• Tidak ada hasil yang ditemukan

= korelasi antara skor-skor setiap belajar tes. r 11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "= korelasi antara skor-skor setiap belajar tes. r 11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Uji Coba Evaluasi

Dalam suatu pengajaran, untuk mengetahui apakah belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai dimana hasil belajar yang diinginkan tadi telah dicapai, kita harus melakukan suatu evaluasi. Kita tidak akan memiliki alat untuk mengetahui kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang teiah ditentukan. Salah satu cara untuk mengadakan evaluasi adalah dalam bentuk tes.

Anda sebagai calon guru harus dapat membuat suatu alat evaluasi, untuk itu harus mencoba membuat alat evaluasi dalam bentuk tes yang diuji cobakan dan akhirnya hasil tes uji coba tersebut diolah atau dianalisis.

Pada tahap penelitian atau uji coba alat evaluasi pendidikan ini ada tiga fase. Pertama, fase persiapan. Dalam fase ini, peneliti yang akan mengadakan uji coba membuat persiapan pengajaran sekaligus membuat kesepakatan dengan pengamatan mengenai apa-apa yang akan diungkapkan dalam uji coba itu. Fase kedua, selama uji coba tersebut mengenai kejadian selama berjalan mengenai apa-apa yang disepakati sebelumnya, sebaiknya rekamannya dibuat, tidak hanya dicatat. Fase ketiga, mendiskusikan hasil observasi sampai ke mengadakan uji coba mengenai kejadian-kejadian dan berkenaan dengan apa yang telah disepakati akan diungkapkan di fase persiapan. Dalam fase ketiga ini mungkin ditemukan hal-hal yang belum terdata dengan baik sehingga diperlukan perlakuan ulang. Bila demikian dapat dilakukan uji coba ulang . Dalam pemberian uji coba soal tes mata pelajaran yang dijadikan alat tes ,yang menjadi objek penelitian adalah siswa di kelas tertentu. Jadi, dalam penelitian uji coba alat evaluasi dilakukan prosedur penelitian sebagaimana mestinya, seperti: menentukan populasi, memilih sampel, merumuskan hipotesis, menggunakan instrumen yang baik, memilih ukuran dan rumus-rumus statistik yang tepat, pengujian analisis , dan penarikan kesimpulan secara umum. Karena itu, generalisasi dalam penelitian / uji coba Validitas internalnya pun harus terkontrol .

1.2 Ruang Lingkup

Sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah, maka ruang lingkup evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah meliputi: hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian. Dari sejumlah ruang lingkup di atas, yang akan dibahas dalam Iaporan ini adalah evaluasi hasil beiajar. 1.3 Tujuan

Evaluasi ini dibuat untuk mengetahui sampai sejauh mana baik buruknya alat evaluasi yang dibuat. Dengan demikian kita harus dapat mengukur keberhasilan dalam membuat evaluasi belajar.

(2)

4.1 Penjelasan Istilah  Validitas

Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut mengukur apa yang hendak diatur.  Reliabilitas

Suatu tes dikatakan tes yang reliable, apabila tes tersebut menunjukkan hasil-hasil yang mantap dapat dipercaya.

 Indeks Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00

Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soa1 dengan indeks 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan soal itu terlalu mudah.

 Daya Pembeda soal

adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

 Efektivitas Option

Untuk mengetahui apakah suatu option berfungsi secara efektif atau tidak. – Peringkat. Untuk mengetahui letak kedudukan siswa, biasa disebut juga ranking.

Taraf serap, dibagi 2 hal yaitu :

a.Taraf serap umum ; bertujuan melihat profil kelas untuk beberapa bidang studi.

b. Taraf serap khusus (taraf serap bidang studi); bertujuan untuk melihat profil kelas untuk bidang studi atau sub bidang studi.

1.5 Rumus-rumus yang dipakai a. Untuk menentukan validitas

Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment dengan angka kasar.

r

XY

=

∑ (∑ )(∑ )

( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ )

Keterangan : rxy =Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan b. Untuk menskor

Rumusnya : S = R, artinya skor terakhir dihitung jawaban yang benar saja. S = skor dan R = jumlah jawaban yang benar.

c. Untuk perhitungan reliabilitas

Rumus perhitungan reliabilitas dengan belah dua ganjil genap: r11

=

Keterangan : = korelasi antara skor-skor setiap belajar tes. r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.

(3)

Rumus perhitungan reliabilitas dengan KR -20:

r

11

=

Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q=1-p) ∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyak item

S = standar deviasi dari tes (akar varians) d. Untuk perhitungan daya pembeda

D = ( )

( )− ( )

( ) = P(A) − P(B)

Keterangan :

J = jumlah peserta tes

J (A) = banyaknya peserta kelompok atas

J (B) = banyaknya peserta kelompok bawah B (A) = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar

B (B) = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar P (A) = ( )

( ) = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

P (B) = ( )( ) = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar e. Untuk perhitungan indeks kesukaran.

Rumusnya : P =

Keterangan : P = Indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal benar. Js = jumlah seluruh peserta tes

f. Untuk perhitungan efektivitas option

Option yang efektif itu apabila : 25 % < E < 75 % dan f (A) > f (B) Rumus : E = ( ) ( ) x 100%

Keterangan :

f (A) = jumlah kelompok atas yang menjawab benar. f (B) = jumlah kelompok bawah yang menjawab benar.

J = jumlah peserta (yaitu 27 % kelompok atas 27 % kelompok bawah) - Option kunci (rumus di atas)

- Option pengecoh (distractor)

(4)

rumus :

( ) + ( ) ≥ 25%

J(A) + J(B)

Keterangan :

J (A) = jumlah kelompok atas yang menjawab benar. J (B) = jumlah kelompok bawah yang menjawab benar. D = pengecoh (distractor)

- Untuk omitted (blangko)

- Omitted dipenuhi apabila O ≤ 10 % testee Rumus = O =

( )

( )

g. Untuk Perhitungan Norma Absolut dengan Skala seratus 1) rumus untuk mencari angka rata-rata ideal

Xi = SM Keterangan : Xi = angka rata-rata ideal SMI = Skor Maksimal Ideal

rumus untuk mencari standar deviasi ideal SD i = x Xi

2) rumus untuk mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar

T = 50 +

x10

Keterangan : X = skor mentah

h. Rumus untuk mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar norma relatif skala seratus.

T = 50 +

x10

Keterangan : X= skor mentah

Xa = angka rata-rata aktual (dicari menggunakan prosedur kalkulator statisti

SDa= Standar Deviasi Aktual

i. Untuk perhitungan norma kombinasi dengan T skor

1). rumus mencari angka rata-rata kombinasi(Xk), yaitu antara angka rata-rata ideal

(Xi) dengan angkarata-rata aktual(Xa).

Xk +

x (X

i +Xa)

2). rumus mencari Standar Deviasi Kombinasi (SDk), yaitu angka rata-rata antara

Standar Deviasi Ideal (SDi) dengan Standar Deviasi Aktual (SDa)

(5)

3). Rumus mengkonversikan tiap-tiap skor mentah menjadi skor standar dengan rumus yang sama yaitu rumus yang digunakan pada norma absolute maupaun pada norma relative.

j. Rumus Untuk Mencari Norma Absolut dengan Z Skor Z = Keterangan : Z = Skor mentah

Xi = Angka rata-rata Ideal SDi = Standar Deviasi Ideal

k. Rumus Untuk mencari Norma Relatif dengan Z skor : Z =

l. Rumus untuk mengkonversikan tiap-tiap skor mentah menjadi skor standar dalam norma kombinasi dengan Z skor :

Z =

m. Rumus untuk menentukan Percenril Rank (PR) PR =

x 100

Keterangan : SR= Simple Rank adalah urutan yang menunjukkan kedudukan seseorang dalam kelompoknya,dinyatakan dengan nomor biasa.

