• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KOTA PEKANBARU

A. Hak Pengelolaan

1. Pengertian Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada

istilahnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan khusus hak ini demikian

pula luasnya terdapat diluar ketentuan dari UUPA51.

Hak Pengelolaan ini lahir dan berkembang sesuai dengan terjadinya

perkembangan suatu daerah. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa

banyak perkantoran yang terdapat di kota-kota besar mempergunakan tanah

dengan Hak Pengelolaan52.

Menurut Effendi Perangin, nama Hak Pengelolaan berasal dari Bahasa

Belanda yaitu beheersrecht yang diterjemahkan dengan hak penguasaan. Hak Penguasaan ini dimiliki oleh Instansi Pemerintah, jawatan atau departemen.53

Menurut R. Atang Ranoemihardja, Hak Pengelolaan adalah Hak atas

tanah yang diberikan atas tanah yang dikuasai Negara dan hanya dapat diberikan

51A.P. Parlindungan, Op.Cit, hlm. 1. 52

(2)

kepada badan-badan hukum Pemerintah atau Pemerintah Daerah baik untuk

dipergunakan untuk usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga.54

Menurut Maria S.W. Sumardjono, Hak Pengelolaan (HPL) merupakan “bagian” dari Hak Mengusai Negara (HMN) (sebagian) kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan (HPL). Oleh karena itu, Hak Pengelolaan (HPL) merupakan fungsi/kewenangan publik sebagaimana Hak Mengusai Negara (HMN), dan tidak tepat untuk disamakan dengan “hak” sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA karena hak atas tanah hanya menyangkut aspek keperdataan.55

Adanya Hak Pengelolaan dalam Hukum Tanah Nasional tidak disebut

dalam Undang-Undang Pokok Agraria, secara implisit pengertian itu diturunkan

dari Pasal 2 ayat (4) UUPA yang berbunyi sebagai berikut :

Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Kemudian daripada, dalam Penjelasan Umum II (2) UUPA disebutkan

bahwa:56

“Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan-badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu

54R. Atang Ranoemihardja,

Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia, Aspek-Aspek Dalam Pelaksanaan UUPA Dan Peraturan Perundangan Lainnya Dibidang Agraria Di Indonesia,Tarsito, Bandung, 1982 hlm. 16.

55Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya,

(3)

Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”.

Istilah Hak Pengelolaan muncul pertama kali dalam Peraturan Menteri

Agraria (PMA) Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak

Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan

Selanjutnya.57Pada Pasal 2 disebutkan bahwa:

“Jika tanah negara sebagai dimaksud dengan Pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan sebagai dimaksud dalam Pasal 5 dan 6, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan”.

Dalam pada itu, penegasan tentang hak pengelolaan tercantum dalam

Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9 Tahun 1965 Tentang

Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan

Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya yang berbunyi sebagai berikut:58

Apabila tanah-tanah negara sebagai dimaksud dalam Pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah tersebut akan diberikan dengan hak pengelolaan.

Pengertian hak pengelolaan ini kemudian dipertegas lagi dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara

Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak

Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri

57Maria S.W. Sumardjono,Ibid,hlm. 199.

58Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan

(4)

Nomor 1 Tahun 1977 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “hak

pengelolaan “ dalam Peraturan ini adalah:59

a. Hak Pengelolaan, yang berisi wewenang untuk :

1). Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

2). menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

3). menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Hak Pengelolaan yang berasal dari pengkonversian hak penguasaan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang “Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya” yang memberi wewenang sebagaimana tersebut dalam Ayat (1) di atas dan yang telah didaftarkan di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat serta sudah ada sertifikatnya.

Bahkan Menurut HM. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis:60 “Hak

Pengelolaan, tidak terdapat istilahnya dalam UUPA, sungguhpun secara

substansial hak semacam itu sudah ada jauh sebelum UUPA dan juga dapat

ditafsirkan sebagai hak yang diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (1)

huruf h UUPA

Pengertian Hak Pengelolaan, lebih lanjut dapat dilihat pada Peraturan

Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

59Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara

Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

60

(5)

Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak

Pengelolaan, Pasal 1 angka (3) yang menyebutkan bahwa: “Hak Pengelolaan

adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian

dilimpahkan kepada pemegangnya”.

