KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH PENINGKATAN KADAR TRIGLISERIDA TERHADAP
HASIL PENGUKURAN
LOW DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL
(LDL-C) MENGGUNAKAN RUMUS FRIEDEWALD DAN RUMUS
HOPKINS DENGAN
DIRECT HOMOGENOUS METHOD
SEBAGAI
METODE PEMBANDING
Oleh :
Sekar Rahadisiwi 011211132017
PROGRAM S1 PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENGARUH PENINGKATAN KADAR TRIGLISERIDA TERHADAP
HASIL PENGUKURAN
LOW DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL
(LDL-C) MENGGUNAKAN RUMUS FRIEDEWALD DAN RUMUS
HOPKINS DENGAN
DIRECT HOMOGENOUS METHOD
SEBAGAI
METODE PEMBANDING
Karya Tulis Ilmiah
untuk memenuhi persyaratan modul penelitian
dalam Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Penulis Sekar Rahadisiwi NIM : 011211132017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah berjudul
“PENGARUH PENINGKATAN KADAR TRIGLISERIDA TERHADAP HASIL
PENGUKURAN LOW DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL (LDL-C)
MENGGUNAKAN RUMUS FRIEDEWALD DAN RUMUS HOPKINS DENGAN
DIRECT HOMOGENOUS METHOD SEBAGAI METODE PEMBANDING ”.
Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya peneliti sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu, memberikan bimbingan, masukan, dukungan, dan motivasi kepada peneliti
sehingga penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan
terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Edhi Rianto, dr., M.S., selaku dosen pembimbing pertama yang telah bersedia
meluangkan waktu dan senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi yang berharga
selama penyusunan karya tulis ini.
2. Bapak M. Robiul Fuadi, dr. S.PK, selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan
banyak arahan, bimbingan, dan semangat yang sangat berharga bagi peneliti dalam
menyusun karya tulis ini.
3. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah memberikan banyak
pengalaman dan bekal yang sangat berharga bagi peneliti dalam penyusunan karya tulis ini.
4. Ibu Nunung Pervini dan Ayah Noor Adi Andoko, dr., selaku orang tua tercinta, yang telah
5. Teman perjuangan selama di bangku kuliah. Maynura Kharismansha, Arisyna, Naufali
Rizkiawan, M. Rifqi Adinagoro, Erika H. Djakaria yang senantiasa memberikan dukungan
motivasi dan tidak pernah meninggalkan meski berjuang paling akhir.
6. Sahabat yang setia mendampingi penulis sejak bangku SMA sampai dengan saat ini. Amira
Herwidyana, Dina Setyaningrum, Tiara dan Karina Husna. Semoga kebersamaan kita adalah
abadi.
7. Teman-teman angkatan 2012 yang sudah memberikan lingkaran energi positif dan semangat
tak terputus selama pendidikan S1 di FK UNAIR tercinta.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu peneliti
dalam menyelesaikan penelitian dan karya tulis ilmiah ini.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
peneliti mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan laporan ini di masa mendatang.
Surabaya, 21 Juni 2016
RINGKASAN
PENGARUH PENINGKATAN KADAR TRIGISERIDA TERHADAP HASIL PENGUKURAN
LOW DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL (LDL-C) MENGGUNAKAN RUMUS
FRIEDEWALD DAN RUMUS HOPKINS DENGAN DIRECT HOMOGENOUS METHOD
SEBAGAI METODE PEMBANDING
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama penyakit pembuluh darah, seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Kedua penyakit ini memiliki angka kematian yang cukup tinggi di Indonesia. Pemeriksaan laboratorium profil lipid adalah salah satu pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa dislipidemia. Pemeriksaan laboratorium pada dislipidemia menunjukkan penurunan kolesterol HDL, peningkatan trigliserida (TG) dan kolesterol LDL. Ketiga parameter ini memiliki peranan dalam terjadinya aterosklerosis. Kolesterol LDL sebagai salah satu pertanda dislipidemia dapat diperiksa menggunakan metode langsung (direct homogenous assay) atau menggunakan metode rumus seperti Rumus Friedewald dan Rumus Hopkins yang menggunakan parameter lain, yaitu kolesterol total, HDL kolesterol dan trigliserida. Kedua metode pemeriksaan ini memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi yang mencari hubungan antara pemeriksaan LDL kolesterol dengan metode rumus dan metode direk. Kolesterol LDL dihitung menggunakan rumus Friedewald dan rumus Hopkins menggunakan data trigliserida, total kolesterol dan kolesterol HDL lalu dibandingkan dengan hasil pemeriksaan kolesterol LDL secara direk.. Data diambil dari pemeriksaan profil lipid Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama 2 minggu. Data yang didapatkan kemudian direkapitulasi dan dianalisis menggunakan uji korelasi secara statistik.
Dari hasil analisis data menggunakan uji statistik Spearman didapatkan korelasi yang paling baik pada pemeriksaan kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald dan rumus Hopkins terhadap pemeriksaan direk pada kadar trigliserida <200mg/dL dengan nilai r=0,972 dan r=0,974.
Koefisien korelasi menurun pada kadar trigliserida 200-400 mg/dL namun masih menunjukkan korelasi yang baik (r=0,944 dan r=0,938). Pada kadar trigliserida >400mg/dL pemeriksaan kolesterol LDL didapatkan nilai koefisien korelasi paling rendah pada kedua metode rumus (r=0,780 dan r=0,788). Pada analisis data menggunakan Uji Wilcoxon didapatkan korelasi yang signifikan pada kedua metode di kadar trigliserida <200mg/dL. Penghitungan Kolesterol LDL menggunakan rumus Hopkins menunjukkan nilai korelasi yang lebih baik pada kadar trigliserida 200-400mg/dL dan >400mg/dL. Hal ini disebabkan karena akurasi rumus Friedewald menurun seiring dengan peningkatan kadar trigliserida dan kadar trigliserida 400 mg/dL adalah syarat maksimal pemeriksaan kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald.
ABSTRACT
EFFECT OF INCREASED LEVEL OF TRIGLYCERIDE WITH LOW DENSITY
LIPOPROTEIN CHOLESTEROL (LDL-C) MEASUREMENT USING FRIEDEWALD
FORMULA AND HOPKINS FORMULA WITH DIRECT HOMOGENOUS METHOD AS
REFERRAL METHOD
Dislipidemia is a main risk factor of cardiovascular disease (CVD). It characterized by decreased of HDL-C, increased of LDL-C and triglyceride (TG). It leads to atherosclerosis and blocked blood flow. LDL-C as the main parameter of dislipidemia measured by direct method and calculation method like Friedewald Formula or Hopkins Formula using total cholesterol, HDL-C and triglyceride.The purpose of this research is to know the effect of increased
triglyceride toLDL-C calculation using Friedewald formula and Hopkins formula and compare it to direct homogenous method as refferal method.
This research is a analitic-comparation research which finds the correlation of LDL-C calculation using Friedewald formula and Hopkins formula on three groups of triglyceride. Lipid profiles data obtained from medical records in dr. Soetomo Hospital from May 23rd – June 4th. Those data grouped into three groups of triglyceride on <200 mg/dL, 200-400 mg/dL, >400 mg/dL. The number of patient who met the inclusion criteria is 494 patient consist of 266 woman and 228 man, mostly in range of 46-65 year old. 375 samples grouped into <200 mg/dL triglyceride. 94 samples grouped into 200-400 mg/dL, and 25 samples grouped into >400 mg/dL. Data analysed using Spearman correlation test and Wilcoxon Signed Ranks Test because data distribution is uneven.
The results on Spearman analysis shows that the highest correlation of both calculation method to direct method found on <200 mg/dL triglyceride level (r=0,972 and r=0,974). The correlation coefficient decrease on 200-400 mg/dL triglyceride level but it still show a good correlation (r=0,944 and r=0,938). The >400 mg/dL triglyceride level has a worst coefficient correlation on both calculation method (r=0,780 and r=0,788). Wilcoxon signed ranks test analysis shows significant correlation on both calculation method in <200mg/dL triglyceride. But Hopkins formula shows better correlation compared to Friedwald formula on 200-400 mg/dL level and >400mg/dL level.
This data analysis proved that Hopkins formula has better correlation on LDL-C calculation compared to Friedewald formula and both calculation method is not recommended to be used on >400 mg/dL triglyceride levels because it has small accuration. Lipid profile analysis on patient with high triglyceride must be checked using direct method for better accuration.
