SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Theresia Hendry NIM: 039114008
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Theresia Hendry NIM: 039114008
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Dalam s’gala perkara
Tuhan punya rencana
Yang lebih besar dari semua yang terpikirkan
Apapun yang Kau perbuat
Tak ada maksud jahat
S’bab itu kulakukan
Semua denganMu Tuhan
Ku tak akan menyerah
Pada apapun juga
Sebelum kucoba
Semua yang kubisa
Tetapi kuberserah
Kepada kehendakMu
Hatiku percaya
Tuhan punya rencana
Created by Jonathan Prawira
v
Tuhan Yesus yang sungguh baik, seringkali aku tidak mengerti akan apa yang terjadi
dalam hidupku. Sgala beban yang harus kutanggung seringkali menjadikanku lemah.
Namun satu hal yang semakin nyata dan kusadari Tuhan, justru dalam kelemahanlah
kuasaMu nyata. Dan sukacitaMu nyata tetap mengisi hari-hariku, Tuhan.
Kupersembahkan hidupku bagiMu Bapa, biarlah menjadi korban persembahan yang
harum bagi kemuliaanMu.
Terima kasih Yesusku
Filipi 4:13
vi kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juli 2007
Peneliti
vii Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan positif antara penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan pada periode akhir masa kanak-kanak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan pada akhir masa kanak-kanak.
Subjek penelitian ini adalah 50 anak berusia 10-13 tahun yang telah tinggal di panti asuhan dalam waktu minimal 6 bulan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala. Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari Skala Penyesuaian Diri dan Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial yang disusun oleh peneliti. Uji reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas 0,8850 untuk Skala Penyesuaian Diri, sedangkan untuk Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial adalah 0,9239. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kedua skala tersebut reliabel.
Data penelitian dianalisis dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan uji satu ekor (one-tailed). Hasil analisis data menyatakan bahwa distribusi data yang ada normal dan mempunyai korelasi yang linear. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,531 dengan P = 0,000. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima, artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan pada akhir masa kanak-kanak.
viii University.
The purpose of this research was to find out the positive correlation between self-adjustment and perception about social support on late childhood orphan. The hypothesis was there is a significant positive correlation between self-adjustment and perception about social support on late childhood orphan. Subjects of this research were fifty children in the age of 10-13 years who have lived in the orphan house at least for six months. The data collection method of this research was using scale. The data collection instruments were Self-Adjustment Scale and Perception About Social Support Scale which were organized by researcher. The reliability coefficient of Self-Adjustment Scale was 0,8850 and 0,9239 for Perception About Social Support Scale. Based on the values of those coefficients, both scales were reliable.
ix bisa melalui masa-masa studi ini. Namun berkat pertolongan Tuhan melalui orang-orang yang hadir di sekeliling saya, saya bisa mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terima kasih banyak bagi:
1. Ibu Agnes Indar E., S.Psi., Psi., M.Si. yang telah membimbing selama 2 semester, terimakasih ya Bu untuk waktu dan kesempatan berkonsultasi. Tuhan memberkati.
2. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. dan Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. yang telah meluangkan waktunya untuk mengevaluasi skripsi ini di ruang
pendadaran. Tuhan memberkati.
3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USD yang telah mendidik dan membagikan ilmunya bagi kami para mahasiswa. Tuhan memberkati.
4. Mas Gandung, Mbak Nani, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Dony yang dengan penuh semangat melayani dan membantu kegiatan akademis para mahasiswa, terimakasih juga. Begitu juga dengan staf dan karyawan USD yang lainnya, Tuhan memberkati.
5. Papa dan Mama yang sudah merawat, mendidik, dan mengasihi sedari aku kecil, terima kasih banyak ya. Meskipun tidak sebanding dengan apa yang telah kalian perbuat untukku, semoga karya ini bisa menghadirkan senyum bahagia di wajah kalian. I love both of you. Tuhan memberkati.
6. Kakakku tersayang Thomas Hendry, how I love and miss u, Bro. Trimakasih buat segalanya. Aku akan selalu ingat bagaimana engkau menjagaku. Skripsi ini ada berkatmu juga. Maafkan kalau aku sering keras kepala dan membuatmu kesal. Aku menyayangimu. Baik-baik di Kalimantan ya!
x
☺
9. K’Sonny, K’Yo, dan semua saudara-saudariku di PMK Ebenhaezer (nggakcukup kalau mau diabsen satu per satu), thx untuk persekutuan yang begitu indah, berdampak, dan menguatkanku. Tetap setia dalam iman. Terus bersaksi dengan perbuatan dan kehidupan kita. GBU all !!!
10. Temen-temen: Otic, Ayu, Prima, Noni, Printa, Ajeng, Haksi, Gothe, Ocha, Sadel, Dony, dan semua anak Psi’03 tanpa terkecuali, semangat terus untuk dapetin cita-cita kalian. Kita pasti bisa!
11. Adek-adekku Alit, Agatha, Andien, Anne, Ita, Inug, Priyo, Wenny, Wida. Kalian menjadikan semester ini lebih ceria, walopun aku sering teraniaya oleh kalian, hiks…hiks… Hehe, becanda ding. Rajin-rajin kuliah ya. GBU
12. Temen-temen KKN (Aning, Dian, Lani, Ulin, Richard, Ronald, Sisil, Taim, Wulan) dan temen baru yang kudapat di Desa Tegal (Deny & Sigit), sueneng buanget bisa mengenal dan ngabisin waktu bersama kalian. Keep in touch… 13. Semua pengasuh dan anak-anak panti asuhan yang telah membantuku dalam
penelitian ini, makasih. Skripsi ini ada berkat kalian. Khusus buat K’Agnes di El Jireh, nice to know and to share with u… Tuhan memberkati.
14. Buat yang tidak disebutkan di sini karena keterbatasan tempat, bukan berarti kalian tidak berarti bagiku. Aku percaya, setiap pribadi yang boleh kukenal merupakan berkat bagiku. Terimakasih untuk segalanya. May God bless u all.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, semoga skripsi ini bermanfaat. Tuhan memberkati kita semua.
