(S tu d i a ta s F e n o m e n a B ah su l M asail di
P o n d ok P e sa n tr e n T rem as P a cita n Jaw a T im ur 2 0 0 6 )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun Oleh :
M U H . S U K R O N
NIM : 111 02 014
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 W ebsite : w w w .s ta in s a la tiu a .a c .id E - m a il: adm inistrasi@ stainsalatiga.ac.id
D E K L A R A S I
B ism illahirrahm anirrahim
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pemah ditulis oleh orang lain atau pemah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari temyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosyah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, Agustus2006
Peneliti
MUH. SUKRON NIM. I l l 02 014
JL Station 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: [email protected]
P E N G E S A H A N
S k rip si S a u d a ra : MUH. SUKRON d e n g a n Nom or In d u k
M a h asisw a 1 1 1 0 2 0 1 4 y a n g b e iju d u l “PENDIDIKAN
PARTISIPATIF DI PESANTREN (S tu d i a ta s F en o m en a B ah su l
M asail d i P on d ok P e sa n tr e n T rem as P a cita n Jaw a T im ur
2 0 0 6 ) ”. T elah d im u n a q a s a h k a n d a la m sid a n g p a n itia u jia n
J u r u s a n T arb iy ah S ek o lah Tinggi A gam a Islam Negeri S alatig a
p a d a h a ri : R abu, 0 6 S e p te m b e r 2 0 0 6 M y a n g b e rte p a ta n
d e n g a n tan g g a l 13 Sya'ban 1 4 2 7 H d a n te la h d ite rim a seb ag ai
b a g ia n d a ri s y a ra t-s y a ra t u n t u k m em p ero leh g elar S a rja n a d a la m
Ilm u T arb iy ah .
06 S e p tem b e r 2 0 0 6 M S alatig a,
---13 S y a 'b a n 1427 H
NOTA PEMBIMBING
Assalamu 'alaikum Wr. Wh.
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan
seperlunya, maka skripsi Saudari:
Nama Muh. Sukron
NIM 111 02 014
Jurusan Tarbiyah
Progdi PAI
Judul MODEL PENDIDIKAN PARTISIPATIF DI PESANTREN (Studi atas Fenomena Bahsul Masai 1 di Pondok Pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur Tahun 2006)
Sudah dapat diajukan dalam sidang munaqasah.
Demikian surat ini, harap menjadikan perhatian dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam, atas limpahan rahmat, hidayah,
taufiq dan inayahnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada panutan umat Islam
Nabi Muhammad saw, sanak kerabat dan para sahabat yang telah menunjukkan
jalan yang benar dengan perantara agama Islam.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi kewajiban sebagai
syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu tarbiyah.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terima kasih kepada.
1. Drs. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga
2. Dr. Muh Saerozi dan Jaka Siswanta selaku dosen pembimbing yang dengan
penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberi pengarahan serta
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3. K.H. Fuad Habib selaku pemimpin Pondok Pesantren Tremas Pacitan Jawa
Timur yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan penelitian di
Pondok Pesantren Tremas.
4. Ayah, ibu, kakak-kakaku, adikku dan semua familiku yang selalu memberi
6. Sahabat sahabati PMII Salatiga, Teman-teman angkatan 2002 terutama PAI A
serta yang lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, yang
selalu mengisi hari-hari penuh semangat.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempumaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis, sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk
diperbaiki dalam skripsi ini.
Akhimya penulis berharap dan berdo’a semoga skripsi ini memberikan
sumbangan positif bagi pengembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan
agama Islam.
Salatiga, 10 Agustus 2006
Penulis
Muh. Sukron
1. Pa’e dan M a’e (Orangyangpaling kucintai)
2. Mase, M ba’e dan A d i’e (orangyangpaling kusayangi)
3. Semua keluarga dan famili
4. Sahabat dan sahabati PMI1
5. HI Shahab sekeluarga (atas do ’a dan motivasinya)
6. Jet Lee, Wauy, Sarah, Puji dan Silvie
HALAMAN JU D U L... i
DEKLARASI ... ii
NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Penelitian... 3
C. Pokok Masalah... 4
D. Tujuan Penelitian... 4
E. Metodologi Penelitian ... 5
F. Sistematika Penulisan... 11
BAB II PEMIKIRAN Prof. H.D. SUDJANA S.,S.Pd„ M.Ed., PhD. A. Biografi Prof.H.D.Sudjana S.,S.Pd., M.Ed., PhD... 14
B. Devinisi Pembelajaran Partisipatif... 15
C. Landasan Teoritis Kegiatan Pembelajaran Partisipatif... 18
D. Faktor-faktor Pendukung Kegiatan Pembelajaran Partisipatif 20 E. Ciri-ciri Pembelajaran Partisipatif... 23
Partisipatif... 25
BAB III KONDISI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN TREMAS PACITAN JAWA TIMUR A. Letak Geografis...*/... 27
B. Sejarah Berdiri...:... 28
C. Keadaan Santri, Ustad dan Masyarakat S e k i t a r ... 29
D. Model Pendidikan... 30
E. Fenomena Bahsul Masail... v... 37
BAB IV ANALISIS DATA A. Perbandigan Antara Model Pendidikan Partisipatif Perspektif Prof. H. D. Sudjana S., S.Pd., M.Ed, Phd. dengan Model Pendidikan yang Diterapkan di Pondok Pesantren Tremas... 41
B. Kendala dalam Penyelenggaraan Pendidikan Di Pondok Tremas... 44
C. Potensi dan Kelemahan Pendidikan Di Pondok Tremas... 47
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 54
B. Saran... 56
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
A. Latar Belakang Masalah
Diakui bahwa pendidikan adalah satu aspek kehidupan yang terpenting
dalam menentukan kehidupan di masyarakat. Seiring dengan kemajuan
zaman, berkembang pulalah dunia pendidikan, dari model pendidikan yang
tradisional sampai pada model pendidikan yang modem. Tentunya semua itu
tidak terlepas dari peran seorang guru maupun ustadz yang mengajarkan
ilmunya kepada peserta didik dengan bermacam-macam metode pengajaran
yang diterapkan.
Di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling
maju, guru memegang peranan penting, hampir tanpa kecuali guru merupakan
satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat.1 Oleh
karena itu seorang guru harus mempunyai talenta untuk dapat mengajar dan
membimbing murid-murid agar dapat menerima dan memahami ilmu-ilmu
yang tel ah diajarkan, juga memberi motivasi pada murid untuk menambah
keilmuan mereka, sehingga bagi calon guru harus dibekali pengalaman
praktek mengajar yang memadai mencakup tentang model pendidikan yang
tepat dalam mengajar para siswa.
Sayang sekali, pengalaman praktek mengajar biasanya tidak menolong
calon guru mempelajari bagaimana mengajar, ini berbeda demgan keyakinan
kuat dari banyak pengamat, sebenarnya calon guru hanya belajar bagaimana
1 W. James Pophan dan Evil Baker terjemahan Dr. Amirul hadi dkk, Tekhnik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1992, him. I
menghabiskan jatah waktunyaz. Sehingga model pendidikan yang diterapkan
cenderung masih asal-asalan, serta hasil yang dicapai tidak maksimal dan jauh
dari tujuan.