DAFTAR ISI
2.3.2 Very Low Density Lipoprotein ...13
2.3.3 Intermediate Density Lipoprotein ...14
2.3.4 Low Density Lipoprotein ...15
2.3.5 High Density Lipoprotein ...16
2.4 Teknik Pemeriksaan Laboratorium Kolesterol LDL...17
2.4.1 Ultrasentrifugasi...17
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual ...25
3.3 Hipotesis Penelitian ...26
BAB 4 METODE PENELITIAN...27
4.1 Rancangan Penelitian ...27
4.2.1 Populasi ...27
4.2.2 Sampel...28
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...28
4.3.1 Variabel Terikat ...28
4.3.2 Variabel Bebas ...28
4.3.3 Definisi Operasional...28
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ...31
4.5 Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data ...31
4.6 Analisis Data...31
4.7 Kerangka Operasional Penelitian ...32
BAB 5 HASIL DAN ANALISIS... 5.1 Hasil Penelitian...33
5.1.1 Gambaran Sampel Penelitian ...33
5.1.2 Triglyceride ...34
5.1.3 Kolesterol LDL ...35
5.2 Analisis Data...38
5.2.1 Uji Normalitas...38
5.2.2 Uji Korelasi Spearman ...39
5.2.2.1 Uji Korelasi Spearman pada Trigliserida <200 mg/dL ...40
5.2.2.2 Uji Korelasi Spearman pada Trigliserida 200-400mg/dL ...42
5.2.2.3 Uji Korelasi Spearman pada Trigliserida >400mg/dL ...42
5.2.3 Uji Wilcoxon...43
5.2.3.1 Uji Wilcoxon pada Triglyceride<200 mg/dL ...43
5.2.3.2 Uji Wilcoxon pada trigliserida 200-400 mg/dL ...44
5.2.3.3 Uji Wilcoxon pada trigliserida >400mg/dL...44
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Gender dan Usia terhadap Profil Lipid...46
6.2 Uji Statistik Kolesterol LDL pada metode rumus ...47
6.2.1 Pada trigliserida <200mg/dL ...47
6.2.2 Pada Triglyceride 200-400 mg/dL...48
6.2.3 Pada trigliserida >400mg/dL ...49
BAB 7 PENUTUP 7.1 Simpulan ...51
7.2 Saran...52
DAFTAR PUSTAKA ...53
LAMPIRAN 1 ANGGARAN DANA ...57
LAMPIRAN 2 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN...58
LAMPIRAN 3 DAFTAR HASIL UJI STATISTIK ...59
LAMPIRAN 4 REKAPITULASI DATA SAMPEL ...64
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Gambaran Umum dan Profil Lipid Sampel...33
Tabel 5.2 Gambaran Trigliserida Sampel Penelitian...34
Tabel 5.3 Gambaran LDL –C dengan rumus Friedewald...35
Tabel 5.4 Rasio TG:VLDL pada rumus Hopkins...36
Tabel 5.5 Gambaran LDL –C dengan rumus Hopkins...37
Tabel 5.6 Gambaran LDL –C dengan Direct Homogenous Method...37
Tabel 5.7 Hasil uji Normalitas Triglyceride...38
Tabel 5.8 Interpretasi Koefisien Korelasi...40
Tabel 5.9 Uji Korelasi Spearman pada trigliserida <200 mg/dL...40
Tabel 5.10 Uji Korelasi Spearman pada trigliserida 200-400 mg/dL...41
Tabel 5.11 Uji Korelasi Spearman pada trigliserida >400 mg/dL...42
Tabel 5.12 Uji Wilcoxon pada trigliserida <200 mg/dL...43
Tabel 5.13 Uji Wilcoxon pada trigliserida 200 - 400 mg/dL...44
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida diatas nilai normal
serta penurunan kadar kolesterol HDL di dalam darah (Shah et al, 2008). Dislipidemia
merupakan faktor risiko utama beberapa penyakit seperti stroke dan penyakit jantung
koroner (PJK). Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan peningkatan 1mmol/l
(38,7 mg/dL) kadar kolesterol darah total akan meningkatkan risiko stroke sebesar 25%
(Bethesda Stroke Center, 2014). Angka kejadian stroke di Indonesia mencapai 12,1 per
100 penduduk dengan yang terdiagnosa oleh dokter mencapai 7 per 100 penduduk
(Riskesdas 2013). Sedangkan prevalensi kejadian penyakit jantung koroner mencapai 1,5
per 100 penduduk.
Pemeriksaan laboratorium profil lipid adalah salah satu pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosa dislipidemia. Pemeriksaan laboratorium pada dislipidemia
menunjukkan penurunan kolesterol HDL, peningkatan trigliserida (TG) dan kolesterol
LDL. Ketiga parameter ini memiliki peranan dalam terjadinya aterosklerosis. (Sunita,
2004).
Kolesterol LDL merupakan parameter penting dalam pemeriksaan laboratorium
dislipidemia karena mewakili small dense LDL yang bersifat aterogenik dan dapat
normal adalah <100mg/dL. Pada National Cholesterol Educational Program, LDL-C
menjadi parameter yang harus diperiksa ketika kolesterol total (TC) melebihi 240mg/dL,
atau melebihi 200mg/dL disertai dengan dua faktor risiko yang lain. LDL-C juga menjadi
parameter utama untuk mengukur keberhasilan diet dan terapi obat.
Kolesterol LDL sebagai salah satu pertanda dislipidemia dapat diperiksa
menggunakan metode langsung (direct homogenous assay) atau menggunakan rumus
Friedewald dengan menggunakan parameter lain, yaitu kolesterol total, HDL kolesterol
dan trigliserida. Kedua metode pemeriksaan ini memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing.
Penghitungan LDL-C menggunakan rumus Friedewald adalah metode yang sering
digunakan di berbagai puskesmas dan klinik di Indonesia karena membutuhkan biaya
yang lebih murah dan bisa digunakan sebagai skrining dislipidemia dan penyakit
kardiovaskular. Pemeriksaan ini membutuhkan parameter kolesterol total (TC), HDL
kolesterol dan trigliserida. LDL-C dihitung menggunakan rumus
. Rumus ini membutuhkan syarat nilai
maksimal trigliserida 400 mg/dL. American Association of Endocrinologist (2012) dalam
Lipid and Atherosclerosis Management tidak menganjurkan pemeriksaan LDL-C
menggunakan rumus Friedewald pada kadar trigliserida melebihi 200 mg/dL karena
akurasinya menurun dan sama sekali tidak dapat digunakan pada kadar trigliserida
melebihi 400mg/dL.
American Association of Endocrinologist (2012) menganjurkan pemeriksaan
direk (direct homogenous method) pada pasien dengan faktor risiko tinggi, seperti kadar
pembuluh. Pemeriksaan secara direk memiliki berbagai metode yang mulai
dikembangkan : metode imunokimia, metode presipitasi LDL secara langsung dan
metode homogenous Kolesterol LDL. Pemeriksaan LDL-C mulai banyak digunakan
karena memiliki akurasi lebih baik dan dapat langsung memeriksan kadar small dense
LDL yang menjadi faktor utama aterosklerosis. Namun pemeriksaan direk membutuhkan
peralatan yang lebih canggih dan harga yang lebih mahal.
Pada tahun 2013, sekelompok peneliti dari Johns Hopkins University,
menemukan sebuah cara untuk memperbaiki akurasi penghitungan kolesterol LDL
dengan rumus Friedewald. Rumus Friedewald memiliki kelemahan yaitu cenderung
menunjukan penurunan akurasi nilai kolesterol LDL pada pasien dengan kadar
trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol yang rendah. Penelitian ini menghasilkan
suatu rumus yang mengganti koefisien rasio trigliserida : kolesterol VLDL pada rumus
Friedewald sesuai dengan peningkatan kadar trigliserida sehingga estimasi nilai
kolesterol LDL menjadi lebih akurat. Selain itu rumus ini telah dibuktikan dengan
1.350.908 sampel sehingga dianggap lebih valid dan mewakili populasi daripada rumus
Friedewald yang hanya menggunakan 448 sampel. (Martin et al, 2013)
Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan hasil pengukuran LDL-C
menggunakan rumus Friedewald dan rumus Hopkins dengan acuan baku penghitungan
menggunakan direct homogenous method, baik pada kisaran trigliserida dibawah 200
mg/dL, 200-400 mg/dL, dan melihat perbedaan hasil pada trigliserida diatas 400 mg/dL
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah hubungan antara peningkatan trigliserida terhadap
penghitungan LDL-C dengan menggunakan rumus Friedewald dan rumus
Hopkins?
