• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. saat itu adalah Auterswet 1912 (Stb No. 600). Auterswet 1912 ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. saat itu adalah Auterswet 1912 (Stb No. 600). Auterswet 1912 ini"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1   

A. Latar Belakang Masalah

Pengaturan mengenai hak cipta di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Di Indonesia pertama kali dikenal hak cipta pada tahun 1912, yaitu masa Hindia Belanda. Undang-Undang Hak Cipta atau UUHC saat itu adalah Auterswet 1912 (Stb. 1912 No. 600). Auterswet 1912 ini berlaku pada masa penjajahan Belanda sampai saat Indonesia merdeka berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 (kini Pasal I Aturan Peralihan Amandemen keempat UUD 1945) yang menentukan bahwa “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Untuk lebih menegaskan perlindungan hak cipta dan menyempurnakan hukum yang berlaku sesuai dengan perkembangan pembangunan nasional, telah beberapa kali diajukan rancangan undang-undang baru hak cipta, yaitu pada tahun 1958, 1966 dan 1971 tapi tidak berhasil menjadi suatu undang-undang.

Indonesia sendiri baru berhasil membentuk hukum hak cipta nasional pada tahun 1982, yaitu saat Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta Dalam pertimbangannya undang-undang yang telah mencabut Austerswet 1912 menegaskan bahwa pembuatan undang-undang baru ini dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra, serta mempercepat

(2)

pertumbuhan kecerdasan bangsa (dalam undang–undang ini, pemegang hak cipta pada dasarnya adalah penciptanya, dialah sebenarnya pemilik hak cipta atas karya cipta yang dihasilkannya). Tetapi selain itu orang perorangan atau badan hukum yang meneima hak dari pemilik hak cipta, adalah juga pemegang hak cipta.

Demikian pula orang perorangan atau badan hukum yang kemudian menerimannya dari pihak yang telah menerima terlebih dahulu hak tersebut dari penciptanya.1 Kemudian pada tahun 1987, Undang-Undang Hak Cipta 1982 disempurnakan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam pertimbangannya, undang-undang ini menegaskan bahwa penyempurnaan tersebut dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Penyempurnaan selanjutnya dari UUHC adalah pada tahun 1997 dengan berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 1997. Penyempurnaan terus dilakukan hingga akhirnya UUHC terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang memberikan perlindungan hukum hak cipta yang lebih ditingkatkan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya. Maksudnya adalah mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang diperlukan bagi pembangunan nasional.

      

1

(3)

Dibandingkan dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 menunjukkan perbedaan antara lain :2

1. Lingkup ciptaan yang mendapat perlindungan disempurnakan, yaitu karya-karya pertunjukkan dan karya-karya siaran dihapuskan dari ciptaan yang dilindungi dan hanya mendapat perlindungan dalam hak yang berkaitan dengan hak cipta. Hal ini dilaksanakan untuk tidak menimbulkan kebingungan kedua karya itu dilindungi oleh hak cipta dan juga oleh hak terkait (neighbouring rights).

2. Demikian pula kreasi intelektual database dimasukkan menjadi salah satu ciptaan yang dilindungi sebagaimana diamanatkan WIPO Copy Rights Treaty (WCT), di mana Indonesia telah menandatangani perjanjian tersebut;

3. Dimuatnya ketentuan tentang penggunaan alat apapun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi.

4. Dalam masalah penyelesaian sengketa, undang-undang ini menetapkan penyelesaiannya oleh pengadilan niaga dan juga disediakannya pilihan penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengketa seperti Arbitrase, Mediasi dan sejenisnya;

      

2

V.henrysoelistyobudi. Kajian Haki, http://www.iprcentre.org/artikel/diakses pada tgl 19February2009, 22.00WIB 

(4)

5. Hal lain yang ditambahkan dalam undang-undang ini adalah diperkenalkannya sistem penetapan sementara pengadilan sebagaimana diamanatkan dalam Article 50 TRIPs, sehingga memungkinkan pencegahan lebih jauh akan kerugian dari pemegang hak, dan juga scara seimbang menjaga kepentingan pihak yang dikenakan penetapan sementara pengadilan;

6. Penambahan lain adalah ditetapkannya ancaman pidana atas pelanggaran hak terkait, yang dalam undang-undang hak cipta sebelumnya ancaman pidana tersebut hanya berlaku secara mutatis mutandis.