Guru adalah sosok penting dalam dunia pendidikan, akan tetapi kalau
tidak ada dukungan yang optimal dari komponen-komponen pendidikan yang
lain usaha yang dilakukan oleh guru tidak akan berhasil secara maksimal, oleh
karena itu harus ada peran aktif baik oleh guru maupun murid, hal inilah yang
perlu dikcmbangkan di lembaga-lembaga pendidikan termasuk di pondok
pesantren.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia telah
menunjukkan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah
berjasa turut mencerdaskan bangsa. Selain itu, pondok pesantren telah menjadi
pusat pendidikan yang telah berhasil menanamkan semangat kewira swastaan
dan semangat kemandirian yang tidak menggantungkan diri pada orang lain.2 3
Model pendidikan di pesantren salaf cukup bervariatif dan punya ciri
khusus yang tidak dimiliki olleh lembaga pendidikan lain, seperti bandongan
dan sorogan. Juga terdapat model pendidikan yang melibatkan berbagai pihak
termasuk kyai , ustadz, santri bahkan masyarakat sekitar. Ini bisa dicermati
pada model pembelajaran bahsul mas ail yang diterapkan di pondok pesantren
Tremas Pacitan Jawa Timur.
2 Ibid, hlm.2
Bahsul masail merupakan salah satu metode pembelajaran yang
menganut model pendidikan partisipatif, karena dalam pelaksanaannya setiap
santri dituntut untuk aktif berperan serta dalam proses pembelajaran. Setiap
santri yang mengikuti kegiatan belajar harus menyiapkan segala jawaban-
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan pada pelajaran yang
telah lalu disertai dengan kitab ataupun buku sebagai referensinya, sekaligus
siap untuk beradu argumen dengan santri lain apabila terdapat ketidak samaan
dalam pendapat, sehingga akan terjadi perdebatan yang sengit diantara santri
untuk mendapatkan jawaban yang benar dan dapat diterima oleh semua santri
yang mengikuti pelajaran.
Berawal dari fenomena di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang diberi judul “Model Pendidikan Partisipatif di Pesantren.”
(Studi atas Fenomena Bahsul Masail di Pondok Pesantren Tremas Pacitan
Jawa Timur)
B. Fokus Penelitian
Untuk menghindari adanya pembiasan dalam suatu masalah, maka
penulis perlu membatasi permasalahan dengan menyertakan fokus penelitian,
dan sebagai fokus penelitian adalah fenomena yang terjadi dalam
pelaksanaanstrategi pembelajaran bahsul masail yang merupakan
implementasi dari model pendidikan partisipatif di Pondok Pesantren Tremas
C. Pokok Masalah
Sebagai pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana model pendidikan partisipatif dilaksanakan di pondok
pcsantren Tremas Pacitun Jawa Timur?
2. Bagaimana perbandingan model pendidikan di pondok pesantren Tremas
dengan teoritis pendidikan partisipatif yang dikemukakan oleh Prof.H.D.
Sudjana S.,S.Pd.,M.Ed.,PhD ?
3. Apa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan model pendidikan
partisipatif di pondok pesantren Tremas ?
D. Tujuan penelitian
Setiap kegiatan yang di sadari pasti mempunyai tujuan yang hendak
dicapai, adapun yang menjadi tujuan pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui model pendidikan partisipatif yang dilaksanakan di
pondok pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui perbandingan antara model pendidikan di pondok
pesantren Tremas dengan teoritis pendidikan partisipatif perspektif
Prof.H.D.Sudjana S.S.Pd.,M.Ed.,PhD.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan model
E. Metodologi Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah salah satu dari sumber data, yang darinya
peneliti dapat memperoleh data-data yang diperlukan. Dalam hal ini
subyek penelitian merupakan pelaku utama dalam suatu kegiatan yang
sedang diteliti.
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Santri Pondok Pesantren Tremas
Santri merupakan salah satu dari subyek penilitian karena
dalam pelaksanaan model pendidikan partisipatif, santrilah yang
menjadi pelaku utama. Dari santri peneliti bisa mendapatkan data
tentang kegiatan santri dalam model pendidikan partisipatif.
b. Ustadz Pondok Pesantren Tremas
Ustadz sebagai tenaga pengajar juga sangat berperan dalam
pelaksanaan pendidikan partisipatif, karena ustadz berperan
sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Dari ustadz peneliti
mendapatkan data tentang keterlibatannya dalam pendidikan
partisipatif
c. Kyai Pondok Pesantren Tremas
Sosok kyai di pondok pesantren sangat dominan dalam
menentukan kebijakan, sehingga kyai mempunyai pengaruh yang
pesantren. Dari kyai dapat diperoleh data tentang partispasi kyai
dalam pelaksanaan model pendidikan partisipatif.
d. Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Tremas
Pondok pesantren Tremas mempunyai hubungan yang baik
dengan masyarakat sekitar, dan hampir setiap kegiatan yang
dilakukan oleh santri diketahui oleh masyarakat. Dari masyarakat
sekitar peneliti memperoleh informasi berupa pemahaman mereka
terhadap kegiatan pembelajaran di pondok pesantren Tremas,
pemahaman atas keterlibatan santri, ustadz, maupun kyai dalam
kegiatan pembelajaran tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian inipendekatan yang diterapkan oleh peneliti
adalah pendekatan kualitatif. Peneliti memilih menggunakan pendekatan
kualitatif karena dalam penelitian ini terdapat karakteristik yang cenderung
pada penelitian kualitatif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar, bukan berupa angka-angka.
Untuk menunjang hasil penelitian maka peneliti menggunakan
metode studi kasus yaitu fokus penelitian terletak pada fenomena
kontemporer ( masa k in i) di dalam konteks kehidupan nyata.4 Dan dalam
nencari data peneliti lebih dominan menggunakan kalimat tanya how dan
why. Metode studi kasus dipilih karena adanya kekhasan di lokasi
4 Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
penelitian yang selama ini peneliti belum menemukannya di lokasi lain
pada waktu melakukan observasi.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi
Penelitian dilakukan di pondok pesantren Tremas yang terletak
di Desa Tremas Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa
Timur. Dipilihnya pondok pesantren Tremas karena pondok pesantren
Tremas merupakan salah satu pondok pesantren yang tertua di Jawa
dan mempunyai model pendidikan yang jarang sekali diterapkan di
pondok pesantren lain.
b. Waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah dua bulan
terhitung dari bulan Mei sampai Juli 2006.
4. Alat Pengumpul Data
a. Observasi Partisipatif
Dalam hal ini observer terjun langsung dan ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek yang diamati5. Peneliti
ikut berbaur dengan santri untuk mengikuti kegiatan pembelajaran
dikelas dari awal pelajaran sampai akhir pelajaran.
b. Wawancara Mendalam/deep interview
Interview dikenalpula dengan istilah wawancara adalah suatu
proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadapan
secara fisik ang satu dengan melihat yang lain dan mendengar dengan
telinga sendiri dari suaranya.6 Dengan wawancara ini peneliti
mengorek data dari:
1. Santri
Dari santri peneliti mendapatkan data-data tentang aktivitas santri
dalam proses pembelajaran di pondok pesantren Tremas.
2. Ustadz
Data yang dibutuhkan adalah data yang berkenaan dengan kiat-
kiat untuk mensukseskan model pendidikan partisipatif yang
diterapkan di pondok pesantren Tremas.
3. Kyai
Data yang diperlukan adalah data tentang partisipasi kyai dalam
pendidikan partisipatif.
4. Masyarakat Sekitar
Peneliti mencari informasi atau data dari masyarakat tentang
pandangan masyarakat terhadap model pendidikan yang
diterapkan oleh pondok pesantren Tremas.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data
dengan menggunakan dokumen yang ada. Dengan metode ini dapat
diperoleh catatan atau arsip yang berhubungan dengan penelitian.7
Peneliti mencari data dari buku, arsip, majalah, maupun
catatan yang berkenaan dengan proses pembelajaran di pondok
pesantren Tremas, peneliti juga mengambil fhoto pada waktu santri
melaksanakan pembelajaran dikelas.
5. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan,
diantaranya:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Peneliti tinggal di lapangan sampai kejenuhan pengumpulan
data tercapai. Sehingga peneliti akan tinggal di lokasi penelitian
dalam jangka waktu yang relatif lama sampai peneliti menganggap
bahwa data yang dikumpulkan dirasa cukup.
b. Ketekunan/keajegan Pengamatan
Mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara
kaitannya dengan proses analisis yang konstan dan tentatif.8 9 Peneliti
selalu ikut dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di pondok
pesantren Tremas, bukan hanya satu atau dua kali saja melainkan
sampai berkali-kali.
c. Triangulasi
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain.10 Ada tiga macam triangulasi;
8 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung 2004, him. 327
1. Triangulasi Metode
Yaitu perbandingan data yang diperoleh dari satu metode dengan
metode lain, hasil yang didapat dari wawancara dibandingkan
dengan hasil observasi dan dokumentasi.
2. Triangulasi Waktu Penelitian
Yaitu perbandingan data yang didapat pada satu waktu dengan
waktu yang lain, semisal data yang diperoleh pada waktu pagi hari
dibandingkan dengan data yang diperoleh pada siang hari.
3. Triangulasi Sumber Data
Yaitu dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari santri
dengan data yang diperoleh dari ustadz, kyai, dan masyarakat.
d. Analisis Kasus Negatif
Dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang
tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah
dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding." Jika
peneliti dalam realitasnya menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan
idealitas, maka peneliti mencatat dan menganalisisnya, semisal dalam
pelaksanaan model pendidikan partisipatif masih ada santri yang tidur
dikelas ataupun tidak mengikuti pelajaran dikelas dengan baik.
e. Uraian Rinci
Melaporkan hasil penelitian dengan seteliti dan secermat
mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian
diselenggarakan. Peneliti mencatat hasil penelitian dengan runtut,
teliti, dan secarmat mungkin, sehingga dipastikan tidak ada data yang
tertinggal dalam laporan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data ada beberapa teknik yang dilakukan secara
bertahap diantaranya:
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tmsformasi data kasar yang
11 muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.
b. Penyajian Data
Dalam tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi dengan
rapi dan runtut sehingga peneliti mampu melakukan tindakan lanjutan
untuk analisa data.
c. Menarik Kesimpulan
Setelah peneliti melakukan reduksi data dan penyajian data maka
peneliti menarik kesimpulan terhadap data-data yang telah terkumpul.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka disusun
sistematika penulisan sebagai berikut:
12 Ibid, him. 335
1 Miles, Mattew B dan A Michael Hubermen, Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia, Jakarta, 199, him. 16
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, fokus penelitian,
pokok masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Pemikiran Prof.H.D.Sudjana S.S.Pd.,M.Ed.,PhD.
Bab ini berisi
1. Biografi Prof.H.D.Sudjana S.S.Pd.,M.Ed.,PhD.
2. Definisi pembelajaran partisipatif
3. Landasan teoritis pendidikan partisiptif
4. Faktor pendukung pembelajaran partisipatif
5. Ciri-ciri penbelajaran partisipatif
6. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran partisipatif
Bab III Kondisi Pendidikan Pondok Pesantren Tremas
Bab ini berisi tentang
1. Letak geografis
2. Sejarah berdirinya
3. Keadaan santri, ustadz, dan masyarakat sekitar
4. Model pendidikan
5. Fenomena bahsul masail
Bab IV Analisis
Bab ini berisi tentang analisa terhadap model pendidikan
perbandingannya dengan model pendidikan partisipatif yang
dikemukakan Prof.H.D.Sudjana S.S.Pd.,M.Ed.,PhD.
Bab V PenutUf)
PEMIKIRAN Prof. H.D. SUDJANA S.,S.Pd., M.Ed., PhD.
A. Biografl Prof.H.D.Sudjana S.,S.Pd., M.Ed., PhD.
Prof H.D.Sudjana S.,S.Pd., M.E.d.,PhD. Lahir di Bandung dan masuk
di jurusan IPPK FKIP Unpad tahun 1962. lulus Sarjana Muda dan Saijana
Sosial IKIP Bandung, Master o f Education di University of Massachusetts,
dan Doctor o f Philoshi di University of Lowa. Dia adalah dasen FIP dan Paska
Saijana Universitas Pendidikan Indonesia dan beberapa perguruan tinggi, serta
dosen non-organik SESKOAD. Pengalaman jabatan antara lain Skretaris
Jurusan IPPS (192-1976), Pembantu Dekan I FIP (1982-1988), dan Ketua
LPM IKIP Bandung (1989-1997), serta Pimpinan Program Studi PLS PPS
UPI sejak 1998.
Pemah menjadi konsultan, peneliti, pelatih, nara sumber dalam
berbagai seminar dan loka karya di tingkat nasional dan daerah. Di tingkat
intemasional ia pemah menjadi tim anggota kunjungan studi pendidikan
terbuka ke Malaysia, Hongkong, dan Korea selatan (1978), penyaji tentang
“The Role o f Universities in Indonesia on Non Formal Education ’’yang
diselenggarakan himpunan mahasiswa Thailand di Amerika Utara (19780),co
planer dan co-triner dalam The Summer Training fo r BPM’staff” di center for
International Edcation UMMAS (1979), Ketua Tim Kunjungan Studi
Pendidikan Nonformal ke Philipina, Thailand, dan Singapura (1980), anggota
delegasi Indonesia dalam Konferensi Asia-South Pacific Bureau di Bali (1980)
pada work shop on literacy research and evaluation oleh unesco (1981), pada
conference o f adult education oleh Unesco di Sirys Layan, Cairo Mesir
(1983), dan pada North american conference on social studies in cedar rapids
(1985), ia pemah menjadi penyaji dan pembahas dalam seminar tentang
Pancasila simulation games di university o f indiana (1985), lokakarya permias
tentang peranan mahasiswa Indonesia dalam pembangunan nasional di
university of Iowa (1985), seminar pembangunan di Iowa state university
tentang the role o f schools in indonesia strenghthening contiuning education
(1991), dan dalam konferensi international tentang learning strategies o f
multicultural education an intregated secondary schools (1995), penulis
pemah menjadi ketua kelompok mahasiswa Indonesia di University of
Massachusetts (1978) dan ketua permias di Lowa City (periode 1985-1986)
dan (1986-198) penulis aktif pula dalam lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan dan kemasyarakatan di tingkat intemasional, nasional dan daerah.
Buku-buku yang telah diterbitkan dan diperbaiki adalah pendidikan luar
sekolah: wawasan, sejarah perkembangan, falsafah dan teori pendukung serta
asas: manajemen program pendidikan penerapanya dalam program luar
sekolah dan pengembanganya sumber daya manusia: strategi pembelajaran
dan metode dan teknik pembelajam partisipatif. Buku baru yang akan terbit
adalah sistem dan manajemen pelatihan.1
1 Prof.H. D. Sudjana S., S.Pd., PhD Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif,
B. Definisi Pembelajaran Partisipatif
Pendidikan partisipatif merupakan kegiatan pembelajaran sebagai
akibat penggunaan strategi pembelajaran aktif. Pendidikan partisipatif dapat
diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengikutkan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran, peserta didik dituntut untuk aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran, karena keberhasilan dalam proses pendidikan ini terletak
bagaimana peran aktif peserta didik dalam rangkaian kegiatan belajar, dengan
tanpa mengabaikan peranan pendidik.
Dalam pelaksanaan pendidikan partisipatif yang menitik beratkan pada
keaktifan peserta didik, maka keikutsertaan peserta didik itu dalam tiga
tahapan kegiatan pembelajaran yang meliputi perencanaan program {program
planing), pelaksanaan (program implementation), dan penilaian {program
evaluation) kegiatan pembelajaran.2
Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan peserta didik
dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan balajar, permasalahan dan
prioritas masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia dan kemungkinan
hambatan dalam pembalajaran serta merumuskan tujuan belajar yang akan
icapai oleh peserta didik. Tujuan belajar dapat berupa pengetahuan,
ketrampilan, atau nilai-nilai yang menjadi bagian dari kehidupan peserta didik.