N = Banyaknya siswa dalam kelompok itu, yang ada dibawahnya

(6)

BAB II

PERSIAPAN UJI COBA 2.1 Menghubungi Guru

Dalam setiap mempersiapkan suatu tindakan evaluasi pertama-tama yang harus dilakukan ialah merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dicapai, menetapkan aspek yang hendak dinilai dari suatu tindakan evaluasi yang akan dilakukan menentukan metode yang sebaik-baiknya yang dapat dipergunakan serta mempersiapkan alat-alat yang kita perlukan dalam evaluasi tersebut. Namun sebelum semua tindakan evaluasi itu dilakukan, terlebih dahulu kita harus mengetahui ruang lingkup materi yang akan dievaluasikan disekolah tertentu yang telah dipilih sebelumnya sebagai obyek tempat berlangsungnya uji coba alat evaluasi yang akan dibuat.

Adapun sekolah yang dipilih untuk keperluan uji coba alat evaluasi ini adalah misalnya di salah satu sekolah SLTA. Dalam hal ini pertama-tama harus menghubungi salah seorang guru bidang studi matematika di sekolah tersebut, dengan pokok pembicaraan sebagai berikut :

1. Menjelaskan maksud uji coba alat evaluasi ini.

2. Menanyakan ruang lingkup materi yang telah dievaluasikan yang meliputi: pokok bahasa, sub pokok bahasan, untuk kelas berapa dan materi yang representatif untuk diujicobakan.

3. Permohonan ijin secara informal.

4. Penentuan waktu pelaksanaan evaluasi sehingga tercapai kata sepakat mengenai tangga dan hari pelaksanannya .

2.2 Penyusunan Kisi-kisi

Suatu tes hasil belajar baru dapat dikatakan tes yang baik apabila materi yang tercantum dalam item-item tes tersebut merupakan pilihan yang cukup representatif terhadap materi pelajaran yang diberikan di kelas yang bersangkutan. Untuk mendapatkan suatu tes hasil belajar yang cukup representatif ini, dapat dilakukan dengan mengadakan analisa rasional. Artinya kita mengadakan analisa berdasarkan pikiran-pikiran yang logis bahan-bahan apa yang perlu kita susun tersebut benar-benar merupakan pilihan yang representatif terhadap ketentuan pada sumber-sumber tertentu seperti tujuan pelajaran, rencana pelajaran, buku-buku pedoman dan ketentuan-ketentuan lainnya. Selain itu untuk mengembangkan tes yang mungkin dapat mendekati taraf ketepatan (validity) yang memadai, taraf kematangan sehingga hasil pengukurannya dapat dipegang atau dipercayai (relaibility) dan memiliki kemampuan (effectivenes) yaitu daya untuk membedakan antara siswa yang benar-benar menjalani proses belajar, dari siswa yang pandai dengan siswa yang lemah, maka langkah yang ditempuh selanjutnya adalah penyusunan kisi-kisi dengan pedoman sebagai berikut:

(7)

1. Menetapkan batas ruang lingkup materi yang dibahas berdasarkan satuan bahan (unit-unit, topik-topik) kemudian menuliskan topik-topik yang akan disajikan pada kolom topik secara berurutan.

2. Menetapkan banyaknya soal dengan mempertimbangkan waktu yang disediakan dan rata-rata waktu yang mengerjakan setiap soal.

3. Merumuskan TIK sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan termasuk dalam term-term kognitif pengetahuan(CI), pemahaman(C2), dan aplikasi(C3). Kemudian mendistribusikan dan menuliskan banyaknya soal pertopik pada kolom yang bersesuaian dengan proporsi penyebaran sebagai berikut: C 1: C2: C3 = 44%: 40%: 16%.

4. Menetapkan bentuk-bentuk butir soal berupa tes obyektif pilihan ganda dengan proporsi penyebaran sebagai berikut: untuk soal no. 1 s/d 20 pilihan ganda, untuk soal no. 21 s/d 23 hubungan antar hal, dan untuk soal n. 24 dan 25 pilihan ganda kompleks. 5. Lebih lanjut dapat kami tetapkan pula proporsi tingkat kesukaran dari butir-butir soal

dalam keseluruhan perangkat tes tersebut. Adapun proporsi antara tingkat kesukaran butir-butir soal yang kami buat dengan perbandingan sebagai berikut : mudah : sedang : sukar = 44% : 36% : 20%.

6. Menyiapkan kunci jawaban 7. Menentukan norma penilaian.

2.3 Perumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus ini merupakan langkah awal dari pembuatan butir-butir soal setelah kami menetapkan bahas ruang lingkup materi yang akan diteskan. Perumusan TIK yang baik akan sangat menolong dan memudahkan kita dalam mengembangkan alat evaluasi tersebut.

Adapun suatu rumusan TIK itu dapat dipandang memadai syarat kebaikan, apabila TIK menggambarkan dan menyatakan:

Prilaku siswa yang menunjukan bahwa ia telah mencapai tujuannya.

1. Kondisi tertentu (persyaratan atau batasan) sehingga individu diharapkan untuk menunjukkan kompetensinya.

2. Ketentuan minimal dari (hasil karya, prilaku) yang dapat diterima. Dengan dirumuskannya semua TIK terlebih dahulu sebelum pembuatan soal maka alat evaluasi yang kami buat akan lebih mengena, selain itu alat evaluasi yang didasarkan kepada TIK lengkap atau sesuai dengan syarat pembuatan TIK akan lebih banyak memiliki kesamaan baik kesukaran materinya maupun polanya.

Membuat TIK secara baik itu memaksa kita harus menulis dan berfikir secara cermat. tidak boleh menggunakan istilah secara serampangan (meskipun menurut aturan betul) sehingga menyebabkan kita tidak konsekwen karenanya, terutama dalam hal menentukan dan memenuhi syarat perumusan TIK yang pertama yaitu harus menggambarkan dan menyatakan prilaku siswa, dengan demikian kita harus berusaha

(8)

mengidentifikasikan berbagai bentuk prilaku spesifik yang dapat dijadikan indikator, dengan merumuskannya sebagai tujuan-tujuan instruksional khusus. Adapun kata-kata yang lazim digunakan ialah kata kerja operasional yaitu kata kerja yang akibat perbuatannya dapat diukur dengan pasti. Dengan memperhatikan TIK, diamati sampai batas tertentu mengukurnya atas prilaku-prilaku yang diharapkan dipertunjukkan oleh siswa untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan telah mencapai tujuan instruksional yang diharapkan.

2.4 Perumusan Butir Soal

Dengan menyusun kisi-kisi terlebih dahulu, hal ini memudahkan untuk menulis butir-butir soal sesuai dengan spesifikasinya. Adapun soal yang akan kami teskan sebanyak 25 butir soal dan bentuk yang dipakai adalah pilihan ganda (obyektif) dengan 5 option.

Aturan perumusan butir soal yang dibuat mengikuti aturan yang yang dikemukakan oleh Thorndike dan Hagen (1959: 50-66) yang terdiri dua bagian yaitu : a. Aturan-aturan Umum

1. Gunakanlah bahasan yang mudah dibaca dan dipahami oleh siswa.

2. Hindarkanlah bahwa pernyataan atau kata-kata pada butir yang satu menyarani atau memberi isyarat bagi jawaban butir soal lainnya.