2. Subyek dan Obyek Hak Pengelolaan a. Subyek Hak pengelolaan

Adapun yang dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan pada awalnya hanya

Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra. Dalam perkembangan selanjutnya

dapat diketahui bahwa subyek Hak Pengelolaan adalah :61

1. Badan Penguasa (Departemen, Jawatan, Daerah Swatantra) dan masyarakat-masyarakat hukum adat (Penjelasan Umum UUPA dan Pasal 2 ayat (4) UUPA);

2. Badan Hukum milik pemerintah yang seluruh modalnya dimiliki Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan dan Pengembangan wilayah, industri, pariwisata, pelabuhan, perumahan/pemukiman (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974);

3. Perum, Persero atau bentuk lain yang bergerak dibidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi kegiatan usaha (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974);

4. Badan Otorita (Keppres Nomor 41 Tahun 1973 Jo. Nomor 94 Tahun 1988).

Perkembangan selanjutnya tentang subyek hak pengelolaan dapat

diketahui dari Pasal 67, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang mana dinyatakan bahwa yang

dapat sebagai subyek hak pengelolaan adalah:

(6)

a). Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah daerah:62 b). Badan Usaha Milik Negara;

c). Badan Usaha Milik Daerah; d). PT. Persero;

e). Badan Otorita;

f). Badan-badan Hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.

Dalam ayat (2) disebutkan bahwa: “Badan-badan hukum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak Pengelolaan sepanjang sesuai

dengan tugas dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah”.

b. Obyek Hak Pengelolaan

Menurut Ramli Zein, bahwa dengan berpedoman pada Pasal 2

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka objek dari hak pengelolaan

seperti juga hak-hak atas tanah lainnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara.63

Pendapat yang sama mengenai obyek hak pengelolaan menurut Oloan

Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, bahwa berdasarkan pengaturan Hak Pengelolaan

di atas, dapat diketahui bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan di atas

tanah negara. Oleh karena itu, jika di atas tanah yang akan diberikan Hak

Pengelolaan masih ada hak-hak atas tanah yang lain (seperti HGB atau HP,”hak

garap”), wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang Hak

Pengelolaan.64

62Pasal 67, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 9 Tahun 1999

63Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA,PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995,

hlm.63

(7)

3. Wewenang Pemegang Hak Pengelolaan

Sehubungan dengan isi wewenang hak pengelolaan, menurut Peraturan

Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak

Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang

Kebijaksanaan Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi bahwa:

Hak Pengelolaan sebagaimana disebut pada Pasal 2 dan Pasal 5 di atas memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk :

a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya ; c. menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun;

d. menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.

Wewenang pemegang Hak Pengelolaan ini, kemudian diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata

Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah

Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya, Pasal 1 ayat (1), pemegang hak

pengelolaan mempunyai kewenangan untuk:

a). merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

b). menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

c). Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa pemegang Hak

(8)

untuk keperluan pelaksanaan usahanya, ia berwenang pula untuk menyerahkan

bagian-bagian dari tanah hak pengelolaan itu kepada pihak ketiga dengan

persyaratan-persyaratan tertentu, baik mengenai peruntukan, penggunaan

maupun mengenai jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa

pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh

pejabat-pejabat yang berwenang dan sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

4. Perjanjian Antara Pemegang Hak Pengelolaan Dengan Pihak Ketiga

Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga

harus diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis antara pemegang tanah

Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan,

sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian

Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta

Pendaftarannya yang berbunyi:65

a). Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan

diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak-pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.

b).Perjanjian termaksud dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai :

1). identitas pihak-pihak yang bersangkutan.

65Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata

(9)

2). letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud. 3). jenis penggunaannya.

4). Hak atas tanah yang dimintakan untuk diberikan kepada Pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai Jangka waktu serta kemungkinan untuk memperpanjangnya.

5) jenis-jenis bangunan yang akan didirikan diatasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang diberikan.

6). Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya. 7). Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.

Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh

pemegang Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat

Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktek, SPPT tersebut dapat

disebut dengan nama lain, misalnya: Perjanjian penyerahan, penggunaan, dan

pengurusan Hak Atas Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”).66

Perjanjian yang dilakukan antara Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai

pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan,

diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis sesuai dengan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tatacara Permohonan dan

Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan

Serta Pendaftarannya. Namun perjanjian yang dilakukan tidak berdasarkan

prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya

hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam bidang perdata.

Menurut Ridwan H.R,67 Pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakan-tindakan hukum keperdataan, namun ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta

66

(10)

merta terjadi hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdata berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam hukum perdata.

Dengan kata lain, ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum

keperdataan, tidak serta merta pemerintah melibatkan diri dalam hubungan

hukum berdasarkan hukum perdata. Pemerintah menggunakan instrumen hukum

keperdataan sebagai alternatif atau cara dalam rangka menjalankan tugas-tugas

pemerintahan, tanpa harus menempatkan diri dalam hubungan hukum yang

setara dengan pihak lainnya, sebab dalam hal-hal tertentu pemerintah tidak

sepenuhnya dapat melepaskan diri dari misi yang diembannya yang melekat

dalam setiap tindakan pemerintah.

