• Tidak ada hasil yang ditemukan

PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Pemahaman Konsep Jarak pada Topik Dimensi Tiga Kelas X

Menggunakan Model Pembelajaran Langsung Berbantuan Google Sketchup

Syaiful Hamzah Nasution, Cholis Sa'dijah

Pemanfaatan Geogebra Untuk Meningkatkan Pemahaman Karakteristik Grafik Fungsi Kuadrat

Pada Siswa Kelas X Mia7 SMA Negeri 1 Singaraja

Gede Alit Narohita

Penerapan Metode Restu Melalui Pembelajaran Kooperatif

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI.6 SMK Negeri 1 Kubu

I Wayan Laba

Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung

Lailatul Masfufah, Supriyatno Widodo

Kajian Materi Aljabar dan Komunikasi Matematis

Agus Prianto

Penggunaan Alpen (Alat Permainan Pecahan) Dalam Pembelajaran Matematika

Materi Bilangan Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV

Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015 di SDN 28 Tibawa Kab. Gorontalo

Suparman Pilomonu, S.Pd.

Volume

2

Nomor

2

Tahun 201

5

PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

IDEAL MATHEDU

INDONESIAN DIGITAL JOURNAL

OF MATHEMATICS AND EDUCATION

mo

o

r

N

(2)

Penanggung jawab

:

Kepala Subag TU dan RT

Yasri Aznam, S.Sos.

Redaktur

: Marfuah, S,Si.,M.T.

Penyunting/Editor

:

1. Muh. Tamimuddin H, M.T.

2. Nurul Muda Khikmawati, S.Kom,. M.Cs.

3. Sumardyono, M.Pd.

4. Wiworo, S.Si., M.M.

5. Dra. Th. Widyantini, M.Si.

6. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si.

7. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A.

8. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed.

9. Hanan Windro Sasongko, S.Si.

10. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si.

11. Drs. Agus Suharjana, M.Pd.

12. Choirul Listiani, M.Si.

13. Joko Purnomo, M.T.

14. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed.

15. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed.

16. Ratna Herawati, M.Si.

17. Sumaryanta, M.Pd.

18. Titik Sutanti, M.Ed.

19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd.

20. Jakim Wiyoto, S.Si.

Desain Grafis dan Layout

:

1. Cahyo Sasongko, S.Sn.

2. Muhammad Fauzy

3. Samsul Bahri

Sekretariat

:

1. Harwasono, S.Kom.

2. Sri Pujiastuti, A.Md.

3. Nur Amini Mustajab, S.Pd.Si.

4. Aditya Kristiawan, S.H.

3. Anggrahini Suharto, S.I.P.

Alamat redaksi

:

PPPPTK Matematika

Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman

Kotak Pos 31 Yk-Bs Yogyakarta

Telp. (0274) 885725, 881717

Fax. (0274) 885752

(3)

PEMAHAMAN KONSEP JARAK PADA TOPIK

DIMENSI TIGA KELAS X MENGGUNAKAN

MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG

BERBANTUAN GOOGLE SKETCHUP

Syaiful Hamzah Nasution1), Cholis Sa’dijah2)

1)Universitas Negeri Malang, Jl Semarang no 5 Malang, email: syaifulturen@gmail.com

2)

Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang no 5 Malang, email: lis_sadijah@yahoo.co.id

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model pembelajaran langsung menggunakan Google SkecthUp untuk memahamkan konsep jarak pada topik dimensi 3 kelas X dan mengkaji apakah dengan pembelajaran tersebut, ketuntasan belajar klasikal dapat ditingkatkan. Sumber data dalam penelitian ini 39 siswa kelas X di SMA Negeri 1 Turen pada tahun 2012. Penelitian ini adalah penelitian tindakan partisipan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, tes, angket, catatan lapangan dan wawancara. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp dapat meningkatkan pemahaman siswa dan ketuntasan klasikal tentang konsep jarak pada topik dimensi 3 kelas X

Kata Kunci: pembelajaran langsung, Google SketchUp, jarak, dimensi tiga.

1.

Pendahuluan

Banyak siswa di SMA Negeri 1 Turen belum memahami konsep jarak pada topik dimensi tiga kelas X. Hal ini terungkap dari hasil diskusi peneliti dengan salah satu guru matematika yang mengajar kelas X SMA Negeri 1 Turen. Dari diskusi diperoleh informasi bahwa kesulitan siswa dalam belajar dimensi tiga meliputi; (1) kesulitan dalam menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang, (2) kesulitan untuk menentukan jarak dan besar sudut dalam bangun ruang, (3) kesulitan untuk membayangkan objek geometri dimensi tiga yang disajikan dalam gambar dua dimensi. Kesulitan tersebut terlihat pada proses pembelajaran dan pada hasil ulangan harian siswa yang sering mengalami ketidaktuntasan. Guru matematika tersebut juga mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran dimensi tiga adalah ceramah, guru menjelaskan konsep dimensi tiga dengan menggambar di papan tulis, memberikan contoh dan soal.

Berdasarkan hasil diskusi dengan salah satu guru matematika, peneliti ingin melihat sejauh mana kemampuan keruangan siswa. Peneliti membuat tes tentang kemampuan keruangan siswa yang terdiri dari 4 soal dan diberikan pada observasi awal. Tujuan dari tes kemampuan keruangan ini adalah untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa tentang keruangan. Tes diikuiti oleh 39 siswa kelas X SMA Negeri 1 Turen. Gambar 1 berikut menyajikan dua hasil scan jawaban siswa pada observasi awal penelitian.

(4)

Gambar 1. Jawaban hasil tes kemampuan keruangan

Hasil tes kemampuan keruangan pada observasi awal disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil tes kemampuan keruangan pada observasi awal

No Butir Soal Jumlah jawaban benar Jumlah jawaban salah Persentase jawaban benar Persentase jawaban salah 1 a 27 12 69% 31% 2 b 24 15 62% 38% 3 c 15 24 38% 62% 4 d 13 26 33% 67% Rerata 51% 49%

Dari hasil tes kemampuan keruangan pada observasi awal disimpulkan bahwa penguasaan keruangan siswa masih lemah. Siswa masih sulit membayangkan model tiga dimensi yang disajikan pada bidang dua dimensi. Siswa membutuhkan media untuk membantu memodelkan objek tiga dimensi.

Apabila dikaitkan dengan teori belajar Piaget, Resnick (1981:168) menyimpulkan sebagai berikut.

According to Piaget, there is a stage of intellectual development beyond concrete operations, in which people able to reason hypothetically and to take into account all logical possibilities. Called the period of formal operations, this stage typically develops with the onset of adolescence, and it involves the kind of thinking characteristic of the most advanced forms of mathematical and scientific reasoning.

(5)

Anak berusia 12 tahun ke atas berada pada tahap operasi formal. Dalam tahap ini intelektual berkembang melebihi tahap operasi konkret, dimana anak mampu memberi alasan secara hipotesis dan telah melihat semua kemungkinan logis. Pada tahap operasi formal, anak mampu mengembangkan suatu pernyataan untuk menegaskan atau menyangkal suatu hipotesis kemudian membuktikan hipotesis itu melalui perbandingan antara akibat-akibat deduktifnya dengan fakta-fakta dalam cara berpikirnya. Berdasarkan uraian di atas seharusnya siswa sekolah menengah atas sudah mampu melakukan penalaran dengan hal-hal yang bersifat abstrak. Namun pada kenyataannya siswa membutuhkan bantuan benda konkret (media) terlebih dahulu. Hal ini berarti siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari dimensi tiga.