7. Penambahan ketentuan pidana minimal dan maksimal dalam undang-undang ini dimaksudkan untuk menangkal terhadap pelangggaran hak cipta sehingga diharapkan efektivitas penindakannya akan terwujud.

8. Pembatasan waktu proses perkara dibidang hak cipta yang ditangani oleh pengadilan niaga maupun Mahkamah Agung hal ini untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah berlarut-larutnya penanganan suatu perkara di bidang hak cipta yang mempunyai akibat sangat luas di bidang ekonomi dan perdagangan.

9. Penambahan ketentuan mengenai informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam WIPO Copy Right Treaty (WCT).

Penyempurnaan UUHC didasarkan pada berbagai pertimbangan yang pada intinya dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan kepada para pencipta dan pemegang hak terkait dengan keseimbangan untuk kepentingan

(5)

masyarakat pada umumnya. Berdasarkan kepentingan tersebut di dalam UUHC Pasal 1 ayat (5) UU No. 19 tahun 2002 juga dikenal mengenai pengumuman yaitu: “Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.”3 Termasuk dalam kegiatan pengumuman ini misalnya mengadakan satu pertunjukan musik atau lagu secara komersial (show), memutar VCD melalui radio atau TV kepada konsumen hotel, restoran, media transportasi, radio dan TV.

Hak cipta memberi hak milik eksklusif atas suatu karya pencipta dengan demikian, setiap orang lain yang ingin melakukan perbuatan untuk mengumumkan dan atau memperbanyak hasil ciptaan, wajib terlebih dahulu minta izin kepada pemiliknya yaitu pemegang hak cipta (lagu atau musik) melalui pemberian lisensi. Hal ini sesuai dengan hakikat hak eksklusif itu sendiri.4

Pengumuman suatu ciptaan dengan tujuan komersial pengguna komersial (users) harus membayar royalti kepada pencipta, karena mereka mendapatkan keuntungan atas pengumuman karya cipta tersebut. Pembayaran royalti tidak dikenakan untuk pengumuman non komersial. Misalnya pertunjukan musik untuk pengumpulan dana yang akan diserahkan kepada korban bencana alam. Pihak penyelenggara dalam hal ini tidak mendapat       

3

Lihat Pasal 1ayat 5 Undang – Undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta  4

(6)

keuntungan apapun, Oleh karenanya tidak dikenai pembayaran royalti pada pencipta lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan musik tersebut. Sedangkan mengenai Pasal 45 ayat (3) mengenai kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta dan ayat (4) mengatur mengenai jumlah royalti yang wajib dibayarkan.

Perlu ditegaskan bahwa potensi ekonomi ciptaan musik atau lagu, termasuk rekaman suara cukup penting untuk dikembangkan lebih lanjut dimasa-masa mendatang karena beberapa alasan sebagai berikut :5

1. Memiliki potensi ekonomi/bisnis yang besar

2. Memiliki potensi sebagai sumber pendapatan negara melalui pajak

3. Merupakan sumber penghasilan yang tidak kalah gengsinya bagi para penciptanya.

Pengguna dari musik atau lagu dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengguna komersial (Commercial Users) dan pengguna non komersial (Non Commercial Users). Pengguna non komersial adalah pengguna yang menggunakan musik atau lagu untuk dinikmati sendiri. Mereka membayar royalti bersamaan dengan mereka membayar harga dari kaset tersebut. Pengguna komersial adalah pengguna yang menggunakan musik atau lagu untuk tujuan komersial karena mereka mengharapkan keuntungan dari pemutaran musik atau lagu tersebut misalnya seperti restoran, hotel, radio dan lain-lain yang bertujuan untuk komersial.

      

5

Djuwityastuti. Kajian Yuridis Penerbitan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik Oleh

Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Majalah Hukum: Yustisia, Edisi 70, 2005. hlm. 1564.