Dengan demikian ada dua kemungkinan kedudukan pemerintah dalam

menggunakan instrumen hukum keperdataan, antara lain:

a).Pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan hukum keperdataan dengan kedudukan yang tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum perdata. b).Pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan tanpa

menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan seseorang atau badan hukum. Dalam hal ini terdapat perjanjian dengan persyaratan yang ditentukan sepihak oleh pemerintah.

Secara garis besar, isi Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan

Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota

Pekanbaru mengatur hal-hal sebagai berikut :68

68

(11)

1). Identitas para pihak yang menandatangani Surat Perjanjian yaitu

Pemerintah Kota Pekanbaru dalam hal ini diwakili oleh Walikota dan

Pihak ketiga.

2). Lokasi/letak tanah, jalan, Surat Ukur, luas dan batas-batas tanah.

3). Kewajiban pihak ketiga untuk membayar uang pemasukan setiap tahun,

dan denda yang harus dibayar jika terlambat membayar uang

pemasukan tersebut.

4). Jenis hak yang diberikan, jangka waktu hak yang diberikan dan

ketentuan bahwa apabila pihak Pemerintah Kota Pekanbaru

menghendaki tanah tersebut maka pihak ketiga tersebut harus

melepaskan hak tanah tersebut dan menyerahkannya kepada Pemerintah

Kota Pekanbaru.

5). Penyelesaian Sertifikat oleh pihak ketiga tersebut setelah mendapat

rekomendasi/persetujuan dari Pemerintah Kota dengan catatan segala

akibat, untung rugi serta pajak dan biaya-biaya lain yang timbul menjadi

tanggungjawab pihak ketiga.

6). Berakhirnya hak atas tanah yang diberikan menyebabkan tanah tersebut

kembali sepenuhnya menjadi Hak Pemerintah Kota Pekanbaru dan

pihak ketiga tersebut menjamin bahwa pada saat pengembalian hak atas

(12)

segala macam bentuk ikatan, sitaan, dan tuntutan hukum atas dasar

apapun.

7). Ketentuan mengenai cedera janji yakni apabila pihak ketiga tersebut

tidak mampu atau lalai dalam memenuhi kewajibannya telah terbukti

dengan lewatnya waktu sehingga tidak diperlukan surat peringatan

(somatie) sehingga Pemerintah Kota berhak mencabut surat penetapan

dan penyerahan hak atas tanah.

8). Apabila pihak ketiga melepaskan haknya sebelum hak atas tanah

tersebut berakhir, maka perjanjian menjadi batal dengan sendirinya

tanpa diperlukan surat pembatalan dari Pengadilan Negeri dan pihak

ketiga tersebut wajib mengembalikan tanah dalam keadaan sebelaum

terjadinya perikatan selambat-lambatnya 3 bulan sejak pembatalan.

9). Peralihan hak atas tanah tersebut oleh pihak ketiga kepada pihak lain

harus dengan persetujuan Pemerintah Kota Pekanbaru. Untuk

memperoleh persetujuan tersebut pihak ketiga harus memberikan

pernyataan tertulis tentang alasan atau sebab peralihan itu. Pemerintah

Kota Pekanbaru berhak menolak memberikan persetujuan dan atas

keputusan penolakan tersebut, pihak ketiga tidak mempunyai hak

banding. Apabila permohonan peralihan hak itu disetujui oleh

Pemerintah Kota Pekanbaru, maka pihak ketiga diwajibkan membayar

(13)

pada saat itu dan segala biaya yang timbul dari peralihan hak tersebut

menjadi beban dan tanggungjawab pihak ketiga sepenuhnya.

10).Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Perjanjian itu, akan ditetapkan

kemudian dan apabila ada perselisihan dan atau perbedaan pendapat

antara kedua belah pihak akan diselesaikan secara musyawarah. Dalam

hal musyawarah mufakat tidak tercapai, maka para pihak sepakat untuk

menyelesaikan perselisihan tersebut melalui Pengadilan Negeri

Pekanbaru.

Bentuk Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan Penggunaan Bagian

Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru telah

dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, dalam hal ini Bagian Hukum

Pemerintah Kota Pekanbaru. Perjanjian tersebut dibuat dibawah tangan. Isi

perjanjian tersebut standar atau baku.

