• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tgs Askep Gadar Bph

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tgs Askep Gadar Bph"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIE

KLIE

 N

 N SISTEM PERDARAHAN PERKEMIHAN :

 SISTEM PERDARAHAN PERKEMIHAN : BENIGNA

BENIGNA

PROSTAT HIPERPLASI ( BPH )

PROSTAT HIPERPLASI ( BPH )

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS

MATA KULIAH KEPERAWATAN GADAR II

MATA KULIAH KEPERAWATAN GADAR II

Dosen Pembimbing : Dosen Pembimbing :  Ns. Maslichah, S. Kep.  Ns. Maslichah, S. Kep.

Oleh

Oleh : : NIM NIM ::

Suyono 1014056

Suyono 1014056

Yuanita

Yuanita Nur Nur Lailiyah Lailiyah 10140611014061 Yustia

Yustia Purnama Purnama Brata Brata 10140621014062 Yusuf

Yusuf Efendi Efendi 10140631014063 Eka

Eka Hardiyanti Hardiyanti 0111408901114089

PRODI : S1 KEPERAWATAN

PRODI : S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA HUSADA

INSAN CENDEKIA HUSADA

BOJONEGORO

BOJONEGORO

2013

2013

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah rahmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem Perdarahan Perkemihan : Benigna Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem Perdarahan Perkemihan : Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) . Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Prostat Hiperplasi ( BPH ) . Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gadar II oleh dosen pembimbing mata kuliah keperawatan Gadar II, dan Keperawatan Gadar II oleh dosen pembimbing mata kuliah keperawatan Gadar II, dan merupakan salah satu tugas ind

merupakan salah satu tugas individu ividu yang harus yang harus dipenuhi oleh mahasiswa.dipenuhi oleh mahasiswa.

Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimb

kepada dosen pembimbing mata kuliah yaking mata kuliah yakni ni ibu Ns. Maslichah, S. ibu Ns. Maslichah, S. Kep. dan Rekan-Kep. dan Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam pembuatan rekan mahasiswa yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam pembuatan makalah ini.

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

kesempurnaan makalah ini. Penulis m

Penulis mengharapkan engharapkan semoga semoga makalah makalah ini ini bermanfaat bbermanfaat bagi kita agi kita semua.semua. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Bojonegoro, 21 oktober 2013 Bojonegoro, 21 oktober 2013

(3)

DAFTAR ISI COVER... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I : PENDAHULUAN... LATAR BELAKANG ... RUMUSAN MASALAH ... TUJUAN... ... BAB II : TINJAUAN TEORI... A. Anatomi Fisiologi ... B. Definisi ... C. Etiologi ... D. Manifestasi klinis... E. Patofisiologi ... F. Pathway ... G. Komplikasi ... H. Pemeriksaan Diagnostik ... I. Penatalaksanaan ... KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ... Pengkajian... ... Diagnosa Keperawatan ... Rencana Kepetawatan ... BAB III : PENUTUP... KESIMPULAN ... SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan

1. Mampu untuk menjelaskan anatomi fisiologi BPH 2. Mampu untuk menjelaskan definisi BPH

3. Mampu untuk menjelaskan klasifikasi BPH 4. Mampu untuk menjelaskan etiologi BPH

5. Mampu untuk menjelaskan manifestasi klinis BPH 6. Mampu untuk menjelaskan patofisiologi BPH 7. Mampu untuk menjelaskan pathway BPH 8. Mampu untuk menjelaskan komplikasi BPH 9. Mampu untuk menjelaskan pencegahan BPH 10. Mampu untuk menjelaskan penatalaksanaan BPH

11. Mampu untuk menjelaskan pemeriksaan diagnostik BPH 12. Mampu untuk menjelaskan asuhan keperawatan teori BPH

(5)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempal pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul.

Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma ( penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat  penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan

nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.

Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan ( prostatitis ). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal ( tumor ) baik jinak maupun ganas tidak memegang peranan  penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran urin. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya  biasanya pada laki - laki usia lanjut ( FK UNAIR / RSUD dr. Soetomo : 19 ). B. Definisi

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar  prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen  prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan  penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.

Sutomo, 1994 : 193 ).

Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

(6)

Dari kedua pengertian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan  penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria dewasa lebih dari 50

tahun.

Sedangkan tokoh lain mengatakan bahwa TURP adalah prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan sistoskop atau resektoskop dimasukkan melalui uretra ( Marilynn, E.D, 2000 : 679 ).