Untuk mencapai tujuan belajar, maka ditetapkan program kegiatan
pembalajaran, program pembelajaran ini mencakup materi pelajaran, metode
dan teknik pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, alat-alat dan
fasilitas serta waktu yang digunakan.
Partisipasi dalam pelaksanaan program kegiatan pembelajaran menurut
Sudjana (2004:155) adalah kegiatan peserta didik dalam menciptakan iklim
yang kondusif untuk belajar. Iklim kondusif ini mencakup, pertama,
kedisiplinan peserta didik yang ditandai dengan keteraturan dalam setiap
kegiatan penbelajaran. Kedua, pembinaan hubungan antar peserta didik dan
antara peserta didik dengan pendidik, sehingga tercipta hubungan
kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling
membantu dan saling belajar. Ketiga, tekanan kegiatan pembelajaran terdapat
pada peranan peserta didik yang lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran,
bukan pada pendidik yang lebih mengutamakan kegiatan mengajar.
Partisipasi dalam tahap evaluasi program pembelajam dilakukan untuk
menghimpun, mengolah, dan menyajikan data atau informasi yang dapat
digunakan baik untuk penilaian pelaksanaan pembelajaran maupun untuk
penilaian pengelolaan program pembelajaran. Penilaian pelaksanaan
pembelajaran mencakup penilaian terhadap proses, hasil, dan dampak
pembelajaran. Penilaian terhadap proses pembelajaran berfungsi untuk
mengetahui sejauh mana kesesuaian konsep yang telah direncanakan dengan
pelaksanaannya. Penilaian pada hasil pembalajaran berfungsi untuk
mengetahui perubahan perilaku yang dialami peserta didik setelah mengikuti
mengetahui perubahan kehidupan lulusan setelah menerapkan hasil
belajarnya.3
C. Landasan Teoritis Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Ditinjau dari segi teori belajar, kegiatan pembelajaran partisipatif
dilandasi oleh berbagai teori, diantaranya ialah teori hubungan
(iconnectionismej yang dikembangkan oleh Thorndike, teori-teori dari aliran
tingkah laku (behaviorisme) yang dikembangkan oleh Guthrine, Skiner,
crouder, dan Hull, kegiatan inipun didukung oleh Teori Gestalt dan Teori
Medan (field theory).
Menurut Teori Asosiasi yang dikembangkan oleh Thorndike kemudian
oleh James Watson dan Wiliam James, kegiatan belajar akan efektif apabila
interaksi antara pendidik dan peserta didik dilakukan melalui stimulus dan
respons. Kegiatan pembelajaran adalah proses menghubungkan antara
stimulus dan respons. Berdasarkan teori ini, makin giat peserta didik belajar
makin tinggi kemampuannya dalam menghubungkan stimulus dan respons
maka akan efektif pula pembelajarannya.3 4
Teori Asosiasi berguna untuk mengembangkan kegiatan partisipatif,
yaitu supaya peserta didik melakukan respons terhadap stimulus yang
dipelajari. Namun teori ini menyampingkan peranan kreatifitas pikiran dan
perbuatan peserta didik, serta cenderung mengabaikan minat dan aspirasi
peserta didik. Teori ini memberi tekanan terhadap pentingnya kegiatan
pembelajaran pada peserta didik perorangan, dan mengutamakan kemampuan
pendidik untuk menciptakan stimulus.
Dalam usaha untuk mengurangi kelemahan Teori Asosiasi muncul teori
lain yang melandasi kegiatan pembelajaran partisipatif, seperti teori Medan
(fiel theory) yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Teori Medan
mengutamakan pentingnya pengalaman peserta didik, berorientasi pada
pemecahan masalah dan motivasi. Prisip topological psychology yang
digunakan Lewin menekankan pada wilayah kehidupan peserta didik (live
space), Willayah kehidupan merupakan lingkungan fisik dan psikis yang
berhubungan dengan peranan peserta didik, motivasi pada peserta didik
muncul sebagai kekuatan psikologis yang dapat menimbulkan perubahan.
Berdasarkan teori ini peserta didik dipandang sebagai subyek yang memiliki
memampuan berfikir aktif dan kreatif, dapat mengidentifikasi masalah, serta
mampu untuk melakukan kegiatan pemecahan masalah.
Menurut Teori Medan, kegiatan pembelajaran akan efektif apabila
peserta didik merasa butuh untuk belajar, menyadari bahwa belajar itu penting
bagi perubahan dirinya, serta ikut ambil bagian secara aktif dalam merancang
apa yang akan dipelajari, menentukan cara-cara dalam mempelajari, dan
marasakan manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran secara
perorangan, tetapi ia belajar bersama oranglain dalam kelompok dengan
kegiatan berfikir untuk berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.5
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pemilihan dan Penggunaan
Teknik Pembelajaran
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran partisipatif ada beberapa
faktor yang perlu diperhatikan,yaitu:
1. Faktor Manusia
Pada faktor manusia, yang perlu diperhatikan dalam teknik
pembelajaran partisipatif adalah peserta didik, tenaga lain yang terkait, dan
masyarakat. Peserta didik memiliki karakteristik tersendiri, yaitu
karakteristik internal dan ekstemal. Karakteristik peserta didik perlu
diperhatikan oleh pendidik. Kemp (1985) mengemukakan bahwa
karekteristik peserta didik mencakup karakteristik akademik, pribadi dan
sosial. Karakteristik lain yang perlu diperhatikan adalah pekeijaan,
motivasi belajar, dan kebiasaan belajar. Pemahaman penyelenggaraan
program bagi pendidik terhadap karakteristik peserta didik akan membantu
dalam menentukan teknik pembelajaran yang cocok.6
Apabila pendidik perlu menguasai pengetahuan dan keterampilan
tentang penggunaan teknik pembelajaran, maka peserta didikpun perlu
mengetahui informasi tentang teknik yang akandigunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Informasi itu memuat gambaran umum. Alasan
penggunaan, dan langkah-langkah penggunaan teknik, serta hubungannya
dengan tujuan dan proses kegiatan pembelajaran. Pemahaman terhadap
hal-hal ini akan menjadi masukan bagi pendidik dalam membantu peserta
didik untuk menggunakan teknik pembelajaran yang cocok dengan
kehidupan peserta didik, dan dapat menumbuhkan serta mengembangkan
partisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
2. Faktor Tujuan Belajar
Faktor lain yang mempengaruhi dalam pemilihan dan penggunaan
teknik pembelajaran adalah tujuan belajar. Apabila dikaitkan belajar
sebagai proses dan sebagai hasil, maka tujuan belajar erat hubungannya
dangan penggunaan tipe-tipe kegiatan belajar. Tipe-tipe kegiatan belajar
terdiri antara lain atas tipe kegiatan keterampilan, tipe kegiatan
pengetahuan, tipe kegiatan belajar sikap, dan tipe kegiatan belajar
pemecahan masalah.
3. Faktor Materi Pelajaran
Materi pelajaran atau bahan belajar akan mempengaruhi
pertimbangan pendidik atau penyelenggara pendidikan dalam memilih dan
menetapkan taknik pembelajaran yang cocok untuk digunakan. Teknik
yang digunakan untuk mempelajari materi pelajaran khusus akan berbeda
dengan teknik pembelajaran yang digunakan untuk materi pelajaran yang
bersifat umum.
