• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Secara substantif pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Secara substantif pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara substantif pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HAKI) dapat di deskripsikan sebagai “Hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia”. Pada dasarnya karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia merupakan inti dan objek pengaturan dalam HAKI. Dikatakan sebagai kemampuan intelektual manusia karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni sastra, ataupun teknologi memang dilahirkan atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya, melalui daya cipta, rasa dan karsanya. Karya-karya seperti ini penting untuk dibedakan dari jenis kekayaan lain yang juga dapat dimiliki manusia, tetapi tidak tumbuh atau dihasilkan oleh intelektualita manusia. Misalnya: kekayaan yang diperoleh dari alam, seperti tanah dan/atau tumbuhan berikut hak-hak kebendaan lain yang diturunkan. Dari segi ini, dapat dengan mudah dipahami perbedaan antara Intellectual Property Right (IPR) dengan Real Property.

Karya-karya intelektual tersebut, apakah di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan sehingga menjadikan karya yang dihadirkan menjadi bernilai. Apalagi dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep kekayaan

(2)

(property) terhadap karya-karya intelektual itu bagi dunia usaha karya-karya itu dikatakan sebagai asset perusahaan.

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual manusia pada akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, akan melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan intelektual (Intellectual Property) tadi, termasuk di dalamnya adalah pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakikatnya pula, HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible).1

Dari sudut pandang HAKI, penumbuhan aturan diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih baik, dan lebih banyak.

Pengembangan HAKI terwujud dalam kebutuhan akan perlindungan hukum yang berintikan pada pengakuan terhadap HAKI tersebut, dan hak untuk atau dalam waktu tertentu dapat dieksploitasi-komersialisasi atau menikmati sendiri kekayaan tersebut. Selama kurun waktu tertentu orang lain hanya dapat menikmati atau menggunakan atau mengeksploitasi hak tersebut atas izin pemilik hak. Karenanya perlindungan dan pengakuan hak tersebut hanya diberikan khusus kepada orang yang memiliki kekayaan tadi, maka sering dikatakan bahwa hak seperti itu eksklusif sifatnya (eksklusive right).

1

Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Asset Intelektual, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hlm. 3.

(3)

Adanya perlindungan hukum seperti itu dimaksudkan agar pemilik hak dapat menggunakan atau mengeksploitasi kekayaan tadi dengan aman. Pada gilirannya, rasa aman itulah yang kemudian menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan orang dapat berkarya guna menghasilkan ciptaan atau temuan berikutnya. Sebaliknya, dengan perlindungan hukum pula, pemilik diminta untuk mengungkap jenis, bentuk, dan cara kerja serta manfaat dari kekayaan itu. Ia dapat aman mengungkapkan (discloses) karena adanya jaminan perlindungan hukum, sebaliknya masyarakat dapat ikut menikmati atau menggunakln atas dasar izin atau bahkan mengembangkannya secara lebih lanjut. Dalam hal ini hukum bukan hanya berfungsi mendisiplinerkan ekonomi, tetapi terwujud dalam kegiatan-kegiatan ekonomi itu sendiri. Ini berarti bahwa kehadiran sistem peraturan (hukum) merupakan syarat mutlak untuk dapat berlangsungnya kegiatan ekonomi atau bisnis.

Pasal 27 The Declaration of Human Rights, yang menyatakan: Everyone has the right Freely to participate in the culture life of the community, to enjoy the arts and to share in scientific advancement and its benefit; Everyone has the right to the protection of the moral and material interest resulting from any scientific,

literary of artistic production of which he is the author.2

Untuk menjaga keseimbangan kepentingan pribadi individu dengan kepentingan masyarakat, sistem HAKI didasarkan pada prinsip-prinsip, antara lain, prinsip keadilan (The Principle of Natural Justice). Prinsip ini menunjukkan bahwa seorang atau kelompok pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja

2

(4)

padanya, yang membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat merupakan materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang kita sebut “hak”.

Setiap “hak” menurut hukum tersebut mempunyai title, yaitu sebagai suatu peristiwa tertentu yang dapat menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya. Berkaitan dalam bidang HAKI, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya hak itu adalah penciptaan yang berdasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.

Hukum berpengaruh pada kehidupan ekonomi dalam bentuk pemberian norma-norma yang mengatur tindakan-tindakan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan untuk mengendalikan perbuatan manusia agar optimasi penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan tertib, tanpa menimbulkan kekacauan. Kemungkinan terjadinya konflik antara hukum dan ekonomi merupakan masalah interaksi antara hukum dan ekonomi terutama menyangkut kompleksitas dan beragamnya aktivitas bisnis tersebut pada umumnya. Akan tetapi, justru dari dialektika konflik antara hukum dan ekonomi ini, dapat diketahui pola interaksi berupa pengaruh pertimbangan ekonomi dalam kehidupan hukum. Sebagai suatu regine hukum yang masih relatif baru di Indonesia, HAKI bersumber pada beberapa peraturan perundang-undangan.

