastruktur kelembagaan bisnis syariah, (iv) peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada kesetaraan (parity) dan distinctiveness, dan (v) peningkatan good governance dan pengelolaan resiko kegiatan usaha perbankan syariah, serta (vi) penguatan sistem pengawasan.

Sedang menurut Setiawan (2009), tantangan utama bank syariah saat ini adalah mewujudkan kepercayaan dari para stakeholder, karena kepercayaan

stakeholder akan mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan bank

itu sendiri. Tentunya ekpektasi stakeholder terhadap bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Hal ini karena bank syariah adalah lembaga keuangan syariah yang menjalankan kegiatan usahanya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, bank syariah dituntut tidak hanya fokus pada tujuan komersial untuk pencapaian keuntungan maksimal semata, tapi juga harus mempertimbangkan aspek sosial sebagai wujud upaya untuk memberikan kesejahteraan secara luas bagi masyarakat.

Salah satu upaya bank syariah untuk meningkatkan kepercayaan

stakeholdernya adalah dengan menginformasikan aspek sosial yang dilaksanakanya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa perkembangan perbankan syariah saat ini mendorong kesadaran stakeholder akan pentingnya implementasi

(24)

pelaporan, dan pengungkapan kinerja sosial perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Saat ini belum ada standar pelaporan dan pengukuran CSR baku yang diperuntukkan untuk institusi bisnis syariah. Hal ini menyebabkan pelaporan CSR perusahaan syariah masih menggunakan standar pelaporan CSR konvensional. Padahal menurut Muhammad (2009) stakeholder memiliki pandangan positif dan menganggap relevan praktik pelaporan sosial dalam perspektif Islam.

Beberapa tahun terakhir ini sejumlah ahli ekonomi Islam mulai menggagas bentuk pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah. Beberapa bentuk pelaporan tersebut diantaranya adalah Islamic Social Reporting (selanjutnya ISR), Shariah

Enterprise Theory (SET), dan Islamicity Performance Index.

Dari ketiga bentuk pelaporan kinerja sosial yang disebutkan diatas, ISR adalah bentuk pelaporan yang banyak diperbincangkan saat ini, hal ini terlihat dari banyaknya penelitian-penelitian terkini yang berkaitan dengan ISR. Beberapa peneliti sebelumnya yang meneliti tentang ISR diantaranya adalah Haniffa (2002), Haniffa dan Hudaib (2007), Othman et al (2009), Othman dan Thani (2010), Fitria dan Hartanti (2010), Sofyani et al (2012), dan beberapa penelitian dalam bentuk skripsi juga telah ada dibeberapa universitas di Indonesia.

Menurut Haniffa (2002), ISR adalah upaya pelaporan aspek-aspek sosial dalam aktivitas lembaga keuangan syariah dalam perspektif Islam sebagai sebuah alternatif untuk mereduksi kelemahan dalam praktik di lembaga keuangan syariah. Pelaporan sosial dalam perspektif Islam merupakan suatu proses pengidentifikasian, penyediaan, dan upaya mengkomunikasikan informasi-informasi sosial dan aktivitas lain yang terkait yang sejalan dengan kebutuhan informasi bagi pengambil keputusan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah dan umat dalam arti yang luas, untuk meningkatkan transparansi pengelolaan bisnis dihadapan umat Muslim, dan untuk mencapai keridhaan Allah.

ISR merupakan tolak ukur pelaksanakaan kinerja sosial perbankan syariah dan bisnis syariah lainnya yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang

(25)

ditetapkan oleh AAOIFI yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam. Item-item ISR yang dikembangkan kemudian disebut dengan Indeks ISR. Secara khusus indeks ini adalah perluasan dari social reporting yang meliputi harapan masyarakat mengenai peran perusahaan dalam ekonomi dan peran perusahaan dalam perspektif spiritual. Indeks ISR diyakini dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar pengungkapan CSR yang sesuai dengan perspektif Islam (Fitria dan Hartati, 2010).