2. Bagaimanakah perbedaan hasil pemeriksaan LDL-C menggunakan rumus
Friedewald dan rumus Hopkins pada peningkatan kadar trigliserida?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan (korelasi) antara peningkatan trigliserida dengan
hasil penhitungan LDL-C dengan rumus Friedewald dan rumus Hopkins
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan pemeriksaan LDL-C menggunakan rumus
Friedewald, dan rumus Hopkins pada kadar trigliserida <200mg/dL,
200-400mg/dL, dan >400mg/dL.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah membandingkan korelasi dari
kedua metode pemeriksaan rumus kolesterol LDL terhadappemeriksaan
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Sebagai dasar penelitian klinis selanjutnya
2. Sebagai pertimbangan pemilihan metode pemeriksaan LDL-C
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dislipidemia
Dislipidemia adalah salah satu penyakit metabolik yang ditandai oleh
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma darah berupa peningkatan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida di atas nilai normal, serta penurunan
kadar kolesterol HDL (Shah et al, 2008). Dislipidemia merupakan faktor resiko utama
pada penyakit jantung koroner (PJK) karena dapat menyebabkan terjadinya
aterosklerosis (AACE, 2012). Aterosklerosis dipicu oleh peningkatan kolesterol terutama
kolesterol LDL. Aterosklerosis sendiri merupakan faktor risiko utama dari stroke iskemik
(AACE, 2012). Riset yang dilakukan oleh Riskesdas pada tahun 2013 menunjukan
bahwa angka kejadian stroke di Indonesia mencapai 12,1 per 100 penduduk berdasarkan
gejala, dan 7 per 100 penduduk berdasarkan diagnosis kesehatan. Sedangkan angka
kejadian penyakit jantung koroner mencapai 1,5 per 100 penduduk.
Patofisiologi terjadinya atherosklerosis diawali dengan masuknya lipoprotein,
terutama LDL yang tinggi kolesterol ke dalam endotel pembuluh darah. Di dalam sel
endotel LDL mengalami oksidasi dan menarik monosit menuju ke dalam lapisan intima
pembuluh darah. Di lapisan intima monosit diaktifkan menjadi makrofag dan membentuk
sel busa. Di tahapan ini telah terbentuk bercak lemak (fatty streak) di dinding pembuluh
darah. Makrofag akan menarik trombosit dan migrasi sel otot polos pembuluh menuju ke
terjadi penumpukan debris lemak di bawah lapisan kolagen yang membesar, disebut
Ateroma Fibrofatty. Volume ateroma yang terus bertambah akan mendesak lumen
pembuluh darah menjadi semakin sempit, sehingga menghambat aliran darah. Selain itu,
ateroma juga dapat pecah/ruptur dan terlepas ke aliran darah membentuk emboli
kolesterol (ateroembolus) (Robbins, 2003). Partikel LDL yang kecil (small-dense LDL)
memiliki sifat lebih aterogenik karena molekulnya yang kecil lebih mudah dioksidasi
sehingga lebih cepat membentuk plak ateroma.
2.2 Lipid
Lipid adalah molekul organik yang didapatkan pada semua makhluk hidup.
Molekul ini tidak larut air tetapi dapat larut dalam pelarut organik. Lipid berfungsi
sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K, sebagai komponen dari membran sel, cadangan
energi dan beberapa fungsi biologis yang lain. Manusia mendapatkan lipid melalui
makanan yang diabsorbsi oleh usus dan biosintesis dari karbohidrat maupun protein. Di
dalam darah, lipid diangkut dalam bentuk kolesterol, trigliserida, fosfolipid, asam lemak,
dan lemak lain dalam jumlah yang kecil.
Karena memiliki sifat tidak larut dalam air, lipid membutuhkan sistem transpor
untuk bisa beredar di dalam tubuh manusia. Bersama dengan apoprotein, lipid
membentuk suatu kompleks makromolekul yang larut air sehingga bisa diangkut dalam
darah yang disebut lipoprotein. Beberapa jenis lipoprotein utama yaitu kilomikron, very
low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density
VLDL menjadi LDL. Makromolekul ini memiliki fungsi tersendiri dalam metabolisme
lemak di dalam tubuh manusia.
2.2.1 Jenis Lipid
Lipid yang terdapat dalam darah adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak.
2.2.1.1 Kolesterol
Kolesterol adalah lipid ampifatik yang merupakan komponen struktural esensial
pada membran sel. Senyawa ini merupakan prekursor semua steroid lain di dalam tubuh
seperti hormon adrenokortikal, androgen, estrogen, empedu dan vitamin D. Di dalam
tubuh manusia, kolesterol terdapat dalam jaringan dan plasma dalam bentuk bebas (free
cholesterol) dan dalam bentuk teresterifikasi (ester cholesterol). Dalam keadan normal,
sekitar dua pertiga kolesterol diangkut dalam bentuk ester kolesterol.
Separuh dari kolesterol tubuh dihasilkan melalui proses sintesis yang terjadi di
retikulum endoplasma dari asetil Ko-A. Separuhnya didapatkan dari makanan yang
berasal dari hewan, seperti daging, otak, kuning telur dan sebagainya. Proses
pengangkutan kolesterol ke jaringan dilakukan oleh Low density lipoprotein (LDL), dan
dikeluarkan dari jaringan dengan diangkut oleh high density lipoprotein (HDL).
Kolesterol dieliminasi oleh hati dalam bentuk kolesterol dan asam empedu.
Pengaturan sintesis kolesterol diatur melalui pengurangan aktivitas enzim
HMG-KoA reduktase. Enzim ini dihambat transkripsinya oleh sterol regulatory element binding
HMG-KoA reduktase. Insulin dan hormon tiroid meningkatkan aktivitas HMG-HMG-KoA reduktase,
sedangkan glukagon menurunkan aktivitasnya.
Keseimbangan kolesterol di jaringan dipengaruhi oleh aktivitas sintesis
kolesterol, jumlah reseptor LDL, dan hidrolisis ester kolesterol. Reseptor LDL peka
terhadap partikel lipoprotein yang mengandung apo B-100 dan apo E.
Kolesterol diekskresikan dalam bentuk kolesterol dan asam empedu setelah
diangkut dari jaringan menuju hati oleh HDL dalam transpor balik kolesterol. Kolesterol
menjadi bahan utama biosintesis asam empedu primer (asam glikokolat dan asam
kenodeoksikolat). Sebagian besar asam empedu primer akan mengalami dekonjugasi oleh
bakteri usus menjadi asam empedu sekunder (asam deoksikolat dan asam litokolat).
Asam empedu sekunder ini diserap di ileum dan dikembalikan ke hati melalui sirkulasi
enterohepatik (Murray et al, 2006) .
Peningkatan kadar kolesterol dan kolesterol ester di dalam plasma akan
menyebabkan penimbunan abnormal pada dinding arteri oleh lemak yang disebut
atherosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit ini cenderung diderita oleh
individu dengan kadar VLDL dan LDL yang tinggi serta kadar HDL yang
rendah(hiperlipidemia). Faktor risiko terjadinya atherosklerosis antara lain tingginya
konsumsi lemak yang tidak diseimbangi dengan olahraga. Faktor risiko lain dari
atherosklerosis dan PJK yaitu penyakit diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, dan
2.2.1.2 Trigliserida
Trigliserida merupakan simpanan lipid utama dalam tubuh manusia. Sembilan
puluh lima persen timbunan lipid terdapat dalam bentuk trigliserida. Di dalam plasma,
trigliserida diangkut terutama dalam lipoprotein VLDL dan kilomikron.
Trigliserida dalam makanan dicerna di dalam usus halus oleh enzim lipase
pankreas setelah diemulsifikasi terlebih dahulu oleh asam empedu. Enzim lipase
menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) dan
monoasilgliserol agar dapat diserap oleh sel enterosit usus halus. Di dalam sel epitel usus
halus, asam lemak bebas dan monoasilgliserol ini dirakit kembali menjadi trigliserida.
Trigliserida bersama kolesterol ester, kolesterol bebas dan fosfolipid dirakit bersama
dengan apolipoprotein A (Apo-A) dan apolipoprotein B (Apo-B-48) membentuk
kilomikron nasen. Selanjutnya kilomikron nasen akan dilepaskan ke sistem limfatik dan
disebarkan ke seluruh tubuh.
Di dalam jaringan adiposa, terjadi proses sintesis trigliserida untuk disimpan
sebagai cadangan energi. Proses sintesis trigliserida ini dikenal dengan nama esterifikasi.