(7)

Mereka inilah yang harus membayar royalti kepada para pencipta, karena mereka menarik keuntungan dari penggunaan musik atau lagu tersebut. Mengenai hal tersebut, tidak sedikit para pengusaha yang menggunakan musik atau lagu untuk usaha komersial tetapi masih belum sadar benar akan pentingnya kesadaran hukum menyangkut hak cipta di antaranya Hotel Quality Yogyakarta juga tersangkut masalah dengan YKCI. Bermula saat Hotel Quality Yogyakarta mengadakan usaha karaoke yang dimana pada saat itu pihak pengelolanya bernama Agus Eko Samsu Mahari, setelah usaha karaoke tersebut berkembang, hingga pada tanggal 28 Mei 2007 sekitar pukul 23:00 WIB di Karaoke Quality Musik Center kamar nomor 229 yang terletak di lantai II Hotel Quality Jl. Laksada Adisucipto 49 Nayan, depok, Sleman, Yogyakarta dari situlah letak permasalahannya.

Hotel Quality Yogyakarta tidak membayar royalti yang di mana seharusnya pihak yang menggunakan sarana musik dan lagu untuk usaha komersial diwajibkan membayar royalti selain hanya memiliki izin atapun lisensi kepada pihak yang berhak atas royalti tersebut yaitu dalam hal ini diwakilkan oleh YKCI. Kasus Hotel Quality Yogyakarta merupakan perbuatan yang merugikan para pencipta musik dan lagu dengan demikian apakah dapat disebut perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH perdata.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang hendak diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(8)

1. Apa kriteria perbuatan pengumuman hak cipta atas musik dan lagu sebagai perbuatan melawan hukum dalam kasus Hotel Quality Yogyakarta?

2. Apa akibat hukum dari perbuatan melawan hukum dalam kasus Hotel Quality Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kriteria perbuatan pengumuman hak cipta atas musik dan lagu sebagai perbuatan melawan hukum dalam kasus Hotel Quality Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari perbuatan melawan hukum dalam kasus Hotel Quality Yogyakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Hak cipta sendiri merupakan kepemilikan pribadi bagi individu atas suatu ciptaan dari berupa ide atau gagasan yang selanjutnya dituangkan dalam karya yang nyata. Seorang pemegang hak cipta yaitu pengarang itu sendiri memiliki suatu kekayaan intelektual yang bersifat pribadi dan memberikan kepadanya sebagai pencipta untuk mengeksploitasi hak-hak ekonomi dari suatu ciptaan yang tergolong dalam bidang seni sastra dan ilmu pengetahuan.

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UUHC No. 19 Tahun 2002 dimana memuat definisi hak cipta sebagai berikut : “hak cipta adalah hak eksklusif

(9)

bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Demikian hak cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif yang diberikan kepada para Pencipta dan atau pemegang hak cipta, untuk mengumumkan dan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan hal yang sama dalam batasan hukum yang berlaku. Yang penting untuk diingat adalah hak tadi mengizinkan para pemegang hak cipta untuk mencegah pihak lain mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya tanpa izin.

UUHC No. 19 Tahun 2002 juga menegaskan mengenai hak mengumumkan dan hak memeperbanyak dengan pengertiannya yaitu:6

Hak  Mengumumkan (Performing Right) lagu adalah : 1. Memainkan Lagu (secara langsung);

2. Memutar rekaman lagu (dengan alat apapun seperti tape, PH, CD, VCD, DVD, komputer, video screen, lagu yang ada dalam siaran televisi, radio, dll);

3. Menyiarkan Lagu (oleh stasiun radio, televisi, internet, dll). Hak Memperbanyak (Reproduction Right) adalah :

1. Menambah jumlah lagu, yang dilakukan secara mekanis (disebut mechanical right) dan dialihwujudkan dalam bentuk pita kaset, piringan hitam, data digital, dll:atau

      

6

(10)

2. Mensinkronkan kepada rekaman film (synchronization right)

3. Mencetak lagu dalam buku, majalah, koran, web site, dll (printing right).

Hal yang dimaksud dengan pencipta diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUHC No. 19 Tahun 2002 yaitu : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”. Dari bunyi Pasal 1 ayat (2) UUHC No. 19 Tahun 2002 tersebut, secara singkat bahwa pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Maka dengan sendirinya pencipta juga menjadi pemegang hak cipta.