3. Hindarkanlah butir soal yang menanyakan hal-hal yang sepele dan mendangkal.

4. Hindarkanlah ketergantungan butir soal yang satu dari yang lain, jadi setiap butir soal hendaknya mandiri.

5. Hindarkanlah penggunaan pernyataan yang sama atau kabur atau katakata yang mengandung pengertian ganda.

b. Aturan-aturan Khusus

Sebenarnya untuk aturan-aturan khusus ini Thorndike dan Hagen merumuskan 4 buah aturan khusus, namun berhubung soal yang dibuat bentuk pilihan ganda maka aturan khusus diambil hanya aturan khusus yang sesuai dalam bentuk soal pilihan ganda yaitu :

1. Pernyataan atau pertanyaan itu jelas menampilkan suatu permasalahan. 2. Lebih baik dalam pernyataan itu mencakup input-input yang cukup lengkap. 3. Di dalam pernyataan jangan menyertakan hal-hal yang kurang relevan.

4. Hendaknya hanya satu alternatif jawaban (option) yang dipandang paling benar dalam setiap butir soal.

5. Alternatif yang ditawarkan dalam suatu butir soal hendaknya setara (homogenious).

(9)

2.5 Penentuan Bentuk/Type Soal

Bentuk/type soal yang disusun adalah:

untuk soal no. 1 s/d no. 20 pilihan ganda biasa, untuk soal no. 21 s/d no. 23 hubungan antar hal, dan untuk soal no. 24 dan no. 25 pilihan ganda kompleks. Petunjuk atau instruksi untuk jenis bentuk soal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pilihan ganda biasa , 2. B. Hubungan antar hal 3. Pilihan :

A. Jika pernyataan betul, alasan betul dan ada hubungan sebab akibat. B. Jika pernyataan betul, alasan betul dan tapi tidak menunjukkan

hubungan sebab akibat.

C. Jika pernyataan betul dan alasan salah D. pernyataan salah dan alasan betul E. Jika pernyataan dan alasan salah 4. Pilihan ganda kombinasi Pilihan:

A. Jika (1), (2) dan (3) betul , B. Jika (1) dan (3) betul, C. Jika (2) dan (4) betul, D. Jika hanya (4) betul, E. Semua betul.

(10)

BAB III

PELAKSANAAN UJI COBA 3.1 Sebelum Pelaksanaan

Butir-butir soal disusun sehingga membentuk seperangkat soal yang siap untuk diuji cobakan , setelah alat evaluasi yang telah dibuat itu siap diuji cobakan pada waktu yang telah ditentukan kemudian menghubungi guru bidang studi matematika yang bersangkutan, dalam rangka memenuhi janji dan untuk melaksanakan uji coba yang telah diajukan sebelumnya, dan diusahakan untuk bisa diperbolehkan untuk mengawas pelaksanaan uji coba tersebut. Untuk memperoleh data dilakukan tes terhadap siswa yang akan dibuat responden, dan kita karus mempersiapkan alat test yang benar benar sudah diuji keabsahanya dengan mengikuti prinsip-prinsip penyusunan tes antara lain :

1. Menetapkan tujuan tes.

2. Mengidentifikasikan ruang lingkup bahan pelajaran / pokok bahasan atau sub Pokok bahasan yang akan dijadikan alat tes, dan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional hkusus.

3. Menyusun silabus atau menyusun kisi-kisi tes

4. Membuat butir-butir soal yang mencakup aspek pengetahuan, aspek pemahaman, aspek aplikasi, aspek analisa, aspek sistesa, dan aspek evaluasi (knoelegde, afektif dan psikomotorik).

5. Menganalisis rasional dan judgement 6. Uji coba dan analisis empiric

7. Revisi dan analisis lebih lanjut

8. Menyusun tes dalam bentuk siap pakai. 3.2 Pelaksanan

Setelah soal tes sudah dipersiapkan, dalam pelaksanaan uji coba tersebut agar efisien ,efektif dan akurat serta menunjukan hal yang sebenarnya, Misalnya dalam pelaksanaan uji coba tes tersebut didikuti oleh 40 orang siswa dan mereka telah siap untuk mengikuti tes, sehingga bisa menghasilkan atau memperoleh data yang akuntabilitas. sebelum tes berlangsung siswa harus diberi pengarahan yang jelas dengan tujuan agar siswa benar-benar mengerjakannya.

3.3 Sesudah Pelaksanaan

Tepat setelah tes berlangsung sesuai dengan waktu yang telah ditentukan , soal dan jawaban dikumpulkan, dan untuk melengkapi data itu disertakan daftar nilai harian ulangan matematika pada guru bidang studi matematika kelas yang telah diberi tes uji coba , yang akan digunakan untuk perhitungan validitas banding.

(11)

BAB IV

ANALISIS HASIL UJI COBA 4.1 Perhitungan Validitas Banding

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Rumus korelasi product moment ada dua macam, yaitu :

1. Korelasi product moment dengan simpangan. 2. Korelasiproduct moment dengan angka kasar.

Adapun rumus korelasi product moment yang dipakai untuk perhitungan validitas banding hasil uji coba ini adalah rumus korelasi product moment dengan angka kasar, dan untuk perhitungannya harus menggunakan kalkulator.

Rumus korelasi product moment dengan angka kasar:rXY =

∑ (∑ )(∑ ) ( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ ) )

Sebagai kriterium diambil rata-rata nilai ulangan harian yang dicatat dalam daftar nilai. Rata-rata nilai harian ini diberi kode Y sedangkan nilai tes yang akan dicari validitasnya diberi kode X. untuk mendapatkan skor standar (nilai) yang akan dicari validitasnya, untuk itu menggunakan norma kombinasi skala sebelas. (untuk penjelasan norma kombinasi skala sebelas terdapat pada bab V).

Dengan demikian maka perhitungan validitas banding dari hasil uji coba yang didapatkan dengan menggunakan kalkulaor statistik casio fx 3600 P dengan data pada tabel misalnya adalah berikut :

Tabel Persiapan untuk Mencari Validitas Tes Prestasi Matematika No. Nama Siswa X Y X2 Y2 XY 1 A 9,2 9,0 84,64 81,00 82,80 2 B 9,2 8,7 84,64 75,69 80,04 3 C 8,4 8,5 70,56 72,25 71,40 4 D 8,4 8,0 70,56 64,00 67,20 5 E 8,0 8,0 64,00 64,00 6 F 7,6 8,0 57,76 64,00 60,80 7 G 7,6 7,0 57,76 49,00 53,20 8 H 7,6 7,4 57,76 54,76 56,24 9 I 7,6 6,5 57,76 42,25 49,40 10 J 7,2 7,0 51,84 49,00 50,40 11 K 6,8 7,0 46,24 49,00 47,60 12 L 6,8 6,5 46,24 42,25 44,20 13 M 6,4 6,0 40,96 36,00 38,40 14 N 6,4 6,0 40,96 36,00 38,40 15 O 6,4 6,5 40,96 42,25 41,60

(12)

D

A

dari tabel diatas, maka koefisien korelasi validitas banding yang didapatkan adalah sebagai berikut :

rxy =

( , ) ( )( , )

( . , ( ) ( . , ( , ) ) = 0,919

Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai + 1,00. Namun karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat mungkin diperoleh koefisien korelasi yang lebih dari +1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan kebalikan, sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran.Untuk mengadakan interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

0,80 ≤ r ≤ 1,00 sangat tinggi 0,60 ≤ r ≤ 0,80 tinggi

0,40 ≤ r ≤ 0,60 cukup 0,20 ≤ r ≤ 0,40 rendah 0,00 ≤ r ≤ 0,20 sangat rendah

Penafsiran harga koefisien korelasi ada dua cara :