Trigliserida dibentuk dari gliserol-3-fosfat. Pada jaringan tertentu (hati, usus, dan ginjal)
gliserol-3-fosfat didapatkan dari fosforilasi gliserol menggunakan ATP. Sedangkan pada
jaringan adiposa, gliserol-3-fosfat dibentuk menggunakan sebagian dari dihidroksiaseton
fosfat pada glikolisis. Pada proses esterifikasi, gliserol-3-fosfat mengalami dua kali
asilasi menjadi trigliserida.
Proses pemecahan trigliserida (lipolisis) tidak hanya terjadi di dalam sel enterosit
cadangan. Lipolisis dikendalikan secara langsung oleh enzim hormone sensitive lipase
(HSL). Pengaturan aktivitas lipolisis secara tidak langsung dilakukan oleh hormon dan
senyawa lain. Insulin dan prostaglandin akan menghambat lipolisis dengan menghambat
adenilil siklase, enzim yang berperan dalam pembentukan cAMP yang secara tidak
langsung menghambat aktivasi HSL. Kebalikannya, kafein, adrenalin, ACTH, TSH,
glukagon dan GH akan memacu aktivitas adenilil siklase sehingga secara tidak langsung
memacu terjadinya lipolisis. Sedangkan glukokortikoid memicu terjadinya lipolisis
melalui induksi langsung HSL. (Murray et al, 2006) .
2.3 Lipoprotein
Karena memiliki sifat tidak dapat larut dalam air, lipid membutuhkan
pengangkut untuk dapat larut di dalam darah. Lipid diangkut dalam bentuk lipoprotein.
Lipoprotein adalah senyawa yang terdiri dari kolesterol ester dan trigliserida di bagian
inti, dikelilingi oleh kolesterol bebas, fosfolipid, dan apolipoprotein (Feingold &
Grunfeld, 2015). Pada bagian kulit, bagian polar dari fosfolipid dan kolesterol bebas
terletak pada bagian terluar yang bersentuhan dengan air memiliki sifat hidrofilik.
Sedangkan bagian nonpolar yang bersifat hidrofobik tersusun di "kulit" bagian dalam dan
berhubungan dengan bagian inti dari lipoprotein.
Apolipoprotein adalah protein yang berfungsi sebagai pengikat struktural
fosfolipid, kofaktor enzim dan ligan untuk reseptor lipoprotein. Lipoprotein dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis apolipoproteinnya. Apolipoprotein subkelas A
Sedangkan Apolipoprotein subkelas B (apo-B) terdapat pada lipoprotein dengan densitas
yang lebih rendah dan bersifat aterogenik. (Alaupovic, 2003)
Berdasarkan ukuran, komposisi, densitas dan jenis dari apolipoproteinnya,
Lipoprotein dipisahkan menjadi 5 jenis yaitu kilomikron, High Density Lipoprotein
(HDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL),
Low Density Lipoprotein (LDL).
2.3.1 Kilomikron
Kilomikron adalah lipoprotein yang memiliki diameter paling besar (75-1200
nm). Diameter kilomikron bergantung pada jumlah lemak yang diserap. Semakin banyak
lemak yang diserap maka semakin besar diameter kilomikron yang terbentuk. Partikel
kilomikron mengandung 85% trigliserida, 3% ester kolesterol, 8% fosfolipid, dan 2%
kolesterol bebas dan dibentuk oleh apolipoprotein A-I, A-II, A-IV, A-V, B-48, II,
C-III dan E. (Feingold & Grunfeld, 2015). Apolipoprotein B-48 adalah lioprotein struktural
utama kilomikron yang tidak ditukar ke lipoprotein lain.
Pembentukan kilomikron terjadi pada enterosit di dalam usus. Lemak
diemulsifikasi oleh empedu dan dihidrolisis oleh enzim pankreas. Trigliserida
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas (free fatty acid , FFA) dan monoasilgliserol. Zat
tersebut diserap di usus halus, dan esterifikasi kembali di sel mukosa membentuk
trigliserida dan kolesterol ester. Trigliserida, kolesterol bebas, fosfolipid dan kolesterol
ester dirakit bersama dengan apolipoprotein A (Apo-A) dan apolipoprotein B (Apo-B-48)
membentuk kilomikron nasen (Ricardi. et al, 2006). Kilomikron nasen
berinteraksi dengan HDL dan terjadi perpindahan apo C dan apo E ke dalam kilomikron
sehingga terbentuk kilomikron yang matang. (Feingold & Grunfeld, 2015)
Lipoprotein yang berada di sirkulasi akan bertemu dengan enzim Lipoprotein
Lipase (LPL) di endotel kapiler yang akan menghidrolisis trigliserida yang berada di
dalam inti kilomikron. Asam lemak dan gliserol yang dihasilkan akan masuk ke dalam
jaringan. Kolesterol akan tetap berada di dalam kilomikron dan diserap di hati. Hidrolisis
ini menyebabkan inti kilomikron mengecil menjadi berukuran 80 nm yang disebut sisa
kilomikron (chylomicron remnant). Sisa kilomikron kemudian diambil secara utuh oleh
hati. ( Feingold & Grunfeld, 2015)
2.3.2 Very Low Density Lipoprotein
Very Low Density Lipoprotein (VLDL) adalah partikel lipoprotein yang
dihasilkan oleh hati dan digunakan sebagai sarana transport utama trigliserida,
kolesterol, kolesterol ester dan fosfolipid dari hati menuju ke jaringan. VLDL berukuran
antara 30-80 nm. Variasi ukuran VLDL tergantung pada proses metabolisme yang terjadi
di hati. Komposisi VLDL terdiri dari 55% trigliserida, 18% ester kolesterol, 20%
fosfolipid, dan 5% kolesterol. Komposisi ini cenderung tetap walaupun ukuran VLDL
bervariasi tergantung pada kemampuan metabolisme hati. Berdasarkan ukurannya,
VLDL dibagi benjadi 2 subkelas, yaitu large VLDL1 dan small dense VLDL2.
Perbandingan proporsi antara trigliserida dan kolesterol ester bergantung pada status
metabolik dan diet. Hati individu dengan diet tinggi karbohidrat akan membentuk lebih
banyak VLDL1 kaya trigliserida, sedangkan individu dengan diet rendah karbohidrat dan
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, VLDL1 lebih banyak dibentuk daripada VLDL 2.
Perbedaan ukuran pada VLDL inilah yang menyebabkan perbedaan ukuran/subkelas
pada LDL. (German et al, 2006).
Di hati, trigliserida dan kolesterol ester dirakit bersama apo B-100 dan fosfolipid
membentuk VLDLnasen (VLDL nascent) lalu disekresi menuju ke pembuluh darah. Di
dalam sistem sirkulasi, VLDL nasen berinteraksi dengan HDL untuk mendapatkan apo
C, apo E dan sebagian kolesterol ester dan berubah menjadi VLDL matang. Pemindahan
ini dibantu oleh cholesterol ester transfer protein (CETP). (Feingold & Grunfeld, 2015)
Di kapiler, VLDL akan berinteraksi dengan lipoprotein lipase dan apo CII untuk
menghidrolisis trigliserida dan melepaskan asam lemak. Proses hidrolisis ini akan
meperkecil ukuran inti dari VLDL dan membentuk sisa VLDL (VLDL remnants/ IDL)
2.3.3 Intermediate Density Lipoprotein
Intermediate Density Lipoprotein atau sisa VLDL adalah partikel VLDL yang
kehilangan trigliserida dan mengandung banyak kolesterol. Partikel IDL terbentuk akibat
aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) yang menghidrolisis trigliserida dan
mentransferkan apo C-II dan apo C-III VLDL kepada HDL, sehingga VLDL terkonversi
menjadi ukuran yang lebih padat dan kecil yang disebut IDL. Partikel IDL banyak
mengandung ester kolesterol dan apo E. (Feingold & Grunfeld, 2015)
Sekitar 50% partikel IDL akan diambil hati, dan sisanya akan mengalami
katabolisme lanjut. Lipase hati akan memisahkan apo E pada partikel IDL sehingga
2.3.4 Low Density Lipoprotein
Low Density Lipoprotein (LDL) adalah partikel yang mengandung banyak
kolesterol dan apo B-100. LDL terbentuk dari IDL yang telah melepaskan apo E.
Komposisi dari LDL adalah 10% trigliserida, 50% ester kolesterol, 29% fosfolipid, dan
11% kolesterol bebas. Fungsi utama dari LDL adalah sebagai pengangkut kolesterol
menuju ke jaringan yang membutuhkan. Tidak seperti VLDL yang dirakit oleh hati, LDL
adalah partikel hasil modifikasi VLDL dengan penambahan dan pengurangan komposisi.