Yogyakarta, Juli 2007
xi
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………ii
HALAMAN PENGESAHAN ………...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………....iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...vi
ABSTRAK ………...vii
ABSTRACT ………viii
KATA PENGANTAR ………...ix
DAFTAR ISI ...………..xi
DAFTAR TABEL ………...xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...……….xv
BAB I. PENDAHULUAN ……….1
A. Latar Belakang Masalah ………...1
B. Rumusan Masalah ……….7
C. Tujuan Penelitian ………..7
D. Manfaat Penelitian ………7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………...9
A. Periode Akhir Masa Kanak-kanak ...……….9
xii
b. Tujuan Panti Asuhan ………...13
c. Fungsi dan Peran Panti Asuhan ………...13
2. Sistem Pengasuhan di Panti Asuhan ………...14
C. Penyesuaian Diri ……….………16
1. Pengertian Penyesuaian Diri ………...16
2. Karakteristik Penyesuaian Diri ………...17
3. Faktor-faktor Penyesuaian Diri ...21
. D. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial ……….22
1. Persepsi ...….………...22
a. Pengertian Persepsi .………...22
b. Syarat-syarat Terbentuknya Persepsi ………...23
c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ………...24
2. Dukungan Sosial ………...24
a. Pengertian Dukungan Sosial ...……….24
b. Sumber Dukungan Sosial ….………26
c. Aspek Dukungan Sosial ………...26
d. Manfaat Dukungan Sosial ………29
3. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial ………...30
xiii
B. Identifikasi Variabel Penelitian ...………38
C. Definisi Operasional ...………...38
D.Subjek Penelitian ……...………..40
E. Metode dan Alat Pengumpul Data ..………41
F. Prosedur Pengumpulan Data ………..……….46
G.Validitas dan Reliabilitas ………..………..47
H.Metode Analisis Data ..………....54
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..………...55
A. Orientasi Kancah ..………...55
B. Pelaksanaan Penelitian ..………..58
C. Deskripsi Data Penelitian ..………..59
D. Analisis Data Penelitian ..………62
1. Uji Asumsi ………..………62
2. Uji Hipotesis ………..………..64
E. Pembahasan ..………...65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..………71
A. Kesimpulan …..………..71
B. Saran ……...……….71
DAFTAR PUSTAKA ……..……….73
xiv Tabel 2. Blue-print Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial (Sebelum Uji-
Coba)………...45
Tabel 3. Perbandingan Jumlah Item Skala Penyesuaian Diri (Sebelum dan Setelah Uji-Coba)………...49
Tabel 4. Distribusi ItemSkala Penyesuaian Diri (Untuk Penelitian)………51
Tabel 5. Perbandingan Jumlah Item Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial (Sebelum dan Setelah Uji-Coba).………...52
Tabel 6. Distribusi ItemSkala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial (Untuk Penelitian)………...53
Tabel 7. Karakteristik Usia Subjek Penelitian………..59
Tabel 8. Hasil Analisis Deskriptif……….60
Tabel 9. Norma Kategorisasi Skor………61
Tabel 10. Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri….………..61
Tabel 11. Kategorisasi Skor Persepsi Mengenai Dukungan Sosial………...62
Tabel 12. Hasil Uji Normalitas………..63
Tabel 13. Hasil Uji Linearitas………....64
xv
A. Penyesuaian Diri………...………...77
B. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial………...………....95
Lampiran 2. Data Penelitian……….…………..113
A. Penyesuaian Diri………....113
B. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial……….125
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas…………...139
A. Penyesuaian Diri………...139
B. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial………144
Lampiran 4. Hasil Skor Skala Penyesuaian Diri dan Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial..……….……….149
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas……….………….151
Lampiran 6. Hasil Uji Linearitas………152
Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi………..154
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sebuah media massa memuat berita mengejutkan mengenai peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh seorang siswi kelas 4 SD pada pertengahan tahun 2001. Lysher Loh Jia Hui meninggal dunia setelah terjun dari sebuah apartemen tingkat lima. Anak itu merasa sangat kecewa setelah mendapat ranking ketiga (Olivia, 2004). Tindakan bunuh diri anak berusia 10 tahun ini hanya salah satu dari sekian banyak kasus bunuh diri anak yang akhir-akhir ini banyak diberitakan. Dapat dikatakan bahwa kasus ini terjadi akibat kegagalan anak melakukan penyesuaian terhadap pribadinya sendiri yaitu tidak bisa menerima keadaan dirinya.
Fenomena lain dapat menunjukkan adanya problem kesulitan anak dalam melakukan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Dalam beberapa waktu terakhir, jumlah anak-anak yang menjadi pelaku tindak kriminal meningkat pesat, bahkan sudah tidak dapat dihitung dengan jari lagi. Anak-anak yang masih berusia belasan tahun menjadi pelaku pencurian kendaraan bermotor, menggunakan obat-obatan terlarang, bahkan ada pula yang melakukan tindakan pemerkosaan. Saat ini, narapidana anak-anak berusia di bawah 18 tahun di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 3000 orang (Hnr, 2006).
Pada periode akhir masa kanak-kanak, anak sedang mengalami kondisi-kondisi sulit yang sangat mempengaruhi penyesuaian dirinya. Kesulitan tersebut dirasakan antara lain karena adanya tuntutan dan harapan dari sekolah yang baru dimasukinya, masalah relasi dengan orang di sekitarnya, dan juga pada tahun-tahun menjelang berakhirnya masa kanak-kanak yang disebabkan oleh ketidakseimbangan akibat perubahan fisik (Hurlock, 1999; Santrock, 2002).
Di sisi lain, Havighurst (dalam Hurlock, 1999) justru mengatakan bahwa melakukan penyesuaian diri merupakan salah satu tugas perkembangan (developmental task) yang harus dipenuhi pada akhir masa kanak-kanak. Penyesuaian diri mengacu pada seberapa jauh kepribadian seseorang berfungsi efisien secara pribadi maupun sosial untuk mencapai keserasian antara diri dan lingkungan. Secara pribadi anak membangun sikap yang sehat untuk menerima dirinya sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh, sedangkan secara sosial anak belajar menyesuaikan diri dengan hal-hal di luar dirinya
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan, kehidupan perkawinan, maupun dalam bermasyarakat.
Kegagalan melakukan penyesuaian diri dapat menyebabkan penderitaan dan ketidakmampuan anak untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup. Anak-anak yang kurang mampu menyesuaikan diri pada umumnya menjadi anak yang lebih tertutup, labil emosinya, dan mengalami kesukaran dalam hubungan dengan orang lain. Seperti yang telah digambarkan di awal, dampak dari penyesuaian diri yang buruk beragam bentuknya, mulai dari terganggunya kondisi fisik akibat stres, keterlibatan anak dalam tindakan kriminal, sampai pada tindakan bunuh diri.
Menurut Gunarsa (1995), penyesuaian diri anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertama, sifat-sifat mendasar yang dimiliki individu sejak lahir, artinya ada anak yang mengalami kesukaran penyesuaian diri karena sifat pemalu, pendiam, tidak banyak bicara, dan sukar mengemukakan pendapat. Kedua, kebutuhan-kebutuhan pribadi individu, artinya kebutuhan-kebutuhan yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya akan mempengaruhi cara bertingkah laku dan cara menyesuaikan diri terhadap tujuan atau objeknya. Ketiga, pembentukan kebiasaan dari lingkungan, artinya lingkungan diharapkan bisa memberikan batas-batas tertentu, memberikan bantuan, dan melatih anak untuk bisa menyesuaikan diri.
emosional, informasi-informasi tertentu, maupun penilaian positif tentang dirinya. Dukungan sosial dapat bersumber dari siapa saja yang ada di lingkungan sekitarnya, namun figur terdekat di mana anak bisa memperoleh dukungan sosial adalah orang tua. Orang tua merupakan significant other yang paling berarti sekaligus menjadi tempat pertama bagi anak mengalami interaksi sosial karena anak paling banyak menghabiskan waktu dengan orang tua. Di samping itu, orang tua menjadi figur yang dapat memberikan bimbingan perilaku yang tepat dengan tetap menerima anak apa adanya. Dengan kata lain, orang tua mampu berperan sebagai pemberi dukungan sosial yang sangat dibutuhkan anak.
Bila anak mempunyai persepsi bahwa ada orang tua yang dapat diandalkan untuk memperoleh dukungan sosial dan bahwa kebutuhannya akan terpenuhi dengan dukungan sosial tersebut, ia akan merasa diterima, dihargai, dicintai, dan dipedulikan sehingga selanjutnya anak akan membentuk konsep diri yang positif. Menurut Hurlock (1992), semakin kuat dan banyak orang yang menyukai dan menerima dirinya, anak akan semakin kuat pula menerima dirinya, yang berarti konsep diri anak semakin positif. Selain itu, saat anak menghadapi masalah dan tekanan dalam hidupnya, anak memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat mengandalkan orang tua untuk menolongnya mengatasi masalah tersebut. Hal ini tentu sangat menunjang penyesuaian pribadi dan sosial yang baik.
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara dukungan sosial dan penyesuaian diri.
Hal yang memprihatinkan adalah realitas bahwa tidak setiap anak memperoleh kesempatan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang dalam asuhan keluarga utuh yang ideal. Pada tahun 2003, tercatat ada 4,12 juta anak terlantar di Indonesia yang terdiri dari 1,14 juta balita dan 2,98 juta anak berusia 6-18 tahun (Departemen Koordinasi Kesejahteraan Rakyat, 2004). Di Propinsi DIY terdapat 14.947 anak terlantar pada tahun 2004 (Dinas Sosial Propinsi DIY, 2004). Anak-anak ini kehilangan sosok orangtuanya. Penyebab ketelantaran Anak-anak-Anak-anak ini beranekaragam. Ada yang terpisah dari orang tua karena kematian, ada yang terpisah dari keluarga karena suatu bencana, bahkan ada anak yang terlantar karena keluarganya tidak sanggup menghadapi tekanan ekonomi maupun masalah internal lainnya.