4. Faktor Waktu dan Fasilitas
Penggunaan teknik pembelajaran akan dipengaruhi pula oleh
waktu dan fasilitas belajar, waktu berkaitan dengan lamanya kegiatan
pembelajaran dan kapan kegiatan itu dilangsungkan. Kegiatan yang
belajar yang membutuhkan waktu lama, sehingga tekniki tu dipilih dan
ditetapkan sesuai dengan waktu yang tersedia.
Kapan kegiatan pembelajaran akan dilangsungkan, perlu
dipertimbangkan dalam upaya memilih dan menetapkan teknik
pembelajaran. Apabila kegiatan pembelajaran dilakukan pada waktu pagi
atau petang hari, di mana fisik peserta didik dalam keadaan segar, maka
pendidik bisa menggunakan teknik pembelajaran yang membutuhkan
aktifitas berfikir dan berbuat yang labih intensif. Namun apabila kegiatan
pembelajaran dilaksanakan pada siang hari dan peserta didik dalam
keadaan lelah atau jenuh maka teknik pembelajaran yang cocok adalah
yang dapat mendorong perasaan gembira dan senang.
Fasilitas belajar seperti ruangan, tempat duduk dan penerangan juga
berpengaruh dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran yang
tepat.
5. Faktor Sarana Belaj ar
Sarana belajar yang tersedia mempengaruhi pula upaya
pemilihan teknik pembelajaran, kemudahan untu mendapat sarana belajar
perlu di perhatikan. Sarana belajar itu bisa berupa alat-alat bantu yang
dapat memperlancar proses pembelajaran. Alat-alat bantu tersebut bisa
berupa proyektor slide, rekaman kaset video, pesawat radio, pesawat
E. Ciri-ciri Pembelajaran Partisipatif
Dalam proses pembelajaran partisipatif ditandai dengan interaksi antara
pendidik dan peserta didik, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan yang tidak serba
mengetahui terhadap semua materi pelajaran, ia memandang peserta
didik sebagai sumber yang mempunyai nilai manfaat dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Pendidik mempunyai peran untuk membantu peserta didik dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran itu
berdasarkan atas kebutuhan belajar yang dirasakan perlu, penting dan
mendesak oleh peserta didik.
3. Pendidik memberi motivasi terhadap peserta didik supaya berpartisipasi
dalam menyusun tujuan belajar, bahan belajar, dan langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam kegiatan pembelajaran.
4. Pendidik menempatkan diri sebagai peserta didik selama kegiatan
pembalajaran, ia memberikan dorongan dan bimbingan terhadap peserta
didik untuk selalu mcmikirkan, mempelajari, melakukan, dan menilai
kegiatan pembelajarannya.
5. Pendidik bersama peserta didik melakukan kegiatan saling belajar
dengan cara saling bertukar pikiran mengenai isi, proses, dan hasil
kegiatan pembelajaran, serta tentang cara-cara dan langkah-langkah
mendorong peserta didik untuk mengemukakan dan mengembangkan
pendapat serta gagasannya secara kreatif.
6. Pendidik berperan untuk mem bantu peserta didik dalam menciptakan
suasana yang kondusif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar
bersama, serta saling bertukar pikiran dan pengalaman.
7. Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran kelompok,
memperhatikan minat perorangan, dan membantu peserta didik untuk
mengoptimalkan respons terhadap stimulus yang dihadapi dalam
kegiatan pembelajaran.
8. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat
berprestasi, yaitu senantiasa berkeinginan untuk berhasil, semangat
berkompetisi, tidak melarikan diri dari tantangan dan berorientasi pada
kehidupan yang lebih baik pada masa datang.
9. Pendidik mendorong dan membantu peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang diangkat dari
kehidupan peserta didik, sehingga mereka mampu berfikir dan bertindak
di dalam hidupnya.7
10. Pendidik berfungsi sebagai fasilitator. Fasilitataor ialah seseorang yang
mempunyai kemampuan untuk membantu peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Sebagai fasilitator pendidik dapat melakukan kegiatan
membimbing, mengajar, dan atau melatih, harus mampu melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kegiatan pembelajaran.
Pendidik juga hams mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi,
menyusun dan mengembangkan bahan (materi) dan strategi
• 8
pembelajaran didalam upaya mencapai tujuan belajar.
Sebagai fasilitator, apabila pendidik berperan sebagai pengelola atau
dilibatkan dalam pengelolaan program pembalajaran, maka ia mempunyai
tugas untuk menjabarkan kemampuan merencanakan, melaksanakan dan
menilai kegiatan pembelajaran, baik dilaksanakan sendiri maupun dengan
melibatkan pihak lain. Tugas-tugas untuk melakukan pembelajaran
berlangsung melalui rangkaian kegiatan yang berupa mengidentifikasi
kebutuhan belajar, sumber-sumber, dan kemungkinan hambatan dalam
kegiatan pembelajaran.
F. Kelebihan dan Kekurangan Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Strategi kegiatan pembelajaran dapat di tinjau berdasarkan pengertian
secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit, strategi pembelajaran
dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan secara luas, strategi pembelajaran dapat diberi arti
sebagai penetapan semua aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
pembelajaran, termasuk didalamnya adalah perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian terhadap proses, hasil dan pengaruh kegiatan pembelajaran.8 9
Dalam pelakasanan strategi pembelajaran tentunya ada segi kelebihan
dan kekurangannya, begitu juga dalam strategi pembelajaran partisipatif.
Strategi pembelajaran ini mempunyai kelebihan, pertama, peserta didik akan
dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri, karena
peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Kedua, peserta
didik memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran,
ketiga, tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran, sehingga akan
terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar diantara peserta didik. Keempat,
dapat menambah wawasan pikiran, dan pengetahuan bagi pendidik, karena
sesuatu yang dialami dan disampaikan oleh peserta didik mungkin belum
diketahui sebelumnya oleh pendidik.
Adapun kelemahan strategi pembelajaran partisipatif adalah, pertama,
membutuhkan waktu relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Kedua, aktifitas dan pembicaraan dalam pembelajaran
cenderung didominasi yang biasa atau yang senang bicara, sehingga peserta
didik lainnya lebih banyak mengikuti jalan pikiran peserta didik yang senang
berbicara, dan ketiga, pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Strategi pembelajaran partisipatif pada dasamya dapat diterapkan
dalam semua metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran perorangan,
metode pembelajaran kelompok, dan metode komunitas atau massal. Namun
penggunaan strategi ini akan lebih efektif dalam metode pembelajaran
KONDISI PENDIDIKAN
PONDOK PESANTREN TREMAS PACITAN JAWA TIMUR
A. Letak Geografis
Pondok Tremas adalah salah satu pondok yang umumya cukup tua,
kalau ditinjau dari letak geografisnya berada di desa Tremas, kecamatan
Arjosari, kabupaten Pacitan. Sedangkan Pacitan adalah kota yang terletak di
tepi pantai selatan, 135 Km dari kota Solo dan 70 Km dari kota Ponorogo.
Adapun sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah
barat berbatasan dengan kabupaten Wonogiri, sebelah utara berbatasan
dengan kabupaten Ponorogo, dan sebelah timur berbatasan dengan
kabupaten Trenggalek.