Penelitian terkait implementasi Indeks ISR di Indonesia masih tergolong sedikit. Fitria dan Hartati (2010) menyebutkan bahwa perkembangan indeks ISR di Indonesia masih sangat lambat dibandingkan perkembangan indeks ISR di negara-negara Islam lainya, hal ini berbeda dengan perkembangan indeks ISR di negara-negara Islam seperti Malaysia, Sudan, Bahrain, Uni Emirat Arab, Iran, Palestina, Kuwait, Bangladesh, dan Qatar dimana indeks ISR telah menjadi bagian dari pelaporan organisasi syariah di negara-negara yang bersangkutan. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian-penelitian mengenai indeks ISR di negara-negara tersebut. Sedang menurut Sofyani et.al (2012) bahwa berdasarkan Indeks ISR kinerja sosial bank syariah di Malaysia lebih baik dari pada bank syariah di Indonesia. Penelitian terkait Indeks ISR dinilai sangat penting untuk mendukung praktek kinerja sosial perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengukuran tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah dengan menggunakan Indeks ISR. Penelitian ini, dituangkan dalam skripsi, dengan judul “ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA

SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL

(26)

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah dengan menggunakan model indeks ISR guna menjawab pertanyaan: bagaimanakah tingkat pengungkapan kinerja sosial Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia jika diukur dengan Indeks ISR ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja sosial Bank Umum Syariah (BUS) dengan menggunakan model Indeks ISR yang meliputi enam tema pengungkapan berikut ini yaitu investasi dan keuangan, tata kelola organisasi, produk dan jasa, tenaga kerja, sosial, dan lingkungan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak berikut ini:

1. Manfaat bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia dan pengetahuan mengenai Indeks ISR lebih dalam.

2. Manfaat bagi bank syariah

Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan bagi bank syariah dalam pengungkapan kinerja sosial yang dilakukan.

3. Manfaat bagi regulator

Bagi regulator, terutama Bank Indonesia penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat standar pelaporan kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia.

(27)

Penelitian ini diharapkan akan menjadi pengetahuan bagi masyarakat tentang tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia. 5. Manfaat bagi akademisi

Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan akademisi dalam upaya mengembangkan model pengukuran dan pelaporan kinerja sosial bank syariah yang saat ini masih menggunakan standar konvensional.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada Bank Umum Syariah (BUS) yang telah mempublikasi annual report untuk periode tahun 2009 sampai tahun 2011 pada website resmi masing-masing.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Memuat kajian teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran.

BAB METODE PENELITIAN

Berisikan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini, yang berisi jenis penelitian, data dan pemilihan sampel, metode analisis data, dan alur penelitian.

(28)

BAB IV ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL

BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL

REPORTING INDEX (INDEKS ISR)

Menyajikan gambaran umum perusahaan yang dijadikan sebagai objek penelitian ini dan hasil analisis tingkat pengungkapan kinerja sosial Bank Umum Syariah (BUS) berdasarkan indeks ISR.

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan, keterbatasan dalam penelitian, dan saran-saran yang berguna bagi penelitian serupa di masa yang akan datang.

(29)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengungkapan (Disclosure)

Menurut Haniffa (2002) pengungkapan adalah membuat sesuatu menjadi diketahui atau mengungkapkan sesuatu. Dalam akuntansi, istilah pengungkapan lebih mengacu pada penyajian dan pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Baridwan (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud pengungkapan dalam prinsip akuntansi adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan.

Laporan tahunan (Annual Report) merupakan media utama penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditor, dan stakeholders lainnya. Laporan tahunan merupakan mencakup hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan laporan pelengkap. Sehingga dalam laporan tahunan diketahui seberapa kuat informasi pengungkapan yang diajukan oleh perusahaan.

Secara umum, menurut Hendriksen dan Breda (1992) dalam Raditya (2012) terdapat tiga konsep pengungkapan. Konsep tersebut antara lain:

1. Pengungkapan Cukup (Adequate Disclosure)

Pengungkapan cukup adalah pengungkapan minimum yang harus dipenuhi agar laporan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan. 2. Pengungkapan Wajar (Fair Disclosure)

Pengungkapan wajar adalah pengungkapan yang harus dicapai agar semua pihak mendapat informasi yang sama.