Hingga saat ini, terdapat banyak lembaga sosial yang peduli terhadap nasib anak-anak terlantar, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah yang berbentuk panti asuhan. Berdasarkan data Dinas Sosial Propinsi DIY (2004), pada tahun 2004 telah berdiri 59 panti asuhan dengan 3778 anak asuh di Propinsi DIY. Panti-panti asuhan tersebut memberikan pelayanan berupa fasilitas, bimbingan, dan asuhan dari para pengasuh yang berperan sebagai pengganti orang tua mereka. Anak-anak tersebut dibina agar menjadi pribadi yang mandiri, bertanggungjawab, dan berguna bagi masyarakat dan bangsa.
mendukung, yang sebelumnya tidak diperoleh anak di luar panti asuhan. Namun, kondisi lingkungan panti akan sangat jauh berbeda dengan kondisi lingkungan keluarga sendiri. Dalam situasi demikian, timbulnya masalah penyesuaian diri pada anak panti asuhan sangat mungkin terjadi. Dalam sebuah studi kasus yang dilakukan terhadap anak Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah Serangan Yogyakarta disimpulkan bahwa masalah yang sering timbul sebagai wujud dari penyesuaian diri yang buruk di antaranya adalah kepercayaan diri yang rendah, sikap tidak disiplin, pertengkaran dengan sesama anak asuh di panti, dan ketidakcocokan dengan pembina panti (Rusmiyati, 1999).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan bahwa masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan pada periode akhir masa kanak-kanak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan pada periode akhir masa kanak-kanak.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat praktis
Jika hipotesis dalam penelitian ini dapat dibuktikan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bagi para pekerja sosial panti asuhan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya mengenai pentingnya persepsi anak panti asuhan bahwa dirinya mendapat dukungan sosial, agar selanjutnya mampu berperan serta dalam memberikan dukungan sosial sesuai dengan kebutuhan anak-anak tersebut demi optimalisasi kemampuan penyesuaian dirinya.
2. Manfaat teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi ilmu pengetahuan psikologi, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan anak mengenai penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan di akhir masa kanak-kanak.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Periode Akhir Masa Kanak-kanak
1. Pengertian dan Karakteristik Periode Akhir Masa Kanak-kanak Periode akhir masa kanak-kanak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saat individu menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun pada wanita dan 14 tahun pada laki-laki (Hurlock, 1992).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang terungkap dalam Santrock (2002), periode akhir masa kanak-kanak ditandai oleh terjadinya perkembangan dalam tiga domain utama, yaitu:
a. Perkembangan fisik
lebih baik pada ketrampilan-ketrampilan motorik kasar, sedangkan anak perempuan lebih baik pada ketrampilan-ketrampilan motorik halus.
b. Perkembangan kognitif
Pada masa ini, perkembangan kognitif anak sudah semakin matang, yang ditandai oleh perubahan kemampuan intelektual. Atensi (perhatian) meningkat secara dramatis. Memori jangka panjang bertambah seiring dengan pertambahan usia. Informasi yang diterima anak dapat diorganisasikan secara spontan untuk diingat. Kemampuan berbahasa anak semakin maju. Penalaran logis dan ketrampilan analitis yang dimiliki membantu anak untuk menganalisis dan memahami konstruksi kata-kata. Dengan demikian, anak dapat memahami berbagai kata-kata meskipun kata-kata tersebut tidak berkaitan langsung dengan pengalaman pribadinya, sehingga perbendaharaan kata-katanya terus meningkat. c. Perkembangan sosioemosional
sendiri, mengadopsi standar-standar perilaku yang sesuai, dan menghindari resiko-resiko yang membahayakan.
2. Tugas Perkembangan Periode Akhir Masa Kanak-kanak Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas berikutnya, namun akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas berikutnya jika gagal.
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menguraikan bahwa tugas-tugas perkembangan pada periode akhir masa kanak-kanak meliputi:
a. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
e. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung
f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga- lembaga
i. Mencapai kebebasan pribadi
Beberapa tugas perkembangan tersebut muncul sebagai hasil kematangan fisik dan sebagian tugas lainnya berkembang dari tekanan budaya masyarakat. Jadi, seorang anak yang sedang berada pada periode akhir masa kanak-kanak harus mampu untuk melakukan tugas-tugas perkembangan pada tahap ini agar anak semakin mudah dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan di masa selanjutnya.
B. Anak Panti Asuhan 1. Panti Asuhan a. Pengertian Panti Asuhan
b. Tujuan Panti Asuhan
Menurut Departemen Sosial (dalam Nainggolan, 2003), tujuan dari panti asuhan adalah:
1. Agar anak asuh dapat menjadi warga masyarakat dan negara yang hidup layak dan mandiri, serta penuh tanggung jawab baik terhadap diri sendiri, keluarga maupun orang lain.
2. Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak-anak asuh agar terpenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosialnya.
3. Memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak asuh atau masyarakat agar mampu hidup layak.
4. Mewujudkan kader bangsa yang berkepribadian Pancasila.
c. Fungsi dan Peran Panti Asuhan
Panti asuhan memiliki peranan dalam menciptakan suasana kekeluargaan sehingga anak asuh dapat merasakan hubungan harmonis yang diciptakan oleh para pengasuh. Anak asuh dalam panti asuhan merasakan hubungan kasih sayang dan perhatian, baik dari sesama anak asuh (hubungan kakak-adik) maupun dengan para pengasuh (hubungan orang tua-anak).
Sebagaimana keluarga berfungsi sebagai sarana sosialisasi dan afeksi, maka panti asuhan sebagai pengganti keluarga selayaknya juga dapat berperan sebagai sarana sosialisasi dan afeksi bagi anak asuhnya. Dengan kata lain, panti asuhan memiliki tanggung jawab yang sama dengan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar terutama pemenuhan kebutuhan kasih sayang pada anak. Bila di dalam panti asuhan tercipta suasana kekeluargaan, maka anak panti asuhan akan merasa betah karena anak merasa seperti tinggal bersama dalam sebuah keluarga.
Jadi, panti asuhan selayaknya mampu menjalankan fungsi dan peranannya dengan baik karena hal itu sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak asuh secara optimal.
2. Sistem Pengasuhan di Panti Asuhan
Dalam panti asuhan, anak-anak berinteraksi dengan pengasuh yang berperan dalam merawat, mendidik, dan membimbing mereka. Banyaknya jumlah anak yang tinggal di dalam panti juga memberi kesempatan pada anak untuk bergaul dan menjalin interaksi dengan sesama anak asuh, baik yang sebaya, yang berusia lebih muda, maupun yang berusia lebih tua.
C. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri
Schneiders (1964) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan baik respon mental maupun perilaku individu untuk memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan frustrasi dan konflik agar tidak menimbulkan pertentangan antara tuntutan dari dalam diri individu dan dari lingkungan. Penyesuaian diri merupakan suatu proses untuk belajar memahami, mengerti, dan berusaha melakukan apa yang diinginkan oleh dirinya maupun oleh lingkungannya.
Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya, dapat mempertahankan eksistensinya, serta memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah. Selain itu, penyesuaian diri juga berarti bahwa individu dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan-tuntutan sosial.
Gerungan (2000) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah diri sendiri sesuai dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikis, dan lingkungan rohaniah.
terhadap dirinya dan percaya pada dirinya sendiri, sedangkan penyesuaian sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sosial, tempat individu hidup dan berinteraksi dengannya.