(5)

Salah satu bidang HKI yakni hak cipta (copy rights) yang merupakan hak ekslusif (khusus) bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 LTU No. 19 Tahun 2002). Perlindungan terhadap hak cipta adalah berdasarkan pada kesepakatan The Beme Convention for the Protection of Literary and Artistic Works tanggal 9 September 1886 di Bern, Swiss. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UUHC).

Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah hak pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena dipandang menyempitkan.3

Jika istilah yang dipakai dalam pengertian hak cipta adalah hak pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak dari pengarang saja dan hanya bersangkut paut dengan karang-mengarang saja, sedangkan cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang. Karena itu, kongres memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang dengan istilah hak cipta. Istilah ini merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh.

3

(6)

Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres. Menurutnya terjemahan Auteursrecht adalah Hak Pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi Hak Cipta.4

Adapun pengertian secara yuridis menurut UUHC, pada Pasal 2 menyatakan: Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian dalam UUHC, dalam Pasal 1 yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta berdasar Pasal 12 UUHC adalah ciptaan lagu atau musik (huruf d). Karya lagu atau musik adalah ciptaan utuh yang terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan aransemen, termasuk notasinya, dalam arti bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta. Pencipta musik atau lagu adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan musik atau lagu berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang dalam istilah lain dikenal sebagai komposer.5

4

J. C. T. Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan, (Jakarta: Penerbit Jembatan, 1973), hlm. 21-24.

5

Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, (Jakarta: Penerbit Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2003), hlm. 55.

(7)

Musik atau lagu yang telah diciptakan seseorang dengan penuh imajinasi dan telah dinyanyikan oleh seorang penyanyi mampu memberikan kepuasan orang lain dalam menikmati alunan nada-nada atau lirik-liriknya sehingga tidak menutup kemungkinan dinyanyikan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang/ penyanyi-penyanyi lainnya. Pengguna atau penikmat lagu dan musik mempunyai peluang mendengarkan atau memperdengarkan lagu-lagu dan musik untuk tujuan komersial, artinya dengan memperdengarkan kembali lagu dan musik ciptaan seseorang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya, misalnya hotel-hotel, diskotik-diskotik, restoran-restoran, radio dan televisi, dan sebagainya.

Kemajuan teknologi khususnya di bidang informasi dan telekomunikasi telah mendorong arus modernisasi di bidang musik dan lagu khususnya di Indonesia. Manusia modern cenderung pada kemajuan dengan berkembangnya budaya teknologi (technology of culture). Akibat dari kemajuan ini, kini tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan oleh seseorang atau suatu negara dengan maksud tertentu guna meraih keuntungan dengan cara-cara tidak terhormat yang merugikan orang atau negara lain melalui hasil ciptaan yang dilindungi oleh perangkat hukum. Perkembangan iptek lambat laun akan mampu mengungkapkan adanya kecurangan yang terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai ekonomis.

Berkembangnya paradigma baru pada perlindungan atas hak kekayaan intelektual, maka perbuatan seperti membajak, meniru, memalsukan ataupun mengakui sebagai hasil ciptaan sendiri atas hak cipta orang lain atau pemegang izin dari ciptaan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat diancam

(8)

dengan sanksi hukum. Perkembangan ini menyebabkan semua sektor kehidupan seperti ekonomi, hukum dan budaya perlu pula “berpacu dengan waktu” untuk mengejar ketinggalannya dalam era persaingan global yang kini semakin diskriminatif, komparatif dan kompetitif.

Tanpa disadari, perubahan tren menjadi tren digital merupakan salah satu ancaman penjualan album fisik. Penemuan pemutar musik format digital dan ponsel pemutar musik membuat perubahan perilaku konsumen. Musik menjadi lebih mudah didapat apalagi dengan perkembangan internet. Ketika musik digital berformat MP3 memasuki dunia internet melalui jaringan pertukaran peer-to-peer Napster.com pada tahun 1999, penggemar musik digital mulai menjamur hingga saat ini. Musik digital didefenisikan sebagai harmonisasi bunyi yang dibuat melalui perekaman konvensional maupun suara sintetis yang disimpan dalam media berbasis teknologi komputer. Musik digital menggunakan sinyal digital dalam proses reproduksi suaranya. Sebagai proses digitalisasi terhadap proses rekaman musik analog, lagu atau musik digital memppunyai beraneka ragam format yang bergantung pada jenis piranti, yang biasa digunakan antara lain: MP3, WAV, WMA, dan AAC.6

Tidak mau ketinggalan, produsen telepon genggam pun melakukan tranformasi teknologi, salah satunya dengan menyediakan fiture ringtone dalam aplikasinya. Ringtone yang berupa musik dan lagu ini, dapat diunggah secara bebas oleh masyarakat melalui internet dalam bentuk MP3, WAV, WMA, dan AAC.

6

(9)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta

Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone Pada telepon Seluler”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pengaturan Hukum Tentang Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002?

2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum atas Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler?

3. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa atas Pelanggaran Karya Cipta Lagu dan Musik?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang hak cipta di Indonesia.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone telepon seluler.

(10)

c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa atas pelanggaran karya cipta lagu dan musik.