1. Dengan melihat harga r dan diintegrasikan misalnya korelasi tinggi, cukup dsb.

16 P 6,0 7,0 36,00 49,00 42,00 17 Q 6,0 6,0 36,00 36,00 36,00 18 R 6,0 6,8 36,00 46,24 40,80 19 S 6,0 6,0 36,00 36,00 36,00 20 T 6,0 5,5 36,00 30,25 33,00 21 U 6,0 5,8 36,00 33,64 34,80 22 V 5,6 6,0 31,36 36,00 33,60 23 W 5,6 5,5 31,36 30,25 30,80 24 X 5,6 5,0 31,36 25,00 28,00 25 Y 5,6 5,0 31,36 25,00 28,00 26 Z 5,6 6,0 31,36 36,00 33,60 27 A.1 5,2 5,5 27,04 30,25 28,60 28 A.2 5,2 5,0 27,04 25,00 26,00 29 A.3 5,2 5,5 27,04 30,25 28,60 30 A.4 5,2 6,0 27,04 36,00 31,20 31 A.5 5,2. 6,0 27,04. 36,00. 31,20 32 A.6 4,8 5,0 23,04 25,00 24,00 33 A.7 4,8 5,5 23,04 30,25 26,40 34 A.8 4,8 4,5 23,04 20,25 21,60 35 A.9 4,8 5,0 23,04 25,00 24,00 36 A.10 4,4 4,0 19,36 16,00 17,60 37 A.11 4,4 4,5 19,36 20,25 19,80 38 A.12 4,4 3,0 19,36 9,00 13,20 39 A.13 3,6 3,0 12,96 9,00 10,80 40 A.14 2,4 4,0 5,76 16,00 9,60 JUMLAH 242,0 241,2 1549,60 1533,08 1534,88

(13)

2. Dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. Jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel, maka korelasi tersebut tidak signifikan. Begitu juga arti sebaliknya. Untuk menafsirkan harga koefisien korelasi dari hasil uji coba tersebut, kami menggunakan cara 1) yaitu : melihat harga r.

4.2 Validitas Butir Soal atau Validitas Item

Pada halaman terdahulu telah kami uraikan validitas soal secara keseluruhan tes. Di samping mencari validitas soal perlu juga mencari validitas item dengan tujuan untuk mengetahui butir-butir tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek karena memiliki validitas rendah. Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi, untuk mengetahui validitas item digunakan rumus korelasi.

Soal-soal yang kami uji cobakan tersebut adalah soal bentuk objektif dengan skor untuk tiep item adalah 1 (bagi item yang di jawab benar) dan 0 (bagi item yang dijawab salah), sedangkan skor total selanjutnya merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang membangun soal tersebut.

Validitas Butir Soal

Perhitungan validitas item sama halnya dengan perhitungan validitas banding dengan angka kasar yaitu :

r

XY

=

∑ (∑ )(∑ ) ( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ ) )

Sebagai kriterium diambil skor total yang merupakan jumlah skor untuk semua item yang membangun soal tersebut. Skor total ini diberi kode X, sedangkan skor untuk tiap item yang akan dicari validitasnya diberi kode Y.

(14)

Dengan kriteria besarnya koefisien korelasi validitas butir soal dapat dilihat pada kriteria besarnya koefisien korelasi validitas banding.

Dengan demikian maka perhitugan validitas item dari hasil uji coba yang kami dapatkan dengan menggunakan kalkulator Casio fx-120. Dengan penafsiran harga koefisien korelasi melihat harga r yang diinterpretasi mengenai besarnya koefisien korelasinya sama dengan interpretasi besarnya koefisien korelasi validitas banding adalah sebagai berikut :

No. 1…

.. r

XY = ( ) ( )( )

( . ( ) ( . ( ) ) = 0,38 maka validitasnya rendah

Seperti pada soal No. 1, pada soal berikutnya didapat validitas butir sebagai berikut

No. Item rxy Klasifikasi

1 0,38 Validitas rendah

2 0,292 validitasnya cukup

3 0,43 validitasnya sangat rendah

4 0,35 Validitas rendah

5 0,05 validitasnya sangat rendah

6 0,24 validitasnya rendah 7 0,47 validitasnya cukup 8 0,35 Validitas rendah 9 0,52 validitasnya cukup 10 0,39 Validitas rendah 11 0,49 validitasnya cukup 12 0,24 Validitas rendah 13 0,27 Validitas rendah 14 0,32 Validitas rendah 15 0,38 Validitas rendah

16 0,11 validitasnya sangat rendah

17 0,43 validitasnya cukup

18 0,11 validitasnya sangat rendah

19 0,28 Validitas rendah

20 O,27 Validitas rendah

21 0,28 Validitas rendah 22 0,25 Validitas rendah 23 0,45 Validitas cukup 24 0,44 Validitas cukup 25 0,43 Validitas cukup 4.3 Perhitungan Reliabilitas

Sebagaimana kita ketahui bahwa reliabilitas adalah ketepatan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Untuk mengetahui ketepatan ini dilihat dari

(15)

kesejajaran hasil. Seperti halnya beberapa tehnik juga menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengetahui validitas, kesejajaran hasil dalam reliabilitas tes.

Untuk menghitung reliabilitas dari hasil uji coba ini, kami menggunakan : (1) metode belah dua ganjil-genap

(2) rumus K-R 20. Dengan uraian sebagai berikut: 1. Metode Belah Dua

Dalam menggunakan metode ini pengetes hanya menggunakan sebuah tes dan diujikan satu kali. Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahaY, baru diketahui reliabilitas separo tes. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes harus digunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut :

r11 =

dengan r

= korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengadakan analisis butir soal yang lebih terkenal dengan nama analisis item. Item yang dapat dijawab dengan benar diberi skor 1 dan bagi yang salah diberi skor 0. Skor-skor untuk seluruh subjek dan seluruh item ini dicantumkan dalam tabel berikut ini:

TABEL PERSIAPAN PERHITUNGAN RELIABILITAS DENGAN BELAH DUA GANJIL – GENAP

No Nama Siswa Item Ganjil (X) Item Genap (Y) No Nama Siswa Item Ganjil (X) Item Genap (Y) 1 A 13 10 21 U 10 5 2 B 13 10 22 V 9 5 3 C 10 11 23 W 8 6 4 D 12 9 24 X 8 6 5 E 12 8 25 Y 9 5 6 F 11 8 26 Z 9 5 7 G 12 7 27 A1 8 5 8 H 10 9 28 A2 9 4 9 I 12 7 29 A3 8 5 10 J 12 6 30 A4 9 4 11 K 8 9 31 A5 8 5 12 L 10 7 32 A6 5 7 13 M 9 7 33 A7 8 4 14 N 9 7 34 A.8 7 5 15 O 9 7 35 A.9 5 7 16 P 9 6 36 A.10 5 6 17 Q 10 5 37 A.11 7 4 18 R 8 7 38 A.12 5 6 19 S 9 6 39 A.13 5 4 20 T 7 8 40 A.14 3 3 Jumlah 350 255

(16)

Pembelahan Ganjil Genap

Tabel persiapan perhitungan reliabilitas ganjil genap seperti terlihat pada tabel di atas. Kelanjutan dari tabel tersebut adalah menghitung dengan rumus korelasi produk moment dengan angka kasar. Dengan menggunakan kalkulator Casio fx-120 diperoleh rXY = 0,484.

Harga tersebut baru menunjukkan reliabilitas separo tes. Oleh karena itu rXY

untuk belahan ini disebut dengan istilah r

singkatan dari r ganjil-genap. Untuk mencari reliabilitas seluruh tes digunakan rumus Spearman-Brown yang rumusnya telah dikemukakan di atas sehingga diperoleh : rl1=0,652.