Vembriarto (1993) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses di mana individu menunjukkan perilaku tertentu sebagai reaksi atas tuntutan-tuntutan terhadap dirinya, yang terdiri dari tuntutan internal dan eksternal. Tuntutan internal berupa dorongan atau kebutuhan dari dalam, misalnya kebutuhan makan, minum, seks, penghargaan sosial, persahabatan, dan kecintaan. Tuntutan eksternal adalah tuntutan yang berasal dari luar diri, misalnya keadaan iklim, lingkungan alam, individu lain, dan masyarakat. Penyesuaian dilakukan dengan mengubah atau menahan impuls dalam diri, maupun dengan mengubah tuntutan atau kondisi lingkungan.
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu kemampuan pengelolaan mental dan tingkah laku individu dalam mencapai keselarasan dan keharmonisan terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan, baik dengan mengubah diri sesuai lingkungan maupun mengubah lingkungan sesuai dirinya.
2. Karakteristik Penyesuaian Diri
a. Kepuasan psikis
Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis di mana individu menjadi riang, senang, tenang, dan aman, sedangkan penyesuaian diri yang gagal akan menimbulkan rasa tidak puas yang tampak dalam bentuk rasa kecewa, gelisah, lesu, dan depresi.
b. Efisiensi kerja
Penyesuaian diri yang berhasil akan tampak dalam kerja atau kegiatan yang efisien. Individu dapat melakukan pekerjaan atau kegiatan dengan baik dan positif, sedangkan yang gagal tampak dalam kerja atau kegiatan yang tidak efisien.
c. Gejala-gejala fisik
Individu yang berhasil menyesuaikan diri memiliki kondisi fisik yang relatif baik dan sehat, sedangkan individu yang gagal menyesuaikan diri akan menunjukkan gejala-gejala fisik yang kurang baik dan kurang sehat, seperti pencernaan terganggu, sakit perut, kepala pusing, atau gatal-gatal.
d. Penerimaan sosial
Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang normal dicirikan dengan karakteristik:
a. Tidak ada emosi berlebihan
Individu memperlihatkan kontrol dan ketenangan emosi yang memungkinkannya menghadapi permasalahan secara inteligen, serta dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah saat ada hambatan. Emosi mungkin tetap ada, namun ada kemampuan untuk mengontrolnya ketika mengalami situasi tertentu.
b. Merespon masalah dengan cara yang normal
Dalam menyelesaikan suatu masalah, individu merespon secara normal. Mekanisme pertahanan diri mungkin tetap ada, namun diikuti oleh tindakan nyata untuk mengatasi kondisi tersebut. Saat mengalami kegagalan, individu bersedia mengakui kegagalan itu dan kembali berusaha mencapai tujuannya. Individu disebut mengalami gangguan penyesuaian bila menghadapi kegagalan dengan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.
c. Tidak ada frustrasi personal
perasaan, motivasi, dan tingkah lakunya untuk menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri
Individu mempunyai kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik, serta kemampuan mengorganisasikan pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk pemecahan masalah dalam kondisi sulit sekalipun.
e. Kemampuan belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu
Individu memiliki kemampuan untuk belajar secara berkesinambungan dari pengalaman sebelumnya di mana ia mampu mengatasi situasi konflik dan stres. Dalam proses belajar tersebut, individu melakukan analisis tentang faktor-faktor yang membantu maupun yang mengganggu penyesuaian dirinya.
f. Sikap realistik dan objektif
Sikap ini bersumber dari belajar, pengalaman, pemikiran yang rasional, dan kemampuan untuk menilai situasi, masalah, atau keterbatasan individu sesuai kenyataan yang sesungguhnya.
Berdasarkan empat karakteristik yang dikemukakan oleh Vembriarto (1993) dan dilengkapi dengan beberapa karakteristik dari Schneiders (1964), dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang baik ditandai oleh:
a. Kepuasan psikis
c. Gejala-gejala fisik
d. Penerimaan sosial
e. Merespon masalah dengan cara yang normal
f. Kemampuan belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu
3. Faktor-faktor Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (1995), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri anak yaitu:
a. Sifat-sifat mendasar yang dimiliki individu sejak lahir
Setiap anak memiliki sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Anak yang memiliki sifat pemalu, pendiam, tidak banyak bicara, atau sukar mengemukakan pendapat mungkin akan lebih mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dibandingkan anak yang tidak bersifat demikian.
b. Kebutuhan-kebutuhan pribadi individu
Kebutuhan yang berbeda-beda antar anak akan mempengaruhi cara menyesuaikan diri terhadap tujuan atau objeknya. Kebutuhan ini tidak hanya terkait dengan hal-hal yang bersifat psikis, namun juga terkait dengan kebutuhan akan rasa aman, terlindungi, kebutuhan diterima orang lain, dan kebutuhan lain yang sifatnya sangat pribadi.
c. Pembentukan kebiasaan dari lingkungan
memberikan batas-batas tertentu, memberikan bantuan, dan melatih anak untuk bisa melakukan penyesuaian diri.
D. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial
1. Persepsi a. Pengertian Persepsi
Setiap hari selalu ada stimulus-stimulus yang diterima oleh alat indra manusia. Stimulus-stimulus tersebut akan dipersepsi oleh individu yang menerimanya. Persepsi adalah proses di mana manusia melakukan pengorganisasian dan penafsiran terhadap pola-pola stimulus yang didapatkan (Atkinson, Atkinson, Smith, & Bem, 2003). Menurut Kartono dan Gulo (2003), persepsi merupakan proses di mana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya.
Pendapat di atas senada dengan pandangan Desiderato (dalam Rakhmat, 2003) bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi melibatkan sensasi, yaitu proses menangkap stimulus dengan menggunakan alat-alat indra. Namun, penafsiran makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektansi, motivasi, dan memori. Semua unsur ini digabungkan sehingga akhirnya terbentuk interpretasi pada diri subjek mengenai apa yang telah dialaminya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah sebuah kesadaran individu terhadap objek dan kejadian di sekitarnya yang dipengaruhi oleh penilaian, pengalaman, keyakinan, dan aspek-aspek lain yang terdapat dalam dirinya.
b. Syarat-syarat Terbentuknya Persepsi
Menurut Walgito (2003), terdapat beberapa hal yang harus ada untuk menyadari dan membentuk persepsi, yaitu:
1. Objek yang dipersepsi
Objek sebagai stimulus yang mengenai alat indra. 2. Alat indra (reseptor)
Alat indra (reseptor) merupakan alat untuk menerima stimulus. 3. Perhatian (attention)
c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Oskamp (dalam Sadli, 1976) mengemukakan empat karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang: 1. Faktor ciri khas dari objek stimulus, yang terdiri dari nilai (nilai dari objek
bagi individu), arti emosional (seberapa jauh stimulus mempengaruhi individu), familiaritas (seberapa jauh stimulus dikenali individu), dan intensitas (berhubungan dengan derajat kesadaran individu mengenai stimulus).
2. Faktor pribadi, termasuk taraf kecerdasan, minat, emosionalitas, dll.
3. Faktor pengaruh kelompok, yaitu respon-respon dari orang lain yang mempengaruhi arah tingkah laku.
4. Faktor perbedaan latar belakang kultural, meliputi variabel-variabel sosial individu.
Jadi, persepsi adalah proses mengenali dan menyadari suatu objek atau stimulus yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu, sehingga selanjutnya dihasilkan sikap dan perilaku yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain dalam menanggapi stimulus tersebut.
2. Dukungan Sosial a. Pengertian Dukungan Sosial
hidup tanpa orang lain. Manusia membutuhkan orang lain untuk saling memberikan dukungan sosial, terutama di saat menghadapi kesulitan.
Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994), dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial ditandai oleh setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang mempersiapkan persepsi subjek bahwa ia penerima efek positif, penegasan, atau bantuan. Gottlieb juga menambahkan (dalam Kuntjoro, 2002) bahwa orang yang memperoleh dukungan sosial merasa lega secara emosional karena diperhatikan dan mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Sarason (dalam Kuntjoro, 2002) mengungkapkan pendapat senada bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, dan kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi kita.
