• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SISTEM PENANGGALAN JAWA PRANATA MANGSA DAN SISTEM PENANGGALAN SYAMSIAH YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM MUSIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III SISTEM PENANGGALAN JAWA PRANATA MANGSA DAN SISTEM PENANGGALAN SYAMSIAH YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM MUSIM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

35

BAB III

SISTEM PENANGGALAN JAWA PRANATA MANGSA DAN SISTEM PENANGGALAN SYAMSIAH YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM

MUSIM

A. Sistem Penanggalan Jawa Pranata Mangsa

1. Pengertian dan Sejarah Penanggalan Jawa Pranata Mangsa

Di Indonesia, sejak zaman dahulu sudah menggunakan “fenomena alam” sebagai pedoman dalam bercocok tanam. Masyarakat Bali dan NTB mengenal “Wariga”, merupakan kumpulan hari baik atau buruk untuk melakukan suatu kegiatan. Suku Dayak (Kalimantan Barat) mempunyai pedoman berladang yang disebut “Bulan Berladang”. Suku Batak mengenal “Porhalaan” sebagai pedoman waktu menyebar benih dan Suku Jawa mengenal “Pranata Mangsa”.1

Pranata Mangsa sendiri berasal dari dua kata, yaitu Pranata yang berarti aturan dan Mangsa yang berarti musim atau waktu.2 Jadi Pranata Mangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan suatu pekerjaan.3 Penanggalan semacam ini dipakai oleh suku Jawa, khususnya dari kalangan petani dan nelayan.4

1 Sri Yulianto dkk, Penelitian Pemanfaatan Kearifan Lokal Pranata Mangsa

Terbaharukan untuk Penataan Pola Tanam Pertanian di Kabupaten Boyolali, Salatiga:

Universitas Kristen Satya Wacana, 2013, hlm. 1

2 Suwardi Endraswara, Budaya Jawa, Yogyakarta: Gelombang pasang, 2005, hlm. 151 3 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005, hlm. 66 4 Harimurti Kridalaksana, Wiwara (Pengantar Bahasa dan Kebudayaan Jawa), Jakarta:

(2)

Menurut kitab primbon Qomarrulsyamsi Adammakna Pranata Mangsa yaitu:

“Pranata Mangsa punika petangan mangsa wawaton lampahing suz. Petangan punika dede barang enggal, wiwit kina-makina inggih sampun wonten. Ing taun masehi 1855 potongan wau kabangun malih saking mangsa kasa (mangsa 1, dhawah ing suraya 22 juni 1855. menggah jengkapi sataun wonten ing wekasaning mangsa : Sadha (mangsa 12), dhawah surya 20 juni 1856. Dados pranata mangsa taun : 1 jangkep umur dinten. Peteangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika”.5

Dari uraian bahasa Jawa di atas dapat dipahami bahwa Pranata Mangsa diambil dari sejarah para raja di Surakarta. Menurut sejarah, baru dimulai tahun 1856,6 saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1855 titik balik Matahari pada musim panas, penanggalan ini dipakai di daerah tropis seperti di Jawa dan Bali.7

Perlu diketahui bahwa penanaman padi pada waktu itu hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh palawija atau padi gaga. Selain itu, Pranata Mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi prakiraan cuaca belum dikenal. Pranata Mangsa dalam bentuk "kumpulan pengetahuan" lisan tersebut hingga kini masih

5 Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Qamarulsyamsi Adammakna, Yogyakarta:

Soemodidjojo Mahadewa, 1990, hlm. 16

6 Tanojo R, Primbon Djawa :Sabda Pandita Ratu, Surakarta : TB Pelajar, 1962, hlm. 36 7 Purwadi, Sejarah Raja-Raja Jawa, Yogyakarta: Media Abadi, 2007, hlm. 357

(3)

diterapkan oleh sekelompok orang dan sedikit banyak merupakan pengamatan terhadap gejala-gejala alam.8