(German et al, 2006)
LDL berfungsi sebagai pengangkut utama kolesterol menuju ke jaringan yang
membutuhkan. Jaringan ini memiliki reseptor spesifik LDL untuk menangkap dan
mengambil kolesterol ester dan kolesterol bebas. Tidak seperti asam lemak yang diambil
oleh jaringan setelah dihidrolisis, kolesterol ester dan kolesterol bebas diambil secara
langsung dari VLDL tanpa mengalami proses hidrolisis. Kolesterol dibutuhkan untuk
pertumbuhan, pembentukan membran sel, pembentukan hormon dan asam
empedu(German et al, 2006). Hanya jaringan tertentu yang bisa memetabolisme
kolesterol, sehingga jika terjadi penumpukan kolesterol di jaringan akan menyebabkan
efek buruk bagi sel sehingga harus dikembalikan ke hati (Ramasamy, 2013)
LDL dimetabolisme melalui reseptor LDL yang banyak terletak pada hati dan
jaringan ekstrahepatik. Sekitar 30% LDL diuraikan di jaringan ekstrahepatik dan 70% di
hati. Reseptor ini mengenali apo E dan apo B-100 sebagai ligan, sehingga eliminasi tidak
hanya terjadi pada LDL tapi juga lipoprotein yang mengandung apo E, seperti IDL dan
metabolisme ini, apo B-100 didegradasi sedangkan kolesterol ester akan dihidrolisis
menjadi kolesterol bebas. (Feingold & Grunfeld, 2015).
Berdasarkan ukurannya, LDL dibagi menjadi 2 subkelas, large buoyant LDL dan
small dense LDL. Small dense LDL memiliki sifat lebih atherogenik daripada large
buoyant LDL karena mudah teroksidasi dan membentuk fatty streak di pembuluh.
2.3.5 High Density Lipoprotein
High density lipoprotein (HDL) adalah lipoprotein dengan ukuran paling kecil
dibandingkan lipoprotein lainnya. HDL memiliki diamtere 5-12 nm. HDL terbentuk dari
6% trigliserida, 40% ester kolesterol, 46% fosfolipid, 7% kolesterol bebas dan
apolipoprotein A-1, A-II, A-IV, C-I, C-II, C-III, dan E. Apolipoprotein A-I merupakan
apolipoprotein utama dalam HDL. (Feingold & Grunfeld, 2015)
HDL berperan dalam pengangkutan balik kolesterol dari jaringan untuk dieksresi
melalui empedu sehingga HDL bersifat anti aterogenik. Apo A-I, Apo A-II, Apo C dan
Apo E penyusun HDL dibentuk di hati. Komponen apolipoprotein ini mendapatkan
komponen kolesterol dan lipoprotein di jaringan membentuk HDL nasen. Di jaringan,
HDL akan matang dengan melakukan penyerapan lipid. Kolesterol jaringan diambil oleh
HDL dengan menggunakan scavenger receptor class B1 (SR-B1) dan ABCG1 yang akan
mengeluarkan kolesterol dari dalam sel. Kolesterol bebas diubah menjadi ester kolesterol
dengan bantuan enzim lesitin-kolesterol asil transferase (LCAT) untuk dapat diserap ke
dalam inti HDL. Dengan penambahan ester kolesterol, ukuran HDL akan membesar dan
Dalam sirkulasi darah, HDL akan berinteraksi dengan VLDL dengan memberikan
sebagian apo C, apo E dan kolesterol ester, lalu sebagai gantinya menerima trigliserida
dari VLDL. Pemindahan kolesterol ester ini dilakukan oleh cholesterol ester transfer
protein (CETP). Setelah interaksi tersebut, partikel HDL berubah menjadi lebih besar
dan banyak mengandung kolesterol ester.
Kolesterol yang dibawa oleh HDL disalurkan ke hati melalui dua jalur. Jalur
pertama kolesterol dikeluarkan langsung melalui SR-B1 hati, sedangkan jalur kedua
melalui eliminasi lipoprotein yang mengandung apo B-100 oleh hati yang diperantarai
oleh CETP (Feingold & Grunfeld, 2015) Kolesterol HDL akan diserap, sedangkan
apolipoprotein dipertahankan. Sisa HDL kemudian beredar kembali ke jaringan untuk
mengangkut balik kolesterol. Di hati, terdapat enzim lipase hati yang akan
menghancurkan sisa lipoprotein dan menghasilkan Apolipoprotein A-I yang bebas dalam
plasma. Sebagian apolipoprotein ini kemudian diserap oleh ginjal untuk dihancurkan
(Eckardstein et al, 2001).
2.4 Teknik Pemeriksaan Laboratorium Kolesterol LDL
2.4.1 Ultrasentrifugasi
Ultrasentrifugasi (preparative ultracentrifugation) adalah suatu metode untuk
memisahkan lipoprotein berdasarkan prinsip daya apung (floatation) dalam larutan
garam. Partikel akan terpisah akibat gaya sentrifugal karena adanya perbedaan ukuran
dan kepadatan pada partikel lipoprotein.
Bromida, lalu disentrifugasi. Partikel yang terkandung dalam plasma akan terpisah
berdasarkan massa jenisnya dalam larutan garam. Sentrifugasi pertama dilakukan selama
20-22 jam. Setelah disentrifugasi, VLDL dan kilomikron yang kaya trigliserida akan
membentuk lapisan tipis dan mengapung di permukaan karena massa jenisnya lebih kecil
yaitu 1.006 g/ml. Lapisan trigliserida ini dapat dipisahkan dengan menggunakan pipet.
Lapisan bawah yang mengandung LDL, HDL, IDL diubah kelarutannya dengan
menambahkan Kalium bromida, sehingga massa jenisnya berubah dari 1.006 g/ml
menjadi 1.063 g/ml. Larutan ini kembali di sentrifugasi untuk memisahkan partikel
lipoprotein. Partikel LDL akan mengapung di lapisan paling atas karena memiliki massa
jenis 1.063 g/dl. (Havel et. al, 1955)
Ultrasentrifugasi merupakan metode penghitungan kolesterol LDL yang mahal
dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, metode ini membutuhkan sampel darah
yang cukup besar. Namun hingga saat ini Ultrasentrifugasi merupakan metode utama
(reference method) yang dianjurkan untuk mengukur kolesterol LDL karena dapat
meilhat perbedaan fraksi dari LDL, IDL dan HDL. Belakangan ini, teknik
Ultrasentrifugasi telah dikombinasikan dengan pengendapan (precipitation) yang disebut
Beta Qualification . (Nauck et.Al, 2002)
Chung dkk (1980) menemukan metode pemisahan lipoprotein yang membutuhkan
satu kali sentrifugasi, yaitu Single Spin Discontinous Density Gradient
Ultracentrifugation (DGU). Plasma darah diturunkan masa jenisnya menggunakan garam
Natrium klorida atau Kalium Bromida hingga massa jenisnya berubah dari 1.006 mg/dl
menjadi 1.030 mg/dL. Plasma dan garam pelarutnya dimasukkan ke dalam tabung dan
dalam suhu 10°C. Larutan yang telah disentrifugasi akan membentuk lapisan gradien
berdasarkan masa jenis masing-masing lipoprotein. VLDL memiliki massa jenis
1.014-1.016 g/ml, LDL 1.020-1.062 g/ml, HDL 1.062-1.185 g/ml. Fraksi lipoprotein yang telah
dipisahkan dihitung kadarnya masing-masing menggunakan metode elektroforesis.
Sedangkan kadar kolesterol dalam partikel lipoprotein dihitung memonitor lipoprotein
peaks dengan UV detector
2.4.2 Precipitation method
Heinrich Wieland dan Dietrich Siedel tahun 1980 mengemukakan metode penghitungan
menggunakan teknik pengendapan (precipitation). Metode ini tidak menggunakan
ultrasentrifugasi yang membutuhkan alat khusus.
Plasma darah dicampur dengan menggunakan pengendap yang mengandung
buffer natrium sitrat dan heparin hingga pHnya berubah menjadi 5.11. Larutan ini
dicampur menggunakan mixer lalu disedimentasikan menggunakan sentrifuge 1000 rpm
selama 10 menit. Dalam metode ini VLDL dan HDL akan tetap berbentuk larutan,
sedangkan LDL akan membentuk endapan. Sampel dilarutkan dua kali selama prosedur.