Dari beberapa pandangan para ahli tersebut, disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya yang berada dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai.
b. Sumber Dukungan Sosial
Dukungan sosial dapat diperoleh individu dari siapa saja yang ada di lingkungan sekitarnya. Menurut Rook dan Dooley (dalam Kuntjoro, 2002), ada dua sumber dukungan sosial, yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan sosial natural bersifat non-formal yang diterima secara spontan dari orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman dekat, atau relasi. Dukungan sosial artifisial berupa dukungan yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
c. Aspek Dukungan Sosial
Weiss (dalam Sears, Peplau, & Freedman, 1994; Kuntjoro, 2002) mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”. Setiap komponen dapat berdiri sendiri, namun juga saling berhubungan satu sama lain. Keenam komponen tersebut terdiri dari:
1. Kelekatan emosional (Emotional Attachment)
tenteram, dan damai yang ditunjukkan dengan sikap yang tenang dan bahagia. Dukungan seperti ini paling sering dan umum diperoleh dari pasangan hidup, anggota keluarga, teman dekat, sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.
2. Integrasi sosial (Social Integration)
Jenis dukungan sosial ini memungkinkan individu memperoleh perasaan memiliki dan dimiliki oleh suatu kelompok, yang memungkinkannya untuk berbagi hal-hal umum dan pribadi seperti minat, perhatian, dan melakukan aktivitas bersama-sama.
3. Adanya pengakuan (Reassurance of Worth)
Jenis dukungan sosial ini diperoleh bila individu diberi pengakuan dan diberi penghargaan atas kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance)
Jenis dukungan sosial ini berupa jaminan bahwa individu memiliki ikatan dengan orang di sekitarnya yang dapat diandalkan dan dipercaya, sehingga ada orang yang akan membantu ketika individu membutuhkannya.
5. Bimbingan (Guidance)
6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)
Jenis dukungan sosial ini diperoleh bila individu merasa bahwa dirinya dibutuhkan dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan McKay, Cutrona dan Russell, House, Schaefer, Coyne, dan Lazarus, serta Wills (dalam Sarafino, 1990), dukungan sosial dapat digolongkan ke dalam lima jenis yang terdiri dari:
1. Dukungan emosional (Emotional Support)
Diungkapkan dalam bentuk empati, kepedulian, dan perhatian terhadap seseorang yang akan memberikan perasaan nyaman, pengakuan, rasa memiliki, dan dicintai.
2. Dukungan keberhargaan (Esteem Support)
Terjadi melalui ungkapan penghargaan positif, dorongan untuk maju, atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan seseorang, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain untuk membangun harga diri individu tersebut.
3. Dukungan instrumental (Tangible or Instrumental Support)
4. Dukungan informasional (Informational Support)
Meliputi pemberian nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik mengenai bagaimana cara untuk melakukan sesuatu.
5. Dukungan jaringan (Network Support)
Memberikan perasaan menjadi anggota dari sekelompok orang yang berbagi minat dan aktivitas sosial.
Jadi, dukungan sosial dapat diberikan kepada seseorang dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi oleh si penerima dukungan, baik berupa dukungan emosi, penghargaan, bantuan langsung, informasi, maupun dukungan jaringan.
d. Manfaat Dukungan Sosial
Sears et al. (1994) mengatakan bahwa individu adalah makhluk sosial yang selalu ingin berhubungan satu sama lain, sehingga dukungan sosial sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan. Pendapat ini didukung oleh Sears, Peplau, & Taylor (2000) yang mengungkapkan bahwa proses dukungan adalah dimensi yang penting dalam hubungan interpersonal dan memberikan keuntungan dalam mengatasi masalah psikologis.
Menurut Wills (dalam Sears et al., 2000), ada beberapa manfaat dukungan sosial yaitu:
2. Dukungan informasional bermanfaat memberi informasi yang relevan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan alternatif penyelesaiannya.
3. Dukungan instrumental bermanfaat memberi bantuan dalam bentuk materi atau penyelesaian masalah.
4. Dukungan emosional memberi keyakinan bahwa masalah yang dihadapi seseorang dapat terselesaikan.
Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial bermanfaat dan penting dalam hidup seseorang. Dukungan sosial yang diterima dari orang lain menimbulkan perasaan bahwa dirinya diterima orang lain, apalagi bila dukungan yang diterima tepat untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh individu.
3. Persepsi Mengenai Dukungan Sosial
Setiap dukungan sosial yang diterima seseorang dari orang-orang di sekitarnya akan membentuk persepsi pada diri individu, sebagai hasil dari pengenalan dan kesadaran akan bantuan yang diterima itu. Persepsi yang muncul dipengaruhi oleh aspek-aspek individual, misalnya pengalaman terdahulu, emosionalitas, nilai-nilai yang dianut, dll. Oleh karena itu, persepsi setiap orang dalam menerima dukungan sosial berbeda-beda.
membutuhkan bantuan. Secara kualitas, individu mempersepsikan apakah kebutuhannya akan terpenuhi dengan dukungan sosial yang diterimanya.
Buntoro (2005) meneliti hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan kecemasan mahasiswa dalam menghadapi skripsi. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa mahasiswa yang merasa bahwa banyak yang memberikan dukungan sosial kepadanya akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah. Sebaliknya, individu yang merasa bahwa dukungan sosial yang diterimanya sedikit akan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.
Jadi, persepsi mengenai dukungan sosial adalah pengenalan dan kesadaran individu mengenai kuantitas dan kualitas bantuan atau pertolongan yang diperoleh dari orang lain. Dukungan sosial yang diterima akan bermakna bagi seseorang apabila ia mempunyai persepsi yang positif mengenai keberadaan maupun ketepatan dukungan tersebut.
E. Hubungan antara Penyesuaian Diri dan Persepsi Mengenai Dukungan Sosial pada Anak Panti Asuhan
memasuki suatu situasi lingkungan yang baru yaitu sekolah. Anak mengalami perubahan dari seorang anak panti menjadi anak sekolah, di mana anak menghadapi tuntutan, peran, dan kewajiban yang baru sebagai murid. Santrock (2002) juga mengatakan bahwa seiring dengan semakin luasnya lingkungan yang dimasuki, anak berinteraksi dengan semakin banyak orang. Selain berinteraksi dengan lingkungan panti yang sudah dikenal sebelumnya, anak juga harus belajar menjalin relasi dengan figur-figur yang baru dikenalnya yaitu orang-orang dewasa di luar panti maupun dengan teman-teman di sekolah. Anak sangat menginginkan penerimaan dari orang lain, maka anak berusaha keras agar dirinya disukai. Hal ini dapat menjadi tekanan bagi diri anak. Selain itu, anak juga mengalami kondisi sulit pada tahun-tahun terakhir periode akhir masa kanak-kanak akibat terjadinya perubahan fisik yang menonjol, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku anak (Hurlock, 1999).
bisa diandalkan saat ia membutuhkan bantuan, dan bantuan yang diterimanya adalah tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Sebaliknya, individu akan membentuk persepsi negatif apabila ia merasa hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak sama sekali, atau bila dukungan yang diterima tidak tepat untuk membantunya mengatasi masalah yang dialami.
Bagi anak panti asuhan yang tidak berkesempatan tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga, sumber dukungan sosial yang paling signifikan adalah lingkungan panti asuhan tempat ia tinggal yang terdiri dari para pengasuh maupun kakak dan adik asuh. Walaupun demikian, kondisi panti asuhan tentu memiliki kondisi yang berbeda dengan kondisi lingkungan keluarga sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Rusmiyati (1999) dalam penelitiannya yang menghasilkan kesimpulan bahwa anak panti asuhan kurang mampu melakukan penyesuaian diri.
sikap yang baik dan positif, anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif (Rini, 2002).
Rini (2002) mengungkapkan bahwa individu dengan konsep diri positif mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis. Ia menjadi lebih optimis, penuh percaya diri, dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan dijadikan sebagai pelajaran berharga untuk melangkah. Orang dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang, sehingga mendukung terbentuknya kemampuan penyesuaian pribadi.