Terdapat petunjuk bahwa masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di wilayah sekitar Gunung Merapi, Gunung Merbabu sampai Gunung Lawu telah mengenal prinsip-prinsip Pranata Mangsa jauh sebelum kedatangan pengaruh dari India. Prinsip-prinsip ini berbasis peredaran Matahari di langit dan peredaran rasi bintang Waluku/Orion.9 Di wilayah ini, penduduknya menerapkan penanggalan berbasis peredaran Matahari dan rasi bintang sebagai bagian dari keselarasan hidup mengikuti perubahan irama alam dalam setahun. Pengetahuan ini dapat diperkirakan telah diwariskan secara turun-temurun sejak periode kerajaan Medang (Mataram Hindu) dari abad ke-9 sampai dengan periode kesultanan Mataram di abad ke-17 sebagai panduan dalam bidang pertanian, ekonomi administrasi, dan pertahanan kemiliteran.10

Pada awalnya sebelum ada kalender Jawa, masyarakat masih menggunakan sistem penanggalan Saka-Hindu yang berdasarkan pergerakan Matahari, kemudian pada tahun Saka-Hindu 1554 atau bertepatan dengan tahun 1933 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar sistem penanggalan Matahari

8 Tanojo R, loc. cit.

9 Rasi Orion akan berada di langit Indonesia ketika waktu subuh pada bulan Juli dan

kemudian akan kelihatan lebih awal pada bulan Desember, pada bulan Maret Rasi Orion akan berada di tengah-tengah langit pada waktu maghrib. Pada rasi ini terdapat tiga bintang yang berderet yaitu Mintaka, Alnilam dan Alnitak, yang mana apabila memanjangkan arah tiga bintang berderet tersebut ke arah Barat maka arah kiblat dapat diketahui. Lihat dalam Ahmad Izzuddin,

Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo Press, 2010, hlm. 47, lihat juga David A.

King, Astronomy In The Service Of Islam, Great Britain: Variorum, 1993, Chapter XI, hlm. 1

10 http://id.wikipedia.org/index.php/pembicaraan:pranata_mangsa&action=1, diakses

(4)

menjadi sistem Bulan seperti kalender Hijriah.11 Perubahan penanggalan tersebut berlaku untuk seluruh pulau Jawa dan Madura, kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Blambangan). Hal tersebut terjadi karena ketiga daerah tersebut tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.

Perubahan kalender Jawa dilakukan pada saat tahun baru Saka 1555 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M,12 pergantian sistem ini tidak mengganti hitungan tahun Saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun pertama, tetapi meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung sampai saat ini.13

Pada tahun 1855 M penanggalan Bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani untuk bertanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan Matahari yang disebut sebagai Pranata Mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV.14

11 Ruswa Darsono, Penanggalan Islam: Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan,

Yogyakarta: Labda Press, 2010, hlm. 91

12

Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa (Sejarah Sistem Penanggalan Masehi,

Hijriyah dan Jawa), Semarang: Walisongo Semarang, 2011, hlm. 18

13 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,

2004, hlm. 116

(5)

Dalam setahun Pranata Mangsa dapat dibagi menjadi empat musim yaitu dua musim “utama” dan dua musim "kecil":15

1. Terang ("langit cerah", 82 hari) – Kemarau – Ketiga (Musim Utama) 2. Semplah ("penderitaan", 99 hari) – Pancaroba menjelang musim

hujan – Labuh – musim paceklik pada 23 hari pertama hujan (Musim Kecil)

3. Udan ("musim hujan", 86 hari) – Penghujan – Rendheng (Musim Utama)

4. Pangarep-arep ("penuh harap", 98/99 hari) – Pancaroba menjelang musim kemarau – Mareng – musim panen pada 23 hari terakhir hujan (Musim Kecil)

Empat musim utama dan kecil tersebut dijabarkan dalam 12 mangsa, adapun nama-nama dan pemikiran 12 mangsa adalah sebagai berikut:

1) Mangsa Kasa (Kartika): “Sotyo murco saking embanan” (mutiara

lepas dari cincin pengikatnya).16 Berotasi selama 41 hari, dimulai 23 Juni sampai dengan 2 Agustus, menandai adanya musim kemarau. Masa puncaknya pada rasi Sungsang Madangkungan, yang dapat dilihat di langit sebelah Timur sekitar jam 05.00 WIB sampai dengan