Untuk mengatasi masalah tersebut dalam penelitian ini digunakan Google SketchUp sebagai media dalam mempelajari dimensi tiga. Google SketchUp dikembangkan oleh Startup Company, Colorado pada tahun 1999 oleh Brad Schell. Pada awalnya Google SketchUp digunakan sebagai alat untuk menciptakan konten tiga dimensi yang memungkinkan para professional desain untuk membuat objek tiga dimensi dengan mudah (Wikipedia.org). Adapun alasan pemilihan Google SketchUp sebagai media dalam mempelajari dimensi tiga adalah: (1) Google SketchUp mudah digunakan, (2) Google SketchUp memberi visualisasi yang baik tentang objek dimensi tiga, (3) Objek dimensi tiga yang dibuat dengan Google SketchUp dapat diputar, sehingga memudahkan untuk mengamati objek dimensi tiga, (4) Google SketchUp mempunyai beragam tool yang dapat digunakan untuk menciptakan objek dimensi tiga.

Penggunaan media dalam pembelajaran mempunyai arti yang cukup penting. Menurut Djamarah (2010: 120) dalam pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Petrus Harjanto (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Pembelajaran

dengan Pendekatan Kontekstual Berbantu Program Wingeom untuk Membangun

pemahaman Konsep Jarak Siswa Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang” yang menyatakan bahwa penggunaan media dapat membantu pemahaman siswa tentang jarak pada dimensi tiga.

Untuk menggunakan Google SketchUp dalam pembelajaran, tentunya siswa perlu mendapatkan keterampilan menggunakan software tersebut. Melalui demonstrasi yang dilakukan oleh guru, siswa diberi keterampilan untuk menggunakan Google SkecthUp 8 sehingga diharapkan siswa dengan mudah memahami konsep jarak pada dimensi tiga. Kemudian guru memberi latihan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan latihan dengan menggunakan Google SketchUp. Dengan alasan tersebut, peneliti memilih model pembelajaran langsung dalam penelitian ini.

Arends (2009) menyatakan “direct instruction was designed to promote mastery of skills (procedural knowledge) and factual knowledge that can be taught in a step-by-step fashion”. Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menurut Arends, sintaks dalam pembelajaran langsung ada lima, yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, (2)

(6)

mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, (3) membimbing latihan, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan (5) memberikan latihan tambahan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp untuk memahamkan konsep jarak pada topik dimensi tiga kelas X? (2) Apakah model pembelajaran langsung dengan menggunakan Google SketchUp dapat meningkatkan ketuntasan belajar klasikal pada materi menentukan jarak dalam dimensi tiga?

2.

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan partisipan karena peneliti terlibat langsung mulai dari awal penelitian sampai akhir penelitian. Peneliti membuat perencanaan, menerapkan pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp, mengobservasi, mengumpulkan data, dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Sebagai perencana, peneliti merancang desain dan perangkat pembelajaran langsung, membuat media dengan Google SketchUp, membuat lembar kerja dan instrumen penelitian. Langkah-langkah penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, yang terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dalam proses pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, tes, angket, catatan lapangan dan wawancara.

Pengamatan (observasi) dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti mengamati segala aktivitas siswa dengan lembar observasi yang telah dirancang berdasarkan aspek-aspek yang mengacu pada aktivitas siswa dalam pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Indikatornya adalah menggali pengetahuan awal siswa, membimbing dan mendorong siswa mengenal konsep jarak berbantuan Google SketchUp, mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan melakukan penilaian kepada siswa terkait dengan pemahaman jarak pada dimensi tiga. Data hasil kuis dan tes siswa digunakan untuk melihat apakah pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang jarak pada dimensi 3. Indikator siswa paham berdasarkan tes dalam penelitian ini adalah: (1) Siswa mampu mengidentifikasi data-data yang terkait dengan jarak pada dimensi tiga, (2) Siswa mampu menentukan apa yang ditanyakan dalam soal, (3) Siswa mampu membuat strategi yang tepat untuk menentukan jarak pada dimensi tiga, dan (4) Siswa mampu mengaplikasikan konsep jarak dalam memecahkan masalah. Kuis diberikan pada akhir tindakan, sedangkan tes dilaksanakan pada akhir siklus. Sumber data pada penelitian ini 39 siswa kelas X di SMA Negeri 1 Turen pada tahun 2012. Agar data yang diperoleh tidak bias, peneliti menekankan kepada siswa untuk mengerjakan tes secara mandiri dan tidak boleh bekerjasama.

(7)

Data hasil wawancara digunakan untuk menelusuri dan mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dalam menentukan jarak pada pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Selain itu data hasil wawancara digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp.

Catatan lapangan disediakan untuk melengkapi data yang mungkin tidak terekam dalam lembar observasi dan bersifat penting sehubungan dengan kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu catatan langsung digunakan untuk mencatat refleksi memuat pendapat peneliti yang mengarah pada tujuan penelitian ini.

Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan, data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data dianalisis dengan langkah-langkah: mendeskripsikan data, menganalisis secara kuantitatif untuk data berupa skor, dan menyimpulkan data. Data hasil pengamatan, wawancara dan catatan lapangan dilakukan analisis kualitatif. Sedangkan data hasil kuis dan tes dilakukan analisis kuantitatif.

Pada akhir tindakan untuk setiap siklus diberi tes akhir tindakan. Hasil tes akhir tindakan ini dikaji untuk melihat pemahaman siswa dan ketuntasan klasikalnya. Ketuntasan klasikal dalam penelitian ini dirumuskan

100% St Kk Sb   Dengan

Kk : Persentase Ketuntasan klasikal

St : Jumlah siswa yang memperoleh nilai 

75

(minimal KKM) Sb : Jumlah siswa yang memperoleh nilai  75 (di bawah KKM)

Dalam penelitian ini, tindakan dihentikan apabila rerata persentase indikator pemahaman minimal 85% dan persentase ketuntasan klasikal minimal 85%. Namun apabila dalam suatu siklus rerata persentase indikator pemahaman dan ketuntasan klasikal sudah tercapai, siklus selanjutnya tetap dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengkaji peningkatan pemahaman dan ketuntasan klasikal.

3.

Hasil dan Pembahasan

Berikut ini dibahas tentang pelaksanaan tindakan, serta analisis pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp.

3.1 Sebelum Tindakan

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti melakukan tes kemampuan prasyarat. Tes kemampuan prasyarat ini meliputi pemahaman siswa tentang konsep teorema Pythagoras dan menentukan jarak pada segitiga siku-siku. Tes kemampuan prasyarat ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa tentang konsep yang melandasi menentukan jarak pada dimensi tiga. Berikut scan hasil tes kemampuan prasyarat salah satu siswa

(8)

Gambar 2. Hasil scan lembar jawaban tes prasyarat siswa

Berdasarkan hasil pekerjaan siswa pada tes kemampuan prasyarat, peneliti menyimpulkan bahwa siswa kurang menguasai kemampuan prasyarat. Setelah melakukan diskusi dengan Bapak Ahmadi selaku guru matematika, peneliti memutuskan untuk menyampaikan kembali materi prasyarat ke dalam remedial teaching.

Setelah remedial teaching dilaksanakan, peneliti memberikan file installer Google SketchUp untuk diinstal ke laptop siswa. Peneliti memandu siswa untuk menginstal Google SkethUp.

3.2 Siklus I

Siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 2  45 menit untuk setiap pertemuan. Pertemuan pertama adalah menerapkan model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp pada materi menentukan jarak titik ke titik dan titik ke garis. Pertemuan kedua adalah menerapkan model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp pada materi menentukan jarak titik ke bidang dan memberikan tes akhir tindakan I. Perencanaan siklus I meliputi : (1) menyiapkan rencana pelaksanaan (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) yang telah disusun, (2) menyiapkan materi untuk presentasi kelas, (3) menyiapkan media Google SketchUp, (4) menyiapkan lembar pengamatan, catatan lapangan lembar penilaian skor kelompok, (5) menyiapkan tes akhir tindakan 1 dan (6) melakukan koordinasi antara peneliti dengan guru.

Siklus I Pertemuan ke-1

Pada saat pembelajaran, disampaikan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak titik ke titik dan titik ke garis. Setelah menyampaikan tujuan pembelajaran siswa diminta untuk membuka file Google SketchUp yang telah diberikan. Kemudian guru mendemonstrasikan penggunaan file Google SketchUp tersebut. Setelah mendemonstrasikan, siswa diberi LKS. Siswa menggunakan Google SketchUp untuk memvisualisasikan masalah pada LKS.