Konsep diri yang positif juga mendorong anak untuk terlibat dan ikut serta dalam hubungan sosial karena anak merasa bahwa dirinya pantas untuk diterima dan dicintai oleh orang lain. Permasalahan-permasalahan yang kemudian muncul dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya tidak membuat anak mundur, tapi justru memperkuat motivasi anak untuk belajar melakukan penyesuaian diri untuk mencapai hubungan yang harmonis dengan orang-orang di sekelilingnya, sampai anak sungguh-sungguh berhasil melakukan penyesuaian sosial.
bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak mampu bangkit dari kegagalan, dan tidak menarik bagi orang lain. Pandangan yang demikian menyebabkan anak merasa inferior, kurang percaya diri, mudah menyerah, dan cenderung menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain atas kegagalan yang dialaminya pada suatu saat. Sikap-sikap tersebut akan membentuk penyesuaian pribadi dan sosial yang rendah.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Herdiana (2004) menegaskan uraian di atas. Penelitian ini meneliti mengenai hubungan antara dukungan sosial dan penyesuaian diri pada remaja awal berusia 12-15 tahun yang berstatus pelajar SMP. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja awal yang mendapat dukungan sosial lebih dapat menyesuaikan diri dibandingkan remaja awal yang kurang mendapat dukungan sosial.
SKEMA HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DAN PERSEPSI MENGENAI DUKUNGAN SOSIAL
PADA ANAK PANTI ASUHAN
Anak Panti Asuhan pada Akhir Masa
Kanak-Kanak Masalah-masalah yang
dihadapi pada akhir masa kanak-kanak: a. Masalah sekolah b. Masalah relasi dengan orang lain c. Masalah perubahan fisik, dll.
Persepsi Mengenai Dukungan Sosial Positif:
a. Dukungan emosional b. Dukungan keberhargaan c. Dukungan instrumental d. Dukungan informasional e. Dukungan jaringan
Perasaan Penerimaan Oleh Orang Lain
Konsep Diri Positif
F. Hipotesis Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang
bertujuan menentukan apakah terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih,
serta seberapa jauh hubungan antara variabel-variabel tersebut (Kuncoro, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif yang
signifikan antara penyesuaian diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak
panti asuhan pada periode akhir masa kanak-kanak.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian (Suryabrata, 2006). Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada
dua macam, yaitu:
1. Variabel bebas (independen) : persepsi mengenai dukungan sosial
2. Variabel tergantung (dependen) : penyesuaian diri
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi pernyataan secara jelas dan
akurat mengenai bagaimana suatu konsep dan konstruk tersebut diukur.
Mengoperasionalkan atau mendefinisi-operasionalkan suatu konsep agar dapat
karakteristik yang ditunjukkan oleh suatu konsep (Hermawan, 2004). Definisi
operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Persepsi mengenai dukungan sosial, adalah pengenalan dan kesadaran individu
mengenai kuantitas dan kualitas bantuan atau pertolongan yang diperoleh dari
orang lain, yang diukur dengan menggunakan skala persepsi mengenai
dukungan sosial. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, berarti persepsi
subjek mengenai dukungan sosial semakin positif. Menurut Sarafino (1990),
dukungan sosial dapat digolongkan ke dalam lima jenis, yaitu:
a. Dukungan emosional (Emotional Support)
b. Dukungan keberhargaan (Esteem Support)
c. Dukungan instrumental (Tangible or Instrumental Support)
d. Dukungan informasional (Informational Support)
e. Dukungan jaringan (Network Support)
2. Penyesuaian diri, adalah kemampuan mengelola mental dan tingkah laku
individu dalam mencapai keselarasan dan keharmonisan terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap lingkungannya untuk mencapai kepuasan dan
kebahagiaan, yang diukur dengan menggunakan skala penyesuaian diri.
Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, berarti semakin tinggi pula
penyesuaian diri yang dimiliki subjek. Berdasarkan empat karakteristik yang
dikemukakan oleh Vembriarto (1993) dan dilengkapi dengan beberapa
a. Kepuasan psikis
b. Efisiensi kerja
c. Gejala-gejala fisik
d. Penerimaan sosial
e. Merespon masalah dengan cara yang normal
f. Kemampuan belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu
D. Subjek Penelitian
Populasi adalah seluruh kelompok orang, peristiwa, atau benda yang
menjadi pusat perhatian peneliti untuk diteliti (Hermawan, 2004). Populasi yang
hendak diteliti adalah anak-anak panti asuhan yang sedang berada pada periode
akhir masa kanak-kanak, yaitu berusia antara 6-13 tahun (wanita) dan 6-14 tahun
(laki-laki). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan
ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2001).
Secara rinci, subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Anak yang telah tinggal di panti asuhan minimal selama 6 bulan.
Peneliti memilih anak panti asuhan sebagai subjek sesuai dengan
tujuan penelitian karena mengingat bahwa kondisi lingkungan panti akan
berbeda dengan kondisi lingkungan keluarga sendiri, yang selanjutnya dapat
Alasan peneliti membatasi waktu minimal 6 bulan keberadaan anak di
panti asuhan adalah supaya ada rentang waktu yang cukup memadai bagi anak
untuk membentuk persepsi mengenai dukungan sosial yang diterimanya
selama menjalani pengasuhan di panti asuhan.
2. Anak sedang berada pada periode akhir masa kanak-kanak berusia 10-13
tahun.
Peneliti memilih subjek yang sedang berada pada periode akhir masa
kanak-kanak karena mengingat bahwa melakukan penyesuaian diri merupakan
salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada akhir masa
kanak-kanak. Pemilihan usia 10-13 tahun dilakukan dengan pertimbangan bahwa
anak pada usia demikian umumnya sudah memiliki kemampuan kognitif
maupun kemampuan bahasa yang memadai untuk memahami dan mengisi
skala yang dijadikan sebagai alat pengumpul data, sehingga data yang
didapatkan oleh peneliti dapat dipertanggungjawabkan.
E. Metode dan Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah skala yang diisi sendiri oleh subjek. Skala sikap merupakan kumpulan
pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap, di mana dari respon pada
setiap pernyataan itu dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap subjek
(Azwar, 2005). Skala dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti sesuai
dengan tujuan penelitian berdasarkan metode Summated Ratings, yaitu metode
penentuan nilai skalanya (Gable dalam Azwar, 2005). Skala dalam penelitian ini
menggunakan tiga alternatif jawaban, yaitu: Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang
(K), dan Sering (S).
Pada item-item favorabel, skor yang diberikan adalah: Tidak Pernah
mendapat skor 0, Kadang-kadang (K) mendapat skor 1, dan Sering (S) mendapat
skor 2. Pada item-item unfavorabel, skor yang diberikan adalah: Tidak Pernah
(TP) mendapat skor 2, Kadang-kadang (K) mendapat skor 1, dan Sering (S)
mendapat skor 0.