(30)

3. Pengungkapan Penuh (Full Disclosure)

Pengungkapan penuh adalah pengungkapan yang menuntut penyajian dan pengungkapan secara penuh atas seluruh informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan.

Dari paparan tentang pengungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan adalah menyampaikan informasi-informasi yang dianggap penting oleh perusahaan bagi stakeholder guna pengambilan keputusan. Media yang digunakan dalam pengungkapan adalah laporan tahunan perusahaan. Adapun pengungkapan dibedakan dalam tiga konsep yaitu cukup, wajar, dan penuh yang membedakan antara ketiga konsep tersebut adalah kelengkapan informasi yang disampaikan. Selain tentang pengungkapan, teori tentang Corporate Social

Responsibility (SR) juga memegang peranan penting dalam penelitian ini. Berikut

akan dipaparkan teori CSR.

2.2 Corporate Social Responsibility

2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility

Definisi kinerja sosial perusahaan atau yang biasa disebut Corporate Social

Responsibility (CSR) telah banyak dikemukakan oleh pakar, ahli, praktisi, dan

lembaga. Namun sampai saat ini belum ada defenisi CSR yang disepakati, meskipun dalam banyak hal memilki kesamaan esensi. Beberapa pakar seperti Magnan dan Farel (2004), dalam Susanto mendefinisikan CSR sebagai “A

business acts in socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse stake holder interest”. Defenisi ini menekankan kepada

perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggungjawab.

Sedang Ghana (2006) dalam Hadi (2011) mendefinisikan CSR dengan

(31)

differences and finds the business opportunities in building the skills of employees the community and the government”. Lebih lanjut dinyatakan,....”corporate social responsibility is about business giving back to society”. Definisi yang diberikan

Ghana tersebut memberikan penjelasan secara lebih dalam, bahwa sesungguhnya tanggungjawab sosial perusahaan memberikan kapasitas dalam membangun

corporate building menuju terjaminnya going concern perusahaan.

Beberapa lembaga juga memberikan defenisi tersendiri tentang CSR. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in Fox, et al (2002) dalam Budimanta et.al (2008;76), defenisi CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti-komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Dalam Undang-Undang yang terdapat di Indonesia, makna CSR memiliki arti yang berbeda-beda. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang dimaksud dengan ―tanggungjawab sosial perusahaan‖ adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Sedang UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengartikan tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa CSR adalah sebuah bentuk komitmen perusahaan terhadap kelangsungan pembangunan ekonomi dalam usaha meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan. CSR juga merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan stakeholder dalam arti yang luas selain kepentingan perusahaan. Dengan kata lain CSR adalah bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dilingkungannya

(32)

yang merupakan serangkaian kegiatan aktif perusahaan di tengah-tengah masyarakat dan semua stakeholder untuk pemerataan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat.

Setiap perusahaan memiliki motif yang berbeda-beda dalam pelaksanaan CSR. Motif pelaksanaan CSR setidaknya mengacu pada manfaat yang akan diterima oleh perusahaan dari pelaksanaan CSR. Berikut ini akan dibahasa motif dan manfaat dari pelaksanaan CSR.

2.2.2 Motif dan Manfaat Pelaksanaan Corporate Social Responsibility

Menurut saidi dan abidin (2004) dalam Suharto (2006) ada tiga tahap atau paradigma yang berbeda yang mendorong perusahaan melakukan CSR.

1. Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan.

2. Tahap yang kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.

3. Tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.

Pelaksanaan CSR akan berdampak positif bagi perusahaan tersebut. Menurut Susanto (2007:26-33) CSR memiliki beberapa manfaat bagi perusahaan sebagai berikut :

1. CSR akan mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima oleh perusahaan. perusahaan yang konsisten melaksanakan CSR akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankan.

2. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memaafkan.