(9)

Gambar 3. Visualisasi jarak titik dengan Google SketchUp

Pada saat siswa mengerjakan LKS, guru memantau siswa, berkeliling untuk mengecek jawaban siswa dan memberikan umpan balik. Siswa diberi kesempatan untuk memaparkan hasil pekerjaannya. Di akhir pembelajaran guru memberikan kuis dan memberikan soal latihan tambahan.

Siklus I Pertemuan Ke-2

Pada pertemuan ke-2, siswa dijelaskan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak dari titik ke bidang. Guru mengajak siswa mereview materi menentukan jarak titik ke titik sebelum melanjutkan ke materi menentukan jarak titik ke bidang. Guru memberikan file Google SketchUp kepada siswa dan mendemonstrasikan penggunaannya. Kemudian guru memberi siswa LKS. Pada pertemuan ke-2 siswa terlihat lebih mahir menggunakan Google SketchUp. Pemahaman siswa tentang jarak titik ke bidang rata-rata baik. Hal ini terlihat dari jawaban pada LKS yang dikerjakan oleh siswa. Setelah mengerjakan LKS, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil pekerjaannya. Di akhir pembelajaran, siswa diberi tes akhir tindakan.

Analisis dan Refleksi Siklus I

Berdasarkan hasil analisis pekerjaan 39 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan siklus I diperoleh data: (1) sebanyak 34 siswa mendapat nilai 75, (2) rata-rata tes akhir tindakan 90,64, dan (3) ketuntasan klasikal 87%. Adapun data hasil analisis indikator pemahaman tes tindakan siklus I disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Data hasil analisis tes tindakan siklus I

No Indikator Pemahaman Frekuensi Siswa Persentase

1 Siswa mampu mengidentifikasi data data yang terkait dengan jarak pada dimensi tiga

35 90

2 Siswa mampu menentukan apa yang

ditanyakan dalam soal

(10)

3 Siswa mampu membuat strategi yang tepat untuk menentukan jarak pada dimensi tiga

34 87

4 Siswa mampu mengaplikasikan konsep

jarak dalam memecahkan masalah

34 87

Rerata persentase indikator pemahaman 88

Berdasarkan data hasil analisis tes tindakan siklus I diperoleh bahwa rerata persentase indikator pemahaman 88% dan ketuntasan klasikalnya 87%. Hal ini berarti bahwa tindakan pada siklus I berhasil karena persentase indikator pemahaman diatas 85% dan ketuntasan klasikal di atas 85%. Meski demikian tindakan tetap dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengkaji, apakah ketuntasan klasikalnya dapat ditingkatkan.

3.3 Siklus II

Siklus II terdiri dari tiga kali pertemuan, yakni pertemuan ketiga, keempat dan kelima dengan alokasi waktu 2  45 menit untuk setiap pertemuan. Tindakan yang dilakukan pada pertemuan ketiga adalah menerapkan model pembelajaran langsung dengan Google SketchUp untuk menentukan jarak garis ke garis dan garis ke bidang. Pada pertemuan keempat, menerapkan model pembelajaran langsung dengan Google Sketchup untuk menentukan jarak bidang ke bidang. Tes akhir tindakan II diberikan pada pertemuan kelima.

Siklus II Pertemuan ke-3

Pada saat pembelajaran, disampaikan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak garis ke garis dan garis ke bidang. Setelah menyampaikan tujuan pembelajaran siswa diminta untuk membuka file Google SketchUp yang telah diberikan. Kemudian guru mendemonstrasikan penggunaan file Google SketchUp tersebut. Setelah mendemonstrasikan, siswa diberi LKS. Berdasarkan refleksi pada siklus I, siswa diberi sejumlah file Google SketchUp terkait dengan soal pada LKS dan tidak membuat sendiri visualisasi dengan Google SketchUp. Pemberian file ini untuk mengefisiensikan waktu dan mengoptimalkan eksplorasi siswa. Saat pembelajaran berlangsung, siswa diperkenankan diskusi dengan siswa lain. Guru berkeliling memeriksa pekerjaan siswa dan memberikan bantuan jika ada siswa yang kesulitan. Setelah siswa mengerjakan LKS, beberapa siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil pekerjaannya. Di akhir pembelajaran, guru memberikan latihan tambahan.

Siklus II Pertemuan Ke-4

Pada pertemuan ke-4, siswa dijelaskan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak bidang ke bidang. Guru mengajak siswa mereview materi menentukan jarak garis ke garis dan jarak garis ke bidang kemudian memberikan file Google SketchUp kepada siswa dan mendemonstrasikan penggunaannya. Pada pertemuaan ke-4, terlihat siswa sudah terbiasa dengan Google SketchUp. Secara umum, pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan ke-4 sama dengan pertemuan ke-3.

(11)

Pada pertemuan kelima, diberikan tes akhir tindakan siklus II. Tes diikuti oleh 39 siswa dan dikerjakan secara individu.

Analisis dan Refleksi Siklus II

Berdasarkan hasil analisis pekerjaan 39 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan siklus II diperoleh data: (1) sebanyak 36 siswa mendapat nilai 75, (2) rata-rata tes akhir tindakan 93,3, dan (3) ketuntasan klasikal 92%. Adapun data hasil analisis indikator pemahaman tes tindakan siklus II disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Data hasil analisis tes tindakan siklus II

No Indikator Pemahaman Frekuensi Siswa Persentase

1 Siswa mampu mengidentifikasi data data yang terkait dengan jarak pada dimensi tiga

39 100

2 Siswa mampu menentukan apa yang

ditanyakan dalam soal

39 100

3 Siswa mampu membuat strategi yang

tepat untuk menentukan jarak pada dimensi tiga

37 95

4 Siswa mampu mengaplikasikan konsep

jarak dalam memecahkan masalah

36 92

Rerata persentase indikator pemahaman 97

Berdasarkan data hasil analisis tes tindakan siklus II diperoleh bahwa rerata persentase indikator pemahaman 97% dan ketuntasan klasikalnya 92%. Hal ini berarti bahwa tindakan pada siklus II berhasil karena persentase indikator pemahaman di atas 85% dan ketuntasan klasikal di atas 85%. Ketuntasan klasikal mengalami kenaikan sebesar 5% dari 87% pada siklus I menjadi 92% pada siklus II. Hal ini berarti ketuntasan klasikal dapat ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut tindakan dihentikan.

Dari hasil wawancara diperoleh informasi: (1) siswa lebih memahami jarak pada dimensi tiga dengan menggunakan Google SketchUp, (2) demonstrasi yang dilakukan guru dalam pembelajaran langsung sangat membantu siswa untuk menggunakan Google SketchUp, (3) visualisasi objek tiga dimensi pada Google SketchUp sangat membantu siswa, (4) siswa merasa terpacu untuk mengungkapkan ide atau gagasan.

4.

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp memiliki sintaks: (a) menyiapkan bahan belajar siswa berupa LKS dan file pendukung dengan Google SketchUp, (b) menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa, (c) mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, (d) memberikan dan membimbing latihan, (e) mengecek dan memberikan umpan balik, (f) memberi kesempatan siswa untuk menyampaikan pendapat, dan (g) memberikan latihan tambahan. (2) Model pembelajaran langsung menggunakan Google

(12)

SketchUp 8 dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang jarak pada dimensi tiga dan dapat meningkatkan ketuntasan klasikal.

Daftar Pustaka

Arends, Richard. 2009. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.

Djamarah, S dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Harjanto, Petrus. 2012. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Berbantu Program Wingeom untuk Membangun pemahaman Konsep Jarak Siswa kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang.

Tesis: tidak diterbitkan.