Skala yang dipakai dalam penelitian ini ada dua macam yaitu:
1. Skala penyesuaian diri
Skala penyesuaian diri terdiri dari 60 item pernyataan, yaitu 30 item
favorabel dan 30 item unfavorabel yang disusun berdasarkan karakteristik
penyesuaian diri yang diungkapkan oleh Vembriarto (1993) dan dilengkapi
Tabel 1
Blue-print Skala Penyesuaian Diri (Sebelum Uji-Coba) Item
Aspek
Favorabel Unfavorabel Jumlah
Item Persentase Kepuasan psikis
a. Suasana hati riang dan senang
b.Perasaan aman, nyaman, dan
tenang
19, 28, 39,
50, 54
14, 25, 43,
45, 55
10 16,66 %
Efisiensi kerja
a.Mampu mengikuti pelajaran di
sekolah
b.Bisa membagi waktu dengan
baik
c.Mampu melakukan pekerjaan
sehari-hari
6, 10, 23,
32, 49
13, 27, 37,
42, 57
10 16,66 %
Gejala-gejala fisik
a.Kondisi tubuh prima
b.Tidak menunjukkan
gejala-gejala sakit
3, 20, 36,
41, 46
4, 12, 17,
29, 59
10 16,66 %
Penerimaan sosial
a.Memiliki teman-teman
b.Tindakan mendapat
persetujuan dari orang lain
1, 30, 35,
38, 40
7, 16, 33,
48, 51
10 16,66 %
Merespon masalah dengan cara
yang normal
a.Mau mengakui dan menerima
kelemahan, kegagalan, atau
kesalahan diri
b.Terus berusaha untuk
9, 34, 44,
52, 53
8, 18, 22,
31, 47
mencapai tujuan
Kemampuan belajar dan
memanfaatkan pengalaman masa
lalu
a.Mampu memahami pelajaran
yang didapat dari peristiwa
yang pernah dialami
sebelumnya
b.Mampu memperbaiki diri
berdasarkan pelajaran yang
didapat dari peristiwa yang
pernah dialami sebelumnya
15, 21, 24,
56, 58
2, 5, 11,
26, 60
10 16,66 %
Jumlah 30 30 60 100 %
2. Skala persepsi mengenai dukungan sosial
Skala persepsi mengenai dukungan sosial berisi 60 item pernyataan yang terdiri dari
30 item favorabel dan 30 item unfavorabel yang disusun berdasarkan lima aspek dukungan
sosial yang diungkapkan oleh Sarafino (1990) dengan distribusi item seperti dapat dilihat
Tabel 2
Blue-print Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial (Sebelum Uji-Coba) Item Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah Item Persentase Dukungan emosional
a. Ungkapan empati
b.Kepedulian
c. Perhatian
3, 11, 22, 30,
51, 52
18, 25, 34, 44,
54, 60
12 20 %
Dukungan keberhargaan
a. Ungkapan penghargaan
positif dari orang lain
terhadap individu
b. Dorongan untuk maju
c. Persetujuan terhadap
pendapat individu
1, 17, 32, 41,
48, 49
4, 7, 16, 19,
29, 39
12 20 %
Dukungan instrumental
a. Penyediaan dana serta
sarana pemenuhan
kebutuhan individu
b. Bantuan dalam melakukan
kegiatan atau pekerjaan
5, 9, 26, 27,
36, 55
2, 13, 20, 46,
53, 59
12 20 %
Dukungan informasional
a. Pemberian saran, nasehat,
atau pengarahan
b. Pemberian informasi tentang
sesuatu
21, 23, 35, 37,
42, 47
12, 14, 31, 43,
50, 57
F. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur yang dilalui oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Menyusun skala penyesuaian diri dan skala persepsi mengenai dukungan sosial untuk anak
panti asuhan yang dibuat berdasarkan aspek-aspek setiap variabel penelitian.
2. Melakukan uji-coba item (try-out) kepada kelompok subjek yang mempunyai karakteristik
yang setara dengan kelompok subjek penelitian.
3. Melakukan analisis terhadap item yang telah diuji-coba untuk mendapatkan
item-item yang sahih.
4. Skala yang telah berisi item-item yang sahih diberikan kepada kelompok subjek penelitian.
5. Melakukan analisis data dengan teknik analisis korelasi Pearson Product Moment.
6. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil uji statistik. Dukungan jaringan
a. Kesempatan bergabung
dalam suatu kelompok
b. Kesempatan melakukan
kegiatan bersama-sama
10,15, 24, 40,
45, 58
6, 8, 28, 33,
38, 56
12 20 %
G. Validitas dan Reliabilitas
Agar kualitas seluruh proses pengumpulan data dalam penelitian ini
terjaga, maka dilakukan langkah-langkah berikut:
1. Uji validitas
Pengujian validitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan terhadap
validitas isi (content validity). Menurut Suryabrata (2005), validitas isi adalah
sejauh mana alat ukur dilihat dari isinya memang mengukur apa yang
dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi ditentukan melalui pendapat
profesional (professional judgment) dalam proses telaah soal. Dalam penelitian
ini, uji validitas dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi yang menyatakan
bahwa skala penyesuaian diri dan skala persepsi mengenai dukungan sosial yang
disusun oleh peneliti telah layak untuk dijadikan sebagai alat ukur penelitian.
2. Seleksi item
Setelah mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian dari
pimpinan masing-masing panti asuhan, peneliti melaksanakan uji coba pada
tanggal 22 Februari 2007 – 4 Maret 2007 di 5 panti asuhan terhadap 64 subjek,
yang terdiri dari 13 anak asuh Pondok El Jireh, 4 anak asuh PA Reksa Putra
Bagian Putri, 13 anak asuh PA Santa Maria Ganjuran, 4 anak asuh PA Reksa
Putra Bagian Putra, dan 30 anak asuh PA Yatim Puteri ‘Aisyiyah.
Setelah memperoleh data hasil uji coba, peneliti melakukan seleksi item
dengan menggunakan program SPSS 11.0. Seleksi item dilakukan berdasarkan
uji daya beda (daya diskriminasi) item. Azwar (2004) mengatakan bahwa indeks
dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan konsistensi
item-total. Pengujian dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor item dengan
skor total item, sehingga akhirnya didapat koefisien korelasi item-total (rix).
Koefisien korelasi item-total (rix) dapat dianggap memuaskan apabila lebih atau
sama dengan 0,30. Namun, batas kriteria koefisien tersebut dapat diturunkan
menjadi lebih atau sama dengan 0,25 apabila jumlah item yang akan digunakan
belum mencukupi.
Hasil seleksi item dapat dilihat sebagai berikut:
a. Skala Penyesuaian Diri
Dari hasil analisis terhadap 60 item skala penyesuaian diri, diperoleh rix
yang bergerak dari -0,2976 sampai 0,6178. Peneliti lalu melakukan seleksi
dengan memilih item-item yang memiliki rix ≥ 0,30. Dari seleksi tersebut,
diperoleh 31 item yang sahih dan 29 item yang gugur seperti dapat dilihat pada
Tabel 3
Perbandingan Jumlah ItemSkala Penyesuaian Diri (Sebelum dan Setelah Uji-Coba)
Jumlah Item
Aspek Sebelum Sesudah
Kepuasan psikis 10 9
Efisiensi kerja 10 8
Gejala-gejala fisik 10 1
Penerimaan sosial 10 5
Merespon masalah dengan cara yang
normal
10 5
Kemampuan belajar dan
memanfaatkan pengalaman masa
lalu
10 3
Jumlah 60 31
Seperti dapat dilihat pada tabel di atas, gugurnya 29 item menyebabkan persebaran
komposisi skala menjadi tidak proporsional. Oleh karena itu, peneliti menurunkan standar
kriteria rix menjadi ≥ 0,25, namun peneliti masih melakukan pemilihan lagi terhadap
item-item yang koefisien korelasi item-item-totalnya berada antara 0,25 dan 0,30. Peneliti
menyisihkan item-item tertentu yang memiliki rix paling rendah apabila area batasan aspek
yang hendak diungkap sudah terwakili oleh item-item lainnya. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk menyeimbangkan proporsi antar tiap aspek, namun tetap menjaga
Dari 10 item yang mengungkap aspek gejala fisik, hanya ada 1 item
yang memenuhi syarat rix ≥ 0,25. Hasil tersebut menunjukkan bahwa item-item
aspek gejala fisik tidak cukup memiliki daya diskriminatif.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Garber, Walker, dan Zeman
(dalam Meesters, Muris, Ghys, Reumerman, dan Rooijmans, 2003), prevalensi
terjadinya gangguan psikosomatis (gejala-gejala fisik yang sebenarnya bukan
ditimbulkan oleh penyebab fisik, melainkan akibat kondisi psikis) pada anak-anak
adalah sebesar 1,1 %. Para ahli tersebut juga mengatakan bahwa beberapa
gejala-gejala psikosomatis belum dialami pada usia kanak-kanak. Prevalensi gangguan
psikosomatis pada pasien anak-anak yang sedang menjalani rawat jalan psikiatris
sebesar 1,3 % (Oatis, 2002). Kedua penelitian di atas menunjukkan bahwa gejala
gangguan fisik akibat kondisi psikis relatif jarang ditemukan pada anak-anak.