Akan tetapi tidak semua pemegang hak cipta dapat dikatakan adalah seorang pencipta dari suatu ciptaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka (4) UUHC No. 19 Tahun 2002 (atau sebelumnya dalam Pasal 1 angka (3) UUHC No. 12 Tahun 1997), yang antara lain berbunyi : “Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut”. Seseorang dapat menjadi pemegang dari hak cipta walaupun orang tersebut bukanlah orang yang menciptakan ciptaan yang dimaksud. Dalam hal ini biasanya orang tersebut mendapatkan hak ciptanya melalui apa yang disebut dengan pengalihan, yaitu hak cipta dari suatu ciptaan dialihkan kepada orang lain (yang bukan Pencipta)

(11)

dikarenakan oleh hal-hal seperti pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Hal yang dimaksud dengan pengumuman, seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (5) yaitu: “Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.” Termasuk dalam kegiatan pengumuman ini misalnya mengadakan satu pertunjukan musik atau lagu secara komersial (show), memutar VCD melalui radio/TV kepada konsumen hotel, restoran, media transportasi, radio dan TV. Untuk pengumuman suatu ciptaan dengan tujuan komersial pengguna komersial (users) harus membayar royalti kepada pencipta, karena mereka mendapatkan keuntungan atas pengumuman karya cipta tersebut. Pembayaran royalti tidak dikenakan untuk pengumuman non komersial, misalnya pertunjukan musik untuk pengumpulan dana yang akan diserahkan kepada korban bencana alam. Pihak penyelenggara dalam hal ini tidak mendapat keuntungan apapun, oleh karenanya tidak dikenai pembayaran royalti pada pencipta lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan musik tersebut.

Mengacu pada UUHC, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukun ada dalam lingkup seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Dari tiga lingkup ini Undang–Undang merinci lagi diantaranya seperti pada ketentuan Pasal 12

(12)

UUHC. Menurut ketentuan Pasal 12 UU Hak Cipta Ciptaan yang dilindungi itu terdiri dari :7

1 Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulisyang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

2 Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; 3 Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan kependidikan dan

ilmu pengetahuan;

4 Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; 7 Arsitektur 8 Peta 9 Seni batik 10 Fotografi 11 Sinematografi

12 Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Dalam UUHC No. 19 Tahun 2002 juga terdapat bab yang mengatur mengenai hak - hak yang berkaitan dengan hak cipta atau yang lazim dikenal       

7

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan budaya

(13)

sebagai Neighbouring Rights. Pemilik hak-hak tersebut meliputi pelaku yang menghasilkan karya pertunjukkan antara lain produser rekaman suara yang menghasilkan karya rekaman suara, dan lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran. Pasal 49 UUHC No. 19 Tahun 2002 menyatakan bahwa pelaku (Performer) memiliki hak eksklusif (khusus) untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar pertunjukkannya. Pengertian menyiarkan yang dimaksud termasuk menyewakan, melakukan pertunjukkan umum (public performance) mengkomunikasikan sebuah pertunjukkan langsung (live performance) mengkomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman pelaku.

Selanjutnya, Pasal 49 ayat (2) UUHC No. 19 Tahun 2002 menegaskan bahwa produser rekaman suara (produser) juga mempunyai atau memiliki hak ekslusif (khusus) untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. Berikutnya dalam Pasal 49 ayat (3) UUHC No. 19 Tahun 2002 ditegaskan pula bahwa “Lembaga Penyiaran (Broadcaster) memiliki hak eksklusif (khusus) untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat, memperbanyak, dan atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain”.

Sebuah lagu diciptakan oleh seseorang maka negara memberikan sekumpulan hak melalui UUHC dan menjamin perlindungannya. Kepedulian

(14)

pemerintah Indonesia terhadap nilai-nilai pengaturan kekayaan intelektual menjadi lebih berbobot dalam situasi sekarang ini, khususnya hak cipta yang dimulai dari peraturan kolonial sampai dengan dikeluarkannya UUHC No. 19 Tahun 2002 telah mengalami beberapa kali dikeluarkannya Undang-Undang yang mengatur tentang hak cipta. Bahkan sebagai anggota dari beberapa organisasi dunia, pemerintah Indonesia telah ikut meratifikasi beberapa peraturan-peraturan internasional tentang Hak Kekayaan Intelektual, dengan meratifikasi Bern Convention of the Protection of Library and Artistic Works.8

Konvensi Bern 1886 memuat prinsip-prinsip dasar yang mengatur standar minimum perlindungan hukum yaitu : 9

1. Prinsip Nation Treatment

prinsip ini artinya suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan disalah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.