Krismanto, A. 2004. Dimensi Tiga Pembelajaran Jarak. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Resnick, Lauren dan Ford, Wendy W. 1981. The Psychology of Mathematics for Instruction. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Smaldino, L dan Deborah, L. 2008. Instructional Technology & Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media

(13)

PEMANFAATAN

GEOGEBRA

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN

KARAKTERISTIK GRAFIK FUNGSI KUADRAT

PADA SISWA KELAS X MIA7

SMA NEGERI 1 SINGARAJA

Gede Alit Narohita

SMA Negeri 1 Singaraja, Jalan PramukaNo 4 Singaraja, Bali;alitnarohitagede@yahoo.co.id

Abstrak. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singaraja pada siswa kelas XMIA7 tahun pelajaran 2013/2014 dengan memanfaatkan aplikasi GeoGebra. Tujuan penelitian untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat ditinjau dari bentuk aljabarnya. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode tes dan observasi dengan instrumen yang dipergunakan adalah tes dan lembar observasi. Data yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat. Pada siklus I, rata-rata kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat adalah sebesar 83,9 dan berdasarkan kriteria penggolongan termasuk kategori sangat baik, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 88,8 dengan kategori sangat baik. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa aplikasi

GeoGebradapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat siswa kelas XMIA7 tahun pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci.GeoGebra, pemahamansiswa, grafikfungsikuadrat

Abstract. This study was conducted in SMA Negeri 1 Singaraja in class XMIA7 2013/2014 school year by utilizing GeoGebra applications. This research purposed to improve students' understanding of the characteristics of the graph a quadratic function in terms of its algebraic form. The data in this study were collected through a method of testing and observation with the instruments used were a test and an observation sheet. The data collected in this study was analyzed with descriptive statistics. The results showed that there was an increase in the ability of students' understanding of the characteristics of graphs of quadratic functions. In the first cycle, the average ability of students'understanding of the characteristics of the graph of a quadratic function was 83.9 and based on the classification criteria included invery good category, while the second cycle increased to 88.8 with very good category. Based on these results, it was concluded that the application GeoGebracould increase the students' understanding of the characteristics of graphs of quadratic functions of students in class XMIA7 2013/2014 school year.

(14)

1.

Pendahuluan

Salah satu upaya dalam mengoptimalkan proses pembelajaran adalah penggunaan media pembelajaran secara tepat. Dalam upaya untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, diperlukan adanya media pembelajaran yang representatif dalam proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran. Penggunaan media yang memadai dalam proses pembelajaran didasarkan atas asumsi bahwa guru berhadapan dengan siswa yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari segi minat, bakat, tingkat kecerdasan, termasuk kemampuan dalam mengonstruksi atau membangun pengetahuan sendiri melalui pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, khususnya bidang matematika, penggunaan media pembelajaran masih sangat terbatas. Penggunaan media pembelajaran yang sangat terbatas berdampak pada rendahnya motivasi belajar dan kreativitas siswa dan pada akhirnya sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Menyikapi hal tersebut, pembelajaran matematika di sekolah perlu adanya media yang representatif.

Perkembangan pesat teknologi informasi kini telah menjadi tantangan bagi dunia pendidikan dan para pendidik padakhususnya agar dapat bekerja maksimal. Teknologi informasi dapat digunakan sebagai salah satu bagian dari teknologi pendidikan yang mendukung proses pembelajaran. Penggunaan teknologi informasi ini akan bermanfaat bagi anak didik karena dengan teknologi informasi, karakteristik, minat, dan bakat peserta didik dapat dikembangkan. Keuntungan lain yang mencolok adalah bahwa dengan penggunaan teknologi informasi dapat mengatasi permasalahan ruang, waktu, dan jarak dalam proses belajar.

Pada abad 21 ini, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan sebuah keharusan baik menjadi sumber belajar, sebagai media belajar, maupun menjadi media komunikasi dan kolaborasi. Bahkan pada Kurikulum 2013, TIK tidak lagi menjadi mata pelajaran terpisah melainkan terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, sehingga setiap pendidik mau tidak mau harus menguasai TIK terutama dalam rangka mendukung pembelajaran. Dengan kata lain, kompetensi pemanfaatan TIK menjadi salah satu kompetensi wajib yang harus dikuasai setiap pendidik.

Kurikulum 2013 bertujuan memberikan bekal kepada siswa agar mempunyai kompetensi yang dibutuhkan untuk bersaing di era global abad 21. Untuk itu, pembelajaran diarahkan berpusat ke siswa dengan menggunakan pendekatan sains dan guru sebagai fasilitator bisa mendorong peserta didiknya agar lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, pemanfaatan teknologi dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran. GeoGebra sebagai salah satu perangkat lunak matematika dapat dimanfaatkan untuk membantu guru dalam membuat lembar kerja interaktif yang akan mempermudah siswa memahami beberapa konsep, relasi, dan prinsip tertentu di matematika. GeoGebra

dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk demonstrasi, abstraksi, dan visualisasi. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai alat bantu konstruksi, eksplorasi, dan penemuan matematika, sebagai perangkat lunak pembangun bahan ajar (authoring tools),

(15)

dan sebagai alat untuk mengecek jawaban soal. Dengan demikian, penggunaan GeoGebra

dalam pembelajaran matematika akan sangat membantu pembelajaran di kelas.

Sehubungan dengan penggunaan media dalam pembelajaran, ada beberapa hasil penelitian yang membahas tentang penggunaan berbagai jenis media. Badung (2000) mengatakan bahwa peningkatan motivasi belajar terjadi disebabkan guru lebih memvariasikan media dalam pembelajaran. Senada dengan itu adalah hasil penelitian Yusufhadi Miarso (dalam Aryati, 2000) yang menyatakan bahwa pemanfaatan media secara tepat berguna untuk menumbuhkan sikap positif anak didik dalam belajar, menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan, serta memungkinkan belajar sendiri menurut kemampuan dan minat anak didik. Aryati (2000) menemukan bahwa dengan penerapan multimedia dalam pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami apa yang diajarkan oleh guru. Hasil tersebut sejalan dengan temuan Suroso (2008) bahwa penggunaan teknologi informasi dan multimedia dalam pembelajaran memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) sistem pembelajaran dengan multimedia lebih inovatif dan interaktif; (2) multimedia mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar, atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran; (3) mampu menimbulkan rasa senang selama proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi siswa selama proses belajar-mengajar sehingga didapatkan tujuan pembelajaran yang optimal; (4) mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional; dan (5) media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel. Pada materi grafik fungsi kuadrat, siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja mengalami kesulitan. Apalagi jika grafik fungsi tersebut dibuat atau disajikan secara manual. Akibatnya, pemahaman siswa pada kompetensi tersebut kurang maksimal. Dari hasil kajian beberapa referensi, penggunaan GeoGebra dalam pembelajaran di samping dapat mengefektifkan waktu yang tersedia, juga dapat memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi sesuai dengan kreativitas mereka masing-masing. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep akan tertanam lebih baik karena siswa mencoba dan mengalami langsung. Di samping itu, penggunaan GeoGebra akan meningkatkan minat dan konsentrasi siswa dalam belajar dan menjauhkan rasa jenuh karena tayangan yang disajikan cukup menarik dalam bentuk visual yang dinamis. Untuk itu dalam membelajarkan materi grafik fungsi kuadrat khususnya dalam mengidentifikasi karakteristik fungsi kuadrat yang terdiri dari beberapa komponen pada siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014, digunakan

GeoGebra sebagai alat bantu pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan yang

muncul yaitu siswa

kelas X MIA7 kesulitandalammempelajarigrafikfungsisehinggapemahaman yang

diperolehkurangmaksimal. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah pemanfaatan aplikasi GeoGebradapat meningkatkan pemahaman terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014?.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan aplikasi

GeoGebradalam meningkatkan pemahaman karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014. Adapun manfaat yang

(16)

diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dengan pemanfaatan GeoGebra dalam pembelajaran diharapkan dapat membantu: 1) siswa, dalam bereksplorasi lebih mendalam dan meningkatkan pemahaman terhadap materi karakteristik grafik fungsi kuadrat ditinjau dari bentuk aljabarnya; 2) guru, dalam menjelaskan materi karakteristik grafik fungsi kuadrat ditinjau dari bentuk aljabarnya, dan dalam menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa dalam belajar matematika.