Menurut Shidarta, Perjanjian standar adalah perjanjian yang ditetapkan

secara sepihak, yakni oleh produsen/penyalur produk (penjual), dan

mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal), sehingga pihak yang lain

(konsumen) hanya memiliki dua pilihan: menyetujui atau menolaknya.69

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, sebagaimana dikutip oleh Herlien

Budiono, ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut :70

69Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, 2004,

hlm. 147. 70

(14)

(a) . Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditor yang posisinya relatif kuat dari debitor.

(b). Debitor sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu. (c). Terdorong oleh kebutuhannya debitor terpaksa menerima

perjanjian itu. (d). Bentuknya tertulis.

(e). Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Perjanjian Tentang penyerahan

Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota

Pekanbaru adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk sedemikian rupa dan

isinya baku atau standar. Namun perlu diketahui bahwa perjanjian tersebut bukan

bukti peralihan hak atas tanah dari Pemerintah Kota Pekanbaru kepada pihak

ketiga yang bersangkutan, melainkan bukti telah terjadi hubungan hukum. Tanah

tersebut akan kembali dalam penguasaan Pemerintah Kota Pekanbaru apabila

jangka waktu sertifikat hak atas tanah tersebut berakhir.

B. Hak Guna Bangunan

1. Pengertian Hak Guna Bangunan

Pengertian Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 UUPA juncto

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Menurut ketentuan Pasal 35 UUPA

bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan adalah:

a. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

(15)

tahun.

c. Hak Guna Bangunan dapa t beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Menurut A.P. Parlindungan, pembatasan dari Hak Guna Bangunan ini

adalah untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang

bukan miliknya sendiri.71

Dari defenisi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Guna Bangunan

adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri

dengan jangka waktu selama 30 tahun, apabila jangka waktunya berakhir, dapat

diperpanjang paling lama 20 tahun serta dapat beralih dan dialihkan kepada pihak

lain.

2. Subyek dan obyek Hak Guna Bangunan a. Subyek Hak Guna Bangunan

Subyek Hak Guna Bangunan menurut UUPA Pasal 36 juncto Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah adalah Warga Negara Indonesia dan

Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia.

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja tentang badan hukum

yang dapat memperoleh Hak Guna Bangunan, dua ketentuan tersebut yaitu

didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

(16)

adalah dua unsur yang secara bersama-sama harus ada, jika badan hukum

tersebut ingin mempunyai Hak Guna Bangunan di Indonesia.72

b. Obyek Hak Guna Bangunan

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan menurut

ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah menentukan

bahwa:73

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah : 1). Tanah Negara;

2). Tanah Hak Pengelolaan; 3). Tanah Hak Milik.

Lebih lanjut mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara

dan Tanah Hak Pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai Atas Tanah, yang menyebutkan bahwa:74

a). Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

b). Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

72 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,Op.Cit, hlm 191-192.

73 Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah 74

(17)

Sedangkan terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik

tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) yang menyebutkan bahwa:75 “Hak Guna

Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak

Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah”.

3. Hak dan Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan a. Hak pemegang Hak Guna Bangunan

Hak pemegang Hak Guna Bangunan dalam hal ini kewenangan secara

umum dan kewenangan secara khusus.

Kewenangan secara umum dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyebutkan bahwa: “hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.

Kewenangan secara khusus dapat dilihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang berbunyi: “Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya”.

b. Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan

Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dapat dilihat pada Pasal 30

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang menyebutkan bahwa:

75

(18)

1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; 2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan

Persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;

5) menyerahkan sertifika t Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pengaturan lebih lanjut mengenai kewajiban pemegang Hak Guna

Bangunan tercantum dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

yang menyebutkan bahwa:

“Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu”.

4. Peralihan Hak Guna Bangunan

Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

secara tegas menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain. Ketentuan ini selanjutnya dipertegas dalam Pasal 34 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang menyatakan bahwa:

(19)

b). Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena : 1). jual beli;

2). tukar menukar;

3). penyertaan dalam modal; 4). hibah;

5). pewarisan.

c). Peralihan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

d). Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalamk modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

e). Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.

f). Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

g). Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.

h). Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.

Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tegas dibedakan

syarat peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan Hak Guna

Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Milik atau di atas tanah Hak

Pengelolaan.

Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak

Pengelolaan, setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna

Bangunan di atas bidang tanah tersebut, haruslah terlebih dahulu memperoleh

(20)

5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan sebagai hak atas tanah yang dapat dibebankan

dengan Hak Tanggungan dapat dilihat pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas

Tanah yang menyatakan bahwa: “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan

utang dengan dibebani hak tanggungan”.

Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah

Nomor 40 tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai Atas Tanah yang menyatakan bahwa:

a). Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.

b).Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan.

Lebih lanjut, ketentuan mengenai pembebanan Hak Tanggungan tersebut

dipertegas kembali dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, yang menyatakan bahwa:76

(1). Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah : (a). Hak Milik;

(b). Hak Guna Usaha; (c). Hak Guna Bangunan;

(2). Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

(21)

(3). Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diataur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(4). Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(5). Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.

6. Hapusnya Hak Guna Bangunan

Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan

dalam Pasal 40 UUPA, yang menyatakan bahwa:

Hak Guna Bangunan hapus karena : a). jangka waktunya berakhir;

b). Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;

c). Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d). dicabut untuk kepentingan umum; e). diterlantarkan;

f). tanahnya musnah;

g). ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2).

Ketentuan Pasal 40 UUPA tersebut di atas selanjutnya dipertegas kembali

dalam Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, yang juga memberikan

ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan, yaitu:

(22)

perjanjian pemberiannya;

(2). Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir. karena :

(a) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32; atau

(b) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan; atau

(c) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

(d). dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

(e). Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

(f). ditelantarkan; (g). tanahnya musnah;

Dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

menyebutkan bahwa: “Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya

kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan”.

Lebih lanjut, Pada Pasal 38 disebutkan bahwa:77 Apabila Hak Guna

bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus

sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan

wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang

Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian

77

(23)

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna

Bangunan atas tanah Hak Milik

7. Perpanjangan Hak Guna Bangunan

Ketentuan mengenai Perpanjangan Hak Guna Bangunan dapat

ditemukan dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah yang

menyatakan bahwa:

a. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat :

1). tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

2) syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

3). pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

4). tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

Lebih lanjut, pada Pasal 27 ayat (1) dinyatakan bahwa: “Permohonan

perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan

selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna

Bangunan tersebut atau perpanjangannya”.

Dari ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan diatas dapat diketahui

bahwa pada dasarnya pangaturan tentang Hak Guna Bangunan telah mempunyai

(24)

D. Hambatan Pelaksanaan Perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru

Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor

40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai

Atas Tanah yang menyatakan bahwa:78 “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak

Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan”.

Untuk mengetahui masalah yang menghambat perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, te1Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

1wawancara dengan Sugiarto, selaku Kepala Seksi Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru, pada tanggal 24 Januari 2012

rlebih dahulu dipaparkan hasil penelitian mengenai masalah-masalah

yang menghambat perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Pengelolaan tersebut.

Dari hasil wawancara dengan Sugiarto selaku Kepala Seksi Hak Tanah

Dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, pada tanggal 24

Januari 2012 diperoleh jawaban bahwa masalah–masalah yang menghambat

perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan

Pemerintah Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut:79

1. Pemohon belum melengkapi Persyaratan perpanjangan sertifikat Hak Guna

Bangunan atas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, sehingga

78Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah 79

(25)

permohonan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak

Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru tersebut belum dapat diproses

oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

Persyaratan yang dimaksud berdasarkan wawancara berkaitan dengan

perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan

Pemerintah Kota Pekanbaru, diperoleh keterangan sebagai berikut:

Perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru hanya dapat diproses oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru sepanjang persyaratan yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dipenuhi oleh pemohon. Karena kelengkapan persyaratan menjadi syarat mutlak untuk dapat diprosesnya permohonan perpanjangan sertifikat tersebut.

Lebih lanjut, diperoleh keterangan bahwa persyaratan yang harus

dipenuhi oleh pihak ketiga sebagai pemegang sertipikat Hak Guna Bangunan

diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru sebelum mengajukan

permohonan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan, antara lain:

a. Untuk Perorangan

1). Surat Permohonan

2). Identitas diri pemohon dan atau kuasanya Fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga) yang masih berlaku).

3). Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang

bersangkutan yaitu: Sertifikat Hak Guna Bangunan yang akan diperpanjang.

4). SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak

Bumi Dan Bangunan) dan STTS (Surat Tanda Terima

Setoran) tahun berjalan.

(26)

6). Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru dan Petikan Keputusan Walikota Pekanbaru.

b. Untuk Badan Hukum

1). Surat Permohonan

2). Akta Pendirian beserta bukti pengesahan dari instansi terkait. 3). Identitas diri pemohon dan atau kuasanya Foto copy KTP

(Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku).

4). Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang

bersangkutan yaitu: Sertifikat Hak Guna Bangunan yang akan diperpanjang.

5). SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak

Bumi Dan Bangunan) dan STTS (Surat Tanda Terima

Setoran) tahun berjalan.