(33)

3. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi baik, yang secara konsisten melakukan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

4. CSR akan memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya.

5. CSR akan meningkatkan penjualan produk. Dalam riset Roper Search

Worldwide mengungkapkan bahwa konsumen akan lebih menyukai

produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan CSR. Dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga motif yang mendorong perusahaan melaksanakan CSR. Ketiga motif tersebut setidaknya akan dipengaruhi oleh jenis perusahaan yang dijalankan. Bagi perusahaan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah maka motif yang paling berpengaruh adalah motif keagamaan. Pelaksanaan CSR juga akan membawa dampak positif bagi keberlanjutan sebuah perusahaan, hal ini juga akan meminimalisir dampak negatif dari hadirnya perusahaan bagi masyarakat dan lingkungan.

Setelah melaksanakan CSR, maka perusahaan juga dituntut untuk mengungkapakan informasi CSR yang telah dilaksanakan. Berikut ini akan dibahas teori tentang pengungkapan CSR.

2.2.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Menurut Martin Freedman, dalam Henny dan Murtanto (2001) dalam Kuntari dan Sulistyani (2007), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja sosial, yaitu:

1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)

Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari operasi-operasi yang dilakukan perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan

(34)

mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas tersebut.

2. Laporan Sosial (Social Report)

Terdapat beberapa alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat kelompok sebagai berikut :

a. Inventory Approach. Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat semua aktivitas-aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif.

b. Cost Approach. Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut.

c. Program Management Approach. Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu.

d. Cost Benefit Approach. Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat.

3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual Report).

Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan sementara, prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa. Perusahaan

(35)

cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et al., dalam Florence, et al., (2004) menyebutkan ada tiga studi, yaitu : a. Decision Usefulness Studies. Perusahaan yang melakukan aktivitas

sosial akan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan pendapat ini menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan. Para analis, banker dan pihak lain yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi akuntansi tradisional yang telah dinilai selama ini, namun juga informasi yang lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada posisi yang moderately important (Belkaoui, 1989 dalam Anggraini, 2006).

b. Economic Theory Studies. Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Lazimnya, prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Namun, pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.

c. Social and Political Theory Studies. Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder.

Saat ini terdapat banyak model pengungkapan CSR yang digagas oleh berbagai forum berskala nasional maupun internasional. Equator Principles yang diadopsi oleh beberapa negara merumuskan beberapa prinsip, antara lain (Wibisono,2007):

(36)

1. Accountability‟s standart (AA 1000), yang mengacu pada prinsip ―triple botton line‖ dari John Elkington.

2. Global Reporting Initiative (GRI), yang merupakan panduan pelaporan

perusahaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Envoironmental Economic (CERES) dan UNEP pada tahun 1997.

3. Social Accountability International SA8000 Standard 4. ISO 14000 environmental management standard 5. ISO 26000

Seiring dengan pesatnya perkembangan bisnis syariah saat ini, beberapa ahli mulai menggagas bentuk pengungkapan CSR khusus untuk institusi bisnis syariah. Beberapa bentuk pengungkapan CSR yang telah digagas diantaranya adalah:

1. Islamic Social Reporting Indeks (Indeks ISR), digagas oleh Haniffa (2002)

dan dikembangkan oleh Othman et al (2009).

2. Shariah Enterprise Theory (SET), merupakan enterprise theory yang

telah diinternalisasi dengan nilai-nilai Islam guna menghasilkan teori yang transendental dan lebih humanis. Salah satu peneliti yang pernah membahas SET adalah Iwan Triyuwono (2007)

3. Islamicity Performance Index (IPI), sebuah metode pengukuran kinerja bank

syariah yang berisi rasio-rasio keuangan dan sosial.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah adalah Indeks ISR. Lahirnya format pelaporan CSR secara syariah tidak lepas dari penekanan aspek sosial dalam agama Islam. Oleh karena itu konsep CSR dalam Islam juga akan menjadi bagian dari penelitian ini. Berikut ini akan dibahas teori CSR dalam perspektif Islam.