Dengan pertimbangan tersebut, akhirnya peneliti menyisihkan aspek gejala-gejala
fisik dari skala penelitian.
Distribusi item skala penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4
Distribusi Item Skala Penyesuaian Diri (Untuk Penelitian) Item
Aspek
Favorabel Unfavorabel Jumlah Persentase Kepuasan psikis 16, 23, 30, 34 8, 14, 25, 27, 35 9 24,32 %
Efisiensi kerja 2, 12, 19, 29 7, 15, 22, 24, 36 9 24,32 %
Penerimaan sosial 17 3, 20, 28, 31 5 13,51 %
Merespon masalah
dengan cara yang
normal
5, 21, 26, 32, 33 4, 9, 11, 18 9 24,32 %
Kemampuan belajar
dan memanfaatkan
pengalaman masa
lalu
10, 13, 37 1, 6 5 13,51 %
Jumlah 17 20 37 100 %
b. Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial
Berdasarkan hasil analisis terhadap 60 item skala persepsi mengenai dukungan
sosial, diperoleh koefisien korelasi item total (rix) yang bergerak dari 0,0344 sampai
0,6699. Selanjutnya, peneliti melakukan seleksi dengan memilih item-item yang memiliki
rix ≥ 0,30. Dari seleksi tersebut, diperoleh 45 item yang sahih dan 15 item yang gugur
Tabel 5
Perbandingan Jumlah ItemSkala
Persepsi Mengenai Dukungan Sosial (Sebelum dan Setelah Uji-Coba) Jumlah Item
Aspek
Sebelum Sesudah
Dukungan emosional 12 10
Dukungan keberhargaan 12 9
Dukungan instrumental 12 7
Dukungan informasional 12 9
Dukungan jaringan 12 10
Jumlah 60 45
Perbandingan jumlah item yang sahih antara tiap aspek sudah proporsional dan
seimbang. Oleh karena itu, peneliti langsung menyusun ulang item-item yang telah sahih
tersebut ke dalam skala penelitian dengan distribusi item sebagai berikut:
Tabel 6
Distribusi Item Skala Persepsi Mengenai Dukungan Sosial (Untuk Penelitian)
Item Aspek
Favorabel Unfavorabel Jumlah Persentase Dukungan emosional 7, 15, 22, 39 13, 18, 25, 33, 40, 45 10 22,22 %
Dukungan keberhargaan 12, 31, 36, 37 2, 4, 11, 21, 29 9 20 %
Dukungan instrumental 6, 19, 26 1, 9, 35, 44 7 15,56 %
Dukungan informasional 14, 16, 27 8, 10, 23, 32, 38, 42 9 20 %
Dukungan jaringan 17, 30, 34, 43 3, 5, 20, 24, 28, 41 10 22,22 %
Jumlah 18 27 45 100 %
3. Uji reliabilitas
Azwar (2004) mengatakan bahwa reliabilitas adalah konsistensi atau keterpercayaan
hasil ukur yang mengandung makna kecermatan. Reliabilitas penelitian ini diuji dengan
menggunakan koefisien reliabilitas alpha (α) Cronbach karena skala hanya dikenakan satu kali
saja pada sekelompok subjek (single-trial administration). Reliabilitas dianggap memuaskan bila
koefisien mencapai 0,900.
Berdasarkan perhitungan statistik, didapatkan bahwa nilai reliabilitas skala penyesuaian
diri adalah 0,8850. Pada skala persepsi mengenai dukungan sosial, koefisien reliabilitasnya
adalah 0,9239. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa skala penyesuaian diri maupun skala
persepsi mengenai dukungan sosial yang disusun oleh peneliti sudah reliabel sebagai alat
H. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS 11.0 untuk
menghitung koefisien korelasi Product Moment dari Pearson antara penyesuaian
diri dan persepsi mengenai dukungan sosial anak panti asuhan pada periode akhir
masa kanak-kanak. Analisis dilakukan dengan uji satu ekor (one-tailed) karena
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah
Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak asuh dari lima panti asuhan
yang berada di wilayah Propinsi DIY, yaitu:
1. Pondok Asuh Harapan Yogyakarta
Pondok Asuh Harapan merupakan panti asuhan yang bernaung di bawah
Yayasan Kristen Pelita Bangsa Yogyakarta. Panti asuhan tersebut berdiri sejak
tahun 2000 dengan visi hendak membina anak-anak yatim piatu, anak-anak dari
keluarga disfungsi, korban perang dan teraniaya dari berbagai suku di Indonesia
dengan penuh kasih supaya mengalami pemulihan (pengorangtuaan kembali),
memiliki karakter Kristus dan mendapatkan pendidikan yang layak sehingga
menjadi generasi yang mengasihi Tuhan dan bangsanya. Saat ini, Pondok Asuh
Harapan mengasuh 20 anak yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan 10 anak
perempuan. Pengasuh panti terdiri dari 2 orang, yaitu pimpinan panti dan
istrinya. Selain bersekolah dan menjalankan rutinitas sehari-hari di panti,
anak-anak asuh tersebut juga mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan yang diadakan
oleh pihak-pihak yang mensponsori beasiswa pendidikan mereka.
2. Panti Asuhan Yatim Putri Islam Yayasan R.M. Suryowinoto Yogyakarta
Panti Asuhan Yatim Putri Islam berdiri secara resmi dan sah pada tanggal
7 Juni 1971. Panti tersebut didirikan oleh R.M. Suryowinoto dengan konsep
anak perempuan. Anak-anak tersebut datang dari latar belakang yang
berbeda-beda, antara lain: orangtua yang tidak bisa mengasuh lagi karena
ketidakmampuan ekonomi, ditelantarkan oleh keluarga dengan sengaja, maupun
akibat terjadinya perpecahan dalam keluarga. Seiring dengan perkembangan
waktu dan jumlah anak yang semakin banyak, akhirnya dilakukan pemisahan
antara bagian putra dan bagian putri. Anak-anak putra kemudian diasuh di Panti
Asuhan Yatim Putra Islam yang berlokasi di Jl. Wonosari Km.10, sedangkan
anak-anak putri diasuh di Panti Asuhan Yatim Putri Islam yang tetap berlokasi
di Jl. Pramuka 68, Giwangan. Saat ini, jumlah anak yang diasuh di panti tersebut
adalah 48 orang. Pengurus panti terdiri dari 7 orang yang merupakan anak-anak
kandung dari R. M. Suryowinoto, sedangkan jumlah pembina ada 2 orang.
3. Panti Asuhan Yatim Putra Muhammadiyah Yogyakarta
Panti Asuhan Yatim Putra Muhammadiyah Yogyakarta didirikan secara
resmi pada tahun 1921. Panti tersebut merupakan suatu wadah terorganisasi
yang kegiatannya adalah menyantuni anak yatim. Pada awalnya, panti asuhan
ini belum dipisahkan antara anak asuh laki-laki dengan anak asuh perempuan.
Baru pada tahun 1928 hingga sekarang dipisahkan menjadi dua, yaitu Panti
Asuhan Yatim Putra Muhammadiyah Yogyakarta dan Panti Asuhan Yatim Putri
‘Aisyiyah Yogyakarta. Pembinaan dan pendidikan anak asuh di panti ini
meliputi pendidikan formal yang dilakukan di sekolah masing-masing,
pendidikan informal yang meliputi pendidikan keagamaan, dan pendidikan
dipilih sesuai minat dan bakat masing-masing anak. Saat ini, jumlah anak asuh
yang berada di panti ini adalah 64 orang yang ter