2.

Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas XMIA7 semester 2SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 34 orang, yang terdiri dari 18 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. Objek dari penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat ditinjau dari bentuk-bentuk aljabarnya.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian model Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, 2006) yang dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi dan evaluasi, serta (4) tahap refleksi.

Metode dan instrumen pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Metode dan instrumen pengumpulan data

No. Jenis Data Metode Instrumen Waktu

1. Pemahaman siswa

terhadap karakteristik grafik

fungsi kuadrat.

Tes Tes Di akhirsetiapsiklus

2. Aktivitas siswa Observasi Lembar

observasi

Padasaatpembelajaranberlangsung

Data pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat diperoleh dengan memberikan tes kemampuan pemahaman terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada setiap akhir siklus dan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menentukan skor masing-masing siswa, rata-rata kelas ( ), mean ideal (Mi), dan standar deviasi ideal (Sdi). Rata-rata

kelas ( ) dari skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat kemudian dikategorikan dengan pedoman sebagai berikut.

Tabel 2. Kriteria Penggolongan Pemahaman Siswa

No. RentangSkor Kriteria

1 ≥ Mi+ 1,5 Sdi SangatBaik 2 M i+ 0,5 Sdi ≤ <Mi+ 1,5 Sdi Baik x x x x

(17)

3 Mi- 0,5 Sdi <Mi+ 1,5 Sdi CukupBaik 4 Mi- 1,5 Sdi <Mi- 0,5 Sdi KurangBaik

5 <Mi– 1,5 Sdi SangatKurangBaik

Indikator untuk menentukan keberhasilan penelitian ini adalah apabila rata-rata pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat tergolong sangat baik.

3.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini terlaksana sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun sebagaipemanfaatan aplikasi GeoGebradalam memahamani karakteristik grafik fungsi kuadrat. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yaitu 1 kali pertemuan untuk pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes. Dari tes kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat yang dilakukan pada akhir siklus I diketahui skor yang diperoleh siswa bervariasi dengan skor tertinggi sebesar 98 dan skor terendah 71. Rata-rata skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus ini sebesar 83,9 dan secara kualitatif rata-rata skor yang diperoleh siswa pada siklus ini tergolong dalam kriteria sangatbaik. Dengan melihat skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus I, peneliti menggolongkan siswa berdasarkan kriteria penggolongan kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat, menentukan banyaknya siswa pada masing-masing kriteria, dan persentase mengenai kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus I.Persentase kemampuan siswa pada akhir siklus I disajikan pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Persentase kemampuan pemahaman siswa pada siklus I

SangatKurangBaik KurangBaik CukupBaik Baik SangatBaik

BanyakSiswa 0 0 0 6 28

Persentase 0% 0% 0% 17,65% 82,35%

Berdasarkan analisis data pada siklus I, kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat sudah tercapai.Namun, masih terdapat beberapa kekurangan pada pelaksanaan tindakan siklus I. Kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut: 1)program aplikasi ini banyak tidak jalan pada laptop masing-masing kelompok karena sebelumnya tidak pernah dicoba di rumah; 2)masalah teknis di kelas, yaitu kurangnya sarana untuk tempat colokan setrum ke laptop siswa sehingga sangat menggangu dalam proses penggunaan laptop pada masing-masing kelompok; 3)Lamanya waktu yang digunakan setiap kelompok untuk melakukan latihan menggunakan program aplikasi GeoGebraini sehingga berpengaruh terhadap waktu tersisa yang digunakan untuk mengerjakan LKS; 4)kerjasama antarkelompok belum dilakukan dengan optimal; beberapa anggota kelompok masih bekerja secara sendiri-sendiri

x x x

(18)

tanpa berdiskusi dengan teman sekelompoknya; dan 5) terdapat beberapa siswa membuka aplikasi lain pada sisa waktu pelajaran..

Bertolak dari kekurangan-kekurangan yang dihadapi pada siklus I, peneliti merencanakan perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus II. Perbaikan tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1)mempersiapkan dengan matang segala sarana dan prasarana yang diperlukan di kelas sehingga pada saat tindakan semuanya sudah siap; 2)mempersilakan kepada siswa untuk berlatih menggunakan aplikasi tersebut di rumah sehingga untuk pertemuan selanjutnya mereka lebih siap;dan 3)mengawasi dengan cara mendatangi setiap kelompok sesering mungkin untuk mengawasi diskusi kelompok yang sedang berlangsung.

Siklus II ini dilaksanakan berdasarkan penyempurnaan tindakan pada siklus I. Dari tes kemampuan pemahaman grafik fungsi kuadrat yang dilakukan pada akhir siklus II diketahui skor yang diperoleh siswa bervariasi dengan skor tertinggi sebesar 100 dan skor terendah adalah 76. Rata-rata skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus II sebesar 88,8. Secara kuantitatif, rata-rata skor kemampuan pemahaman grafik fungsi kuadrat pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I yaitu dari 83,9 menjadi 88,8. Secara kualitatif, kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus II tergolong sangat baik. Jika dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan pada penelitian ini, secara klasikal kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat siswa pada siklus II sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Dengan melihat skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus II, peneliti menggolongkan siswa berdasarkan kriteria penggolongan pemahaman terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat, menentukan banyaknya siswa pada masing-masing kriteria, dan persentase mengenai pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus II. Persentase pemahaman siswa pada siklus II disajikan pada tabel4 berikut ini.

Tabel 4. Persentase pemahaman siswa pada siklus II

SangatKurangBaik KurangBaik CukupBaik Baik SangatBaik

BanyakSiswa 0 0 0 0 34

Persentase 0% 0% 0% 0% 100%

4.

Penutup

Berdasarkan hasil analisis data, kesimpulan dalam penelitian ini adalah penerapan aplikasi

GeoGebramampu meningkatkan kemampuan pemahaman terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siswa kelas X MIA7SMA Negeri 1 Singarajatahun pelajaran 2013/2014 baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Adapun saran-saran yang ingin diajukan peneliti sesuai dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)Guru-guru mata pelajaran matematika, khususnya di SMA,dapat memanfaatkan aplikasi GeoGebrauntuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap

(19)

karakteristik grafik fungsi kuadrat. 2)Pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan,diharapkan membantu sekolah dalam melengkapi sarana dan prasarana TIK.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Aryati. 2000. Pemanfaatan Multimedia untuk Meningkatan Moivasi dan Hasil Belajar Siswa. Tesis Singaraja: Undiksha Singaraja

Badung. 2000. Kontribusi Media untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. Skripsi. Singaraja: Undiksha Singaraja.

Suroso. 2008. Kontribusi Multimedia dalam Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa. Skripsi. Singaraja: Undiksha Singaraja.

(20)

PENERAPAN METODE RESTU

MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SISWA KELAS XI.6 SMK NEGERI 1 KUBU

I Wayan Laba

SMK Negeri 1 Kubu, Karangasem, Bali; iwayanlaba106@yahoo.co.id

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) untuk meningkatkan hasil belajar siswa, (2) meningkatkan aktivitas siswa, (3) mengetahui hambatan yang dialami selama pembelajaran,dan (4) mendeskripsikan fenomena belajar.Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Kubu dengan melibatkan siswa kelas XI.6 tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 26 orang sebagai subyek penelitian. Tindakan yang dilakukan berupa penerapan metode restu melalui pembelajaran kooperatif. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Data tentang hasil belajar dikumpulkan dengan tes hasil belajar, sedangkan data tentang aktivitas belajar siswa dikumpulkan dengan observasi. Adapun hambatan dan fenomena belajar siswa dikumpulkan dengan catatan harian dan tes prestasi belajar siswa. Selanjutnya, data-data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI.6 SMK Negeri 1 Kubu. Penerapan metode restu melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas belajar kelas XI.6 SMK Negeri 1 Kubusampai pada tingkat kategori sangat aktif. Hambatan-hambatan yang terjadi pada tiap siklus secara umum yaitu pemanfaatan waktu yang kurang efisien oleh guru, kurang lugasnya siswa dalam mengemukakan gagasan/pendapat, diskusi kelompok kurang optimal, dan persiapan diri siswa kurang optimal. Hal ini diatasi pada masing-masing siklus. Fenomena belajar siswa yang ditemui adalah: pertama, pada saat awal pembelajaran siswa selalu berisik; kedua,materi prasyarat masih belum dikuasai dengan baik.

