KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN
TINDAK PIDANA DESERSI
Desertion is the absence of a military without the permission of his immediate superior, at a place and time determined by the service, to flee from unity and to leave the army, or to go out, to escape without permission. Military criminal law is a collection of criminal regulations containing orders and prohibitions to enforce law and order and if such orders and prohibitions are not adhered to, then threatened with criminal punishment. Military crime is an offense committed by the legal subjects of the military.
In the criminal law the military recognizes two forms of criminal offense that are pure military crimes (zuiver militaire delict) and a mixed military crime (germengde militaire delict). The crime of desertion is a crime specifically committed by a military because it is unlawful and contrary to the law, especially the criminal law of the military.
The purpose of this study is to find out how the application of military law against the perpetrators of criminal acts Desertion and how the relationship between the Book of Criminal Law Military with the Book of Criminal Law. With the normative juridical method it is concluded that: (1) that the application of military law to the perpetrators of desertion as military members (TNI) the threat of punishment is more severe than the punishment contained in the Criminal Code (view of lack of sense of justice); Because the army is armed in order to maintain the security; Precisely used Desertion, (2) that the relationship between The law on military criminal law with the Criminal Code, a relationship that cannot be separated because The law on military criminal law is part of the Criminal Code; The Criminal Code applies to everyone thus for the military (TNI) the Criminal Code applies, and for the military (TNI) who commits the crime of desertion will be treated / applied a special rule namely the Criminal Code, this is a deviation from the Criminal Code.
Keywords: military law, TNI, desertion crime
Latar belakang
Dalam UU RI No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI sebagai alat pertahan Negara Kesatuan Republik Indnesia mempunya tugas untuk melaksanakan kebijakasanaan prtahanan Negara untuk menegakan kedaulatan negara, memperthankan keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa, menjalakna operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang serta ikut aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
Mengenai tugas utama hokum militer diatur dalam Pasal 64 UU RI No.34 Tahun 2004, yaitu “Hukum milter dibina dan dkembangkan oleh pemerntah untuk kepentingan penyelenggaraan kepentingan pertahanan negara”.
Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militertentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi
pidana terhadap pelanggarnya. Menurut kamus bahasa Indonesia desersi adalah (perbuatan) lari meninggalkan dinas ketentaraan, pembelotan, dan memihak kepada musuh. Pengertian atau desrsi tersebut dapat disimpilkan dari pasal 87 KUHPM, bahwa desersi adalah tidak hadir dan tidak sah lebih dari 30 hari pada waktu damai dan lebih dari 4 hari pada waktu perang. Ciri utama dari tindak pidana desersi ini adalah ketidak hadiran tanpa izin yang dilakukan oleh seseorang militer pada suatu tempat dan waktu yang ditentukan baginya dimana dia seharusnya berada untuk melakukan kewajiban dinas.
Dalam hall terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI , maka Polisi Militer wajib melakukan tindakan penyidikan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 :
Hak penyidik pada ;
1. Para Ankum terhadap anak buahnya (Ankum) 2. Polisi Militer (POM)
3. Jaksa-jaksa Militer dilingkungan Peradilan Militer (Oditur Militer)
Dengan demikian Polisi Militer adalah salah satu tulang punggung yang menegakan norma-norma hokum didalam lingkungan TNI. Sesuai fungsi Polisi Militer yang merupakan fungsi teknis , secara langsung turut menentukan keberhasilan dalam pembinaan TNI maupun penyelenggaraan operasi Hankam. Selain itu untuk meningkatkan kesadaran hukum, displin dan tata tertib yang merupakan syarat utama dalam kehidupan prajurit yang tercermin dalam sikap perilaku, tindakan dan pengabdiannya maka diperlukan adanya pengawasan secara ketat dan berlanjut yang dilakukan oleh Polisi Militer.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis tertarik mengambil judul mengenai : “KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI.”
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kajian Hukum MIliter terhadap pelaku Tindak Pidana Desersi ?
2. Bagaimana hubungan antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ?
Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Hukum Militer terhadap pelaku Tindak Pidana Desersi. Disamping itu, juga bertujuan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar serjana 1 (S-1) dalam jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa.
2. Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum militer terhadap pelaku tindak pidana desersi.
- Untuk mengetahui akibat hukuman militer bagi pelaku tindak pidana desersi
Metode Penelitian
Metode penelitian hukum merupakan prosedur atau langkah – langkah yang dianggap efektif dan efesien dan pada umumnya sudah mempola untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah yang diteliti secara benar.
Metode yang dilakukan penulis adalah Library Research yaitu penelitian yang bentuk penelitiannya dengan cara mengumpulkan, memeriksa dan menelusuri dokumen – dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi yang penulis butuhkan dalam penelitian ini.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini disajikan dengan deskriptif dengan maksud memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lainnya agar dapat memperkuat teori – teori atau dalam rangka penyusunan dapat memperkuat teori – teori lama di dalam kerangka penyusunan kerangka baru.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan pendekatan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dimana dilakukan dengan menelaah semua Undang – Undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau yang terjadi di masyarakat.
Pembahasan
Salah satu jenis tindak pidana yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah tindak pidana desersi. Tindak pidana desersi ini merupakan contoh tindak pidana murni dilakukan oleh militer. Desersi adalah tidak beradanya seorang militer tanpa izin atasannya langsung, pada suatu tempat dan waktu yang sudah ditentukan oleh dinas, dengan lari dari kesatuan dan meninggalkan dinas kemiliteran, atau keluar dengan cara pergi, melarikan din' tanpa ijin. Perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan yang tidak boleh terjadi dalam kehidupan militer. Istilah desersi terdapat dalam KUHPM pada Bab III tentang “Kejah2tan-Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seorang Militer Menarik Din dari Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban Dinas. Tindak pidana desersi merupakan suatu tindak pidana yang secara khusus dilakukan oleh seorang militer karena bersifat melawan hukum dan bertentangan dengan undang-undang khususnya hukum pidana militer. Tindak pidana desersi ini diatur dalam Pasal 87 KUHPM, yaitu: Pertama, Diancam karena desersi, militer: (a). yang pergi dengan maksud menarik din untuk selamanya dari kewajibankewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu. (b). yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari. (c). yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diwaikan dalam Pasal 85 ke-2. Kedua, Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan. Ketiga, Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana pencara maksimum delapan tahun enam bulan.
Kita ketahui bersama, bahwa Hukum Pidana Umum bertaku bagi setiap orang, dengan demikian Hukum Pidana Umum tersebut berlaku juga bagi militer. Walaupun bagi militer yang melakukan tindak pidana berlaku ketentuan-ketentuan Hukum Pidana Umum, namun bagi militer terdapat ketcntuan-ketentuan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam KUHP yang khusus diberlakukan bagi militer. Ketentuanketentuan yang khusus itu diatur di dalam Kltab Undang-undang Hukum Pldana Militer (KUHPM).
Adapun alasan diadakannya peraturanperaturan tambahan dari KUHP itu disebabkan:
a. Adanya beberapa perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh militer saja bersifat asli militer dan ticlak berlaku bagi umum, contohnya: desersi, menolak perintah dinas, insubardiansi dan sebagainya.
b. Beberapa perbuatan yang bersifat berat sedemikian rupa, apabila dilakukan oleh anggota militer di dalam keadaan tertentu, ancaman hukuman dari hukum pidana umum dirasakan terlalu ringan.
c. Apabila peraturan-peraturan khusus yang diatur di dalam KUHPM dimasukkan ke dalam KUHP akan membuat KUHP sukar dipergunakan, karena terhadap ketentuanketentuan itu hanya tunduk sebagian kecil dari anggota masyarakat, juga peradilan yang berhak melaksanakannya juga tersedndiri yakni peradilan militer. Pasal 1 KUHPM berbunyi : “Pada waktu memakai undang-undang ini, berlaku aturan-aturan Hukum Pidana Umum, termasuk disitu Bab kesembilan dari Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali aturan-aturan yang menyimpong yang ditetapkan dalom undang-undang”.
Simpulan dan saran
Kajian hukum militer terhadap pelaku tindak pidana desersi sebagai Anggota Militer (TNI) ancaman hukumannya lebih berat dibandingkan dengan ancaman hukuman yang terdapat pada KUHP (dipandang kurang memenuhi rasa keadilan) ; karena militer dipersenjatai guna menjaga keamanan; justru dipergunakan desersi. Adapun bentuk desersi dapat dilihat pada Pasal 87, terdiri desersi murni selamanya dari kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang; untuk menyeberang ke musuh dan memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasan lain tanpa dibenarkan untuk itu dan desersi sebagai peningkatan dari kejahatan, ketidakhadiran tanpa ijin, dengan sengaja dalam waktu selama 30 hari berturut-turut.
Bahwa hubungan antara KUHPM dengan KUHP, suatu hubungan yang tidak dapat terpisahkan karena KUHPM merupakan bagian dari KUHP; KUHP berlaku bagi setlap orang dengan demfklan bag[ militer (TNI), berlaku KUHP, dan bagi Militer (TNI) yang melakukan tindak pidana deersi akan diperlakukan/diterapkan aturan khusus yakni KUHPM, hal ini merupakan penyimpangan dari KUHP. Adapun prinsip-prinsip dari KUHPM antara lain : kesatuan hukum bagi militer, kodifikasi tersendiri bagi militer
yang tersendiri; yurisdiksi tersendiri; kemungkinan penyelesaian suatu tindak pidana secara hukum disiplin, penerapan dan ketentuanketentuan umum dan tidak mengenal pemidanaan kolektif dan sistematika dari KUHP dengan KUHPM berbeda, selanjutnya penerapan KUHPM hanya kepada militer dan/atau yang disamakan sesuai dengan lingkungan aturan, dan ketentuan tentang pidana dalam KUHPM Yang berbeda dengan aturan dalam KUHP.
Sangat diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya yang berada dalam lingkungan Peradilan Militer hendaknya mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai alat penegak hukum yang benar-benar sebagai penegak hukum, khususnya kepada Hakim yang memeriksa dan memutus perkara dalam putusannya diawali dengan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” disini Hakim menyandarkan putusannya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pert anggungjawabannya dunia akhirat.
Sangat diharapkan kepada anggota militer (TNI) sedapat mungkin hindari perbuatan yang tercela; dapat merugikan diri; karena bila melakukan tindak pidana desersi dan terbukti ancaman hukumannya sangat berat, semoga tidak melakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah. 1991. Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Ragunan.
A.S.S. Tambunan. Hukum Militer di Indonesia. Jakarta : Pusat Studi Hukum Militer Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Militer. 2005.
E.Y. Kanter, S.R. Sianturi, 1981. Hukum Pidana Militer di Indonesia, Penerbit Alumni AHM-PTHM Jakarta.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Dasar 1945, Menkum HAN Jakarta