Desa Tremas sendiri terletak 11 Km dari kota Pacitan dan 1 Km dari
kecamatan Aijosari. Desa Tremas dikelilingi oleh bukit-bukit kecil, dan
disebelah utara serta timur desa Tremas mengalir sungai Grindulu. Sebelah
utara desa Tremas berbatasan dengan desa Gayuan, disebelah timur
berbatasan dengan desa Jati Malang, sebelah selatan berbatasan dengan desa
Arjosari, dan sebelah barat berbatasan dengan desa Sedayu
B. Sejarah Berdiri
Tremas berasal dari kata trem dan kata mas, trem berasal dari kata
patrem, yang berarti senjata atau keris kecil, sedang mas berasal dari kata
emas, yang berarti logam berharga yang biasa dipakai oleh kaum wanita.10
Sebelum berdiri pondok Tremas, daerah tersebut berupa hutan
belantara. Adapun yang pertama kali membuka hutan sehingga menjadi
daerah yang bemama Tremas adalah seorang punggawa keraton Surakarta
yang bemama Ketok Jenggot. Namun sebelum hutan tersebut dibuka,
temyata telah tinggal seseorang yang bemama R. Ngabehi Honggo Wijoyo.
R. Ngabehi mempunyai seorang putri yang dinikahkan dengan R.
Bagus Darso (K.H. Abdul Manan) seorang ulama di desa Semanten.
Bermula di desa Semanten, Bagus Darso mengamalkan ilmunya, makin hari
makin banyak orang-orang yang nyan/r/.kepadanya, maka iapun mendirikan
pondok di sekitar masjid untuk menampung santrinya, selang beberapa
waktu kemudian setelah menikah dengan putri R. Ngabehi (Demang
Tremas), ia memindahkan pondoknya ke desa Tremas, sejak itulah pondok
Tremas berdiri.
Adapun periode kepemimpinan Pondok Tremas sampai sekarang
adalah:
1. K.H. Abdul Manan
2. K.H. Abulloh
3. K.H. Dimyati
4. K.H. Hamid Dimyati
5. K.H. Habib Dimyati
6. K.H. Fuad Habib
C. Keadaan Santri, Ustad dan Masyarakat Sekitar
Dalam perkembangannya Pondok Tremas mengalami pasang surut
yang berimbas pada jumlah santri yang belajar di pondok, pada tahun 2006
santrinya beijumlah 1224, (putra 810, putri 414). Latar belakang pendidikan
santri bermacam-macam ada lulusan SD, MI, SMP, MTs, SMU, MA,
maupun STM., daerah asal merekapun berbeda-beda, sebagian besar berasal
dari Jawa, namun juga tidak sedikit yang berasal dari luar Jawa.
Dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana pondok salaf lainnya
santri putra dan santri putri tidak bisa berinteraksi, karena sekolah mereka di
pisah, dan hanya yang mempunyai hubungan keluarga saja yang bisa saling
berkomunikasi.
Selain ada santri tentunya di pondok juga terdapat tenaga pendidik
(ustadz), ustadz Pondok Tremas biasanya alumni pondok itu sendiri,
sehingga pembawaan seorang ustadz tidak jauh berbeda dengan santrinya.
Setiap ahir dirosah ada pengangkatan ustadz baru, ustadz baru tersebut
berasal dari santri yang mempunyai prestasi akademik di atas rata-rata santri
lain. Mereka mengajar di Pondok Tremas bukan sebagai profesi melainkan
sebagai pengabdian, oleh karena itu dari ustadz yang beijumlah 70 tidak ada
Eksistensi Pondok Tremas selain adanya santri dan ustadz tentunya
sedikit banyak juga terpengaruh oleh keadaan masyarakat sekitamya.
Mayoritas masyarakat bekeija sebagai petani, namun ada juga pekeijaan
mereka yang sangat bergantung dengan keberadaan Pondok Tremas, yaitu
masyarakat yang membuka kost makan bagi para santri, waning makan
maupun toko-toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari.
D. Model Pendidikan
1. Landasan dan Tujuan Pendidikan
Landasan dan tujuan pendidikan yang ada di pandok pesantren
berbeda-beda, belum ada keseragaman antara pondok satu dengan
pondok yang lain. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa cita-
cita dari ulama mendirikan pondok pesantren (termasuk Pondok
Tremas) adalah untuk mencetak insan-insan muslim yang tafaqquh
fiddin, insan-insan mukmin yang menjadi pendukung ajaran Alloh
SWT secara utuh, sesuai dengan firman Alloh yang berbunyi
AiiUa 43 jifS ( j j l a jxdl (jl£Loj
(a^j oU; 1 2 2
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
untuk memberi peringatan pada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.11
2. Strategi Pembelajaran
Apabila sejarah pendidikan Indonesia dipelajari jauh ke masa
lampau, akan sampailah pada penemuan sejarah bahwa pondok
pesantren adalah salah satu bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia.
Dalam sejarah perkembangannya, pondok pesantren satu dengan
lainnya menggunakan sistem pendidikan yang bebeda-beda, sehingga
strategi pembelajaran yang diterapkan juga berbeda-beda, walaupun
juga masih ada beberapa hal yang sama. Namun dari semuaa itu
mempunyai satu tujuan yaitu akan menjadikan santrinya menjadi
pemimpin uniat, negara dan bangsa, oleh karena itu, pondok pesantren
bertugas untuk mencetak ulama yang benar-benar ahli dalam bidang
agama dan ilmu pengetahuan masyarakat.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka Pondok Tremas
memakai suatu sistem pendidikan yang sangat operasional, baik
materi pendidikan yang di ajarkan di dalam kelas (formal), maupun
pendidikan di luar kelas (nonformal).
Sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Tremas mulai
dari masa kepemimpinan K.H. Abdul Manan (1830), sampai
mendekati kepemimpinan K.H. Dimyati (1927) menggunakan sistem
tradisional yang telah berkembang turun temurun, namun karena telah
dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan serta adanya tuntutan
kebutuhan masyarakat yang semakin berat, maka sistem
penyelenggaraan pendidikan di Pondok Tremas mulai masa
barahimya kepemimpinan K.H. Dimyati mulai diadakan pembaharuan
ke arah yang lebih maju.
Adapun sistem pendidikan dan pengajaran yang ada di Pondok
Tremas adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pendidikan Formal
Pendidikan formal yaitu sistem pendidikan dalam bentuk
klasikal (madrasah) yang disesuaikan dengan tingkatan/jenjang
pendidikan santri. Adapun jenjang pendidikan sekolah di Pondok
Tremas adalah sebagai berikut:
a. Taman Kanak-kanak Attarmasie
b. Taman Pendidikan Al-Quran Attarmasie
c. Madrasah Diniyah Salafiyah
d. Madrasah Salafiyah Tinggkat Tsanawiyah Masai Putra
e. Madrasah Salafiyah Tingkat Tsanawiyah Masai Putri
f. Madrasah Salafiyyah Tingkat Aliyah Shobahi Putra
g. Madrasah Salafiyah Tingkat Aliyah Shobahi Putri
2. Sistem Pendidikan Nonformal
Sistem pendidikan nonformal dilaksanakan pada jam luar
sekolah, baik yang diselenggarakan di masing-masing kelas,
maupun yang diselenggarakan oleh seluruh santri secara umum.