Kata Kunci: metode restu, pembelajaran kooperatif

1.

Pendahuluan

Hingga saat ini matematika masih dicitrakan sebagai mata pelajaran sukar dan terkesan ditakuti para siswayang menyebabkan hasil belajar matematika belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Salah satu preseden menunjukkan bahwa para siswa umumnya kurang tertarik dan termotivasi untuk mempelajari matematika. Hal ini terjadi di kelas XI.6SMK Negeri 1 Kubu. Para siswa mempelajari matematika karena kewajiban kurikulum saja. Kenyataannya, hasil belajar matematika dari hasil ulangan umum masih rendah.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan: (1) sebagian besar siswa tidak belajar (tidak menyiapkan diri) sebelum mengikuti pelajaran disekolah,misalnya apabila siswa diberikan tugas mengerjakan soal, siswa yang hanya menyontek pekerjaantemannya tidak bisa mempertanggung jawabkan tugas yang dikerjakan tersebut;(2) motivasi dan aktivitas belajar siswa yang rendah berakibat pada hasil belajar matematika siswa yang rendah pula dan siswa kurang termotivasi untuk bertanya walaupun

(21)

ada materi pelajaran yang kurang dimengerti;(3) siswa cenderung belajar secara individu dan kurang memanfaatkan siswa lain yang mempunyai kemampuan lebihyang berakibat interaksi antarsiswa kurang baik;(4) kurangnya respon dari siswa terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa lainnya. Siswa merasa belajar matematika di kelas hanya memperhatikan penjelasan guru tanpa berusaha untuk memberi respon terhadap materi tersebutyang menyebabkan kurang bergairahnya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang akhirnya berakibatpada rendahnya hasil belajar siswa. Hal senada juga dikemukakan oleh Nuratin (Mardini, 2002), bahwa kegiatan belajar- mengajarsiswa dimana siswa hanya duduk, mendengar, mencatat, dan menghafal tidak akan mengantarkan kita menuju peningkatan mutu pendidikan.

Proses pembelajaran merupakan komponen yang perlu perhatiansebab perilaku belajar siswa yang terbentuk sangat memengaruhi hasil belajar siswa. Keberhasilan dan kegagalan dalam belajar sangat tergantung pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Kompetisi yang kurang sehat telah mengakibatkan siswa pada umumnya tidak mausalingmembantu dalam belajarkarena banyak siswa yang ingin memperlihatkan kemampuan dan kehebatannya serta ingin menang dalam kompetisi. Untuk mengurangi kompetisi yang kurang sehat tersebut diperlukan adanya komunikasi yang baik antarsiswa.

Penggunaan kelompok kooperatifdapat menciptakan komunikasi aktif dalam

pemecahanmasalah secara optimalsehingga siswa lebih aktif dan produktif dalam bekerja, lebih percaya diri, serta tertarik terhadap matematika. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi untuk mengomunikasikan secara aktif suatupemecahan masalahdimana siswa belajar dalam kelompok yang heterogen, siswa dapat memberikan dan memperoleh pertolongan serta setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap apa yang dibahas atau didiskusikan untuk meningkatkan pencapaian yang lebih tinggi dalam matematika dan mengurangi kecemasan serta meningkatkan harga diri sehubungan dengan matematika. Pembelajaran kooperatif melalui metode restu dirancang untuk meningkatkan kebersamaan dalam belajar daripada pengalaman-pengalaman individu atau kompetitifdalam mengerjakan

danmempertanggungjawabkantugas, diharapkan sumbangan pikirannya untuk

menyelesaikan dan memecahkan tugas tersebutsehingga menimbulkan sikap positif dari siswaseperti meningkatkan keberanian mengungkapkan pendapat, meningkatkan kerjasama dan rasa kebersamaan antarteman, dan dapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan metode restu terkait dengan guru memberikan tugas, siswa mengerjakan tugas, dan siswa mempertanggungjawabkan tugas yang diberikanyang dilaksanakan dalamkelompok kooperatifsehingga ada suatucurah pendapat yang dilakukan dalam kelompoknya dengan guru sebagai fasilitator serta menimbulkan sikap positif dan motivasi untuk siswa berprestasiyang bermuara pada peningkatan hasil belajar.

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan hasil belajar matematika siswa, (2) meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, (3) mengetahui hambatan yang dialami selama pembelajaran, dan(4) mendeskripsikan fenomena belajar siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: (1) bagi siswa, dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika dengan lebih baik dan menumbuhkan kerjasama dalam belajar, demokrasi, dan sikap tanggungjawab terhadap tugas individu maupun kelompok yang diperlukan dalam belajar matematika; (2) bagi guru, sebagai umpan

(22)

balik bagi perbaikan kualitas proses pembelajaransehingga dapat diharapkan terjadinya peningkatan kualitas hasil belajar siswa; (3) bagi sekolah, hasil penelitian ini merupakan kontribusi positif terhadap pengembangan metode pembelajaran di sekolah bersangkutan.

2.

Landasan Teori

Hatfield (Harun, 2000) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan unsur yangterpadu dalam belajar, komunikasi membantu siswa untuk berpikir keras, berinteraksi dengan siswa lain, dan memikirkan ide, pertanyaan, dan jawaban. Dalam pembelajaran matematika yang didasarkan atas pemecahan masalah, komunikasi sangat diperlukan guna menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan penggunaan kelompok kooperatifdapat menciptakan komunikasi aktif dalam pemecahan masalah secara optimalsehingga siswa lebih aktif dan produktif dalam bekerja dan lebih percaya diri serta tertarik dalam belajar terhadap matematika.Morton Deutrech (Widiarsa, 1997) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil dimana siswa bekerjasama dan mengoptimalkan keterlibatan diri dan anggota kelompoknya dalam belajar. Terdapat beberapa kontribusi positif dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) meningkatkan hubungan antarindividu yakni pembelajaran ini memberi peluang kepada siswa untuk terlibat lebih aktif, meningkatkan interaksi untuk mencapai tujuan belajar, berbagi tanggungjawab, saling mengisi dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan hubungan yang positif antarsiswa; (2) memberikan dukungan pada interaksi sosial yakni mendorong siswa untuk menghargai sesama siswa, menambah ketekunan dalam usaha mencapai tujuan belajar, serta menjadi tabah dan ulet khususnya dalam menghadapi tugas-tugas dan situasi yang menimbulkan ketidaksenangan atau kekecewaan;(3) meningkatkan rasa harga diri, rasa percaya diri terhadap kemampuan, dan kesanggupan untuk meningkatkan pencapaian akademik akan terbentuk pada diri siswa;(4) meningkatkan produktivitas akademik dengan adanya keterkaitan antaranggota dalam kelompok, peningkatan pola-pola interaksi, rasa tanggungjawab, dan dorongan untuk kreatif, maka semua ini akan meningkatkan produktivitas belajar (Mardini, 2002).

Metode restu,yang berasal dari singkatan Resitasi Tugas,adalah cara penyampaian bahan pembelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan diluar jadwal sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru (Slameto, 1990). Alipandie (1984) mengemukakan bahwa metode resitasi adalah cara untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa di rumah, di perpustakaan,atau di laboratorium dan hasilnya dipertanggungjawabkan.Sudjana (1989) menjabarkan metode resitasi tugas menjadi tiga fase, yaitu: (1) fase pemberian tugas; (2) fase pelaksanaan tugas,(3) fase mempertanggungjawabkan tugas. Adapuntujuan penggunaan metode resitasi yaitu: (1) memperdalam pengertian siswa terhadap pelajaran yang telah diterima; (2) melatih siswa ke arah belajar mandiri; (3) siswa dapat membagi waktu secara teratur;(4) siswa dapat memanfaatkan waktu luang untuk menyelesaikan tugas;(5) melatih siswa untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan;(6) memperkaya pengalaman-pengalaman di sekolah melalui kegiatan-kegiatan diluar kelas.