Maka pengertian TURP menurut kesimpulan penulis adalah pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat yang telah menyebabkan obstruksi uretra dengan sistoskop atau resektoskop yang dimasukkan melalui uretra.

C. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses  penuaan.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat antara lain :

1). Dihydrotestosteron.

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron.

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan  penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3). Interaksi stroma - epitel.

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan  penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi

(7)

4). Berkurangnya sel yang mati.

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5). Teori sel stem.

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

TANDA DAN GEJALA

Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik.

Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :

1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.

2. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.

Gejala klinik dapat berupa :

 Frekuensi berkemih bertambah  Berkemih pada malam hari.

 Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.  Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.  Rasa nyeri pada waktu berkemih.

Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat  berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.

Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu

hydroneprosis, pyelonefritis.

(8)

E. Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus menyebabkan perubahan anatomi dari  buli - buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,

sakula dan difertikel buli - buli.

Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom / LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal ( Sunaryo, H, 1999 : 11 ).

(9)
(10)

G. Komplikasi

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. a. Inspeksi buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli- buli penuh / kosong )

 b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.

c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup. 2 . Colok dubur.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada  pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul  pada prostat , apa batas atas dapat diraba .

Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :

- Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram. - Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram. - Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram. 3. Laboratorium.

- Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .

- Gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).

- Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .

- Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .

(11)

- Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap  beberapa anti mikroba yang diujikan.

4. Flowmetri :

Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.

Penilaian :

Fmak <10ml/detik ---obstruktif

Fmak 10-15 ml/detik--- borderline

Fmak >15 ml/detik---nonobstruktif 5. Radiologi.

- Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,  pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi uri ne, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

- Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter  berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu

urine atau filling defect divesikula.

- Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran  prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.

- Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga

(12)

memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra  pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.

6. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi  prostat .

I. Penatalaksanaan

Modalitas terapi BPH adalah :

1). Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien

2). Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan  berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:

 phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa  blocker dan golongan supresor androgen.

3). Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.  b). Klien dengan residual urin   100 ml.

c). Klien dengan penyulit.

d). Terapi medikamentosa tidak berhasil. e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif. Pembedahan dapat dilakukan dengan :

a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )

 b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy c). Perianal Prostatectomy

d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrason

(13)

ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.  pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.

Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi TUR-P dan penkajian  post operasi TUR-P.

a) Pengkajian pre operasi TUR-P

Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :

1. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,  pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.

2 . Riwayat penyakit sekarang

Pada klien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.

3 . Riwayat penyakit dahulu .

Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi .

4 Riwayat penyakit keluarga .

adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita  penyakit BPH Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.

(14)

5. Riwayat psikososial a. Intra personal

Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur  pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien,

tanggapan klien tentang sakitnya.  b. Inter personal

Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat. 6. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,  penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )

 b. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,  jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.

c. Pola eliminasi

Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes - netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk  berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.

d. Pola tidur dan istirahat .

Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.

(15)

e. Pola aktifitas .

Klien ditanya aktifitasnya sehari  –   hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari –  hari sendiri.

f. Pola hubungan dan peran

Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.

g. Pola persepsi dan konsep diri

Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.

h. Pola sensori dan kognitif

Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.

i. Pola reproduksi seksual

Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,  pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual

yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.

 j. Pola penanggulangan stress

Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme  penanggulangan stressor positif atau negatif.

(16)

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.

7. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.

 b. Kulit

Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan  pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien ,

c. Kepala

Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau trauma pada kepala.

d. Muka

Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.

e. Mata

Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.

f. Telinga

Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana  bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.

g. Hidung

Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau  polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.

h. Mulut dan faring

Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.

i. Leher

(17)

 j. Thoraks

Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.

k. Paru

Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.

l. Jantung

Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.

m. Abdomen

Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.

n. Genitalia dan anus

Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba  pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus  biasanya ada haemorhoid.

o. Ekstrimitas dan tulang belakang

Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari  –   jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda  –   tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk

tulang belakang bagaimana.

8. Pemeriksaan diagnostik

(18)

 b) Pengkajian post operasi TUR-P

Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi: 1. Keluhan utama

Keluhan pada klien berbeda –  beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TUR-P adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.

2. Keadaan umum

Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara. 3. Sistem respirasi

Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda –  tanda cyanosis ada atau tidak. 4. Sistem sirkulasi

Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG ).

5. Sistem gastrointestinal

Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi,  bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan

muntah.

6. Sistem neurology

Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala. 7. Sistem muskuloskleletal

Bagaimana aktifitas klien sehari –  hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.