(37)

2.2.4 Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam Allah berfirman :                                                        

“bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang-orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah:177)

Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai sosial di masyarakat ketimbang hanya sekedar menghadapkan wajah kita ke barat dan ke timur dalam shalat. Tanpa mengesampingkan akan pentingnya shalat dalam Islam, Al Quran mengintegrasikan makna dan tujuan shalat dengan nilai-nilai sosial. Di samping memberikan nilai keimanan berupa iman kepada Allah SWT, Kitab-Nya, dan Hari Kiamat, Al Quran menegaskan bahwa keimanan tersebut tidak sempurna jika tidak disertai dengan amalan-amalan sosial berupa kepedulian dan pelayanan

(38)

kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan musafir serta menjamin kesejahteraan mereka yang membutuhkan.

Dalam konteks ini, maka CSR dalam perspektif Islam adalah praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara islami. Perusahaan memasukan norma-norma agama islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial di dalam operasinya. Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan halal dan haram oleh syariah (Suharto,2010). CSR dalam perspektif Islam menurut AAOIFI yaitu segala kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk memenuhi kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika, dan discretionary responsibilities sebagai lembaga fianansial intermediari baik bagi individu maupun institusi (Rizkiningsing,2012).

Menurut Islam, CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan kebajikan yang dilakukan bukan melalui aktivitas-aktivitas yang mengandung unsur riba, melainkan dengan praktik yang diperintahkan Allah berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga harus mengedepankan nilai kedermawanan dan ketulusan hati (Suharto,2010). Perbuatan ini lebih Allah cintai dari ibadah-ibadah mahdhah. Rasulullah SAW bersabda, “Memenuhi keperluan seorang

mukmin lebih Allah cintai dari pada melakukan dua puluh kali haji dan pada setiap hajinya menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”. Dalam hadits lain,

Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi

keperluan sesama muslim, itu lebih baik baginya daripada melakukan tujuh puluh kali thawaf di Baitullah.”

Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah satu upaya mereduksi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan mendorong produktivitas masyarakat dan menjaga keseimbangan distribusi kekayaan di masyarakat. Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua

(39)

anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang (Yusanto dan Yunus, 2009:165-169). Allah Berfirman :

      

“....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu...” (QS. Al hasyr: 7).

Praktik CSR dalam Islam menekankan pada etika bisnis islami. Operasional perusahaan harus terbebas dari berbagai modus praktik korupsi (fight agains

corruption) dan memberi jaminan layanan maksimal sepanjang ranah

operasionalnya, termasuk layanan terpercaya bagi setiap produknya (provision

and development of safe and reliable products). Hal ini yang secara tegas

tercantum dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:

                   



“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS. al-A‘raf ayat 85).

Selain menekankan pada aktivitas sosial di masyarkat, Islam juga memerintahkan praktik CSR pada lingkungan. Lingkungan dan pelestarianya merupakan salah satu inti ajaran Islam. Prinsip-prinsip mendasar yang membentuk filosofi kebajikan lingkungan yang dilakukan secara holistik oleh Nabi Muhamad SAW adalah keyakinan akan adanya saling ketergantungan di antara makhluk ciptaan Allah. Karena Allah SWT menciptakan alam semesta ini secara terukur, baik kuantitatif maupun kualitatif (lihat QS. Al Qamar: 49) dan dalam kondisi yang seimbang (QS. Al Hadid:7). Sifat saling ketergantungan antara makhluk hidup adalah sebuah fitrah dari Allah SWT. Dari prinsip ini maka konsekuensinya

(40)

adalah jika manusia merusak atau mengabaikan salah satu bagian dari ciptaan Allah SWT, maka alam secara keseluruhan akan mengalami penderitaan yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia (Sharing,2010). Allah SWT berfirman:                

“telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar.”