2. Manfaat Pembahasan

Selain dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain :

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus pelanggaran Hak Cipta Atas Kaya Cipta Lagu dan Musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler yang terjadi, serta mengetahui perlindungan hokum atas hak cipta. Karena semakin pesatnya perkembangan di bidang Teknologi dan Informatika sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran, memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum atas suatu karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

b. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pembaca terutama bagi pencipta dan pengapresiasi karya cipta lagu dan musik dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

(11)

D. Keaslian Penulisan

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu Dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas adalah hasil pemikiran sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi dari berbagai media, baik cetak maupun pengumpulan informasi melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Keputusan batasan tersebut berguna membantu untuk melihat ruang lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu para pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut :

(12)

Pasal 2 Ayat 1 UUHC menyatakan bahwa : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku”.

Dari pasal tersebut hak cipta didefenisikan sebagai hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, unsur-unsur hak cipta dari defenisi tersebut ada tiga, yaitu:7

1. hak memperbanyak (reproduction right); 2. hak mengumumkan (publishing right);

3. hak member izin untuk memperbanyak dan mengumumkan (assignment right)

Dari defenisi tersebut kita juga dapat melihat bahwa hak cipta mempunyai pembatasan-pembatasan tertentu, bahwa pembatasan itu mempunyai arti sebagai berikut:8

1. mengandung fungsi social: menjaga keseimbangan antara kepentingan individu (pencipta atau pemilik/pemegang hak) dan kepentingan umum;

2. orang lain boleh mengumumkan dan memperbanyak ciptaan seseorang tanpa diklasifikasikan sebagai pelanggar hak cipta (Pasal 13 sampai 25 UU No. 7 Tahun 1987);

3. Sebagai pengecualian dari acuan pokok: mengumumkan dan memperbanyak ciptaan orang lain harus seizing si pencipta (Pasal 13 sampai 25 UU No. 7 Tahun 1987)

7 Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 13 8

(13)

John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad ke-18, dalam kaitan antara hak cipta dengan hukum alam, mengemukakan bahwa: hukum hak cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seseorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.9

F. Metode Penulisan

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah model penelitian normatif bersifat deskriptif dan menggunakan metode pendekatan yuridis. Penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Kemudian, data yang terkumpul dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana penerapannya dalam praktik di Indonesia.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yaitu dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

9

Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, (Bandung: PT. Alumni, 2008), hlm. 52.

(14)

Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

3. Analisis Data

Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini memakai data sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, internet, makalah, skripsi, tesis, kasus-kasus hukum yang terkait dengan perlindungan hukum atas karya cipta lagu dan musik dalam bentuk ringtone pada telepon seluler.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PERLINDUNGAN PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian dan sejarah merek, syarat pendaftaran merek, prosedur pendaftaran

(15)

merek, sistem pendaftaran merek, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar.

BAB III ASAS IKTIKAD BAIK DALAM PENDAFTARAN MEREK

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang sejarah asas iktikad baik, pengertian iktikad baik, sistem pembuktian iktikad tidak baik dalam pendaftaran merek, akibat merek yang didafatarkan tanpa iktikad baik.

BAB IV IKTIKAD BAIK SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KEKUATAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN MEREK (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT NO. 30K/PDT.SUS/2011)

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang posisi kasus sengketa Merek WINN GAS dan Merek WINGAS, Analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 30K/Pdt.Sus/2011 antara PT. WINN APLIANCE (dahulu bernama PT. ULTRINDO BINTANG TAMINDO) sebagai Penggugat melawan CV. CENTRAL GAS sebagai Tergugat I dan PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, cq. DEPARTEMEN HUKUM dan HAK ASASI MANUSIA R.I. cq. DIREKTORAT

JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL cq.

DIREKTORAT MEREK sebagai Tergugat II dan mengenai penerapan asas iktikad baik sebagai salah satu syarat kekuatan hukum dalam pendaftaran merek.

(16)

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari pembahasan-pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini dan mencoba memberikan beberapa saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun dalam pemasangan alat peraga yang dilakukan di tempat umum akan ditempatkan pada lokasi yang ditetapkan dana tau di izinkan oleh pemerintah daerah setempat,

e) Terminal cabang tanah, merupakan penghantar listrik berbentuk melingkar mengelilingi dinding gedung sebelah dalam, (ditanam dibawah lantai) menghubung antara distribusi induk

Kejawen adalah sebuah kepercayaaan atau barangkali boleh dikatakan agama yang terutama dianut oleh masyarakat suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Pulau

1) Menjamin ketersediaan consumable dan bila terjadi ketidaktersediaan maka MSM wajib menyediakan consumable yang kompatibel dan pembelian tersebut diperhitungkan di dalam target

bawah umur yang menjadi dasar pertimbangan tuntutan Jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Madiun yaitu dalam melakukan penuntutannya bahwa unsur tersebut telah memenuhi

Pengembangan sumber energi memerlukan waktu yang cukup lama serta biaya yang besar, maka perlu dilakukan dengan perencanaan yang baik serta ditopang dengan kebijakan dibidang

Sistem Informasi Sungai dan Pantai (SISPA) Berbasis Web ini dikembangkan untuk membantu Kementerian Pekerjaan Umum dalam rangka melaksanakan pengelolaan data sumber daya air sungai