2. Prinsip Automatic Protection

Prinsip ini artinya pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun.

3. Prinsip Independence of protection

Prinsip ini artinya suatu perlindungan hukun diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta.

      

8

Konvensi Bern 1886   9

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta UUHC No. 19 Tahun 2002, PT. Alumni, Bandung, 2004, hlm. 6. 

(15)

Selain Hak Eksklusif itu, Konvensi Bern 1886 mengatur pula sekumpulan hak yang dinamakan Hak Moral dan Hak Ekonomi yang mana keduanya mempunyai kedudukan sejajar. Berbagai macam hak tersebut dapat diuraikan seperti dibawah ini: 10

1. Kumpulan Hak Ekonomi

Hak ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan pemanfaatan secara komersial suatu penciptaan. Suatu penciptaan merupakan hasil karya intelektual yang diperoleh melalui pengorbanan waktu, tenaga dan dana. Dilihat dari aspek ekonomi pengorbanan tersebut merupakan suatu investasi yang perlu dikelola secara komersial untuk mendapatkan pengembalian modal dan memperoleh keuntungan. Semakin bermutu suatu ciptaan maka semakin tinggi pula potensi nilai komersial. Macam hak ekonomi adalah :

1 Performing Right atau hak mengumumkan (Hak Penyuara)

Yaitu hak pencipta lagu apabila lagu ciptaannya dinyanyikan oleh seorang penyanyi secara live (langsung). Misalnya saja dalam suatu pub, seorang penyanyi menyanyikan lagu ciptaan Rinto Harahap. Karena pub adalah salah satu tempat yang bertujuan komersial, maka Rinto Harahap berhak atas royalti atas lagu ciptaannya yang dinyanyikan oleh penyanyi pub tersebut. 2 Broadcasting Right atau hak mengumumkan (Hak Penyiaran)

Apabila suatu ciptaan lagu atau musik tersebut diputar di radio, maka radio tersebut harus membayar royalti atas penyiaran lagu tersebut.

3 Reproduction Right atau hak mereproduksi/hak memperbanyak terdiri dari:

      

10

(16)

a. Mechanical Right (hak menggunakan untuk kaset, CD dan sejenisnya) Merupakan hak yang dipunyai oleh pencipta dalam memberi ijin pada produser rekaman suara untuk merekam lagu ciptaannya dalam bentuk kaset, CD dan sejenisnya. Pencipta berhak menerima pembayaran atas hal tesebut.

b. Printing Right (hak mencetak lagu untuk menjadi sebuah buku, majalah dan sejenisnya).

Hak ini diperoleh pencipta apabila lagunya itu dibukukan, atau ditulis dalam majalah, buku dan sejenisnya.

c. Synchronization Right (hak menggunakan lagu untuk video, film dan sejenisnya)

Dalam hal ini misalnya adalah penggunaan suatu lagu untuk soundtrack film, sinetron dan sejenisnya.

d. Advertising Right

Merupakan hal memproduksi lagu untuk kepentingan iklan baik radio maupun TV comersial.

e. Distribution Right atau hak menyalurkan (hak penyebaran) Yaitu dalam hal promosi lagunya.

2. Kumpulan Hak Moral

Hak-hak Moral adalah hak-hak pribadi pencipta / pengarang untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai pencipta karya tersebut. Hak-hak tersebut menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari si pencipta dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi

(17)

atas karya tersebut hilang, karena telah diserahkan sepenuhnya kepada pemegang hak cipta atau lewat jangka waktu perlindungannya seperti diatur dalam UUHC yang berlaku. Makna dari hak moral seperti diatur dalam Pasal 24 UUHC No. 19 Tahun 2002 adalah bahwa dengan hak moral, pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk: 11

1. Dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam ciptaanya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum;

2. Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta.