(QS. Ar Rum:41)

Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa Islam telah mengatur dengan begitu jelas tentang prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam CSR, padahal isu CSR baru dimulai pada abad ke-20. Bahkan dalam berbagai code of conduct yang dibuat oleh beberapa lembaga, Islam telah memberikan penjelasan terlebih dahulu. Misalnya, dalam draft ISO 26000, Global Reporting Initiatives (GRI),

UN Global Compact, International Finance Corporation (IFC), dan lainnya telah

menegaskan berbagai instrumen indikator bagi pelaksanaan komitmen CSR perusahaan demi pemenuhan target pembangunan berkelanjutan—seperti isu lingkungan hidup, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, perlindungan konsumen, tata kelola perusahaan, praktik operasional yang adil, dan pengembangan masyarakat. Dan bila ditilik lebih lanjut, sebenarnya prinsip-prinsip tersebut merupakan representasi berbagai komitmen yang dapat bersinergi dengan pengamalan prinsip kehidupan Islami (Sampurna,2007).

Dalam bangunan ekonomi Islam, aktivitas sosial juga menjadi salah satu elemen yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam mekanisme perekonomian. Sektor sosial dalam sebuah sistem perekonomia dapat diklasifikasikan kedalam sektor sukarela (voluntary sector) atau lebih dikenal dengan sektor ketiga. Sektor ini menjadi pelengkap dari dua sektor utama yaitu sektor publik dan sektor swasta (Faridi,1995 dalam Sakti, 2007).

(41)

Teori CSR saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini ditunjukan dengan banyaknya penelitian yang berkaitan dengan CSR. Selain itu, perkembangan teori CSR juga merupakan jawaban dari kebutuhan para

stakeholder. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri syariah, maka CSR

dalam perspektif syariah juga mulai dikembangkan. Salah satu industri syariah yang mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah bank syariah. Berikut ini akan dibahas teori tentang bank syariah.

2.3 Bank Syariah

2.3.1 Pengertian Bank Syariah

Dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 1992, memberikan pengertian bank dengan:

Bank badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-Undang No 7 Tahun 1998 dengan:

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jula-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Jadi, dapat disimpulkan Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainya dalam lalu lintas

(42)

pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Muhammad,2005).

Di Indonesia Perbankan Syariah terbagi kedalam tiga jenis yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Usaha Unit Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Dalam UU No.21 Tahun 20008 dijelaskan bahwa yang dimaksud BUS adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Sedang yang dimaksud BPRS adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Perkembangan perbankan syariah tidak lepas dari aspek regulator yang mengaturnya. Berikut ini akan dibahas periodesasi landasan hokum yang memayungi perbankan syariah di Indonesia.

2.3.2 Landasan Hukum Perbankan Syariah

Menurut Wiroso (2009;44-47) untuk membahas landasan hukum perbankan syariah di Indonesia tidak lepas dari sejarah perkembangan perbankan di Indonesia itu sendiri. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia melalui beberapa tahap periode berikut ini:

1. Periode sebelum tahun 1992

Sebelum tahun 1992 di Indonesia telah berdiri bank syariah dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Pada periode ini BPRS didirikan sesuai dengan perundang-undangan perbankan yang berlaku saat itu dan tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bank syariah.

(43)

Pada periode ini telah lahir beberapa BPRS dan satu bank syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Pada periode ini bank syariah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang tidak membahas secara langsung tentang bank syariah. Dalam Undang-undang tersebut tidak dibahas secara jelas tentang bank syariah, kecuali hanya dalam pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c yang menjadi landasan bank syariah. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa usaha bank umum dapat menyediakan pembiayaan bagi hasil nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

3. Periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2008

Pada tahun 1998 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan. Undang-Undang ini merupakan amandemen dari Undnag-Undang nomor 7 tahun 1992. Dalam Undang-Undang ini telah dibahas ketentuan-ketentuan bank syariah. undang-undang ini cukup menjadi landasan hukum yang kuat bagi bank syariah, sehingga setelah undang-undang ini muncul, berdiri beberapa bank umum syariah.

4. Periode setelah tahun 2008

Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Sejak tahun 2008, bank syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan undang tersebut, dan ketentuan-ketentuan pada undang-undang nomor 7 tahun 1998 tetap diberlakukan selama tidak bertentangan dengan undang-undang nomor 21 tahun 2008.