15 Materi yang disampaikan Bistok Hasiholan Simanjuntak, Analisis Curah Hujan pada

Sistem Pranata Mangsa Baru: Untuk Penentuan Pola Tanam, Salatiga: Universitas Kristen Satya

Wacana, 2013, hlm. 11

16 Purwadi, Petungan Jawa (Menentukan Hari Baik dalam Kalender Jawa), Yogyakarta:

Pinus, 2006, hlm. 11. Bandingkan dengan Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Qamarulsyamsi

(6)

jam 07.00 WIB.17 Masa terang yang biasanya kering: sinar Matahari 76%, kelembaban udara 60,1%, curah hujan 67.2 mm, suhu udara 27,4°C. Pada masa ini manusia merasa ada sesuatu yg hilang dalam alam, walau cuacanya sedang terang. Para petani membakar batang padi yg masih tersisa di sawah, pada masa ini petani mulai menanam palawija, ubi dll, daun mulai rontok, belalang bertelur.18

2) Mangsa Karo (Poso): “Bantolo Rengko” (tanah retak).19 Berotasi selama 23 hari, dimulai pada 3 Agustus-25 Agustus, menandai adanya musim kemarau.20 Hawa menjadi panas: kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa kasa, kecuali curah hujan menjadi 32.2 mm. Pada masa ini manusia mulai resah, karena suasana kering dan panas, bumi seperti merekah, memasuki alam paceklik. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga mulai bersemi.21

3) Mangsa Katelu: “Suto manut ing bopo” (anak menurut pada

bapaknya).22 Berotasi selama 24 hari, dimulai pada 26 Agustus sampai 18 September.23 Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan naik lagi jadi 42.2 mm. Sumur-sumur mulai kering dan angin yang berdebu. Manusia cuma

17 Sapto Hudoyo, Astrologi Jawa (Mengungkap Misteri Pranata Mangsa), Yogyakarta:

Arti Bumi Intaran, 2009, hlm. 22

18

http://budayaindonesia.multiply.com/journal/item/148/pranoto_mongso, diakses pada hari Rabu tanggal 1 Januari 2014 pukul 12.07 WIB.

19 Purwadi, Petungan Jawa, op. cit., hlm. 12 20

Sapto Hudoyo, op. cit., hlm. 40

21 http://budayaindonesia.multiply.com/journal/item/148/pranoto_mongso, diakses pada

hari Rabu tanggal 1 Januari 2014 pukul 12.07 WIB.

22 Purwadi, Petungan Jawa, loc. cit. 23 Sapto Hudoyo, op. cit., hlm. 41

(7)

bisa pasrah. Tanah tidak dapat ditanami sebab panas dan tidak ada air. Saatnya mulai panen palawija, ubi dll.

4) Mangsa Kapat (Sitra) : “Waspo kumembeng jroning kalbu” (Air

mata menggenang dalam kalbu/ mata air mulai menggenang). Berotasi selama 25 hari, sejak 19 September sampai 13 Oktober.24 Kemarau mulai berakhir, harapan mulai cerah: sinar Matahari 72%, kelembaban udara 75,5%, curah hujan 83.3 mm, suhu udara 26,7°C. Manusia masih harus menunda kegembiraannya. Petani mulai menggarap tanahnya untuk menanam padi gaga. Pohon kapuk sedang berbuah, burung pipit dan burung manyar membuat sarang.

5) Mangsa Kalima (Manggala):“Pancuran emas sumawur ing jagad”

(Pancuran emas menyirami dunia).25 Orbitnya selama 27 hari, sejak 14 Oktober sampai 9 November. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, hanya curah hujan naik menjadi 151.1 mm. Mangsa ini ditandai dengan hujan pertama. Suka cita manusia atas turunnya air hujan seperti pancuran emas yang membasahi bumi. Petani mulai membetulkan sawah dan membuat pengairan dipinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asam berdaun muda, ulat-ulat mulai keluar.