6). IMB ( Ijin Mendirikan Bangunan). 7). SITU (Surat ijin Tempat Usaha) 8). SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) 9). NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

10). Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru dan Petikan Keputusan Walikota Pekanbaru.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, tindakan Kantor Pertanahan Kota

Pekanbaru menolak permohonan pendaftaran perpanjangan sertifikat Hak Guna

Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru tanpa

adanya surat perjanjian dan penunjukan dari Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai

pemegang Hak Pengelolaan tersebut adalah tindakan yang benar dan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, terkait dengan perpanjangan dan atau pembaharuan

sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah

(27)

Dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru harus memenuhi

persyaratan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 26 dan pasal 27

Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1996, terutama mengenai pengajuannya

yaitu diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir jangka waktu

Hak Guna Bangunan tersebut.

Hal ini penting untuk ditanyakan karena terdapat sertifikat Hak Guna

Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru atas nama Henry

Yacup yang telah berakhir jangka waktu haknya pada tanggal 23 Oktober 2009,

sedangkan permohonan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut

diajukan pada tahun 2010, Atas pertanyaan tersebut diperoleh jawaban bahwa:

Permohonan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang telah berakhir jangka waktunya tetap diproses, tetapi bukanlah disebut sebagai permohonan perpanjangan hak melainkan pembaharuan hak, asalkan persyaratan yang dibutuhkan telah dilengkapi oleh pemohon dengan ketentuan bahwa pemberian haknya dimulai pada saat jangka waktu berakhirnya.

Jika dilihat pada Pasal 27junctoPasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas

Tanah, memang dinyatakan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai atau pembaharuannya diajukan

selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan

dan Hak Pakai tersebut atau perpanjangannya.

Ketentuan tersebut kemudian dipertegas dengan Peraturan Menteri

(28)

Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas tanah Negara Dan Hak

Pengelolaan, namun dengan penambahan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan

atau Hak Pakai yang telah berakhir jangka waktunya masih dapat diajukan

permohonan pembaharuan hak.

Pada Pasal 41 dinyatakan bahwa: ”Permohonan perpanjangan jangka

waktu Hak Guna Bangunan diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu

2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut”. Kemudian pada

Pasal 42 dinyatakan bahwa:80 ”Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan atau

perpanjangannya berakhir kepada pemegang hak dapat diberikan pembaruan Hak

Guna Bangunan di atas tanah yang sama”.

Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa permohonan

perpanjangan hak diajukan 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu berlakunya hak

atas tanah yang bersangkutan berakhir, sedangkan jika jangka waktu berlakunya

hak yang bersangkutan telah berakhir maka yang diajukan adalah permohonan

pembaruan hak.

Dari hasil penelitian, juga ditemukan pada sertifikat Hak Guna Bangunan

yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Pekanbaru tidak

penunjukan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut merupakan bagian

dari tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. mengenai hal tersebut

80Pasal 42 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

(29)

Sugiarto, selaku Kepala Seksi Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru, menerangkan bahwa:81

Penunjukan bahwa sertifikat tanah tersebut merupakan tanah Hak

Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru dapat dilihat pada buku tanah

sertifikat yang bersangkutan, memang terdapat beberapa sertipikat Hak Guna

Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang belum

mencantumkan tanda Hak Pengelolaan, hal ini disebabkan kelalaian pihak

kami pada masa lalu, tetapi pada saat ini setiap pengajuan permohonan

pendaftaran tanah baik peralihan hak pembebanan hak maupun perbuatan

hukum lainnya akan diperiksa dan disesuaikan dengan peta Hak Pengelolaan

ada dikantor Kami, sehingga dikemudian hari tidak akan terjadi

permasalahan yang sama.

Menurut Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis Bahwa:82 ”sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (2) UUPA terdapat tugas-tugas Pendaftaran Tanah yang merupakan tugas administrasi dan tugas teknis, tugas administrasi menyangkut, pembukuan hak-hak atas tanah pendaftaran peralihan dan pemberian tanda bukti hak. terkait segi administratif sebagai data yuridis, data yuridis maksudnya ada keterangan mengenai status hukum bidang tanah yang didaftar, pemegang hak dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebani, bila dinyatakan sebagai status hukum bidang tanah yang terdaftar, berarti terdaftar bukti yang menunjukan adanya hubungan hukum antara dengan tanahnya”

Sedangkan menurut ketentuan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah bahwa:83

a). Untuk memberikan Kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak

81Wawancara dengan. Sugiarto selaku Kepala Seksi Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah

Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, pada tanggal 24 Januari 2012 82

(30)

lain yang terdaftar agar dengan muda dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b).Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk mpemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum menegnai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang telah terdaftar.

c). Untuk terselenggaranya tertib adminitrasi pertanahan.