Setiap 100µl sampel + 1 ml reagen pengendap. LDL kolesterol didapatkan dengan
mengurangi kolesterol total dengan kolesterol supernatan. (Wieland, 1980)
2.4.3 Elektroforesis
Fredrickson dan Lees pada tahun 1965 menemukan suatu cara untuk
mengklasifikasikan hiperlipoproteinemia dengan pemisahan lipoprotein yang dihasilkan
mengalirkan listrik melalui medium seperti gel agarose, gel poliacrylamide, dan cellulose
acetate. Untuk penghitungan secara kuantitatif, elektroforesis dengan medium gel agarose
dilakukan presipitasi dan diukur kadar kolesterolnya secara enzimatik (Aufenager, et al,
1989). Penghitungan kolesterol lipoprotein dengan cara ini mnghasilkan nilai akurasi
yang cukup baik jika dibandingkan dengan B quantification. (Nauck et al, 2002)
Teknik elektroforesis dapat mengklasifikasikan secara akurat lipoprotein utama
dalam plasma dan digunakan sebagai metode referensi untuk mendeteksi pasien dengan
tipe III hiperlipoproteinemia. Namun, teknik ini membutukan keahlian dan teknik laboran
sehingga lebih banyak digunakan pada laboratorium khusus dan tidak disarankan
digunakan dalam laboratorium pemeriksaan rutin. (Nauck et al, 2002)
2.4.4 Rumus Friedewald
Pada tahun 1972, Friedewald, Levy dan Frederickson menemukan satu rumus
yang digunakan untuk memperkirakan kadar kolesterol pada LDL, dengan menggunakan
penghitungan total kolesterol, trigliserida dan kolesterol HDL. Rumus ini digunakan
sebagai alternatif penghitungan kolesterol LDL untuk menggantikan metode preparative
ultracentrifugation yang membutuhkan alat yang canggih dan kurang ekonomis. Saat ini,
rumus ini telah digunakan luas sebagai metode untuk melakukan screening kadar
kolesterol LDL pada berbagai pusat kesehatan karena hanya membutuhkan data
kolesterol total, kolesterol HDL dan trigiserida yang tidak membutuhkan
ultrasentrifugasi, hanya sentrifugasi dan prinsip pengendapan massa.
Rumus Friedewald memperkirakan kadar kolesterol LDL dengan cara
Kolesterol VLDL diperkirakan dengan cara membandingkan rasio massa kolesterol
dengan trigliserida VLDL yang relatif konstan yaitu sebesar 1:5.
Rasio massa kolesterol VLDL dan trigliserida pada rumus Friedewald diasumsikan pada
perbandingan yang konsisten dan seragam. Rasio massa ini tidak menghitung kadar TG
pada kilomikron. Karena itu sampel yang dibutuhkan pada pemeriksaan kolesterol LDL
menggunakan rumus Friedewald harus memperhitungkan kadar kilomikron pada plasma
setelah makan. Terdapat perbedaan penurunan kolesterol LDL yang signifikan pada
plasma darah puasa setelah 3 (22-37%), 6(15%), dan 9 jam (8%) setelah makan (Cohn,
et. Al, 1988). Hal ini disebabkan oleh perubahan jumlah kilomikron yang terdapat dalam
plasma setelah makan. Oleh karena itu, plasma darah yang digunakan ada penghitungan
kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald harus mengeliminasi semua kilomikron,
yaitu dengan mengambil plasma darah pasien yang puasa (optimal) selama 8-12 jam. Jika
plasma tersebut masih mengandung kilomikron, maka darah yang sudah tersentrifugasi
akan membentuk lapisan putih pada permukaan supernatan jika didiamkan pada suhu 4
selama 18 jam. Hal ini akan mempengaruhi rasio massa antara TG dan kolesterol VLDL.
Dengan perbandingan rasio ini, peningkatan kadar trigliserida akan
mempengaruhi estimasi kadar kolesterol VLDL dan estimasi kadar kolesterol LDL. Pada
pasien dengan kadar trigliserida melebih 400 mg/dL, terjadi perubahan rasio trigliserida
dan kolesterol di dalam VLDL sehingga terjadi overestimated kolesterol VLDL dan
Hal ini terjadi pula pada hiperlipoproteinemia tipe 3 (dysbetalipoproteinemia).
WHO menyatakan bahwa dysbetalipoproteinemia adalah hiperlipoproteinemia yang
ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol VLDL secara abnormal dan motilitas
abnormal VLDL pada elektroforesis (floating β). Kadar VLDL abnormal dilihat melalui
perbandingan kolesterol dan trigliserida VLDL yang meningkat >1. Pada plasma normal,
perbandingan kolesterol dan trigliserida hanya sekitar <0,2. Peningkatan perbandingan
kolesterol dan trigliserida mencapai >0,4 adalah salah satu tanda diagnostik dari
hiperlipoproteinemia tipe 3. Pada pasien dengan hiperlipoproteinemia tipe III akan terjadi
underestimated kolesterol VLDL dan overestimated kolesterol LDL.
Sesuai dengan kondisi diatas, penghitungan kolesterol LDL menggunakan rumus
Friedewald tidak bisa digunakan pada: a.) plasma darah yang masih mengandung
kilomikron, b.) kadar trigliserida >400 mg/dL, c.) pasien dengan dysbetalipoproteinemia,
d.) pasien dengan hiperlipoproteinemia sekunder. Selain itu, penghitungan kolesterol
LDL menggunakan rumus Friedewald tidak dianjurkan pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 (DM tipe 2) karena pemeriksaan LDL penting dalam tatalaksana
pencegahan atherosklerosis pada pasien dengan DM tipe 2 dan memerlukan pemeriksaan
yang lebih akurat (Nauck et al, 2002). Pada pasien dengan kerusakan hepar, pemeriksaan
kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald akan berubah menjadi underestimated
kolesterol LDL dan overestimated kolesterol VLDL karena kerusakan hati akan
meningkatkan kadar trigliserida pada LDL dan HDL, tetapi menurunkan kadarnya pada
VLDL sehingga terjadi perubahan rasio massa pada trigliserida dan kolesterol VLDL.
2.4.5 Rumus Hopkins
Pada tahun 2013, beberapa peneliti dari Universitas Johns Hopkins melakukan
penelitian dan menemukan bahwa rasio tetap antara massa trigliserida dan kolesterol
VLDL pada rumus Friedewald, dapat menyebabkan underestimate kolesterol LDL jika
dihitung pada kadar trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol yang rendah, sehingga
koefisien 5 yang digunakan pada rumus Friedewald kurang fleksibel dan akurat untuk
mengestimasikan kolesterol LDL pada seluruh pasien. Selain itu, rumus Friedewald yang
dilakukan pada 448 pasien dinilai tidak mewakili variasi pada populasi yang lebih besar.