6) Mangsa Kanem (Naya) : “Roso mulyo kasucian” (sedang

banyak-banyaknya buah-buahan). Berobit selama 43 hari, dimulai 10

24 Purwadi, Petungan Jawa,op. cit., hlm. 13 25 Ibid.

(8)

November sampai 22 Desember.26 Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan meninggi jadi 402.2 mm. alam menghijau, hati tenteram, tapi tidak menjadikan manusia serakah, justru menjadi penuh syukur. Para petani mulai pekerjaannya di sawah, banyak buah-buahan, burung belibis mulai kelihatan di kolam. Musim orang membajak sawah. Kemudian masuk kedalam mangsa rendheng, yg terdiri dari mangsa kapitu, kawolu, dan kasanga.

7) Mangsa Kapitu (Palguna): “Wiso kenter ing maruto” ("Racun

hanyut bersama angin" > banyak penyakit). Berobit selama 43 hari, mulai 23 Desember - 3 Februari. Ketentraman manusia sejenak terganggu. Kondisi meteorologisnya: sinar Matahari 67%, kelembaban udara 80%, curah hujan 501.4 mm dan suhu udara 26,2°C. Musim datangnya penyakit, alam ditandai dengan banjir. Alam yg terlihat kurang bersahabat. Kucing-kucing mulai kawin, itu adalah pertanda suka cita berada diambang mata. Para petani mulai menanam padi. Sungai banjir, angin kencang.

8) Mangsa Kawolu (Wasika) : “Anjrah jroning kayun” ("Keluarnya isi

hati" > musim kucing kawin). Berobit selama 27 hari, mulai 4/5 Februari-1 Maret.27 Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, kecuali curah hujan turun menjadi 371.8 mm. Meski mendung dan kilat, hujan menyapu segala kekeringan. Dalam 4

26 Ibid, hlm. 14 27 Ibid. hlm. 15

(9)

tahun sekali umurnya menjadi 27 hari. Tanaman padi sudah menjadi tinggi, sebagian mulai berbuah, mulai banyak binatang ulet.

9) Mangsa Kasanga (Jita) : “Wedaring wono mulyo” ("Munculnya

suara-suara mulia" > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis). Memiliki lama orbit 25 hari antara tanggal 2 Maret sampai 26 Maret. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan menurun lagi jadi 252.5 mm. Musim padi berbuah, musim kucing kawin, jangkrik dan tokek mulai keluar di atas pohon. Alam memasuki mangsa terakhir dalam setahun, yaitu mangsa mareng, yg dibagi dalam mangsa kasapuluh, dhesta, dan sadha.

10) Mangsa Kasapuluh (Srawana) : “Gedhong minep jroning kayun” ("Gedung terperangkap dalam kalbu" > Masanya banyak hewan bunting). Lama berjalan 24 hari, mulai 26 Maret sampai 18 April. Mangsa ini menyimpan antisipasi yg sedikit muram, karena akan menghadapi musim kemarau lagi, orang gampang lesu dan pusing-pusing. Kondisi meteorologisnya: sinar Matahari 60%, kelembaban udara 74%, curah hujan 181.6 mm, suhu udara 27,8°C. Padi mulai menguning, panen padi gaga, banyak binatang bunting, burung-burung membuat sarang.28

11) Mangsa Dhesta (Pradawana) : “Sotyo sinoro wedi” ("Intan yang

bersinar mulia"). Berobit selama 23 hari, mulai 19 April sampai 11

28 http://budayaindonesia.multiply.com/journal/item/148/pranoto_mongso, diakses pada

(10)

Mei.29 Hujan mulai habis. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, kecuali curah hujan menjadi 129.1 mm. Para petani mulai panen raya, burung sedang mengeram.

12) Mangsa Sadha (Asuji) : “Tirto sah saking sasono” ("Air

meninggalkan rumahnya" > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering). Berobit selama 41 hari, mulai 12 Mei-21 Juni. Air lenyap dari tempatnya, kemarau mulai tiba. Kondisi meteorologisnya masih sama, hanya curah hujan naik lagi menjadi 149.2 mm. Petani mulai menjemur padinya dan dimasukkan ke lumbung, di sawah tinggal batang padi kering.