2. Penggunaan Rumus K-R 20

Rumus K-R 20 ini kami gunakan untuk mengatasi kesulitan dalam memenuhi persyaratan dalam menggunakan metode belah dua, diantaranya kami merasa khawatir terhadap item-item yang membentuk soal tes tersebut tidak homogen atau paling tidak setelah dibelah tidak terdapat keseimbangan antara belahan pertama dengan belahan kedua, dengan rumus :

r11 =

Keterangan :

r11 = Reliabilitas Keseluruhan

P = Proporsi subyek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (1-p) pq =jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item S = standar deviasi

Untuk mendapatkan p, q, pq, Np (banyaknya subjek yang menjawab Item sebagai berikut :Untuk tabel analisis item dapat dilihat pada halaman sebelum ini, sehingga dari tabel analisis item tersebut diperoleh tabel di bawah ini:

No Item NP p q pq 1 34 0,85 0,15 0,13 2 32 0,80 0,20 0,16 3 26 0,65 0,30 0,23 4 12 0,30 0,70 0,21 5 31 0,78 0,22 0,17 6 32 0,80 0,20 0,16 7 23 0,56 0,44 0,25 8 12 0,30 0,70 0,21 9 9 0,23 0,77 0,18 10 19 0,48 0,52 0,25 11 25 0,63 0,37 0,23 12 24 0,60 0,40 0,24 13 19 0,48 0,52 0,25

(17)

14 32 0,80 0,20 0,16 15 31 0,78 0,22 0,17 16 24 0,60 0,40 0,24 17 27 0,68 0,32 0,22 18 32 0,55 0,45 0,25 19 34 0,85 0,15 0,13 20 17 0,43 0,57 0,25 21 34 0,85 0,15 0,13 22 13 0,33 0,63 0,21 23 35 0,88 0,12 0,11 24 8 0,20 0,80 0,16 25 23 0,56 0,44 0,25 Jumlah 596 - - 4,96

Kemudian dimasukan ke dalam rumus K-R 20 sehingga diperoleh : r11

=

x

, ,

,

= 0,655

S diperoleh dengan menggunakan rumus :

S =

( )

=

( )

= 13,36

maka diperoleh reliabilitasnya adalah tinggi. 4.4 Indek Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Dalam evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari "proporsi". Rumus mencari P adalah : P =

dengan : P = Indeks Prestasi

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar Js = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : 0,00 < P ≤ 0,30 sukar

0,30 < P ≤ 0,70 sedang

(18)

Dengan demikian maka indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil uji coba terhadap 40 siswa (Js) dengan banyak soal 25 butir yang analisis jawaban tesnya dapat dilihat pada "Tabel Analisis Item untuk Perhitungan Validitas Item", maka indeks kesukaran tiap item tersebut adalah sebagai berikut:

No. 1 = = 0,85, indeks kesukarannyamudah

No. 2 = 0,80, indeks kesukarannya mudah

No. 3 = = 0,65 indeks kesukarannya sedang

No. 4 = = 0,30 indeks kesukarannya sukar

No. 5 = = 0,78 indeks kesukarannya mudah

No. 6 = = 0,80 indeks kesukarannya mudah

No. 7 = = 0,58indeks kesukarannya sedang

No. 8 = 0,30 indeks kesukarannya sukar

No. 9 = 0,23 indeks kesukarannya sukar

No.10 = 0,48 indeks kesukarannya sedang

No.11 = 0,63 indeks kesukarannya sedang

No.12 = 0,85 indeks kesukarannya mudah

No.13 = 0,43 indeks kesukarannya sedang

No.14 = 0,80 indeks kesukarannya mudah

No.15 = 0,78 indeks kesukarannya mudah

No.16 = 0,60 indeks kesukarannya sedang

No.17 = 0,68 indeks kesukarannya sedang

No.18 = 0,55 indeks kesukarannya sedang

No.19 = 0,85 indeks kesukarannya mudah

No.20 = 0,43 indeks kesukarannya sedang

No.21 = 0,85 indeks kesukarannya mudah

No.22 = 0,33 indeks kesukarannya sedang

No.23 = 0,88 indeks kesukarannya mudah

No.24 = 0,20 indeks kesukarannya sukar No.25 = 0,58 indeks kesukarannya sedang

4.5 Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminan (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya indeks kesukaran tidak mengenal harga negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal terbalik menunjukkan kualitas testee yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Prosedur Penentuan Harga Pembeda D. Dalam menentukan harga daya pembeda D ini :

(19)

1.Diurutkan hasil tes sekelompok siswa yang berjumlah 40 orang pengikut tes tersebut dari yang mempunyai skor tertinggi sampai yang mempunyai skoir terendah. Kami mengambil 27 % teratas sebagai kelompok atas, dan 27 % terbawah sebagai kelompok bawah. Karena jumlah siswa mengikuti tes tersebut sebanyak 40 orang dan hasil tes telah diurutkan dari yang tertinggi sampai terendah, maka 27 dari jumlah siswa

x 100 = 10,8 kami bulatkan 10. Dengan demikian jumlah kelompok atas maupun bawah adalah masing-masing 10 orang. Jadi kelompok atas nomor urut 1 sampaidengan 10 dan kelompok bawah nomor urut 31 sampai dengan 40.

2. memeriksa satu persatu jawaban terhadap masing-masing untuk memperoleh informasi tentang :a. Banyak kelompok atas menjawab benar (B(A), b. Banyak kelompok bawah menjawab benar B(B).Hasil dari 1 dan 2 dapat dilihat dari tabel berikut :

S

E

Sebelum menghitung daya pembeda dengan rumus ;D = P (A) - P (B), terlebih dahulu harus menghitung indeks deskriminasi dari masing-masing kelompok dengan rumus : Indeks deskriminasi untuk kelompok atas : P(A) = ( )

( )

Indeks deskriminasi untuk kelompok bawah : P(B) = ( )

( )

Setelah diketahui indeks deskriminasi untuk masing-masing item dengan kriteria : 0,00 < D < 0,20 jelek

0,20 < D < 0,40 cukup 0,40 < D < 0,70 baik

0,70 < D < 1,00 sangat baik

Daya pembeda dari masing-masing item adalah sebagai berikut : No. 1 J(A) = 10 J(B) = 10 B(A) = 10 B(B) = 7 No Nama Siswa Jml. Jwb Benar Keterangan No Nama Siswa Jml. Jwb Benar Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A B C D E F G H I J 23 23 21 21 20 19 19 19 19 18 Kelompok atas = J(A) B(A) =banyak kelompok atas yang menjawab benar P(A) = ( ) ( ) 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 13 12 12 12 12 11 11 11 9 6 Kelompok atas = J(B) B(B) = banyak kelompok atas yang menjawab benar B)= ( )( )

(20)

P(A) = P(B) =

D = − = = 0,20 Jadi soal no 1 mempunyai daya pembeda cukup No. 2 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 6 P(A) = P(B) =

D = − = =0,40 Jadi soal no 2 mempunyai daya pembeda jelek No. 3 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 8 B(B) = 4 P(A) = P(B) =

D = − = =0,40 Jadi soal no 3 mempunyai daya pembeda cukup No. 4 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 4 B(B) = 3 P(A) = P(B) =

D = − = =0,10 Jadi soal no 4 mempunyai daya pembeda jelek No. 5 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 7 B(B) = 8 P(A) = P(B) =

D = − = − = −0,10 Jadi soal no 5 mempunyai daya pembeda jelek No. 6 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 8 B(B) = 3 P(A) = P(B) =

D = − = =0,50 Jadi soal no 6 mempunyai daya pembeda baik No. 7 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 8 P(A) = P(B) =

D = − = =0,10 Jadi soal no 7 mempunyai daya pembeda jelek No. 8 J(A) = 10 J(B) = 10

(21)

P(A) = P(B) =

D = − = =0,20 Jadi soal no 8 mempunyai daya pembeda jelek No. 9 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 5 B(B) = 2 P(A) = P(B) =

D = − = =0,30 Jadi soal no 9 mempunyai daya pembeda cukup No.10 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 6 B(B) = 5 P(A) = P(B) =

D = − = =0,10 Jadi soal no 10 mempunyai daya pembeda jelek No.11 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 5 P(A) = P(B) =

D = − = =0,40 Jadi soal no 11 mempunyai daya pembeda cukup No.12 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 10 B(B) = 9 P(A) = P(B) =