Sistem pendidikan semacam ini dapat membantu dan menunjang
pelajaran di kelas, dalam penerapan sistem pendidikan nonformal
menggunakan strategi pembelajaran sebagai berikut.
a. Pengajian Weton
Pengajian weton adalah suatu strategi pendidikan di
Pondok Tremas yang paling tradisional, dimana dalam
prakteknya seorang ustadz atau kyai menyampaikan pelajaran
dengan membaca kitab beserta teijemahnya, sedangkan para
santri menyimak, mencatat dan mengartikan hal-hal yang
belum dimengerti dari kalimat-kalimat yang dibacakan.12
Strategi pembelajaran yang demikian ini bersifat bebas bagi
santri, dikarenakan absensi santri tidak ada, sehingga santri
boleh tidak mengikuti. Selain itu santri boleh memilih kitab
yang ingin dikaji dengan meminta seorang ustadz tertentu
untuk membacakannya. Jadi strategi pembelajaran ini
mendidik para santri supaya lebih aktif dan giat dalam
menyelesaikan kitab yang dikaji.
b. Pengajian Sorogan
Istilah sorogan berasal dari kata sorog yang berati
menyodorkan, maksudnya ialah para santri menyodorkan kitab
dan membacanya di depan kyai atau ustadz. Oleh karena itu
"sorogan”dapat diartikan sebagai strategi pembelajaran
tradisional yang diselenggarakan secara individu, yaitu
seorang santri satu persatu secara bergantian mendatangi kyai
atau ustadznya untuk membaca kitab sekaligus
meneijemahkan kedalam bahasa Jawa maupun bahasa
Indonesia, dengan tujuan agar santri lebih aktif dalam belajar
secara mandiri tentang tata bahasa Arab dan
peneijemahannyal3. Strategi pembelajaran ini sangat efektif
bagi seorang santri dalam tahap permulaan, karena kyai atau
ustadz dapat mengawasi, membimbing, dan menilai secara
maksimal terhadap perkembangan santri.
c. Bahsul Masai 1
Bahsul masail merupakan kata majemuk yang berasal
dari dua kata yaitu bahsu yang berarti pembahasan dan masail
(bentuk jamak dari masalah) yang berarti masalah-masalah.
Dengan demikian bahsul masail secara bahasa mempunyai arti
pembahasan masalah-masalah. 14 Kegiatan pembelajaran
“bahsul masail” hampir sama dengan diskusi, hanya saja di 13 14
13 Ibid, him. 87
kalangan pondok pesantren pada umumnya lebih populer
dengan nama tersebut, yaitu suatu suatu strategi pembelajaran
dengan jalan mendiskusiksn materi pelajaran untuk melatih
para santri dalam memecahkan suatu masalah dengan cara
bermusyawarah, dan sebagai referensinya adalah kitab kuning
yang telah atau sedang dipelajari.
d. Takhassus
Strategi pembelajaran takhassus adalah strategi
pembelajaran yang diadakan oleh ustadz bersama sekelompok
santri dari masing-masing kelas, untuk membahas kitab-kitab
yang masih ada hubungannya dengan pelajaran di kelas, hal
semacam ini biasanya diadakan di sore hari, dan
diperuntukkan bagi santri yang bermukim di pondok Adapun
tujuan dari takhassus adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendalami pelajaran atau kitab-kitab yang
telah diajarkan.
2. Untuk membantu pemahaman santri terhadap
pelajaran yang telah diajarkan di kelas.
e. Takror
Kata takror berasal dari bahasa Arab yang artinya
mengulang , oleh karena itu takror dapat diartikan mengulangi
pelajaran yang telah diperoleh di sekolah, sehingga apa yang
telah didapat bisa diingat, dimengerti, dihafalkan dan
menerangkan dan mnyampaikan apa yang yang sudah
diterimanya di sekolah kepada teman sekelasnya. Takror
dilaksanakan setiap malam mulai pukul 21.00-23.00 istiwa’ di
kelasnya masing-masing.
3. Sistem Pendidikan Kegiatan dan Ketrampilan
Yang dimaksud dengan kegiatan di sini adalah kegiatan
yang berhubungan dengan menejemen organisasi baik yang
bersifat intern maupun ekstem, dengan kegiatan semacam ini
para santri dilatih untuk mampu berorganisasi, sehingga
terdapat keseimbangan dalam segi kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Disamping itu dengan bekal pengalattiannya dalam
berorganisasi, santri diharapkan menjadi sosok yang dinamis
dalam pertumbuhan fisik dan rohani, serta bersedia untuk
mengabdikan diri untuk membangun agama, negara dan
bangsa. Adapun macam-macam kegiatan organisasi tersebut
adalah:
a. PHBI (Panitia Hari Besar Islam)
b. Dibaiyyah dan Hitobiyyah
c. Perpustakaan
d. Tazayyun
f. Muhadloroh
g. Olahraga
h. Kesenian
i. Fata Al- Muntadlor
j. Jamiyyatu Al- Quro wa Al-Huffadz
A. Fenoinena Bahsul Masail
1. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan bahsul masail santri di bagi menjadi beberapa
kelompok, satu minggu sebelum pelaksanaan, ada santri yang bertugas
mencari soal,soal-soal tersebut, ada kalanya dari kalangan santri sendiri,'
tapi juga sering kali soal didapat dari masyarakat sekitar yang baru
mendapat suatu persoalan dalam masalah fiqih. Santri yang bertugas
mencari soal disebut dengan tim pencari soal.
Adapun mekanisme pelaksanaan bahsul masail adalah sebagai
berikut15:
a. Bahsul masail dibuka dan ditutup oleh panitia.
b. Bahsul masail dipimpin oleh seorang moderator dalam
pengawasan tim perumus dan mushoheh.
c. Mendatangkan berbagai nara sumber dari berbagai ahli, sesuai
materi pembahasan.
d. Tim Perumus Soal membacakan permasalahan yang diangkat.
e. Peserta bahsul masail mengemukakan jawaban disertai dengan
alasan serta menyertakan kitabnya sebagai referensi.
f. Adu argumen antar peserta bahsul masail dalam
mempertahankan jawaban yang dikemukakan.
g. Mengambil keputusan atas jawaban setelah adanya adu
argumentasi sebagai hasil suatu kesepakatan.
h. Pembenaran, penguatan, serta penambahan keterangan atas
jawaban yang telah disepakati.
i. Pembacaan soal untuk bahsul masail selanjutnya.
2. Tugas Moderator
Dalam pelaksanaan bahsul masail tugas moderator adalah:
a. Memimpin, menjaga ketertiban, mengatur dan membagi waktu.
b. Memberi izin dan menerima usul pendapat dari peserta.
c. Meminta nara sumber untuk menjelaskan dan menggambarkan
masalah sesuai permintaan peserta.
d. Menunjuk peserta untuk menjawab masalah.
e. Meminta peserta untuk membacakan ta ’bir dan menerangkan
kesimpulannya.
f. Meluruskan pembicaraan yang menyimpang.
g. Membacakan kesimpulan jawaban yang telah disepakati.
3. Tugas Tim Perumus
a. Memilih dan menyederhanakan soal.
c. Maluruskan jawaban yang dianggap menyimpang.
d. Mamberikan rumusan j awaban.
e. Mengikuti jalannya bahsul masail.
4. Tugas Tim Mushohih
a. Mengikuti j alannya bahsul masai 1.
b. Memberikan pengarahan nasehat kepada tim perumus dan peserta
bahsul masail.
c. Mempertimbangkan dan mentaskheh hasil bahsul masail dengan
bacaan Al-Fathehah.
5. Kewajiban Peserta
a. Menenempati arena sepuluh maenit sebelum acara dimulai.
b. Mngisi daftar hadir.
c. Menjawab masalah serta menyampaikan ta ’bir setelah diberi waktu
oleh moderator.
d. Menghormati dan menghargai peserta lain.
6. Pengambilan Keputusan
Keputusan atau hasil dari bahsul masail disepakati bersama oleh
peserta bahsul masail setelah adanya adu argumentasi antar peserta
dalam mempertahankan jawaban yang diajukan disertai pembenaran
serta penguatan oleh Tim Mushoheh dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jawaban masalah dianggap putus atau sah apabila mendaatkan
persetujuan musyawirin, perumus dan tim mushoheh dengan cara
b. Masalah dianggap mauquf apabila dalam waktu satu jam tidak
bisa diselesaikan.
c. Segala keputusan yang telah ditetapkan suatu saat bisa
diperdebatkan lagi jika ada alasan yang menguatkan.