Pada mulanya, Pranata Mangsa hanya mempunyai 10 mangsa. Sesudah mangsa kesepuluh tanggal 18 April, orang menunggu saat dimulainya mangsa yang pertama (kasa atau kartika) yakni tanggal 22 Juni. Masa menunggu itu cukup lama, sehingga akhirnya ditetapkan sebagai mangsa yang kesebelas (destha atau padawana) dan mangsa yang kedua belas (sadha atau asuji). Sehingga satu tahun menjadi genap 12 mangsa. Hari pertama mangsa kesatu dimulai pada 22 Juni.30

29 Purwadi, Petungan Jawa, op. cit., hlm. 16

30 Ahmad Ali Azhari, Hisab Awal Bulan, Kediri : Ar Rizqi “Pesantren Fathul Ulum”,

(11)

Berikut pertanda alam dalam penanggalan Jawa Pranata Mangsa akan dijelaskan dalam gambar sebagaimana berikut:31

Gambar. 2: Siklus Tahunan Pranata Mangsa

2. Metode Penggunaan serta Perhitungan Pranata Mangsa

Pranata Mangsa berbasis pada peredaran Matahari. Rasi Bintang digunakan sebagai acuan penentuan kalender – waktu – lama hari. Gerak semu tahunan Matahari dijadikan patokan dalam perhitungan Mangsa (1 hingga 12) Mangsa atau Musim yang dikaitkan pada:32

a) Perilaku hewan ternak dan peliharaan (termasuk perikanan – ikan) b) Perkembangan tumbuhan

c) Situasi alam sekitar, dan sangat berkaitan dengan kultur agraris

31 Baca selengkapnya Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Qamarulsyamsi Adammakna,

Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa, 1990, hlm. 16-19

(12)

Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi Matahari di langit berada pada garis balik Utara, sehingga bagi petani di wilayah antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah Selatan). Pada saat yang sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu subuh (menjelang fajar). Dari sinilah keluar nama "waluku", karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh menjadi pertanda bagi petani untuk mengolah sawah/lahan menggunakan bajak, untuk menanam Palawija (jagung dan kacang-kacangan).33

Rasi bintang Orion merupakan penunjuk awal Pranata Mangsa dan arah Barat – Timur, apabila dilihat di langit 85° LU dan 75° LS, pada Januari – Februari, akan tampak paling jelas pada pukul 21.00 WIB dan dilihat pada pertengahan Juni – awal Agustus, pada Subuh (jam 04.00-05.00 WIB) terlihat terang, sehingga sebagai pertanda Musim Kemarau, petani mulai membajak sawah untuk penanaman Palawija.34

Jumlah bulan dalam kalender ini sama dengan jumlah bulan pada kalender Masehi maupun Hijriah yaitu terdiri dari 12 bulan, sedangkan cara membuat dan masuknya bulan pada kalender ini, cukup dengan mengikutkannya dengan kalender Masehi pada tanggal dan bulan yang sudah ditentukan.35

33 Ibid., hlm. 9. Lihat juga dalam Salamun Ibrahim, Ilmu Falak (Cara Mengetahui Awal

Bulan, Awal Tahun, Musim, Kiblat dan Perbedaan Waktu), Surabaya: Pustaka Progresif, 2003,

hlm. 28

34 Ibid., hlm. 10

35 Hasil wawancara dengan Salim Azhar, pada hari Jum’at 17 Januari 2014 di Pondok

(13)

Nama Mangsa Umur (hari) Permulaan Mangsa Bayangan Tengah Hari Tempat di Katiga Kasa 41 22 Juni – 1 Agustus 4 delamak

(pecak) kaki Selatan Karo 23 2 Agustus - 24

Agustus

3 delamak

(pecak) kaki Selatan Katelu 24 25 Agustus -

17 September

2 delamak

(pecak) kaki Selatan

Labuh

Kapat 25 18 September - 12 Oktober

1 delamak

(pecak) kaki Selatan Kalima 27 13 Oktober - 8 November 0 delamak (pecak) kaki - Kanem 43 9 November - 21 Desember 1 delamak

(pecak) kaki Utara

Rendeng

Kapitu 43 22 Desember - 2 Februari

2 delamak

(pecak) kaki Utara Kawolu 26/27 3 Februari - 28

Februari

1 delamak

(pecak) kaki Utara Kasongo 25 1 Maret - 25 Maret 0 delamak (pecak) kaki - Mareng Kasepuluh 24 26 Maret - 18 April 1 delamak