Kesalahan hasil penghitungan kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald terlihat
pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol yang
rendah.Estimasi kadar kolesterol LDL yang lebih rendah (Undersetimated LDL-C)
menyebabkan kesalahan diagnosa dan berpengaruh pada prevensi penyakit pembuluh
darah (stroke dan penyakit jantung koroner) pada pasien dengan risiko tinggi
hipertrigliseridemia. (Martin, et al, 2013)
Martin dkk (2013) meneliti 1.350.908 sampel pemeriksaan lipid pasien pada tahun
2009-2011, dan menemukan bahwa rasio TG:VLDL-C yang disesuaikan dengan kadar
trigliserida dan kolesterol non-HDL dapat memberikan hasil estimasi kolesterol LDL
yang lebih akurat. Namun, karena diteliti pada sampel besar pada populasi penduduk
Amerika Serikat, hasil penelitian ini perlu dilanjutkan untuk dibuktikan secara eksternal
2.4.6 Homogenous assay
Homogenous Assay adalah metode penghitungan kolesterol LDL secara langsung
menggunakan dua jenis detergen. Pada umumnya, detergen pertama digunakan untuk
melarutkan partikel non-LDL dan detergen kedua digunakan untuk melarutkan LDL
kemudian mengukur kadar kolesterol secara enzimatik menggunakan enzim cholesterol
esterase dan cholesterol oksidase. Saat ini, terdapat banyak variasi detergen yang
dikeluarkan dengan bahan yang berbeda, tetapi memiliki prinsip pemeriksaan yang sama
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. KerangkaKonseptual Tabel 3.1: Kerangka Konseptual
Uji Korelasi peningkatan trigliserida pada hasil pengukuran LDL-C Kolesterol
Total ↑
Pemeriksaan Profil Lipid
Trigliserida
↑ Kolesterol HDL ↓ Kolesterol LDL ↑
<200mg/dL 200mg/dL –
399mg/dL >400mg/dL
Kolesterol LDL (rumus Friedewald)
Dislipidemia Faktor resiko :
Penyakit jantung koroner Stroke, dan cardiovaskular
Direct homogenous assay Kolesterol LDL
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual
Dislipidemia merupakan faktor risiko penting dari penyakit jantung koroner dan
stroke karena menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh darah. Pemeriksaan profil lipid
pada dislipidemia terjadi peningkatan kolesterol total, peningkatan LDL kolesterol,
peningkatan trigliserida dan penurunan HDL kolesterol. Pemeriksaan kolesterol,
kolesterol HDL dan trigliserida dilakukan secara enzimatik . Sedangkan penentuan
kolesterol LDL dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu menggunakan rumus Friedewald,
yaitu dengan rumus
Pengitungan kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald dilakukan dengan
mengurangi kolesterol total dengan kolesterol HDL dan kolesterol VLDL. Kolesterol
VLDL diperkirakan dengan menggunakan rasio standar trigliserida dan kolesterol dalam
VLDL yaitu 5:1. Namun, peningkatan kadar TG akan menyebabkan deviasi pada rasio
massa antara trigliserida dan kolesterol sehingga nilai VLDL akan meningkat palsu. Hal
ini mempengaruhi hasil akhir penghitungan rumus Friedewald sehingga terjadi
penurunan kadar kolesterol LDL palsu. Sedangkan pada rumus Hopkins, koefisien rasio
TG: kolesterol VLDL yang semula 5 diganti sesuai dengan peningkatan kadar trigliserida
sehingga memperbaiki akurasi dari rumus Friedewald. Untuk membuktikan pengaruh
peningkatan kadar trigliserida dengan ketiga metode tersebut, penghitungan kolesterol
LDL akan dibagi berdasrakan kadar trigliserida, yaitu dibawah 200 mg/dL, 200-400
mg/dL dan diatas 400 mg/dL kemudian membandingkan hasil penghitungan kolesterol
Hasil analisis komparasi akan menunjukkan seberapa jauh deviasi penghitungan
kolesterol LDL dengan rumus Friedewald seiring dengan peningkatan trigliserida dan
akurasi estimasi kolesterol LDL dengan rumus Hopkins.
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat korelasi antara peningkatan trigliserida dengan hasil penhitungan LDL-C
dengan rumus Friedewald dan rumus Hopkins
2. Terdapat perbedaan yang spesifik antara pemeriksaan kolesterol LDL menggunakan
rumus Friedewald dan rumsu Hopkins. Pemeriksaan kolesterol LDL menggunakan rumus
Hopkins memiliki korelasi yang lebih baik terhadap pemeriksaan kolesterol LDL
menggunakan direct homogenous method dibandingkan pemeriksaan dengan rumus
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi, yaitu mencari
hubungan antara peningkatan trigliserida terhadap hasil pengukuran kadar kolesterol
LDL menggunakan rumus Friedewald dan rumus Hopkins.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah data pasien yang melakukan pemeriksaan
laboratorium di Instalasi Patologi Klinik Gedung Pusat Diagnostik di RSUD Dr. Soetomo
selama periode 23 Mei – 4 Juni 2016.
4.2.2 Kriteria Sampel
4.2.2.1 Inklusi
Data pasien yang melakukan pemeriksaan profil lipid di Instansi Patologi Klinik Gedung Pusat Diagnostik RSUD Dr. Soetomo Surabaya
4.2.2.1 Eksklusi
Data tidak lengkap
4.2.3 Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, yaitu teknik sampling
diambil dari hasil laboratorium rekam medik pasien yang datang ke Instansi Patologi
Klinik Gedung Pusat Diagnostik RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 23 Mei –
4 Juni 2016
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.3.1 Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil penghitungan LDL-C dengan
menggunakan rumus Friedewald dan rumus Hopkins
4.3.2 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kolesterol total (TC), HDL-C,
trigliserida, dan direk LDL-C
4.3.3 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Cara Pengukuran Satuan Skala
1
2. Kolesterol HDL Konsentrasi kolesterol yang terkandung di
Homogenous
Data didapatkan
(direk) Konsentrasi kolesterol yang terkandung
(indirek) Konsentrasi kolesterol yang terkandung
yaitu
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instansi Patologi Klinik Gedung Pusat Diagnostik
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4.4.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah 23 Mei – 4 Juni 2016
4.5 Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa:
a. Hasil pengukuran kolesterol total, trigliserida, dan HDL-C
b. Hasil pengukuran LDL-C secara direct homogenous assay
4.6 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
korelasi untuk menncari hubungan antara peningkatan trigliserida pada pengukuran yang
dihasilkan dari kedua metode rumus penghitungan LDL-C dan melihat deviasinya
4.7 Kerangka Operasional Penelitian
Tabel 4.1
Pengumpulan data Kolesterol
Total
Pemeriksaan Profil Lipid
Trigliserida Kolesterol
HDL Kolesterol LDL (direk)
<200mg/dL 200mg/dL –
399mg/dL >400mg/dL
rumus Friedewald
Analisis statistik
Hasil dan Simpulan Penelitian rumus Hopkins Kolesterol LDL
BAB 5
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan total 494 sampel dengan hasil pemeriksaan profil lemak
Instalasi Patologi Klinik Gedung Pusat Diagnostik RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebagai
sampel. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 23 Mei hingga 3 Juni 2016 menggunakan
metode total sampling.
Tabel 5.1 Gambaran Umum dan Profil Lipid Sampel
Total Klasifikasi Trigliserida
<200mg/dL 200-400 mg/dL >400mg/dL
Hopkins 130,28 (47,62) 125,71 (42,63) 141,16 (49,72) 157,92 (84,27) Direct 124,99 (41,73) 123,06 (39,39) 131,95 (45,91) 127,72 (56,35)
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sampel perempuan (53,8%) lebih banyak
daripada sampel laki-laki (46,2%). Pada variabel usia sampel dibagi dalam 4 kelompok yaitu
anak, dewasa, lansia, dan manula. Didapatkan sampel terbesar pada kategori usia lansia
(58,30%). Dan sampel terkecil adalah usia anak (5,06%)
5.1.2 Trigliserida
Trigliserida diukur menggunakan metode enzimatik menggunakan alat Nilai normal
trigliserida pada individu normal yaitu antara 30-150 mg/dL. Sampel dibagi menjadi 3
kelompok berdasarkan kadar trigliserida yang digunakan pada pengukuran rumus Friedewald,
yaitu <200 mg/dL, 200-400 mg/dL, dan >400 mg/dL.
Tabel 5.2 Gambaran Trigliserida Sampel Penelitian
Klasifikasi Jumlah (n) Persen (%)
<200 mg/dL 375 75,9%
200-400 mg/dL 94 19,04%
>400 mg/dL 25 5,06%
Total 494 100,00
Dari hasil pengambilan data terdapat 375 sampel (75,9%%) dengan kategori <200
mg/dL, 94 sampel (19,04%) dengan kategori 200-400 mg/dL, dan 25 sampel (5,06%) dengan
kategori >400 mg/dl. Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas sampel masuk dalam kategori
Berdasarkan nilai trigliserida normal individu yaitu 30-150 mg/dL, 199 sampel (40,29%)
memiliki kadar trigliserida melebihi normal dan 295 sampel (59,71%) memiliki kadar trigliserida
normal.
5.1.3 Kolesterol LDL
Kolesterol LDL dihitung menggunakan 3 metode, yaitu menggunakan rumus Friedewald,
rumus Hopkins dan direct homogenous method sebagai baku standar.
Kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald (LDL-Cfriedewald) dihitung dengan
menggunakan data Kolesterol Total (TC), kolesterol HDL (HDL-C) , trigliserida (TG) dan rasio
tetap TG:VLDL-C yaitu 5, dengan menggunakan rumus
Hasil dari penghitungan kolesterol LDL dengan menggunakan rumus Friedewald digambarkan
dalam tabel berikut :
Tabel 5.3 Gambaran LDL –C dengan rumus Friedewald
Kolesterol LDL yang dihitung dengan menggunakan rumus Hopkins (LDL-Chopkins), yaitu
mengganti rasio TG-VLDL-C pada Friedewald yang semula 5 menjadi bervariasi, disesuaikan
dengan kadar trigliserida dan non-HDL-C. Rasio diambil sesuai dengan kriteria pada tabel rasio
rumus Hopkins
Tabel 5.4 Rasio TG:VLDL pada rumus Hopkins
Hasil penghitungan kolesterol LDL menggunakan rumus Hopkins digambarkan pada grafik dan
Tabel 5.5 Gambaran LDL –C dengan rumus Hopkins
Penghitungan kolesterol LDL menggunakan direct homogenous method (LDL-C direct )adalah
penghitungan secara langsung secara enzimatik. Hasil penghitungan kolesterol LDL
menggunakan direct homogenous method digambarkan pada grafik berikut :
Tabel 5.6 Gambaran LDL –C dengan Direct Homogenous Method
Dari hasil penelitian di atas dilakukan uji statistik korelasi untuk melihat adakah korelasi
antara peningkatan kadar trigliserida dengan penghitungan kolesterol LDL menggunakan rumus
Friedewald dan rumus Hopkins.