Dalam hal sertifikat Hak Guna Bangunan tidak adanya penunjukan bahwa

sertifikat tersebut merupakan bagian dari tanah diatas Hak Pengelolaan

Pemerintah Kota Pekanbaru, merupakan kelalaian tugas administratif Kantor

Pertanahan Kota Pekanbaru, sehingga mengakibatkan tidak dapat memberikan

informasi yang benar tentang hak atas tanah diatas Hak Penegelolaan Pemerintah

Pekanbaru, dan juga menjadi hambatan bagi pemegang haknya untuk melakukan

perbuatan hukum yang akan dilakukan atas tanah tersebut.

2. Tidak ada perjanjian sebelumnya antara Pemerintah Kota Pekanbaru

sebagai pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga sebagai pemegang

sertifikat Hak Guna Bangunan.

Perjanjian merupakan syarat mutlak bagi pemegang sertipikat Hak Guna

Bangunan diatas Hak Pengelolaan, tetapi dari penelitian lapangan, ditemukan

adanya 2 (dua) orang pihak ketiga sebagai pemegang sertifikat Hak Guna

Bangunan yang tidak ada perjanjian dengan Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai

pemegang Hak Pengelolaan mengajukan permohonan perpanjangan sertipikat

tersebut ke Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, Adapun pihak ketiga tersebut

(31)

a. Louis Utomo, bertempat tinggal di Jalan Samping Lativa Nomor 1,

RT.01/RW.03, Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Pekanbaru Kota.

b. Henry Yacup, bertempat tinggal di Jalan Karet Nomor 14 Pekanbaru

Dari hasil wawancara dengan Luis Utomo selaku pihak ketiga, pada

tanggal 22 Januari 2011, berkaitan dengan asal mula kepemilikan tanah dengan

sertipikat Hak Guna Bangunan yang merupakan tanah Hak Pengelolaan

Pemerintah Kota Pekanbaru, diperoleh keterangan sebagai berikut:84

Saya membeli tanah tersebut tahun 1996 dari pihak penjual sebagai masyarakat yang awam dengan peraturan hukum, maka proses jual beli tersebut dilaksanakan dihadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)85. Oleh PPAT tersebut kemudian didaftarkan balik nama ke Kantor Pertanahan Kotamadya Pekanbaru atas nama saya. Sertifikat tersebut saya jaminkan ke Bank dan sudah dipasang Hak Tanggungan Tidak ada informasi yang saya peroleh bahwa Sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Di dalam sertifikat tersebut juga tidak ada penunjukan bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Oleh karenanya ketika jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut berakhir, saya dihubungi oleh pihak Bank untuk mengajukan permohonan perpanjangannya ke Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Karena sertipikat tersebut merupakan jaminan bank, maka pelaksanaan pengurusannya dikuasakan Melalui jasa Notaris/PPAT Tetapi permohonan perpanjangan itu ditolak oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Menurut Notaris/PPAT berdasarkan informasi dari pegawai Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru dan untuk memperpanjangnya harus ada surat perjanjian dan ijin dari Pemerintah Kota Pekanbaru.

Hal sama dengan Hendry Yacup selaku pihak ketiga, pada tanggal 23

Januari 2011, dengan pertanyaan yang sama, diperoleh keterangan bahwa:86

84

wawancara dengan Luis Utomo, pada tanggal 22 Januari 2012

85

Selanjutnya disebut PPAT

86

(32)

Saya membeli tanah tersebut tahun 1992 dari pihak penjual dan jual belinya dilaksanakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kemudian didaftarkan ke kantor Pertanahan Kotamadya Pekanbaru sehingga terbitlah sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama saya. Sertifikat tersebut saya tidak pernah saya jaminkan ke Bank. Karena jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut akan berakhir, diajukan permohonan perpanjangannya melalui jasa Notaris/PPAT. Namun permohonan perpanjangan sertifikat ditolak oleh Kantor Pertanahan karena sertifikat tanah tersebut merupakan tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Untuk memperpanjangnya, diperlukan surat perjanjian dan ijin dari Pemerintah Kota Pekanbaru.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, dapat diketahui bahwa

Louis Utomo maupun Henry Yacup membeli tanah tersebut dari pihak penjual

dan pelaksanaan jual belinya dihadapan PPAT, serta pendaftaran haknya juga

dilaksanakan melalui jasa Notaris/PPAT pada waktu itu, sehingga Mereka tidak

mengetahui bahwa tanah yang dibeli tersebut merupakan tanah diatas Hak

Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Karena pada waktu itu PPAT

dimaksud tidak menerangkan bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari tanah

diatas Hak Pengelolaan Pemerintah kota Pekanbaru. karena pada sertifikat

tersebut juga tidak ada penunjukan yang menyebutkan bahwa tanah tersebut

merupakan tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa PPAT wajib

menolak membuat akta, jika:

(33)

2).mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan :

a). surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan

b). surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

3).salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau 4).salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa

mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau

5).untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

6).obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

7).tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Demikian juga berdasarkan Surat Menteri Agraria Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor: 630.1.3433 tanggal 17 September 1998 Tentang

Agunan sertipikat diatas tanah Hak Pengelolaan angka 2 huruf (b) bahwa:87

Dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Bangunan, Hak Usaha dan Hak Pakai atas tanah ditentukan bahwa pengalihan Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan memelukan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan, seubungan dengan itu mengingat kemungkinan dialihkannya Hak Guna Bangunan tersebut dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan, maka Pembebanan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan itu juga memerlukan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan yang

87

(34)

kan berlaku sebagai persetujuan untuk pengalihannya apabila kemudian hari diperlukan dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan

Berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa:

”untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin dari Pejabat

atau instansi yang berwenang apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku”, PPAT yang bersangkutan wajib

menerangkan kepada para pihak, bahwa tanah yang menjadi obyek perbuatan

hukum tersebut adalah tanah hak pengelolaan dan untuk melakukan perbuatan

hukum atas tanah tersebut, diperlukan izin dari pemegangnya, dalam hal ini

Pemerintah Kota Pekanbaru. Apabila belum diperoleh izin dari Pemerintah Kota

Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan, maka pembuatan akta mengenai

perbuatan hukum tersebut tidak dapat dilaksanakan, karena adanya izin dari

Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan merupakan

syarat mutlak untuk terlaksananya peralihan hak atas tanah tersebut sebagaimana

yang tercantum dalam surat perjanjian.

PPAT tersebut sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta

sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum, dalam hal ini perbuatan

hukum berupa jual beli, sebaiknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang

tanah lokasi-lokasi mana saja yang merupakan tanah hak pengelolaan Pemerintah

Kota Pekanbaru. Apabila PPAT tersebut ragu apakah tanah yang menjadi obyek

(35)

bukan, seharusnya meminta informasi pada saat melakukan pengecekan sertifikat

ke Kantor Pertanahan Pekanbaru dan kepada Kantor Walikota Pekanbaru

mengenai status tanah yang menjadi obyek jual beli. Sehingga dapat

meminimalkan terjadinya kasus dikemudian hari.

Jika diketahui bahwa tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum

merupakan tanah hak pengelolaan dimana dalam hal peralihan hak harus ada izin

dari pemegang hak pengelolaan, kemudian barulah dapat dibuat akta jual beli

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang : Pasien yang mengalami penyakit dispepsia sering disertai dengan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman dibagian perut. Salah satu cara penanganan

Apakah benar peran Change Agent sebagai faktor penyebab keberhasilan pemberdayaan pemuda melalui program pelatihan penangkaran bibit oleh kelompok penangkar bibit

Pada proses delignifikasi, waktu pemasakan dan rasio bahan terhadap pelarut ber- pengaruh terhadap proses degradasi lignin yang terjadi untuk mendapatkan selulosa

Gambar 8 FluktuasiTingkat Pelayanan Ruas Jalan di Lokasi Penelitian Tingkat pelayanan ruas jalan lajur kiri terburuk terjadi di Jalan Utama Gerbang Depan dengan

Muncul teori lain yang berdasar pada penggunaan PENOPANG LOGAM standar yang diikat secara bersamaan oleh ENGSEL-ENGSEL konstruksi khusus.. sedemikian rupa, sehingga dapat

Seperti yang dikutip dari jurnal ilmiah komunikasi massa Efek Iklan Politik Dalam Media Massa Terhadap Perilaku Memilih dalam Pemilu Karangan Gati Gayatri mengatakan Sejak

Sedangkan pada return on equity (rentabilitas) tingkat pertumbuhan bank umum konvensional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, berbeda dengan bank umum

angka keluaran hongkong tahun 2004 sampai dengan thn 2005, arsip data paito result pasaran togel dan pengeluran togel hkg pools.. 2.1 Aset 2.2 Liabiliti 2.3 Ekuiti Pemilik 2.4 Hasil