Pengaturan mengenai jangka waktu perlindungan ciptaan terdapat dalam Pasal 29-34 UUHC No. 19 Tahun 2002. Jangka waktu perlindungan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut: 12

1. Hak cipta atas ciptaan

a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. Drama atau drama musikal, tari, koreografi;

c. Segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni patung, dan seni pahat; d. Seni batik;

e. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. Arsitektur;

g. Ceramah, kuliah pidato dan ciptaan sejenis lain;       

11

Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, Ctk. Pertama, fakultas Hukum UI Program pascasarjana, Jakarta, 2003, hlm. 277. 

12

Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual. Ctk. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 117. 

(18)

h. Alat peraga; i. Peta;

j. Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai;

berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki (dua) orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.

2. Hak cipta atas ciptaan

a. Program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan;

b. Perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan;

c. Jika hak cipta atas ciptaan tersebut di atas dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum, hak cipta berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

3. Hak cipta yang dimiliki/dipegang oleh negara berdasarkan a. Pasal 10 ayat (2) UUHC berlaku tanpa batas waktu:

b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) UUHC berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.

Dalam UUHC yang baru ini telah diadakan perubahan-perubahan tentang masa berlaku perlindungan Hak Cipta untuk ciptaan-ciptaan tertentu seperti fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan serta perwajahan

(19)

karya tulis yang diterbitkan, menjadi berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan Pasal 30 UUHC No.19 Tahun 2002.

Musik atau lagu yang telah diciptakan seseorang dengan penuh imajinasi dan telah dinyanyikan oleh seorang penyanyi mampu memberikan kepuasan orang lain dalam menikmati alunan nada-nada atau lirik-liriknya sehingga tidak menutup kemungkinan dinyanyikan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang ataupun penyanyi-penyanyi lainnya.13 Pada dasarnya segala bentuk kegiatan penggunaan musik atau lagu dengan mendapatkan keuntungan dari penggunaan musik atau lagu tersebut sebagai penggunaan komersial. Orang atau tempat-tempat yang mengkomersialkan musik atau lagu tersebut sebagai commercial users (pengguna komersial). Lisensi hak cipta adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.14 Hal ini peran lembaga YKCI adalah mengeluarkan SLPM (Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik) yang dimana diwajibkan bagi para pengusaha yang memanfaatkan musik untuk dikomersialkan agar membayar royalti yang nantinya akan distribusikan kepada penciptanya.

Perbuatan melawan hukum sendri di Indonesia secara normatif selalu merujuk pada ketentuan Pasal 1365 KUH perdata yaitu “Tiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karenanya menyebabkan kerugian itu mengganti       

13

Djuwityastuti. op. cit, hl.1570-1580. 

14

(20)

kerugian.”15 Menurut Pasal 1365 KUH perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang di lakukan oleh seseorang yang karenanya salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Perbuatan melawan hukum di Indonesia diterjemahkan dari istilah Belanda yaitu “Onrechmatige daad”. Dimana dalam istilah melawan melekat sifat aktif dan pasif, sifat aktif dapat dilihat apabila dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, sengaja melakukan gerakan sehingga nempak jelas sifat aktifnya dari istilah melawan tersebut. Sebaliknya apabila ia dengan sengaja diam saja atau dengan lain perkataan apabila dengan sikap pasifnya saja menimbulkan kerugain pada orang lain, amak ia telah melawan tanpa harus menggerakkan badannya.16

Suatu perbuatan dapat dikatakan melawan hukum, haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:17

1. Adanya suatu perbuatan

2. Perbuatan tersebut melawan hukum

a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku b. Melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku       

15

R. Subkti dan R Tjirosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya paramita, Ctk. 29, 1999, Jakarta, hlm. 346. 

16

M.A Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, hlm 13, dalam Rosa Agustina,

Perbuatan Melawan Hukum, Cet.1, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Indonesia,

Jakarta, 2003, hlm 50  17

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Ctk. Kedua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 10

(21)

d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan

e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku 4. Adanya kerugian bagi korban

Kerugian bagi korban untuk perbuatan melawan hukum antara lain: a. Kerugian materiil

b. Kerugian moril

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

E.Metode Penelitian

1. Objek Penelitian

Kriteria perbuatan pengumuman hak cipta musik dan lagu sebagai perbuatan melawan hukum dan akibat hukumnya dalam kasus Hotel Quality Yogyakarta.