8. Sistem eliminasi

Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda –  tanda perdarahan,

(19)

infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan  jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah  pemasangan kateter.

9. Terapi yang diberikan setelah operasi

Infus yang terpasang, obat  –   obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.

c. Analisa data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah operasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut : Pre Operasi :

1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan pembesaran prostat dan ketidakmampuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.

2).  Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli –  buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.

3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..

4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur  bedah.

5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan  berhubungan dengan kurangnya informasi.

Post Operasi :

1)  Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P 2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

(20)

4) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

3. RENCANA KEPERAWATAN

Pre Operasi :

 NO. Diagnosa kep. Tujuan & KH Rencana Kep. Rasional TTD 1. Obstruksi akut / kronis  berhubungan dengan  pembesaran  prostat dan ketidakmapuan kandung kemih untuk  berkontraksi secara adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan  perawatan selama 1x24 di harapkan tidak terjadi obstruksi, dengan Kriteria hasil : Berkemih dalam  jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih.

1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan  bila tiba-tiba dirasakan. 2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan  pancaran urina. 3. Pantau dan catat

waktu serta  jumlah setiap kali berkemih. 4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. 5. Berikan obat sesuai indikasi (antispamodik). 1. Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan  pada kandung kemih.

2.Untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.

3.Mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat

 penyembuhan.

4.Peningkatkan aliran cairan meningkatkan  perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari  pertumbuhan bakteri.

5. Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. 2. Nyeri ( akut )  berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan 1. Pantau nyeri,  perhatikan lokasi, 1. Nyeri tajam, intermitten dengan

(21)

dengan iritasi mukosa buli  –   buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.  perawatan selama 1x24 di harapkan  Nyeri hilang / terkontrol, dengan Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat. intensitas ( skala 0 -10 ). 2. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik,  pengubahan posisi,  pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. 3.Pertahankan tirah  baring bila diindikasikan . 4.Pertahankan

 patensi kateter dan sistem drainase.

5. Kolaborasi dalam  pemberian

antispasmodik.

dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat  pada pendekatan TURP (  biasanya menurun dalam

48 jam ).

2.Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

3.Diperlukan selama fase awal selama fase akut.

4. Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme  buli - buli. 5. Menghilangkan spasme. 3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang  berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. Tujuan : Setelah dilakukan  perawatan selama 1x24 di harapkan Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara, dengan

1. Awasi keluaran tiap jam bila

diindikasikan.

Perhatikan keluaran 100-200 ml/.

2.Pantau masukan

1. Diuresisi yang cepat

dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.

(22)

Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi  perifer teraba,  pengisian perifer  baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.

dan haluaran cairan.

3.Awasi tanda-tanda vital, perhatikan  peningkatan nadi dan pernapasan,  penurunan tekanan darah, diaforesis,  pucat. 4.Tingkatkan tirah  baring dengan

kepala lebih tinggi 5.Kolaborasi dalam memantau  pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi.

cairan dan kebutuhan  penggantian.

3. Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik.

4.Menurunkan kerja  jantung memudahkan

hemeostatis sirkulasi. 5. Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah.

4. Ansietas  berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi  prosedur bedah Tujuan : Setelah dilakukan  perawatan selama 1x24 di harapkan Pasien tampak rileks, dengan Kriteria hasil : Menyatakan  pengetahuan yang akurat tentang situasi, 1.Dampingi klien dan bina hubungan saling  percaya. 2. Memberikan informasi tentang  prosedur tindakan yang akan dilakukan. 3. Dorong pasien atau orang 1.Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.

2. Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.

3.Memberikan kesempatan  pada pasien dan konsep

(23)

menunjukkan

rentang yang yang tepat tentang  perasaan dan  penurunan rasa takut. terdekat untuk menyatakan masalah atau  perasaan.

solusi pemecahan masalah

5. Kurang  pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan  pengobatan  berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Setelah dilakukan  perawatan selama 1x24 di harapkan Menyatakan  pemahaman tentang proses  penyakit dan  prognosisnya, dengan Kriteria hasil : Melakukan  perubahan pola

hidup atau prilasku ysng perlu,  berpartisipasi dalam program  pengobatan. 1. Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan  perhatian.