D = − = =0,10 Jadi soal no 12 mempunyai daya pembeda jelek No.13 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 5 B(B) = 5 P(A) = P(B) =

D = − = 0 Jadi soal no 13 mempunyai daya pembeda jelek No.14 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 10 P(A) = P(B) =

D= − = − = −0,10 Jadi soal no 14 mempunyai daya pembeda jelek No.15 J(A) = 10 J(B) = 10

(22)

P(A) = P(B) =

D = − =0 Jadi soal no 15 mempunyai daya pembeda jelek No.16 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 7 B(B) = 2 P(A) = P(B) =

D = − = =0,50 Jadi soal no 16 mempunyai daya pembeda baik No.17 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 10 B(B) = 3 P(A) = P(B) =

D = − = =0,70 Jadi soal no 17 mempunyai daya pembeda baik No.18 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 8 B(B) = 3 P(A) = P(B) =

D = − = =0,50 Jadi soal no 18 mempunyai daya pembeda baik No.19 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 8 B(B) = 3 P(A) = P(B) =

D = − = =0,50 Jadi soal no 19 mempunyai daya pembeda baik No.20 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 5 B(B) = 1 P(A) = P(B) =

D = − = =0,40 Jadi soal no 20 mempunyai daya pembeda cukup No.21 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 5 P(A) = P(B) =

D = − = =0,40 Jadi soal no 21 mempunyai daya pembeda cukup No.22 J(A) = 10 J(B) = 10

(23)

P(A) = P(B) =

D = − = =0,50 Jadi soal no 22 mempunyai daya pembeda baik No.23 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 6 P(A) = P(B) =

D = − = =0,30 Jadi soal no 23 mempunyai daya pembeda cukup No. 24 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 3 B(B) = 0 P(A) = P(B) = 0

D = − 0 = =0,30 Jadi soal no 24 mempunyai daya pembeda cukup No.25 J(A) = 10 J(B) = 10

B(A) = 9 B(B) = 4 P(A) = P(B) =

D = − = =050 Jadi soal no 25 mempunyai daya pembeda cukup Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat kita seleksi, item-item mana yang

memenuhi syarat dan yang tidak. 4.6 Efektivitas Soal

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengadakan revisi item ialah efektivitas dari masing-masing option yang digunakan dalam item tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu option berfungsi secara efektif atau tidak, ditempuh prosedur sebagai berikut :

1. Diambil 27% lembar jawaban yang mendapat skor tertinggi maupun terendah. Jumlah murid yang kami tes adalah 40 orang jadi diambil 10 orang.

2. Membuat tabel sejumlah item yang akan diuji efektivitas option-optionnya, sebagai berikut: No. Soal Kelompok Pemilih Pilihan Jawaban A B C D E 1 A B 0 2 10* 6 0 2 0 0 0 0 2 A B 0 2 1 0 0 1 0 0 9 7 3 A B 1 3 0 2 8* 4 0 0 1 0

(24)

4 A B 4* 3 1 3 2 1 0 1 0 0 5 A B 1 1 1 0 0 1 0 0 7* 8 6 A B 0 0 9* 8 0 0 0 2 1 0 7 A B 0 0 0 3 0 2 2 2 8* 3 8 A B 4* 2 0 3 1 2 1 2 0 0 9 A B 5* 2 1 6 0 0 0 1 2 0 10 A B 0 1 3 2 0 2 0 0 6* 5 11 A B 0 1 1 4 9* 5 0 0 0 0 12 A B 10* 9 0 0 0 0 0 1 0 0 13 A B 5* 5 4 5 0 0 0 0 0 0 14 A B 0 0 9* 10 0 0 1 0 0 0 15 A B 1 1 0 2 1 0 7* 7 0 0 16 A B 1 2 1 0 1 4 7* 2 0 1 17 A B 1 1 0 4 10* 3 0 2 0 0 18 A B 1 0 1 2 8* 3 0 1 0 4 19 A B 0 2 0 2 1 2 1 1 8* 3 20 A B 0 3 5* 1 1 2 1 1 2 2 21 A B 0 4 0 0 1 1 9* 5 0 0 22 A B 0 2 2 3 0 4 6* 1 1 0 23 A B 1 0 9* 6 0 1 0 2 0 0 24 A B 0 4 3* 0 1 4 2 0 0 0 25 A B 0 1 0 0 0 5 9* 4 0 0

(25)

Keterangan : A = Kelompok atas B = Kelompok bawah *= Option kunci

3. Berdasarkan distribusi pilihan kelompok atas dan kelompok bawah, maka dapat dihitung option mana yang tidak berfungsi secara efektif dan option mana yang berfungsi efektif. Pedoman yang digunakan untuk menentukan efektivitas suatu option adalah sebagai berikut No. 1 A B C D E ∑ A 0 10* 0 0 0 10 B 2 6 2 0 0 10 ∑ 2 16 2 0 0 20

Untuk option kunci B x 100% = 80% = 0,8 fA > fB

Jadi option (B) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 2 ≥ 0,25 x x 20 2 ≥ 0,50

fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh yang efektif. b. Option pengecoh (C)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh yang efektif. c. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O

(26)

No. 2

Untuk option kunci E x 100% = 80% = 0,8 fA > fB

Jadi option (E) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh a. Option pengecoh (A)

2 ≥ 0,25 x x 20 2 ≥ 0,50

Fa + fB = 2 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (C)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 3 A B C D E O ∑ A 0 1 0 0 9* - 10 B 2 0 1 0 7 - 10 ∑ 2 1 3 0 16 - 20 A B C D E O ∑ A 1 Q 8* 0 1 0 10 B 3 2 4 0 0 1 10 4 2 12 0 1 1 20

(27)

Untuk option kunci (C) a. x 100% = 60% =0,6 b. fA > fB

Jadi option (C) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 4 ≥ 0,50

fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif d. Option pengecoh (E)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA > fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh efektif.

e. Omitted = x 100% = 5% dipenuhi karena 0 =10 No.4

A B C D E O ∑

A 4* 1 2 0 0 3 10

B 3 3 1 1 0 2 10

(28)

Untuk option kunci (A) a. x 100% = 0,35 b. fA > fB

Jadi option (A) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (B) 4 ≥ 0,50

fA + fB = 4 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

f. Omitted fA = x 100 % = 15 % tidak dipenuhi karena 10% < 15% Omitted fB = x 100 % = 10 % dipenuhi karena 10 % = 10 % No. 5

Untuk option kunci (E) a. x 100 % = 0,75 b. fA < fB A B C D E O ∑ A 1 1 0 0 7* 1 10 B 1 0 1 0 8 0 10 ∑ 2 1 1 1 15 1 20

(29)

Jadi option (A) sebagai kunci yang tidak efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 2 ≥ 0,50

fA + fB = 2 fA = fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. b. Option pengecoh (B)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh yang efektif. c. Option pengecoh (C)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA > fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif.

e. Omitted fA = x 100 % = 5 % dipenuhi karena 5 % < 10 %

No. 6

A B C D E O ∑

A 0 9* 0 0 1 0 10

B 0 8 0 2 0 0 10

0 17 0 2 1 0 20

Untuk option kunci (B) a. x 100 % = 0,85 b. fA > fB

Jadi option (B) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 0 ≥ 0,50

fA + fB = O fA = fB

(30)

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. b. Option pengecoh (C)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (D)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA > fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA > fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 7

A B C D E O ∑

A 0 0 0 2 8* 0 10

B 0 3 2 2 3 0 10

∑ 0 3 2 4 11 0 20

Untuk option kunci (E) a. x 100 % = 0,55 b. fA> fB

Jadi option (E) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 0 ≥ 0,50

fA + fB = O fA = fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. b. Option pengecoh (B)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA > fB

(31)

c. Option pengecoh (C) 2 ≥ 0,50

fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (D)