(pecak) kaki Utara Destha 23 19 April - 11

Mei

2 delamak

(pecak) kaki Selatan Sadha 41 12 Mei - 21

Juni

3 delamak

(pecak) kaki Selatan Tabel. 6: 12 Mangsa dalam penanggalan Pranata Mangsa Contoh :

Februari 2012

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Ahad

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 11 12

13 14 15 16 17 18 19

20 21 22 23 24 25 26

27 28 29

(14)

Maret 2012

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Ahad

1 2 3 4

5 6 7 8 9 10 11

12 13 14 15 16 17 18

19 20 21 22 23 24 25

26 27 28 29 30 31

Tabel. 8: Penanggalan Masehi bulan Maret 2012 Keterangan :

• 3-29 Februari : mangsa kawolu (Rendheng - Pangarep-arep), Penampakannya/ibaratnya anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin). Tanaman padi sudah menjadi tinggi, sebagian mulai berbuah, uret mulai banyak.

• 1-25 Maret : mangsa kasanga (Rendheng - Pangarep-arep), Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya ( binatang tanah dan pohon mulai bersuara). Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, musim kucing kawin, tenggeret mulai bersuara.

B. Sistem Penanggalan Syamsiah yang Berkaitan dengan Sistem Musim 1. Pengertian dan Sejarah Penanggalan Syamsiah yang Berkaitan

dengan Sistem Musim

Bangsa Arab kuno mempergunakan secara praktis kalender Matahari, setahun terdiri dari 12 bulan, masing-masing bulan terdiri dari 30 hari, pada akhir tahun ditambah 5 hari. Bangsa Athena menautkan angka 365 hari tersebut 1 tahun tropis, yaitu siklus Matahari dari titik Aries ke titik Aries berikutnya. Praktek penanggalan Arab itu

(15)

berlangsung bahkan sampai pada masa Nicolaus Copernicus (1473-1543) awal reformasi pandangan geosentris dan heliosentris, planet Bumi bukan pusat tata surya maupun pusat alam semesta, dalam satu siklus tropis Matahari melewati 12 rasi bintang pada ekliptika.36

Penanggalan Masehi dikelompokkan sebagai sistem kalender Matahari (Syamsiah) atau penanggalan surya karya manusia setelah melalui perjalanan waktu yang amat panjang. Penanggalan ini berdasarkan keteraturan posisi tahunan Matahari yang menyebabkan perubahan musim tahunan.37 Keteraturan musim tahunan dari musim dingin, musim semi, musim panas, musim gugur ke musim dingin lagi berlangsung regular di belahan langit Utara dan Selatan, seolah semuanya terjadwal dalam penanggalan Syamsiah/Masehi.38

Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Quraisy ayat 1-2:39

֠

!

"#$ %

&'

$

()*+

$

,-.

Artinya:“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka

bepergian pada musim dingin dan musim panas.” (QS. Al-Quraisy:1-2)

Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis khatulistiwa, terdiri dari

36 Moedji Raharto, Sistem Penanggalan Syamsiah/Masehi, Bandung: ITB, 2001, hlm. 5 37

Ibid., hlm. 14

38Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak (Menyimak Proses Pembentukan Alam

Semesta), Yogyakarta: Bismillah Publisher, 2012, hlm. 206

39 Al-Qur’an Depag RI, Mushaf al-Qur’an dan Terjemah, Bandung: Syamil Quran, 2009,

(16)

pulau dan kepulauan yang membujur dari Barat ke Timur, terdapat banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan iklim/cuaca.40

Pada tanggal 21 Maret Matahari bersinar tepat di khatulistiwa (Pontianak)41 serta tepat pula terbit pada titik Timur dan terbenam pada titik Barat, busur siang dan busur malam sama panjangnya, oleh sebab itu hari siang dan hari malampun sama lamanya, yaitu 12 jam. Sesudah tanggal 21 Maret Matahari bersinar di seperdua bulatan Utara, makin lama makin menjauh atau berkisar dari khatulistiwa hingga tanggal 21 Juni, ketika jarak antara khatulistiwa dan lingkaran yang ditempuhnya sebesar 23 ½o jadi selama tiga bulan Matahari seolah-olah membuat lingkaran-lingkaran di angkasa, yang tiap hari makin jauh dari khatulistiwa,42 yang mana pada tanggal tersebut terjadi musim semi di belahan Utara dan musim gugur di belahan Selatan.43