2. Kaji ulang proses  penyakit,pengalaman  pasien

1. Membantu pasien dalam mengalami perasaan.

2. Memberikan dasar  pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

(24)

RENCANA KEPERAWATAN Post Operasi :

 No. Diagnosa kep. Tujuan & KH Rencana kep. Rasional TTD 1. Nyeri berhubungan

dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Setalah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan  Nyeri berkurang atau hilang, dengan Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri  berkurang / hilang. - Ekspresi wajah klien tenang. - Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. - Tanda  –  tanda vital dalam batas normal. 1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. 2. Observasi tanda –  tanda vital. 3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan  berkurang dalam 24 - 48 jam. 4. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat  –   obatan (analgesik atau anti spasmodik ) 1. Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. 2. Mengetahui  perkembangan lebih lanjut. 3. Memberitahu klien  bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. 4. Mengurangi tekanan  pada luka insisi.

5. Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi  berhubungan dengan irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Setealah dilakukan tindakan keperawatan 1. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500  –  3000 ) sehingga 1. Meningkatkan output urine sehingga

resiko terjadi ISK dikurangi dan

(25)

  diharapkan Klien tidak menunjukkan tanda –  tanda infeksi , dengan Kriteria hasil: - Klien tidak mengalami infeksi. - Dapat mencapai waktu  penyembuha n - Tanda  –  tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda –  tanda shock. dapat menurunkan  potensial infeksi. 2. Observasi urine: warna, jumlah,  bau. 3. Observasi tanda  –  tanda vital, laporkan tanda  – 

tanda shock dan demam. 4. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. mempertahankan fungsi ginjal. 2. Mengidentifikasi adanya infeksi. 3. Mencegah sebelum terjadi shock. 4.Untuk mencegah infeksi dan membantu proses  penyembuhan.

3. Resiko tinggi cidera:  perdarahan  berhubungan dengan tindakan  pembedahan . Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tidak terjadi  perdarahan, dengan Kriteria hasil: - Klien tidak menunjukkan tanda –   tanda

1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah  pembedahan dan tanda  –   tanda  perdarahan . 2.. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan

1. Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – 

tanda perdarahan.

2. Dengan peningkatan tekanan pada fosa  prostatik yang akan

mengendapkan  perdarahan .

(26)

 perdarahan . - Tanda –  tanda vital dalam  batas normal . - Urine lancar lewat kateter . defekasi . 3. Observasi: Tanda – 

tanda vital tiap 4  jam,masukan dan haluaran dan warna urine 3. Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan  jaringan yang  permanen . 4. Kurang  pengetahuan: tentang TUR-P  berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Klien dapat menguraikan  pantangan kegiatan serta kebutuhan  berobat lanjutan, dengan Kriteria hasil: - Klien akan melakukan  perubahan  perilaku. - Klien  berpartisipasi dalam  program  pengobatan. - Klien akan mengatakan  pemahaman 1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . 2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. 3. Pemasukan cairan sekurang –  kurangnya 2500-3000 ml/hari. 4. Anjurkan untuk  berobat lanjutan  pada dokter. 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah 1. Dapat menimbulkan  perdarahan . 2. Untuk membantu  proses penyembuhan . 3.Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .

4.Untuk menjamin tidak ada komplikasi

5. Mengedan bisa menimbulkan

 perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi

(27)

 pada  pantangan kegiatan dan kebutuhan  berobat lanjutan .

 penuh . kebutuhan mengedan  pada waktu BAB

BAB III

PENUTUP

(28)

3.1 Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Klaim secret pada parameter A dapat digagalkan dengan skenario yaitu Eve melakukan impersonasi Bob, sehingga pesan send_1 yang harusnya dienkripsi dengan kunci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Jakarta tahun 2017 ini menjelaskan pencapaian kinerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Jakarta

Penggunaan metode kuantitatif dalam penelitian ini sesuai dengan penggunaan metode survei yang akan digunakan untuk mengetahui kepuasan masyarakat berdasarkan model

Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas Profesionalisme (X1) dan variabel bebas Sarana prasarana (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Anak Anak merupakan merupakan yang yang paling paling rentan rentan terkena terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa.. Di demam

Kemudian pada senyawa ini juga menunjukkan adanya serapan pada panjang gelombang di atas 500 nm, hal ini terjadi akibat adanya transisi d-d dari orbital d pada

Komputer memegang peran penting dalam menunjang kelancaran aktivitas pekerjaan di dalam suatu informasi, cara pengaturan data dengan menggunakan Sistem Basis Data yang selama ini

Ibu Kader : ibu-ibu dan bapak-bapak sebagai tindak lanjut dari kegiatan pemeriksaan kesehatan akan diadakan kegiatan senam relaksasi bagi ibu-ibu dan bapak-  bapak