4 ≥ 0,50 fA + fB = 4 fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 8

A B "C D E p

A 4* 1 1 1 0 3 10

B 2 3 2 2 0 1 10

∑ 6 4 3 3 0 4 20

Untuk option kunci (A) a. x 100 % = 0,30 b. fA > fB

Jadi option (A) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (B) 4 ≥ 0,50

fA + fB = 4 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA > fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (D)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA > fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

(32)

fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif.

e. Omitted fA = x 1 0 0 % = 1 5 % dipenuhi karena 15 % 10 % Omitted fA = x 100 % = 5 % dipenuhi karena 5 % 10 %

No. 9

Untuk option kunci (A) a. x 100 % = 0,35 b. fA> Fb

Jadi option (A) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (B) 7 ≥ 0,50

fA + fB = 7 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (D)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA > fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 A B C D E p ∑ A 5 * 1 0 0 2 2 10 B 2 6 0 1 0 1 10 ∑ 7 7 0 1 2 3 20

(33)

fA > fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

e. Omitted fA = x 100% = 10% dipenuhi karena 0 10%

No. 10

A B C D E O ∑

A 0 3 0 0 6* 1 10

B 1 2 2 0 5 0 10

∑ 1 5 2 0 11 1 20

Untuk option kunci (E) a. x 100 % = 0,55 b. fA > fB

Jadi option (E) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 1 ≥ 0,50

fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

5 ≥ 0,50 fA + fB = S fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (A)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (A)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

(34)

No. 11

A B C D E p ∑

A 0 1 9* 0 0 0 10

B 1 4 5 0 0 0 10

∑ 1 5 14 0 0 0 20

Untuk option kunci (C) a. x 100 % = 0,70 b. fA ≥ fB

Jadi option (C) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 1 ≥ 0,50

fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

5 ≥ 0,50 fA + fB = 5 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

4 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 12

A B C D E O ∑

A 10* 0 0 0 0 0 10

B 9 0 0 1 0 0 10

(35)

Untuk option kunci (C) a. x 100 % = 0,95 b. fA ≥ fB

Jadi option (C) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (B) 0 ≥ 0,50

fA + fB = O fA = fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh tidak efektif. b. Option pengecoh (C)

0 ≥ 0,50 fA + fB = 0

fA = fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (D)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 13

Untuk option kunci (A) a. x 100 % = 0,50 b. fA = fB

Jadi option (A) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (B) 9 ≥ 0,50 A B C D E O ∑ A 5* 4 0 0 0 1 10 B 5 5 0 0 0 0 10 ∑ 10 9 0 0 0 1 20

(36)

fA + fB = 9 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 14

Untuk option kunci (B) a. x 100 % = 0,95 b. fA ≥ fB

Jadi option (B) sebagai kunci tidak efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 0 > 0,50 fA + fB = O

fA = fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. b. Option pengecoh (C)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (D) 1 ≥ 0,50 A B C D E O ∑ A 0 9* 0 1 0 0 10 B 0 10 0 0 0 0 10 ∑ 0 19 0 1 0 0 20

(37)

fA + fB = 1 fA > fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 15

Untuk option kunci (D) a. x 100 % = 0,70 b. fA = fB

Jadi option (D) sebagai kunci tidak efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 2 ≥ 0,50

fA +fB = 2 fA = fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. b. Option pengecoh (B)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (C)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA > fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥0,50 fA + fB = O A B C D E O ∑ A 1 0 1 7* 0 1 10 B 1 2 0 7 0 0 10 ∑ 2 2 1 14 0 1 20

(38)

fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

f. Omitted fA = x 100 % = 5 % dipenuhi karena 5 % 10 %

No. 16

A B C D E O ∑

A 1 1 1 7* 0 0 10

B 2 0 4 2 1 1 10

∑ 3 1 5 9 1 1 20

Untuk option kunci (D) a. x 100 % = 0,45

b. fA > fB

Jadi option (D) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 3 ≥ 0,50

fA + fB = 3 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA > fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengecoh (C)

5 ≥ 0,50 fA + fB = 5 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

(39)

No. 17

Untuk option kunci (C) a. x 100 % = 0,65 b. fA > fB

Jadi option (C) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 1 ≥ 0,50

fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

4 ≥ 0,50 fA+fB = 4 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

A B C D E O ∑

A 0 0 10* 0 0 0 10

B 1 4 3 2 0 0 10

(40)

No. 18

A B C D E O ∑

A 0 1 8* 0 0 1 10

B 1 2 3 1 1 2 10

1 3 11 1 1 3 20

Untuk option kunci (C) a. x 100 % = 0,55 b. fA > fB

Jadi option (C) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 1 ≥ 0,50

fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh efektif.

e. Omitted fA = x 100 % = 5 % dipenuhi karena 5 % 10 % Omitted fA = x 100 % = 10 % tidak dipenuhi karena 0 10 % No. 19

A B C D E O ∑

A 0 0 1 1 8* 0 10

B 2 1 2 1 3 0 10

(41)

Untuk option kunci (E) a. x 100 % = 0,55 b. fA > fB

Jadi option (E) sebagai kunci yang efektif. Untuk option pengecoh

a.Option pengecoh (A) 2 ≥ 0,50

fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

1 ≥0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (C)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (D)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA = fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 20

A B C D E O ∑

A 0 5* 1 1 2 1 10

B 3 1 2 1 2 1 10

3 6 3 2 4 2 20

Untuk option kunci (B) a. x 100% = 0,30

b. fA > fB

Jadi option (E) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 3 ≥ 0,50

(42)

fA + fB = 3 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

3 ≥ 0,50 fA + fB = 3 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

4 ≥ 0,50

fA + fB = 4 , fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

e. Omitted fA = x 100% = 5% dipenuhi karena 5 % 10 % Omitted fB = x 100% = 5% dipenuhi karena 5 % 10 %

No. 21

Untuk option kunci (D) a. x 100% = 0,70 b. fA > fB

Jadi option (D) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 4 ≥ 0,50 fA + fB = 4 fA < fB A B C D E O ∑ A 0 0 1 9* 0 0 10 B 4 0 1 5 0 0 10 4 0 2 14 0 0 20

(43)

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh tidak efektif. c. Option pengeeoh (C)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA = fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (A)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O

fA = fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh tidak efektif. No. 22

Untuk option kunci (D) a. x 100% = 0,35

b. fA > fB

Jadi option (D) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 2 ≥ 0,50

fA + fB = 2 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

5 ≥ 0,50 fA + fB = 5 fA < fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (C)

4 ≥ 0,50 fA + fB = 4 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

A B C D E O ∑

A 0 2 0 6* 1 1 10

B 2 3 4 1 0 0 10

(44)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh efektif.

e. Omitted fA = x 100% = 5 % dipenuhi karena 5 % 10 % No. 23

Untuk option kunci (B) a. x 100% = 0,75 b. fA > fB

Jadi option (B) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 1 ≥ 0,50

fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

1 ≥ 0,50 fA + fB = 1 fA< fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA < fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA < fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

e. Omitted fB = x 100% = 15% tidak dipenuhi karena 15 % 10 %

A B C D E O ∑

A 1 9* 0 0 0 0 10

B 0 6 1 0 0 3 10

(45)

No. 24

Untuk option kunci (B) a. x 100 % = 0,75 b. fA > fB

Jadi option (B) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 4 ≥ 0,50

fA + fB = 4 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (C)

5 ≥ 0,50 fA + fB = 5 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (D)

2 ≥ 0,50 fA + fB = 2 fA > fB

Jadi option (D) sebagai pengecoh tidak efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

e. Omitted fA = x 100% = 20% tidak dipenuhi karena 20 % 10 % Omitted fB = x 100% = 10 % tidak dipenuhi karena 10 % 10 % No. 25 A B C D E O ∑ A 0 0 0 9* 0 1 10 B 1 0 5 4 0 0 10 ∑ 1 0 5 13 0 1 20 A B C D E O ∑ A 0 3* 1 2 0 4 10 B 4 0 4 0 0 2 10 4 3 5 2 0 6 20

(46)

Untuk option kunci (D) a. x 100% = 0,75 b. fA > fB

Jadi option (D) sebagai kunci efektif. Untuk option pengecoh

a. Option pengecoh (A) 1 ≥ 0,50

fA + fB = 1 fA < fB

Jadi option (A) sebagai pengecoh efektif. b. Option pengecoh (B)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (B) sebagai pengecoh efektif. c. Option pengecoh (C)

5 ≥ 0,50 fA + fB = 5 fA < fB

Jadi option (C) sebagai pengecoh efektif. d. Option pengecoh (E)

0 ≥ 0,50 fA + fB = O fA = fB

Jadi option (E) sebagai pengecoh tidak efektif.