2. Subjek Penelitian

Pihak – pihak yang terkait atas perlindungan hukum bagi pencipta lagu untuk usaha komesial di Indonesia yaitu :

a. Pimpinan Yayasan Karya Cipta Indonesia b. Pimpinan Hotel Quality Yogyakarta. 3. Sumber Data

a. Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari pihak – pihak yang terkait atas kriteria perbuatan pengumuman hak cipta atas

(22)

musik dan lagu sebagai perbuatan melawan hukum serta akibat hukumnya.

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer, termasuk buku - buku HKI, buku–buku perdata, dokumen-dokumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perdata ataupun peraturan perundang-undangan Hak Cipta No. 19 tahun 2002 yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer akan dilakukan dengan cara wawancara yang dimana proses tanya jawab dalam komunikasi verbal (berhubungan lissan), bertatap muka di antara interviewer (pewawancara), dengan para responden yang menjadi interviwee yaitu para pihak yang menjadi subyek penelitian.

b. Data Sekunder akan dapat dilakukan dengan cara Studi kepustakaan dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang- undangan khususnya mengenai Hak Cipta UUHC 19 Tahun 2002 dan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata serta literatur HKI yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

5. Pendekatan yang digunakan

Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu pendekatan dari sudut pandang hukum yang berlaku dalam masyarakat.

(23)

a. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan proses editing, yaitu meneliti data yang diperoleh untuk mengetahui atau menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.

b. Analisis data yang akan digunakan adalah anilisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara pandang dan atau perspektif penulis, yang didasarkan pada apa yang telah penulis dapatkan dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, penelitian lapangan, serta pendapat-pendapat lain, informasi, maupun segala keterangan yang disertai dengan dasar hukum yang kuat, untuk selanjutnya setelah diolah, kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi yang disusun secara sistematis.

F. Kerangka Skripsi

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan hukum ini, penulis akan membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya.

Adapun sistematika dari penulisan hukum ini sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, tinjauan pustaka, dan metode penelitian dalam penulisan skripsi ini.

(24)

BAB II : HUKUM HAK CIPTA DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Bab ini berisi kajian pustaka dan dokumtasi yang isinya antara lain pengertian hak cipta, ruang lingkup hak cipta, jangka waktu perlindungan hak cipta, hak para pencipta musik dan lagu, perbuatan melawan hukum, serta hal-hal yang terkait berkenaan dengan skripsi ini.

BAB III : PERBUATAN PENGUMUMAN HAK CIPTA ATAS MUSIK DAN LAGU SEBAGAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Bab ini menjelaskan mengenai apa yang ada pada rumusan masalah antara lain : apakah kriteria perbuatan pengumuman hak cipta atas musik dan lagu sebagai perbuatan melawan hukum serta akibat hukumnya mengenai kasus Hotel Quality di Yogyakarta terkait penggunaan musik dan lagu untuk usaha komersial.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini akan berisi mengenai kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan ekstrak samsu putih daun titanus terhadap bakteri Stapylococcus

Pada tahap pemfokusan , potensi kemampuan analisis yang akan muncul terutama indikator mengor- ganisasi dan mengatribusi karena pada tahap ini siswa mengorganisasi

Dengan adanya kegiatan tersebut, FKIP UT dan khususnya program studi pendidikan fisika akan memperoleh kemutakhiran informasi yang berkaitan dengan stakeholder,

Lakukan pengecekan terhadap produk yang dijual dengan peraturan di luar negeri (Contoh: daftar produk yang dilarang untuk dijual di program Ekspor Shopee)1. Lakukan

Usulan konektivitas transportasi terdiri dari optimalisasi jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Tanggunggunung - Kecamatan Besuki, Kecamatan Tanggunggunung – Kecamatan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak simplisia kering bawang putih (Allium sativum. L.) sebagai antibakteri yang dapat menghambat tumbuhnya bakteri Bacillus

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan

Kewenangan secara khusus dapat dilihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang berbunyi: