• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6

Kajian teori ini merupakan uraian dari beberapa ahli yang mendukung penelitian yang dilakukan. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang relevan serta mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda satu dengan yang lain. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang hakikat pembelajaran IPA, model pembelajaran inkuiri, media benda konkret dan hasil belajar.

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. (BNSP, 2006: 161).

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata–kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science artinya ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2010). Dapat dikatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala–gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010).

(2)

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala–gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

2.1.2 Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah Dasar

Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di sekolah dasar. Menurut Samatowa (2010) ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu :

a. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut–sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi adalah IPA.

b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis. Contoh IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian “Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.

c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan–percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan saja. d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai–nilai pendidikan yaitu mempunyai

potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu yaitu

(3)

rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera.

2.1.3 Pendekatan Inkuiri

Pendekatan inkuiri pada prinsipnya telah lama digunakan dalam kehidupan manusia. Tidak sedikit penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat berguna untuk memperbaiki kehidupan manusia. Dalam kehidupannya, seseorang dalam keluarga sejak masa kanak-kanak sering menanyakan sesuatu, mencoba melakukan sesuatu, sehingga ia memperoleh kejelasan atau menemukan jawabannya dari apa yang ingin diketahuinya. Jadi, sebenarnya potensi untuk menyelidiki dan menemukan sesuatu telah banyak dimiliki seseorang sejak kecil, namun sering terhambat oleh lingkungan keluarga dan sekolah yang kurang memadai.

Orang tua sering tidak melayani atau merasa terganggu, takut rusak, rugi dan sebagainya, apabila anaknya banyak bertanya, mencoba melakukan sesuatu yang mungkin sampai rusak. Para guru umumnya kurang mengembangkan metode inkuiri ini sehingga para siswa di sekolah lebih banyak bersifat menerima informasi. Maka hal ini banyak akan menghambat perkembangan potensi siswa.

2.1.4 Pengertian pendekatan inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri adalah metode pembelajaran yang dikembangkan sejak tahun 1960. Metode pembelajaran ini dikembangkan untuk menjawab kegagalan bentuk pengajaran tradisional, di mana siswa dikehendaki untuk mengingat fakta-fakta muatan bahan pengajaran. Pembelajaran inkuiri adalah suatu bentuk pembelajaran aktif, di mana kemajuan dinilai dengan bagaimana siswa mengembangkan keterampilan eksperimental dan analitik dari pada seberapa banyak pengetahuan yang mereka miliki.

Pembelajaran berbasis inkuiri atau sains berbasis inkuiri pada intinya mencakup keinginan bahwa pembelajaran seharusnya didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan siswa. Pembelajaran menginginkan siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah daripada menerima pengajaran langsung dari guru.

(4)

Guru dipandang sebagai fasilitator dalam pembelajaran daripada bejana bagi pengetahuan. Pekerjaan guru dalam lingkungan pembelajaran inkuiri adalah bukan menawarkan pengetahuan melainkan membantu siswa selama proses mencari pengetahuan mereka sendiri.

Penggunaan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran dilandasi pandangan konstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah ini, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.

Pembelajaran berbasis inkuiri telah berpengaruh besar dalam pendidikan sains, dan biasa disebut sains berbasis inkuiri. Para ilmuwan biasanya menggunakan proses inkuiri dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dunia alam. Mereka menggunakan prinsip-prinsip, konsep-konsep, dan teori-teori untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala yang terjadi di alam semesta. Ketika siswa sedang belajar dengan menggunakan proses inkuiri, mereka menggunakan ide-ide yang sama seperti ilmuwan gunakan bila mereka melakukan penelitian. Siswa akan menjadi ilmuwan kecil.

Karakteristik dari pendekatan inkuiri ini adalah guru tidak mengkomunikasikan pengetahuan, tetapi membantu siswa untuk belajar bagi mereka sendiri, kemudian topik, masalah yang dipelajari, dan metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dapat ditentukan oleh siswa, dapat ditentukan oleh guru, dan dapat ditentukan bersama oleh siswa dan guru. Pembelajaran inkuiri memberi tekanan pada ide-ide konstruktivis dari belajar. Kemajuan belajar terbaik terjadi dalam situasi kelompok.

Inkuiri juga didefinisikan sebagai usaha mencari kebenaran, informasi, atau pengetahuan dengan bertanya. Proses inkuiri memulai dengan mengumpulkan informasi dan data dengan melibatkan panca indera seperti

(5)

melihat, mendengar, menyentuh, merasakan dan mencium. Sistem pendidikan tradisional telah terlaksana dalam cara yang menghilangkan semangat proses alami dari inkuiri. Siswa menjadi cenderung kurang mengajukan pertanyaan. Dalam pengajaran tradisional, siswa belajar bukan untuk bertanya banyak pertanyaan, melainkan mendengar dan mengulang jawaban yang diharapkan.

Beberapa kehilangan semangat proses belajar sains muncul dari kurang pemahaman tentang hakikat dari pembelajaran berbasis inkuiri. Bahkan hal ini cenderung memandang sebagai kegagalan pembelajaran. Inkuiri yang efektif lebih daripada hanya bertanya. Suatu proses yang kompleks terlibat bila setiap siswa berusaha untuk mengubah informasi dan data ke dalam pengetahuan yang berguna. Penerapan pembelajaran inkuiri melibatkan beberapa faktor seperti suatu konteks untuk pertanyaan, kerangka pertanyaan, fokus pertanyaan, dan tingkat perbedaan pertanyaan. Pembelajaran inkuiri yang dirancang baik menghasilkan bentuk pengetahuan yang dapat diterapkan secara luas.

Pendekatan inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund (1975) dalam Trianto (2007), inkuiri adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Contoh konsep: inti sel, kecepatan, panas, energi, cahaya, masyarakat, demokrasi, tragedi, reaksi, segitiga, dan lain-lain; contoh prinsip: logam bila dipanasi memuai, atau lingkungan berpengaruh terhadap organisme; contoh proses-proses mental: mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan/menduga, menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

2.1.5 Prinsip Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri

Pendekatan pembelajaran inkuiri merupakan pendekatan yang menekankan kepada pengembangan intelektual peserta didik. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pendekatan pembelajaran inkuiri:

(6)

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari pendekatan inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian pendekatan pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan dan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana peserta didik dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana peserta didik beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari sesuatu yang harus ditemukan oleh peserta didik melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat ditentukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.

b. Prinsip interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara peserta didik maupun interaksi peserta didik dengan guru bahkan interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memang bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri.

c. Prinsip bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan peserta didik untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan bagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan atau bertanya untuk menguji.

(7)

d. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi kering dan hampa. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan.

e. Prinsip keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Inkuiri Kelebihannya:

Menurut Suryosubroto ( 2002 : 201 ) yang mengemukakan beberapa kelebihan pembelajaran inkuiri, antara lain :

a. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Membangkitkan gairah pada siswa misalkan siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

(8)

c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan.

d. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

e. Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar.

f. Strategi ini berpusat pada anak, misalkan memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesame dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutatama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui.

Kekurangannya:

Kekurangan metode ini adalah:

a. Memerlukan perubahan kebiasaan cara berpikir siswa yang menerima informasi dari guru secara apa adanya, kalau guru tidak ada tidak belajar, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan.

b. Guru juga dituntut mengubah kebiasaan mengajarnya yang umumnya sebagai pemberi atau penyaji informasi menjadi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun merupakan pekerjaan yang tidak gampang karena pada umumnya guru belum mengajar dan belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi (ceramah).

c. Metode ini banyak memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar, tetapi kebiasaan itu tidak berarti menjamin bahwa siswa belajar dengan baik dalam arti mengerjakannya dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah.

d. Metode ini dalam pelaksanaannya memerlukan penyediaan berbagai sumber belajar dan fasilitas yang memadai yang tidak selalu mudah disediakan.

e. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik seperti pada waktu siswa melakukan penyelidikan dan sebagainya. Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik.

(9)

f. Pemecahan masalah mungkin saja dapat bersifat mekanistis, formalitas, dan membosankan. Apabila hal ini terjadi tidak menjamin penemuan yang penuh arti.

2.1.7 Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri

Trianto ( 2011 : 168 ) menyatakan, bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut :

a. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan.

Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan dipapan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

b. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan pada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

c. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.

d. Analisis data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran “ benar “ atau “ salah “. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

e. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.

(10)

Suhana ( 2010 : 73 ) menyatakan bahwa pendekatan inkuiri dalam prosesnya mempunyai tahapan dalam pembelajarannya yaitu sebagai berikut :

a) Pengamatan ( observation ) b) Bertanya ( questioning)

c) Mengajukan dugaan ( hipothesis) d) Pengumpulan data ( data gathering) e) Penyimpulan ( conclussion)

Amri ( 2010 : 92 ) mengungkapkan bahwa pendekatan inkuiri mempunyai langkah-langkah yang berurutan dalam proses pembelajarannya, diantaranya :

a. Observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam b. Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban.

d. Mengumpulkan data terkait dengan pertanyaan yang diajukan. e. Merumuskan kesimpulan kesimpulan berdasarkan data.

Berdasarkan kutipan dari beberapa sumber di atas, maka pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Mengajukan pertanyaan atau permasalahan. b) Merumuskan hipotesis.

c) Mengumpulkan data. d) Menganalisis data e) Membuat kesimpulan.

2.1.8 Media Benda Konkret

Menurut Blake dan Horalsen dalam Darhim (1993:5), media adalah saluran komunikasi atau perantara yang digunakan uintuk membawa atau menyampaikan sesuatu pesan, di mana perantara itu merupakan jalan atau alat untuk lalu lintas suatu pesan antara komunikator dan komunikan. Menurut Mahidjojo dalam Darhim (1993:5) media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang menyebarkan ide sehingga gagasannya sampai pada penerima.

(11)

Wibawa dan Mukti (1993:54) menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan media menjadi lebih efektif, yaitu: (1) media harus digunakan di kelas dengan kondisi semenarik mungkin, (2) setiap orang dalam kelas itu harus dapat melihat media dengan mudah, (3) media harus digunakan dalam hubungannya dengan materi pelajaran lainnya, (4) siswa perlu diberi kesempatan semaksimal mungkin untuk menangani, mencoba dan mengamati media, bertanya atau membuat generalisasi, (5) upayakan objek, sampel, atau model lain yang tak ada kaitannya denga topik yang dibicarakan dialihkan dari perhatian siswa, (6) bila perlu siswa dilatih untuk membuat media untuk menjabarkan suatu objek, atau prinsip yang ia pelajari.

Widodo (2007:109) dalam Lilis Lisnawati, menyatakan media benda konkret adalah benda-benda asli apa adanya tanpa mengalami perubahan yang dijadikan media dalam kegiatan pembelajaran. Media benda konkret sering disebut juga media benda nyata atau realita. Realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya, tanpa perubahan. Dengan memanfaatkan realita dalam proses belajar siswa lebih aktif dapat mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan, dan akhirnya menjadi alat untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk menggunakan sumber-sumber belajar serupa (Wibawa dan Mukti, 1993:55).

Anderson (1987: 183) berpendapat bahwa objek yang sesungguhnya, atau benda model yang mirip sekali dengan benda nyatanya, akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari tugas yang menyangkut keterampilan psikomotor. Untuk mencapai hasil yang optimum dari proses belajar mengajar mengajar, salah satu hal yang sangat disarankan adalah digunakannya pula media yang bersifat langsung dalam bentuk objek nyata atau realia (Ibrahim dan Syaodih, 2010:118).

Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan media benda nyata ini. Ibrahim dan Syaodih (2010:119) menyatakan bahwa keuntungan menggunakan media ini antara lain (1) dapat memberikan kesempatan semaksimal mungkin pada siswa untuk mempelajari sesuatu ataupun melaksanakan tugas-tugas dalam situasi nyata dan (2) memberikan kesempatan pada siswa untuk

(12)

mengalami sendiri situasi yang sesungguhnya dan melatih keterampilan mereka dengan menggunakan sebanyak mungkin alat indera.

Kelemahan dalam menggunakan objek nyata ini antara lain (1) membawa murid-murid ke berbagai tempat di luar sekolah kadang-kadang mengandung resiko dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya; (2) biaya yang diperlukan untuk mengadakan berbagai objek nyata kadang-kadang tidak sedikit, apalagi ditambah dengan kemungkinan kerusakan dalam menggunakannya; dan (3) tidak selalu dapat memberikan semua gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga pengajaran harus didukung pula dengan media lain.

Sejalan dengan Ibrahim dan Syaodih, Anderson (1987:187) menyatakan beberapa kelebihan penggunaan media benda konkret antara lain (1) dapat memberi kesempatan maksimal mungkin pada siswa untuk melaksanakan tugastugas nyata, atau tugas-tugas simulasi, dan mengurangi transfer belajar; (2) dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang relevan dari lingkungan kerja, dengan biaya yang sedikit; (3) memberi kesempatan pada siswa untuk mengalami dan melatih keterampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba; dan (4) memudahkan pengukuran penilaian siswa, bila ketangkasan fisik atau keterampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan. Anderson juga memiliki pendapat yang sama mengenai keterbatasan penggunaan media konkret ini, namun ia menambahkan bahwa menggunakan media konkret dalam pembelajaran akan mengakibatkan sulitnya mengontrol hasil belajar, karena konflik-konflik yang terjadi dengan pekerjaan, atau dengan lingkungan kelas.

2.1.9 Pengertian Hasil Belajar

Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Menurut Purwanto (2008) hasil belajar adalah perubahan perilaku

(13)

yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar mengusahakan perubahan perilaku dalam domain-domain tersebut sehingga hasil belajar merupakan perubahan perilaku dalam domain kognitif, afektif dan psikomotorik.

Benyamin Bloom (Sudjana, 2010) secara garis besar membagi menjadi tiga ranah hasil belajar yakni :

1. Ranah kognitif; berkenan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif; berkenan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik; berkenaan dengan hasil belajar dan kemampuan bertindak.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku dari proses kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik

2.1.10 Pengukuran Hasil Belajar

Untuk mengetahui hasil belajar siswa dan keberhasilan proses digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes dan non tes. Sistem penilaian yang digunakan untuk penelitian ini untuk mengukur hasil belajar menggunakan PAP (penilaian acuan patokan). PAP adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, derajat keberhasilan siswa dibandingkan

(14)

dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata–rata kelompoknya (Sudjana, 2010).

Hasil belajar merupakan perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan. Kemampuan tersebut menyangkut domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian hasil pembelajaran dan penilaian proses yang dilakukan pada kegiatan ini adalah menggunakan beberapa sumber, yaitu :

a. Penilaian hasil belajar dengan tes. Tes yang digunakan ini termasuk dalam tes formatif yang dilaksanakan pada akhir siklus. Sumber penilaian ini ditekankan pada hasil pembelajaran dilihat dari aspek kognitif mengacu pada indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Aturan penilaian dari aspek kognitif ini menggunakan skala 0-100 dan acuan yang digunakan adalah patokan. Sedangkan standar minimal ketuntasan belajar/KKM pada mata pelaran IPA di SD N Baran 02 adalah 70. Sehingga dapat dikatakan jika siswa yang mendapat nilai kurang dari batas KKM dinyatakan belum tuntas.

b. Penilaian hasil belajar dengan non tes. Sumber penilaian ini untuk mengukur proses pada pembelajaran dilihat dari aspek afektif dan psikomotor. Penilaian proses dilakukan pada saat siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar yaitu keterlibatan dan keaktifan siswa serta partisipasi siswa dalam pembelajaran.

2.1.10.1 Tes Formatif

Tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pelajaran. Hasil tes formatif dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang baru saja dilaksanakan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran atau belum (Suryanto, 2009).

Sudjana (2010) juga menyebutkan bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan demikian,

(15)

penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah suatu tes yang digunakan memantau keberhasilan belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam waktu tertentu dan digunakan untuk memonitor kemajuan siswa.

Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, aspek yang diperhatikan dalam penggunaan tes formatif adalah dari aspek bentuk tes. Dilihat dari bentuknya, tes formatif dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1)tes objektif dan (2)tes uraian menurut Ratu Ilma (2011).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk tes objektif yang penyusunan soalnya berbentuk pilihan jamak (multiple choice). Di bawah ini akan diuraikan mengenai bentuk tes tersebut. Persoalan dalam tes objektif sudah distruktur, sehingga jawaban terhadap soal-soal tersebut sudah dapat ditentukan secara pasti. Pada tes objektif ini cenderung dapat mengungkap bahan ajar secara luas, karena waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan setiap soal relatif singkat. Proses penyekoran dan pemeriksaan hasilnya juga lebih mudah, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat diselesaikan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa dalam jumlah relatif banyak (Rahmat, 1999)

Penyusunan soal bentuk pilihan jamak (multiple choice) terdiri dari pokok soal (stem) dan kemungkinan jawaban (option). Persoalan bisa dirumuskan dalam bentuk pertanyaan tidak lengkap disamping dalam bentuk pertanyaan lengkap. Bentuk pilihan jamak dipandang lebih fleksibel. Jenis ini mampu mengungkapkan jenjang kemampuan siswa yang komplek sekalipun (Rahmat, 1999).

2.2 Penelitian Yang Relevan

Penelitian oleh Margono (2012) dengan judul “Peningkatan hasil belajar IPA dengan menerapkan metode inkuiri pada materi panas dan bunyi siswa kelas IV SD Negeri Pacet Kecamatan Reban Kabupaten Batang”. Penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi panas dan bunyi siswa

(16)

kelas IV SD Negeri Pacet Kecamatan Reban Kabupaten Batang. Hal itu terlihat dari hasil tes siklus I dengan nilai rata-rata 66 dan persentase ketuntasan belajar sebesar 66 %. Siklus II rata-rata nilai tes meningkat menjadi 74 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 86 %.

Penelitian oleh Siti Maimunah (2012) dengan judul “Upaya meningkatkan hasil belajar afektif dan kognitif IPA dengan pendekatan inkuiri pada kelas V SD Negeri Bansari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2011/2012”. Pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus I dan siklus II yaitu terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 7 orang dan yang tidak tuntas 20 orang. Pada siklus I siswa yang tuntas 23 orang dan yang tidak tuntas 4 orang. Sedangkan pada siklus II, semua siswa yang terdiri dari 27 orang tersebut sudah memenuhi KKM ≥ 71 atau dapat dikatakan tuntas semua.

Penelitian oleh Imanuel Nugroho Puji Hartono (2012) dengan judul “ Upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan media benda konkret pada materi pokok menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana kelas IV SD Negeri Ngijo 01 Semarang”. penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan media benda konkret pada materi pokok menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana siswa kelas V SD Negeri Ngijo 01. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas V SD Negeri Ngijo 01 secara kolaboratif bersama guru kelas. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan. kelas V yang diteliti memiliki siswa yang berjumlah 29 anak terdiri dari 15 anak laki-laki dan 14 anak perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa pada Siklus I dan II mengalami peningkatan dalam hasil belajar siswa. KKM yang ditentukan adalah 65, pada kondisi awal hanya 6 dari 29 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Kemudian setelah pelaksanaan Siklus I didapatkan 20 dari 29 siswa tuntas dengan persentase ketuntasan 68,96%. Untuk Siklus I diperoleh 29 siswa tuntas dengan

(17)

persentase ketuntasan 100%. Nilai rata-rata hasil belajar Matematika siswa kelas V semula sebelum ada tindakan 50,75 kemudian pada Siklus I adalah 70,34 siswa masih ada 9 siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM. Pada Siklus II seluruh siswa yaitu 29 siswa memperoleh nilai di atas KKM, dengan nilai rata-rata hasil belajar Matematika adalah 87,76.

2.3 Kerangka Berpikir

Pendekatan pembelajaran adalah sarana interaksi guru dengan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar. Disini sangatlah penting dalam ketetapan dalam memilih pendekatan pembelajaran dalam mengajar, pendekatan pembelajaran mengajar yang dipilih harus sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi yang diajarkan. Apabila dalam penggunaan pendekatan dalam pembelajaran kurang sesuai akan berakibat proses belajar mengajar akan membosankan, pelajaran yang kurang dipahami serta monoton.

Pendekatan inkuiri yang diterapkan dalam penelitian ini memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan yang dilakukan mempunyai kelebihan antara lain pengajaran menjadi berubah dari penyajian oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi dimana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi dengan kadar proses mental yang lebih tinggi atau lebih banyak. Penggunaan inkuiri memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Pengajaran dalam inkuiri ini berubah dari yang teacher centered menjadi student centered, guru tidak lagi mendominasi sepenuhnya kegiatan belajar siswa tetapi lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar kepada siswa. Pendekatan inkuiri juga dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu siswa. Pembelajaran inkuiri menggunakan berbagai prinsip dalam aktivitas pembelajaran diantaranya adalah berorientasi pada pengembangan intelektual, proses interaksi dalam pembelajaran, prinsip bertanya dalam

(18)

pembelajaran, prinsip belajar untuk berpikir dalam pembelajaran, dan prinsip keterbukaan dalam pembelajaran. Selain itu, penggunaan media benda konket dalam kegiatan pembelajaran juga akan memacu siswa untuk lebih antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Melalui penerapan pendekatan inkuiri dan pemanfaatan media benda konkret akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adapun skemanya sebagai berikut :

Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir

Berorientasi pada pengembangan intelektual

Proses interaksi dalam pembelajaran

Hasil belajar meningkat

Prinsip bertanya dalam pembelajaran

Pendekatan inkuiri

Prinsip belajar untuk berpikir dalam pembelajaran

Prinsip keterbukaan dalam pembelajaran

Media benda konkret

Membuat media Mengamati dan mencoba media Media sesuai materi yang diajarkan Melihat media dengan mudah Penggunaan media semenarik mungkin Hasil belajar meningkat

(19)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian dalam landasan teori dan kerangka berfikir, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Pendekatan inkuiri dan pemanfaatan media benda konkrit dalam pembelajaran IPA kelas V SD N Baran 02 dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan. b. Merumuskan hipotesis.

c. Mengumpulkan data. d. Menganalisis data. e. Membuat kesimpulan.

2. Melalui pendekatan inkuiri dan pemanfaatan media benda konkret, maka hasil belajar siswa kelas V mata pelajaran IPA Semester II Sekolah Dasar Negeri Baran 02 Tahun ajaran 2013 / 2014 dapat ditingkatkan.

Gambar

Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Pengembangan media pembelajaran papan analisis

Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Lama Kerja Sebagai.. Variabel Moderating (Studi pada

Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik?. “Jangan takut Pak, aku

Keluhan pada klien berbeda  –   beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TUR-P adalah keluhan rasa tidak nyaman,

Dalam susunan kekuasaan negara setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

Disarankan kepada perusahaan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi keselamatan kerja dan membuat variasi yang baru dalam mengkomunikasikan keselamatan kerja,

pilih tidak terdaftar dalam pemilu terdaftar dalam daftar pemilih

 Bagi pengusul yang tidak melakukan seminar hasil penelitian atau terlambat menyerahkan : (1) Laporan Kemajuan Penelitian atau (2) Laporan Akhir Penelitian (tanpa dijilid,