(23)

Pembelajaran kooperatif melalui metode restu dirancang untuk meningkatkan kebersamaan dalam belajar daripada pengalaman-pengalaman individu atau kompetitif.Dalam mengerjakan dan mempertanggungjawabkan tugas, diharapkan sumbangan pikirannya untuk menyelesaikan dan memecahkan tugas tersebut sehingga menimbulkan sikap positif dari siswa seperti meningkatkan keberanian mengungkapkan pendapat, meningkatkan kerjasama dan rasa kebersamaan antarteman,sertadapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa.Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh: (1) Rahayu (2007) yang menyatakan bahwa penggunaan metode resitasi menggunakan LKS berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada pokok bahasan himpunan dibanding menggunakan metode ekspositori ditinjau dari kemampuan awal siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 13 Semarang tahun pelajaran 2006/2007 dan (2) Masruroh (2006) yang menyatakan bahwa ada pengaruh dan hubungan yang berarti antara penggunaan metode tugas dan resitasi dengan hasil belajar matematika.

3.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dibagi dalam 3 siklus yang terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi (Kemmis & Taggart, 1998). Penelitian ini dilaksanakan dengan 6 kali pertemuan. Siklus I meliputi subpokok bahasan keliling bangun datar, siklus II dengan subpokok bahasan luas daerah bangun datar, dan siklus III dengan subpokok bahasan transformasi. Jenis data yang dikumpulkan adalah: (1) data hasil belajar siswa;(2) data

aktivitas siswa;(3) hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pembelajaran;

dan(4) fenomena belajar siswa.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI.6 SMK Negeri 1 Kubu Karangasem semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 26 orang. Penelitiandilaksanakan antara bulan Maret-Mei 2012. Obyek penelitian adalahhasil belajar matematika khususnya pada materi Dimensi Dua.

Adapun perencanaan tindakan siklus I, sebagai berikut: (1) merekap jumlah siswa di kelas XI.6 sebagai partisipan penelitian;(2) menjajagi materi dimensi dua dari silabus dan program semester, mengidentifikasi pokok bahasan yang akan diajarkan, lalu dilanjutkan dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP);(3) menyiapkan tugas-tugasyang akan dikerjakan oleh kelompok siswa;(4) menyusun instrumen penelitian dan tes hasil belajar;(5) membentuk kelompok kecil berdasarkan urutan absen yang terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang.

Selanjutnya, pelaksanaan tindakansiklus I, sebagai berikut: (1) kegiatan pembelajaran di kelas, meliputi: (a) kegiatan awal: (i) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa supaya terlibat aktif dalam aktivitas pembelajaran, (ii) siswa menyiapkan buku-buku pegangan atau buku penunjang, (iii) guru menginformasikan pendekatan pembelajaran menggunakan kooperatif dengan restu, (iv) guru mengingatkan kembali materi prasyarat dengan tanya jawab; (5) guru membentuk kelompok yang sudah ditentukan;(b) kegiatan inti: (i) guru mengondisikan siswa belajar melalui tanya jawab sebagai orientasi awal menyangkut materi yang sudah dipelajari di rumah, dilanjutkan memberikan tugas kelompok minimal 2 (dua) permasalahan yang berkaitan dengan dimensi dua(pemberian tugas),

(24)

(ii) siswa berdiskusi dengan kelompoknya dan membahas permasalahan yang diberikan (mengerjakan tugas)dengan cara saling memeriksa, mengoreksi, dan memberikan masukan,setiap siswa menyelesaikan tugas dalam kelompoknya,guru mengamati kerja setiap siswa dan memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan, (iii) setelah diskusi kelompok, guru menunjuk secara acakseorang siswa untuk mempresentasikan dan mengerjakan hasil diskusinya di depan kelas,sedangkan siswa kelompok lainnya mencermati pemecahan masalahnya dan memberikan evaluasi terhadap hasil presentasi kelompok presenter (mempertanggungjawabkan tugas); c) kegiatan akhir: pada akhir diskusi,guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dan menjelang akhir pertemuan, guru memberikan pemantapan konsep;(2) kegiatan penilaian, penilaian hasil belajar siswa mencakup nilai proses dan nilai akhir hasil belajar.

Tahap observasi dan evaluasi siklus I, meliputi: (1) observasi terhadap aktivitas kegiatan belajar siswa di kelas;(2) observasi terhadap hambatan-hambatan yang dialami;dan (3) observasi terhadap fenomena belajar siswa.Tahap evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus yaitu: (1) evaluasi terhadap tugas yang dikerjakan siswa dan(2) evaluasi terhadap hasil belajar. Tahap refleksi siklus I, bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan melihat kelemahan-kelemahan pada siklus I. Jadi, hasil pembahasan pada siklus I digunakan sebagai refleksi untuk tindakan pada siklus II.

Siklus IIpada dasarnya sama dengan siklus I. Metode pembelajaran yang dilakukan masih dengan metode restu, namun corak pelaksanaannya berpedoman pada hasil refleksi pada siklus I dan dilakukan tindakan yang serupa dengan tindakan pada siklus I berdasarkan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.Siklus IIImerupakan penyempurnaan dari langkah-langkah yang ditempuh pada siklus II dengan materi transformasi.

Data yang dikumpulkan meliputi data aktivitas siswa selama pembelajaran, data tentang hasil belajar siswa, dan data tentang kesulitan/hambatan dalam melaksanakan metode pembelajaran sertafenomena belajar siswa yang terjadi.Data tentang hasil belajar siswa, yang meliputi nilai rata-rata hasil belajar siswa (X ), daya serap (DS), ketuntasan belajar (KB), dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil belajar, sedangkan data aktivitas belajar siswa dengan teknik observasi (checklist). Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi yang berisikan indikator-indikator perilaku siswa yang akan diamati selama berlangsungnya pembelajaran.

Analisis data hasil belajar siswa diawali dengan terlebih dahulu dihitung nilai rata-rata hasil belajar siswa ( dengan rumus: ; X=nilai hasil belajar siswa,N= banyaknya siswa. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya siswa menguasai materi, data hasil belajar siswa yang diperoleh dihitung ketuntasan belajarnya(KB) dengan rumus: dan daya serap (DS) siswa dengan rumus:DSX x 1%;N1= banyaknya siswa yang memperoleh skor  70. Adapun perilaku aktivitas siswa diamati dan dicatat dengan menggunakan lembar observasi selama proses pembelajaran di kelas. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Kriteria penggolongan aktivitas disusun berdasarkan Mean Ideal (MI) dan Standar Deviasi Ideal (SDI). Perhitungan skor rata-rata aktivitas siswa

(25)

dihitung dengan rumus (A) =

N X

, dengan X = skor aktivitas siswa. Skor rata-rata aktivitas siswa dari hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria penggolongan yang ditetapkan. Selanjutnya, data aktivitas siswa yang diperoleh dari masing-masing siklus dibandingkan antara satu dengan yang lainnya guna mengetahui peningkatan atau penurunan aktivitasnya.

Ukuran keberhasilan dalam penelitian ini yaitu penerapan metode restu melalui pembelajaran kooperatif dianggap berhasil jika: (1) hasil belajar siswa mencapai rata-rata 70 dan ketuntasan klasikal 85% dan(2) nilai afektif/aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengalami peningkatan dibanding saat siklus sebelumnya dan minimal masuk dalam kategori cukup aktif.

4.