2.3.3 Fungsi Bank Syariah

Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 4 dijelaskan fungsi bank syariah sebagai berikut:

1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak,

(44)

sedekah, hibah, atau dana sosial lainya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari dana wakaf uang dan menyalurkanya kepada pengelola wakaf (nadzir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih rinci Wiroso (2009;82-87) membagi fungsi bank syariah ke dalam empat fungsi utama yaitu:

1. Fungsi Manajer Investasi.

Bank syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana (shahibul

maal) dari dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah, karena

besar-kecilnya imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana, sangat tergantung pada hasil usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh bank syariah dalam mengelola dana.

2. Fungsi Investor.

Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip bagi-hasil atau prinsip jual-beli, bank syariah berfungsi sebagai investor (sebagai pemilik dana). Oleh karena itu sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan pada sektor sektor produktif dan memiliki resiko yang minim. 3. Fungsi Jasa Perbankan.

Dalam operasionalnya, bank syariah juga memiliki fungsi jasa perbankan berupa layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan lainya yang tidak melanggar prinsip syariah.

4. Fungsi Sosial.

Dalam konsep perbankan syariah mewajibkan bank syariah memberikan layanan sosial melalui dana qard, zakat, dan dana sumbangan lainya yang sesuai dengan prinsip syariah. Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank-bank syariah untuk memainkan dan memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan. Fungsi ini juga merupakan yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional,

(45)

dalam bank syariah fungsi sosial tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi lainya dan merupakan identitas khas bank syariah. Bahkan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) yang dikeluarkan IAI, bahwa salah satu unsur laporan keuangan bank syaria adalah komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan syariah , berupa Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, dan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan bank syariah memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi komersial dan fungsi sosial. Hal ini menunjukan akan pentingnya fungsi sosial di bank syariah. Selanjutnya bank syariah juga memiliki karakteristik yang unik dari industri yang lainnya. Berikut ini akan dijelaskan karakteristik bank syariah.

2.3.4 Karakteristik Bank Syariah

Bank Syariah memiliki karakteristik khas yang membedanya dengan lembaga keuangan konvensional. Karakteristik bank syariah adalah:

1. Menghindari MAGHRIB.

Dalam UU No 21 tahun 2008 dijelaskan bahwa bank syariah dalam melaksanakan kegiatannya harus menghindari MAGHRIB, yaitu Maysir,

Gharar, Riba, dan Bathil.

2. Paradigma Transaksi Syariah.

Dalam KDPPLKS dijelaskan bahwa dalam melaksanakan transaksi syariah, hendaknya mempergunakan transaksi sebagai berikut:

a. Transaksi syariah berdasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual.

b. Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, bener dan

Gambar

Grafik 1.1 Indikator Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia  (dalam triliun rupiah)
Tabel 2.1 Kepentingan dan Harapan Stakeholder Bank SyariahManajement of islamic bank
Tabel 2.2 Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR Tujuan ISR:
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan hasil analisa dinamik tersebut pada analisa VIV berdasarkan kriteria yang disyaratkan pada peraturan DNV RP-C205 dapat disimpulkan bahwa

Kabupaten Tanah Datar mengenai kelebihan-kelebihan objek wisata panorama di Kabupaten Tanah dibandingkan objek wisata lain, yaitu mempunyai pemandangan yang sangat

Dilihat dari nilai adjusted R square menunjukkan bahwa nilai adjusted R square yang dimiliki metode akuntansi persediaan rata- rata lebih tinggi dibandingkan dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe GI, dengan tahapan mengidentifikasi topik dan mengorganisir siswa ke dalam kelompok;

Pada denah lantai 1 terdapat area pameran dengan konsep fleksibilitas dan dapat diubah sesuai kebutuhan pengguna dan fungsi.. Pengguna yang menggunakan Gedung tidak hanya umum

Teknik ini dilakukan dengan melakukan pengambilan dokumen dari lokasi peneltian demi menunjang pengumpulan data yang sedang dilakukan di lokasi Dokumentasi bisa

merupakan aset yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual atau tidak diklasifikasikan dalam kategori instrumen keuangan yang lain, dan selanjutnya diukur pada

Sementara itu, penelitian Aulya (2013) pada polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jaya menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi lalu