5.2 Analisis Data 5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan metode korelasi. Jika data trigliserida
terdistribusi normal maka digunakan uji korelasi Pearson. Jika distribusi data trigliserida tidak
normal maka digunakan uji korelasi Spearman. Berikut merupakan hasil uji Normalitas
Trigliserida.
Tabel 5.7 : Hasil uji Normalitas Trigliserida
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Trigliserida .179 494 .000 .751 494 .000
a Lilliefors Significance Correction
Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menunjukan Sig. 0,000 (<0,05)
menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Jika dilihat distribusi data trigliserida
Gambar 5.1 : Grafik Distribusi Triglyceride menggunakan P-P Plots
Dari hasil grafik P-P plot di atas menunjukkan bahwa data tidak tersebar di sekitar garis,
sehingga bisa disimpulkan bahwa distribusi data tidak normal.
5.2.2 Uji Korelasi Spearman
Uji korelasi Spearman digunakan untuk menentukan apakah terdapat korelasi yang signifikan
antara trigliserida dengan penghitungan kolesterol LDL menggunakan rumus Friedewald dan
rumus Hopkins dengan metode direct homogenous method sebagai standar bakunya.
Koefisien korelasi pada uji Spearman dapat diinterpretasi sebagai tingkat hubungan antara
kedua variabel yang dihubungkan. Rentang nilainya berkisar 0,00±1,00, dimana + merupakan
tanda positif dan – merupakan tanda negatif. Interpretasi dari koefisien korelasi dapat
Tabel 5.8 Interpretasi Koefisien Korelasi
Rentang Interpretasi
0,00 Tidak ada korelasi
0,01-0,09 Korelasi kurang berarti
0,10-0,29 Korelasi lemah
0,30-0,49 Korelasi moderat
0,50-0,69 Korelasi kuat
0,70-0,89 Korelasi sangat kuat >0,90 Korelasi mendekati sempurna
Uji korelasi Spearman dilakukan pada tiga klasifikasi kadar trigliserida, yaitu <200
mg/dL, 200-400 mg/dL, dan >400 mg/dL.
5.2.2.1 Uji Korelasi Spearman pada Trigliserida <200mg/dL
Hasil uji korelasi penghitungan kolesterol LDL menggunakan tes Spearman pada
trigliserida <200 mg/dL adalah sebagai berikut
Tabel 5.9 Uji Korelasi Spearman pada trigliserida <200 mg/dL
Correlations
Friedewald hopkins direct
Spearman's rho Friedewald Correlation Coefficient 1.000 .997(**) .972(**)
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 375 375 375
Hopkins Correlation Coefficient .997(**) 1.000 .974(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 375 375 375
Direct Correlation Coefficient .972(**) .974(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 375 375 375
Dari hasil pengujian statistik didapatkan korelasi LDL-Cfriedewald dengan LDL-Cdirect
adalah 0,972. Sedangkan korelasi LDL-Chopkins dengan LDL-Cdirect adalah 0.974. Keduanya
menunjukkan bahwa baik penghitungan LDL-Cfriedewald dan LDL-Chopkins memiliki korelasi yang
baik (mendekati 1) dengan LDL-Cdirect. Koefisien korelasi yang ditunjukkan oleh penghitungan
LDL-Chopkins merupakan koefisien korelasi tertinggi dari semua penghitungan pada semua
klasifikasi trigliserida (0.974)
Selain itu didapatkan nilai p=0,000 pada kedua metode penghitungan rumus di atas
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara LDL-Cdirect dengan
LDL-Cfriedewald dan LDL-Chopkins (p<0,005).
5.2.2.2 Uji Korelasi Spearman pada Trigliserida 200-400mg/dL
Hasil uji korelasi penghitungan kolesterol LDL menggunakan tes Spearman pada
trigliserida 200-400 mg/dL adalah sebagai berikut:
Tabel 5.10 Uji Korelasi Spearman pada trigliserida 200-400 mg/dL
Correlations
Friedewald hopkins direct
Spearman's rho friedewald Correlation Coefficient 1.000 .991(**) .944(**)
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 94 94 94
hopkins Correlation Coefficient .991(**) 1.000 .938(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 94 94 94
direct Correlation Coefficient .944(**) .938(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 94 94 94
Dari hasil pengujian statistik didapatkan korelasi LDL-Cfriedewald dengan LDL-Cdirect
adalah 0,944. Sedangkan korelasi LDL-Chopkins dengan LDL-Cdirect adalah 0.938. Keduanya
menunjukkan bahwa baik penghitungan LDL-Cfriedewald dan LDL-Chopkins memiliki korelasi yang
baik (mendekati 1) dengan LDL-Cdirect
Selain itu didapatkan nilai p=0,000 pada kedua metode penghitungan rumus di atas
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara LDL-Cdirect dengan
LDL-Cfriedewald dan LDL-Chopkins (p<0,005).
5.2.2.2 Uji Korelasi Spearman pada Trigliserida >400mg/dL
Hasil uji korelasi penghitungan kolesterol LDL menggunakan tes Spearman pada
trigliserida >400 mg/dL adalah sebagai berikut:
Tabel 5.11 Uji Korelasi Spearman pada trigliserida >400 mg/dL
Correlations
Friedewald hopkins direct
Spearman's rho friedewald Correlation Coefficient 1.000 .984(**) .788(**)
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 25 25 25
hopkins Correlation Coefficient .984(**) 1.000 .780(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 25 25 25
direct Correlation Coefficient .788(**) .780(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 25 25 25
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil pengujian statistik didapatkan korelasi LDL-Cfriedewald dengan LDL-Cdirect (r)
menunjukkan bahwa baik penghitungan LDL-Cfriedewald dan LDL-Chopkins memiliki korelasi yang
paling rendah dibandingkan penghitungan pada kadar trigliserida yang lebih rendah.
Selain itu didapatkan nilai p=0,000 pada kedua metode penghitungan rumus di atas
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara LDL-Cdirect dengan
LDL-Cfriedewald dan LDL-Chopkins (p<0,005).
5.2.3 Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon
Uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Ranks test) adalah alternatif
pengganti uji paired t test yang tidak dapat digunakan pada data non parametrik atau data yang
distribusinya tidak normal. Uji Wilcoxon dilakukan pada 2 sampel yang berhubungan dan
menguji apakah keduanya memiliki hubungan yang signifikan.
5.2.3.1 Uji Wilcoxon pada Trigliserida<200 mg/dL
Hasil Uji Wilcoxon penghitungan kolesterol LDL pada trigliserida >400 mg/dL adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.12 Uji Wilcoxon pada trigliserida <200 mg/dL
Test Statistics(b)
friedewald direct – hopkins direct –
Z -4.809(a) -6.285(a)
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
Dari hasil Uji statistik Wilcoxon diatas didapatkan p=0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara penghitungan LDL-Cdirect dengan LDL-Cfriedewald dan
LDL-Chopkins
5.2.3.2 Uji Wilcoxon pada Trigliserida 200-400mg/dL
Hasil Uji Wilcoxon penghitungan kolesterol LDL pada kadar trigliserida 200-400mg/dL
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.13 Uji Wilcoxon pada trigliserida 200-400 mg/dL
Test Statistics(c)
friedewald direct – hopkins direct –
Z -1.268(a) -6.386(b)
Asymp. Sig. (2-tailed) .205 .000
a Based on negative ranks. b Based on positive ranks. c Wilcoxon Signed Ranks Test
Pada hasil Uji Wilcoxon diatas didapatkan p=0,000 (p<0,05) pada LDL-Cdirect –
LDL-Chopkins menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan. Sedangkan pada uji Wilcoxon antara
LDL-Cdirect – LDL-Cfriedewald menunjukkan p=0,1025 (p>0,05) membuktikan hubungan yang
tidak signifikan.
5.2.3.3 Uji Wilcoxon pada Trigliserida >400mg/dL
Hasil Uji Wilcoxon penghitungan kolesterol LDL pada kadar trigliserida >400mg/dL
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.14 Uji Wilcoxon pada trigliserida >400 mg/dL
Test Statistics(c)