7. Partisipasi Santri, Ustad, Kyai dan Masyarakat Sekitar
Dalam pelaksanaan bahsul masail santri sebagai pemeran utama,
karena santrilah yang menjadi peserta sekaligus sebagai penyelenggara,
mulai dari mencari soal, menggali jawaban, sampai keterlibatan mereka
dalam beradu pendapat tentang jawaban mereka masing-masing.
Sedangkan ustadz dan kyai dalam pelaksanaan bahsul masail
hanya sebagai fasilitator. Ustadz sering kali dijadikan sebagai Tim
Musokheh dan kyai dijadikan sebagai pelindung. Adapun masyarakat
sekitar terlibat dalam bahsul masail sebagai sumber permasalahan
karena kebanyakan soal-soal yang di artgkat dalam bahsul masail adalah
A t
A. Perbandigan Antara Model Pendidikan Partisipatif Perspektif Prof. H.
D. Sudjana S., S.Pd., M.Ed, Phd. dengan Model Pendidikan yang
Diterapkan di Pondok Pesantren Tremas
Pondok pesantren Tremas dalam penyelenggaraan pendidikannya
menggunakan model pembelajaran yang tidak jauh berbeda dengan konsep
pendidikan yang dikemukakan oleh Prof. H. D. Sudjana S., S.Pd., M.Ed,
PhD. Terutama tiga aspek pendidikan yang berupa perencanaan program
pendidikan {program planning), pelaksanaan program pendidikan {program
implementation) dan penilaian program pendidikan.
Adapun perbandingannya adalah .sebagai berikut:
1. Perencanaan Program Pendidikan
a. Perspektif Prof. H. D. Sudjana S., S.Pd., M.Ed, Phd. Tentang
Pendidikan Partisipatif
Dalam konteks pendidikan partisipatif, peserta didik terlibat
langsung dalam perencanaan program pendidikan dalam hal
mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan dan prioritas
masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia dan
kemungkinan hambatan dalam pembelajaran. Hasil identifikasi
kebutuhan belajar akan dapat dijadikan dasar dalam penyusunan
jenis-jenis kebutuhan belajar oleh pendidik.
b. Realita di Pondok Pesantren Tremas
Dalam perencanaan program pendidikan, peserta didik
(santri) terlibat secara langsung dalam menentukan kurikulum
pendidikan, karena santri bebas untuk memilih kajian kitab apapun
yang diinginkan selama mendapat izin dari ustadznya. Hanya saja
dalam identifikasi kebutuhan belajar santri tidak diikut sertakan
karena ustadz yang mayoritas tamatan pondok pesatren Tremas
sendiri dan juga kyai menganggap sudah mengetahui kebutuhan
belajar santri walau tanpa keikut sertaan santri dalam identifikasi
kebutuhan.
2. Pelaksanaan Program Pendidikan Partisipatif
a. Perspektif Prof. H. D. Sudjana S., S.Pd., M.Ed, Phd.
Bentuk partisipasi peserta didik dalam hal pelaksanaan
program pendidikan berupa keterlibatan peserta didik dalam hal
menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar yang cukup
kedisiplinan peserta didik, pembinaan hubungan antar peserta didik
dan antara peserta didik dan pendidik, interaksi hubungan antara
peserta didik dan pendidik melalui hubungan horisontal yang
menggambarkan corak hubungan yang sejajar antara pendidik dan
peserta didik, dan tekanan kegiatan pembelajaran ialah para peranan
peserta didik yang lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran
b. Realita di Pondok Pesantren Tremas
Dalam pelaksanaan program pendidikan, pondok Tremas
juga menekankan pada keaktifan peserta didik (santri) dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran serta dalam hal menciptakan
iklim belajar yang kondusif baik dalam hal hubungan antar santri
maupun santri dengan ustadz. Dalam hubungan antara ustadz dan
santri teijalin melalui hubungan vertikal, sosok ustadz dianggap
lebih pandai dan lebih baik dalam segala hal dibandingkan dengan
santri. Sehingga wajar apabila santri benar-benar hormat dan
ta’dzim kepada ustadz.
3. Penilaian Program Pendidikan Partisipatif
a. Perspektif Prof. H. D. Sudjana S., S.Pd., M.Ed, Phd.
Dalam hal penilaian program pendidikan peserta didik
diikutkan secara langsung. Peserta didik berhak menilai kekurangan
dan kelebihan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Evaluasi dilakukan setiap berakhimya kegiatan pembelajaran
dengan harapan agar dalam pembelajaran selanjutnya akan
terlaksana lebih baik.
b. Realita di Pondok Pesantren Tremas
Di pondok pesantren Tremas, peserta didik tidak dilibatkan
dalam hal evaluasi program pendidikan, yang melakukan evaluasi
hanyalah kyai dan ustadznya saja, sedang evaluasi itu sendiri
bersifat tahunan dengan harapan agar pelaksanaan program
pendidikan pada periode atau tahun mendatang akan lebih baik.
B. Kendala dalam Penyelenggaraan Pendidikan Di Pondok Tremas
Pondok Pesantren Tremas dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan, tentunya menggunakan model pendidikan yang sesuai, hanya
saja dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi kendala, yang
antara lainnya berupa:
a. Motivasi Belajar Santri
Motivasi belajar yang merupakan salah satu unsur terpenting
dalam proses belajar. Motivasi belajar yang dimiliki oleh santri Pondok
Tremas berbeda-beda, ada yang tergolong tinggi, sedang dan rendah.
Semua itu erat hubungannya dengan niat masing-masing santri sewaktu
akan belajar di pondok. Bagi santri yang mempunyai niat dari rumah
untuk belajar ilmu pengetahuan baik agama maupun umum secara
menyeluruh, maka motivasi belajamya tergolong tinggi ataupun sedang,
namun jika niatan santri dari rumah hanya ingin belajar ilmu tertentu,
semisal ilmu kebatinan, maka ia hanya mempunyai motivasi yang tinggi
pada saat meneria ilmu kebatinan saja, sedangkan pada saat pelajaran
yang lain motivasi belajarnya sangatlah rendah, bahkan bisa dibilang
tidak mempunyai motivasi belajar sama sekali. Oleh karena itu seorang
ustadz akan merasa kewalahan menghadapi santri-santri yang
mempunyai karakteristik yang seperti ini, dan perlu ada kiat-kiat tertentu
b. Latar Pendidikan Santri
Latar belakang pendidikan santri Pondok Tremas sangatlah
bermacam-macam, dan itu sangat berpengaruh pada kemampuan dasar
santri yang bersangkutan, bagi santri yang dulu sebelum belajar di
pondok belajar di sekolah agama akan mempunyai kemampuan dasar
agama yang cukup dibandingkan dengan santri yang dulu belajar di
sekolah umum. Dari situlah pondok pesantren Tremas meyelenggarakan
program pembelajaran khusus bagi santri yang mempunyai kemampuan
dasar agama masih tergolong rendah untuk mengejar ketertinggalannya
dari santri lain. Tentunya dalam hal ini membutuhkan suatu penanganan
yang tidak mudah untuk direalisasikan.
c. Profesionalisme Ustadz
Status ustadz (pendidik) di Pondok Tremas yang mayoritas dari
para lulusan pondok itu sendiri bukanlah sebagai profesi melainkan
hanyalah sebagai pengabdian. Berawal dari itulah dalam melaksanakan
tugasnya sebagai seorang pendidik hanya berkesan “menggugurkan
kewajiban” atas amanat yang dipercayakan kepadanya untuk
mengajarkan ilmu yang telah dimiliki kepada para santri, dan itu
diperparah dengan tidak adanya disiplin ilmu “ketarbiyahan” dalam jiwa
pendidik, maka dalam megajarkan ilmunya terkesan monoton dan apa
adanya, serta belum bisa secara maksimal membuat santri untuk aktif