Mulai tanggal 21 Juni sampai tanggal 23 September Matahari berangsur-angsur kembali kesebelah Selatan mendekati Khatulistiwa, hari-hari siang senantiasa bertambah panjang sedikit, akan tetapi masih tetap lebih pendek daripada hari-hari malam.44 Pada tanggal tersebut

40 Sugeng HR, RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap), Semarang: Aneka

Ilmu, 2011, hlm. 88

41

Salamun Ibrahim, op. cit., hlm. 26

42 I Made Sugita, Ilmu Falak (Untuk Sekolah Menengah Di Indonesia), Jakarta: J. B.

Wolters, 1951, hlm. 17

43 Moedji Raharto, op. cit., hlm. 7 44 I Made Sugita, op.cit., hlm. 18

(17)

terjadi musim panas di belahan Utara dan musim dingin di belahan Selatan.45

Pada tanggal 23 September sampai tanggal 22 Desember Matahari mulai berkisar makin jauh dari khatulistiwa, akan tetapi berada di seperdua bulatan Selatan. Titik terbitnya terletak disebelah Selatan titik Timur dan titik terbenamnya disebelah Selatan dari titik Barat.46 Di belahan Utara terjadi musim gugur dan belahan Selatan terjadi musim semi.47

Pada tanggal 22 Desember sampai 21 Maret terjadi musim dingin di belahan Utara dan musim panas di belahan Selatan.48 Pada tanggal tersebut Matahari mulai berangsur-angsur kembali kesebelah Utara mendekati khatulistiwa, sehingga hari-hari siang bertambah pendek.49

Perubahan musim yang regular itu berkaitan dengan perubahan regular kedudukan tahunan Matahari di langit, begitu pula tentang adanya pola musim hujan atau musim basah dan musim panas atau musim kering di wilayah nusantara. Pola musim global itu dapat berubah secara temporer karena fenomena El Nino yang memperpanjang musim kemarau dan La Nina yang memperpanjang musim hujan50 dan dipengaruhi oleh sirkulasi moonson yang menimbulkan perbedaan iklim

45 Salamun Ibrahim, op. cit., hlm. 28 46 I Made Sugita, loc. cit.

47

Moedji Raharto, loc. cit.

` 48 Slamet Hambali, op. cit. hlm. 207

49 I Made Sugita, loc. cit.

50 Lihat dalam laporan tahunan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

(18)

antara musim hujan dan musim kemarau. Besarnya curah hujan akan sangat tergantung pada sirkulasi moonson. Sirkulasi monsoon akan dipengaruhi oleh kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang secara meteorologis diekspresikan dalam nilai Southern Oscillation Index (SOI).51

Berikut gambar peredaran Matahari dalam tiap-tiap tahunnya:52

Gambar. 3: Peredaran Matahari tahunan

2. Metode Penggunaan serta Perhitungan Syamsiah yang Berkaitan dengan Sistem Musim

Tahun basah, tahun normal atau tahun kering ditentukan oleh tanggal jatuhnya “Tumbuk”53. Bila jatuh pada awal bulan (Bulan sabit)

51 Bistok Hasiholan Simanjuntak dkk, Penyusunan Model Pranatamangsa Baru Berbasis

Argometeorologi dengan Menggunakan LVQ (Learning Vector Quantization) dan MAP Alov untk Perencanaan Pola Tanam Efektif, Laporan Akhir Hibah Bersaing Tahun tahun ke-1, Salatiga:

Universitas Satya Wacana, hlm. 18. Lihat Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, Penjabaran Hukum

Alam Menurut Pikiran Orang Jawa Berdasarkan Pranata Mangsa, Semarang: Universitas Negeri

Semarang, 2011, hlm. 3

52http://www.google.com/images?q=gambar+revolusi+bumi&hl=id&tbm=isch&ei=TyvU

qfYHMO4rge0s4GwBA&start=20&sa=N, diakses pada hari Sabtu tanggal 4 Januari 2014 pukul 22.43 WIB