(47)

BAB V

PEMBERIAN NILAI

Dalam evaluasi ini pemberian nilai terhadap jawaban pada item-item tidak langsung diberikan skor standar. Skor yang diberikan bersifat sementara yang disebut skor mentah. Untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar didasarkan pada kriteria atau norma tertentu, yaitu : (a). Norma absolut ,(b). Norma relative, (c). Norma kombinasi,

a. Norma absolut

Norma absolut disebut pula norma aktual atau Penilaian Acuan Patokan (PAP). Norma absolut merupakan suatu norma yang ditetapkan secara mutlak oleh guru atau pembuat tes, berdasarkan pada jumlah soal, bobot masing-masing soal serta prosentase penguasaan yang dipersyaratkan. Dengan demikian soal standar yang diperoleh seseorang yang didasarkan atas konversi norma absolut akan mencerminkan penguasaan anak terhadap bahan yang diberikan.

b. Norma Relatif

Norma relatif disebut pula norma aktual atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Norma relatif adalah suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para pengikut tes. Dengan demikian maka skor standar yang dicapai oleh seseorang yang didasarkan atas norma relatif ini mencerminkan status individu di dalam kelompok.

Pedoman yang dipergunakan untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar pada norma relatif didasarkan pada mean dan standar deviasi. Untuk mendapatkan mean dan standar deviasi kami menggunakan kalkulator Statistik Casio fx-3600 P berdasarkan skor mentah yang dicapai oleh para pengikut tes.

c. Norma Kombinasi

Norma absolut dan norma relatif yang telah dibicarakan di atas mempunyai segi kebaikan dan kelemahan. Norma absolut baik digunakan apabila derajat kesukaran dari tes yang dipergunakan betul-betul telah memenuhi syarat yang baik, apabila tidak memenuhi syarat tes yang baik, penggunaan norma absolut akan memberikan gambaran kurang tepat.

Norma relatif baik dipergunakan apabila distribusi kecakapan dari kelompok anak-anak yang dites mengikuti hukum kurve normal, tetapi apabila tidak mengikuti hukum kurve normal, maka penggunaan norma relatif tidak akan memberikan gambaran yang objektif.

Untuk mengatasi kelemahan dari pada norma absolut dan norma relatif tersebut, maka dalam penilaian hasil belajar yang mempergunakan tes buatan guru yang belum diketahui dengan pasti tentang derajat kesukarannya, terhadap kelompok anak-anak yang belum diketahui dengan pasti apakah kelompok tersebut mengikuti hukum kurve normal atau tidak, maka sebaiknya digunakan norma kombinasi. Norma

(48)

kombinasi adalah suatu norma yang didasarkan atas gabungan norma absolut dengan norma relatif.

Dalam mengolah skor mentah menj adi skor standar di samping kita menentukan jenis norma yang akan kita pergunakan, kita juga harus menentukan jenis skala yang akan kita pergunaan. Skala yang akan dipergunakan dalam laporan ini adalah 1. Skala Lima

2 Skala Sembilan 3. Skala sebelas 4. Skala seratus 5. Skala Z skor

Untuk jelasnya masing-masing jenis skala akan dijelaskan di bawah ini. 5.1 Skala Lima

5.1.1 Norma Absolut Skala Lima

Skala lima adalah suatu pembagian tingkatan yang terbagi atas lima katagori. Masing-masing tingkatan dinyatakan dnegan huruf A, B, C, D dan E. A adalah tingkatan tertinggi, B tingkatan dibawah A, dan seterusnya sampai E, yang merupakan tingkatan terendah. Adapun langkah yang ditempuh dalam mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar dan menggunakan norma absolut lima adalah sebagai berikut :

a. Mencari skor maksimal ideal (SMI) dari tes yang diberikan. SMI adalah skor yang mungkin dicapai apabila semua item dapat dijawab dengan benar. SMI dicari dengan menghitung jumlah item yang diberikan serta bobot dari masing-masing item.

b. Membuat pedoman konversi. Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar dengan norma absolut adalah didasarkan atas tingkat penguasaan terhadap bahan yang diberikan. Tingkat penguasaan tersebut akan tercermin pada tinggi rendahnya skor rendah yang dicapai.

Maka pedoman konversi norma absolut skala lima untuk hasil uji coba yang dilakukan, yang terdiri atas 25 item multiple choise masing-masing dengan bobot l, dapat dicari dengan prosedur sebagai berikut . a.Skor maksimum ideal dari tersebut :

a. Skor multiple choise = 25 x 1 = 25 Jadi SMI = 25

b. Berdasarkan SMI tersebut maka dapat dicari skor mentah pada batasbatas kriteria tertentu, sebagai berikut : SMI = 25

X = SMI = 12,5 S = X =4,5 X + 2S = 20,9 20,9 ≤ A X + 1S = 16,7 16,7 ≤ B < 20,9 X - 1S = 8,3 8,3 ≤ C < 16,7 X - 2S = 4,1 4,1 ≤ D < 8,3 E < 4,1

Gambar

Tabel	persiapan	perhitungan	reliabilitas	ganjil	genap	seperti	terlihat	pada	tabel	di	 atas.	 Kelanjutan	 dari	 tabel	 tersebut	 adalah	 menghitung	 dengan	 rumus	 korelasi	 produk	 moment	 dengan	 angka	 kasar.	 Dengan	 menggunakan	 kalkulator	 Casio	 fx-120	 diperoleh			 r XY 	=	0,484.

Referensi

Dokumen terkait

hasil wawancara dan catatan lapangan ditulis ulang dan disempurnakan berdasarkan hasil rekaman, sehingga data yang diperoleh akurat. 3) Studi dokumen merupakan

Pengaruh Jumlah Unit Usaha dan Tingkat Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri Besar dan Sedang Provinsi Lampung Dari hasil penelitian yang diakukan oleh

endofit dari daun tanaman Bintaro (Cerbera odollam) terhadap bakteri (a) Escherichia coli ATCC 8739 dan (b) Staphylococcus aureus ATCC 6538 setelah inkubasi selama

Pemasukan/upload dokumen penawaran dimulai dari tanggal 03 – 10 Mei 2016, dengan jumlah penyedia jasa yang memasukkan penawaran sebanyak 7 (tujuh) perusahaan, sedangkan

Aplikasi Perizinan Angkutan Kota Antar Provinsi Sumatera Selatan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Selatan diharapkan dapat membantu

Berdasarkan Tabel 2, perontokan menggunakan alat “gebot” memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi (2.07%) dibandingkan dengan pedal thresher (0.22%) dan

1 Konsep diri orang tua yang memiliki anak tunagrahita Persepsi responden bagaimana gambaran citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri responden

Pola iringan juga me- rupakan suatu materi yang diberikan un- tuk memperluas kecakapan pengemban- gan estetika musik melalui piano untuk lebih mengembangkan teknik-teknik yang