Hasil dan Pembahasan

Pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 63,2;daya serap siswa (DS) = 63,2%  63%;ketuntasan belajar (KB) siswa secara klasikal adalah 50%; sertajumlah skor aktivitas belajar siswa pada pembelajaran-1 dan pembelajaran-2 berturut-turut adalah sebesar 61 dan 68. Skor rata-rata aktivitas belajar siswa (A) adalah 2,48sehingga termasuk dalam kategori cukup aktif. Hambatan pada siklus Iadalah: (1) guru masih terlihat kaku dalam melaksanakan metode restu melalui pembelajaran kooperatif, disebabkan karena guru belum terbiasa dalam metode restusehingga guru perlu memantapkan diri;(2) guru kurang menguasai indikator aktivitas belajar siswa sehingga pengamatan terhadap aktivitas kurang optimal; solusinya,guru mempelajari kembali lembar observasi tersebut;(3) diskusi internal kelompok kurang berjalan secara optimal karena masih banyak siswa yang malu-malu mengemukakan pendapat dan gagasannya; dalam hal ini perlu dipertimbangkan untuk pembentukan kelompok sekerabat;(4) siswa belum biasa menyiapkan diri mengikuti pelajaran yang terlihat dari kurang lugasnya siswa mengemukakan gagasannya, siswa tidak mempelajari tugas belajar yang diberikan baik materi atau contoh soal sehingga siswa kelihatan bingung walaupun pekerjaan mereka benar, dan sebagian besar siswa tidak yakin dalam mempertanggungjawabkan tugas yang mereka kerjakan;(5) dalam diskusi kelompok, terlihat hanya yang berkemampuan lebih yang mengerjakan tugas tersebut yang berakibat hasil yang diperoleh (tes evaluasi I) tidak mencapai hasil yang memuaskan; untuk itu, guru perlu mengoptimalkan pendekatan kepada siswa untuk memotivasi mereka lebih baik lagi.

Beberapa fenomena belajar siswa pada siklus I yaitu: (1) diawal pembelajaran, siswa cenderung berisik sehingga membuat guru harus dapat menenangkan siswa agar dapat memfokuskan diri pada pembelajaran yang akan diajarkan; suasana kelas seperti itu membuat daya serap siswa terhadap materi kurang baik yang berakibat pada hasil belajar yang kurang maksimal, terlihat dari hasil belajar siswa pada tes ke-1;(2) ada dua kelompok yang sebagian besar anggotanya tidak serius dan cenderung tidak memperhatikan pelajaran yang terlihat dari keterlibatan anggotanya rendah dan dari catatan peneliti dan guru, nilai tes ke-1 mereka jauh dari nilai siswa lainnya;(3) kelompok lainnya cukup aktif, serius, interaksi dalam kelompok bagus, dan rasa ingin tahunya besar yangterlihat dari kemauan

(26)

siswa bertanya untuk baik kepada teman maupun guru; anggota kelompok ini cenderung ingin mengerjakan tugasnya kedepan saat guru meminta agar siswa menyelesaikan tugas. Pada siklus II, skor rata-rata hasil belajar adalah 67,6dan daya serap siswa (DS) = 67,6%  68%.Adapun ketuntasan belajar (KB) siswa secara klasikal adalah 61,5% dengan jumlah skor aktivitas belajar siswa pada pembelajaran-1 dan pembelajaran-2 berturut-turut adalah sebesar 76 dan 81 serta skor rata-rata aktivitas belajar siswa (A) adalah 3,02sehingga termasuk dalam kategori aktif.Padasiklus II,guru terlihat semakin mantap dalam melaksanakan model pembelajaran disebabkan guru telah lebih mencermati dan memahami kembali tindakan-tindakan yang telah ditetapkan yang disesuaikan dengan karakteristik dari pembelajaran kooperatif dengan restu.Guru semakin menguasai indikator aktivitas belajar siswa sehingga mampu mengaktifkan belajar siswa di kelas dan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa semakin lancar.Diskusi internal kelompok sudah berjalan secara optimal.Siswa semakin lugas mengungkapkan gagasan-gagasannya.Dari pembahasan tugas-tugas, siswa terlihat semakin yakin dalam mempertanggungjawabkan tugas yang mereka kerjakan.Pada akhir pembelajaran, siswa sudah mampu menyimpulkan tugas diskusi.Dalam diskusi kelompok, terlihat tidak hanya yang berkemampuan lebih yang mengerjakan tugas tersebut tetapi hampir semua anggota kelompok yang mampu mengerjakan sehingga hasilbelajarnya (tes ke-2) mencapai hasil yang memuaskan walaupun belum sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.Siswa yang berkemampuan rendah belum bisa berperan aktif secara maksimal.

Beberapa fenomena belajar siswa pada siklus II yaitu: (1) diawal pembelajaran, kecenderungan siswa ribut (berisik) semakin jarang terjadi sehingga siswa dapat memfokuskan diri pada materi pembelajaran yang diajarkan yang terlihat dari semakin meningkatnya daya serap siswa terhadap materidan meningkatnya ketuntasan belajar siswa;(2) pada siklus II,banyak kelompok yang sebagian besar anggotanya tidak serius dan cenderung tidak memperhatikan pelajaran semakin berkurang dan keterlibatan anggotanya semakin meningkat;Hal itu terlihat dari nilai tes evaluasi II dimana nilai mereka tidak berbeda jauh dari siswa lainnya;(3) kelompok lainnya semakin aktif, serius, interaksi dalam kelompok semakin bagus, rasa ingin tahunya semakin besar yang terlihat dari kemauan siswa untuk bertanya baik kepada teman maupun kepada guru semakin tinggi; anggota kelompok ini semakin berani mengerjakan tugasnya kedepan saat guru meminta agar siswa menyelesaikan permasalahan atau tugas.

Pada siklus III, skor rata-rata hasil belajar adalah 72,3dan daya serap siswa (DS) = 72,3%  72%.Adapun ketuntasan belajar (KB) siswa secara klasikal adalah 88,5% denganjumlah skor aktivitas belajar siswa pada pembelajaran-1 dan pembelajaran-2 berturut-turut adalah sebesar 91 dan 97 serta skor rata-rata aktivitas belajar siswa (A) adalah 3,79 sehingga termasuk dalam kategori sangat aktif.Pada siklus III,guru semakin mantap dalam melaksanakan model pembelajaran dengan menerapkan metode restu melalui pembelajaran kooperatif karena guru sudah menguasai dan memahami arah dan tujuan model pembelajaran.Guru semakin menguasai indikator aktivitas belajar siswa dan menyadari bahwa lembar observasi sangat bermanfaat dalam melaksanakan proses belajar-mengajar di kelas sehingga guru mampu mengaktifkan belajar siswa di kelas, baik yang menyangkut kemampuan dalam bertanya, memotivasi siswa dalam mengajukan pendapat atau gagasan-gagasan, dan memotivasi siswa

Gambar

Gambar 1. Jawaban hasil tes kemampuan keruangan
Gambar 2. Hasil scan lembar jawaban tes prasyarat siswa
Tabel 2. Data hasil analisis tes tindakan siklus I
Tabel 3. Data hasil analisis tes tindakan siklus II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah tahap analisis sistem lama selesai dilakukan dan mendapat kesimpulan bahwa sistem lama masih terdapat kelemahan-kelemahan, maka diperlukan pembangunan sistem baru

Pengendalian waktu yang baik diharapkan dapat membantu pelaksanaan proyek sesuai dengan waktu yang direncanakan, salah satunya dengan menggunakan metode analisis

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: (1) Sistem ”Pengolahan Citra Untuk Identifikasi Telur Bedasarkan Ukuran” berhasil dibuat dengan

Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat bahwa efek yang ditimbulkan oleh pilokarpin sudah sesuai dengan teori yang ada, di mana efek yang dihasilkan adalah miosis dan

Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa kombinasi varietas Dering-1 dan abu sabut kelapa menghasilkan bobot kering biji/plot paling tinggi dikarenakan karakteristik varietas

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengeluaran

Program linear kabur untuk masalah aliran maksimum kabur dapat diselesaikan dengan mentransformasi program linear kabur tersebut menjadi program linear crisp melalui fungsi

Kegiatan belajar mengajar (KBM) di luar perencanaan kegiatan mahasiswa praktikan dapat disebut juga sebagai kegiatan Insidental. Kegiatan KBM insidental terlaksana karena