(19)

berarti banyak hujan, bila jatuh bulan purnama berarti hujan sedang, sedangkan bila jatuh di akhir bulan (Bulan susut) berarti akan sedikit hujan pada awal musim hujan.54

Kedudukan bintang Sirius terhadap terbenamnya Matahari juga menjadi tanda musim setempat. Di Indonesia misalnya bila bintang Sirius di dekat meridian saat Matahari terbenam tanda akhir musim hujan (April) dan jika Sirius di dekat meridian pagi hari saat Matahari terbit pertanda musim hujan (Oktober) akan tiba.55

Secara klimatologis, pola iklim di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pola moonson, pola ekuatorial dan pola lokal.56 a) Pola moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat

unomodal (satu puncak musim dingin). Selama tiga bulan curah hujan relatif tinggi biasa disebut musim hujan, yakni pada bulan Desember, Januari dan Februari dan tiga bulan curah hujan rendah bisa disebut musim kemarau, periode Juni, Juli dan Agustus, sementara enam bulan sisanya merupakan periode peralihan (tiga bulan peralihan kemarau ke hujan dan tiga bulan peralihan hujan ke kemarau).

53 Tumbuk adalah kejadian matahari melintas persis di atas kepala. Lihat dalam Materi

yang disampaikan pada Peningkatan Kemampuan Pemandu Sekolah Lapang Iklim (SLI) oleh Sri Yuliyanto, Kearifan Lokal: Pranata Mangsa & Warige, pada tanggal 13-16 Februari 2013

54 Materi yang disampaikan pada Peningkatan Kemampuan Pemandu Sekolah Lapang

Iklim (SLI) oleh Sri Yuliyanto, Kearifan Lokal: Pranata Mangsa & Warige, pada tanggal 13-16 Februari 2013

55 Moedji Raharto, op. cit., hlm. 9

56 Hasil wawancara dengan Sri Endah, pada hari Kamis 2 Januari 2014 di kantor BMKG

(20)

b) Pola ekuatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober, yaitu pada saat Matahari berada dekat ekuator.

c) Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tetapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson.

Menurut prakiraan BMKG musim hujan dimulai manakala curah hujan pada hari tertentu telah mencapai antara 200-350 mm, adapun awal musim hujan terjadi ketika dasarian (10 harian) melebihi 50 mm dan diikuti dasarian berikutnya atau selama berturut-turut intensitas melebihi 100 mm maka akan masuk musim hujan dan ketika dasarian (10 harian) kurang dari 50 mm dan tidak diikuti dasarian berikutnya maka masuk musim kemarau, dengan menggunakan batasan curah hujan tersebut, periode musim hujan di wilayah Indonesia bervariasi menurut lokasi tetapi umumnya berlangsung antara bulan September/Oktober hingga bulan Maret/April.57

57 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Pelepasan dan absorpsi aspirin dari tablet floating terjadi melalui 2 tahap sehingga menghasilkan profil farmakokinetika dengan puncak ganda akibat absorpsi yang terjadi

Dengan model ini guru akan dapat menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep sekolah ramah anak yaitu tidak adanya unsur paksaan kepada siswa

Alkuna adalah kelompok senyawa hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai ikatan rangkap tiga pada rantai utama karbonnya. Artinya, setiap penambahan satu atom C akan diikuti

Metode alami berupa pijat punggung dengan minyak esensial lavender dapat diaplikasikan oleh bidan dengan melibatkan peran suami dalam mengatasi permasalahan kurangnya produksi

Proses perlakuan panas secara teknis untuk melakukan metode temper dalam proses pembentukan fasa baru sesuai dengan percepatan pemanasan sampai mencapai suhu austenit tidak stabil,

Didalam postprocessor Disain Rangka Beton Bertulang, jika disain tulangan geser kolom didasarkan pada momen maksimum yang dapat diberikan oleh balok kepada kolom, Etabs

yang terhubung pada layanan IoT platform. Gambar 2 menunjukkan arsitektur Watson™ IoT platform mengenai komunikasi perangkat dengan aplikasi yang tersedia di

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Implementasi CSR Hotel Grand Clarion Makassar sangat tinggi dilihat aspek ekonomi yaitu dampak