• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Permasalahan

Indonesia dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak 252 juta jiwa pada tahun 2014 menempati peringkat keempat dunia sebagai negara dengan jumlah populasi terbanyak (Anonim, 2014). Program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan oleh pemerintah menjadi sangat penting sebagai upaya pengendalian peledakan penduduk. Pencapaian peserta KB aktif semua metode kontrasepsi yang diperoleh dari data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2012 menyebutkan jumlah akseptor Intra Uterine Device/IUD 459.177 (7,46%) peserta.

Terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan dengan KB dalam

Millenium Development Goals (MDGs) 2015. Indikator tersebut adalah

Contraceptive Prevalence Rate/angka kesertaan KB (CPR), Age Specific Fertility

Rate (ASFR), dan unmet need (pasangan usia subur yang membutuhkan pelayanan

KB namun tidak dapat melaksanakannya dengan berbagai alasan). Target nasional indikator tersebut pada tahun 2015 adalah CPR sebesar 65%, ASFR usia 15-19 tahun sebesar 30/1000 perempuan usia 15-19 tahun dan unmet need 5% (Mujiati, 2013).

Dua indikator KB dalam sepuluh tahun terakhir tidak mengalami banyak kemajuan. CPRcara modern yang sudah meningkat pesat selama kurang lebih 10 tahun dari 47% (SDKI 1991) menjadi 56,5% (SDKI 2002), yang berarti meningkat sebesar 9,5%, hanya naik 1,4% menjadi 57,9% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini (SDKI 2012). Demikian juga persentase kelompok unmet need yang sudah menurun pesat selama kurang lebih 10 tahun dari 12,7% (SDKI 1991) menjadi 8,6% (SDKI 2002), yang berarti mengalami penurunan sebesar 4,1%, justru meningkat 0,5% menjadi 9,1% (SDKI 2007) dan baru turun lagi sebesar 0,6% menjadi 8,5% (SDKI 2012); praktis penurunan persentase unmet need dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini hanya 0,1 persen. Masih jauhnya target kedua indikator

(2)

program KB ini patut diduga berkontribusi terhadap landainya penurunan AKI, dimana program KB merupakan salah satu upaya penurunan AKI di bagian hulu (Mujiati, 2013).

Dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu sasaran utama program KB adalah pada kelompok unmet need dan ibu pascasalin. Kehamilan yang tidak diinginkan pada ibu pascasalin akan dihadapkan pada dua hal yang sangat berisiko. Pertama, jika kehamilan diteruskan, maka kehamilan tersebut akan berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya. Kedua, jika kehamilan diakhiri maka berpeluang untuk terjadinya komplikasi aborsi yang juga dapat berkontribusi terhadap kematian ibu. Oleh sebab itu, KB pascasalin merupakan suatu upaya strategis dalam penurunan AKI. Riskesdas 2007 mencatat sebanyak 17% total kehamilan merupakan kehamilan yang tidak diinginkan (Mujiati, 2013). Bahkan dalam studi secara global angka kehamilan yang tidak diinginkan sebesar 40% dan di Asia sekitar 38 persen (Sedgh et al., 2014).

Sejauh ini cakupan pelayanan KB pascasalin masih belum menggembirakan. Berdasarkan Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Januari - Juli 2013 (BKKBN), cakupan KB pascasalin dan pasca keguguran dibandingkan dengan cakupan peserta KB baru masih sebesar 13,27 persen. Capaian tersebut juga masih didominasi oleh non MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) yaitu suntikan (52,49%) dan pil (18,95%), sementara capaian MKJP implan (8,08%), IUD (14,06%), MOW (3,27%) dan MOP (0,02%). Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain belum tersosialisasinya pelayanan KB pascasalin dengan baik (Mujiati, 2013).

Dasar alasan untuk mengoptimalkan upaya KB pascasalin adalah karena periode pascasalin merupakan periode yang paling mudah untuk menerima kontrasepsi. Selain itu, kembalinya kesuburan seorang wanita setelah melahirkan dapat bervariasi. Pada sebagian wanita yang tidak menyusui anaknya masa subur dapat kembali setidaknya 4 minggu setelah melahirkan. Beberapa ibu yang menyusui anaknya akan kembali subur setelah 6 bulan pascasalin, dan sepertiga wanita kembali masa suburnya sebelum mulai menstruasi (National Rural Health

(3)

Periode pascasalin merupakan masa yang penting untuk memulai kontrasepsi, namun masih kurang dimanfaatkan. Banyak hal yang berkontribusi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, meliputi kurangnya pengetahuan pasien, metode kontrasepsi yang tidak efektif, penggunaan kontrasepsi yang tidak konsisten, aktivitas seksual yang tidak direncanakan, dan kegagalan kontrasepsi. Dari beberapa faktor diatas yang sifatnya tergantung individu pasien, konseling KB merupakan faktor yang berada dalam ranah para klinisi (Cowman et al., 2013).

Tujuan pelayanan KB pascasalin adalah untuk mengatur jarak kehamilan/kelahiran, dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga dapat merencanakan kehamilan yang aman dan sehat. Pelayanan KB pascasalin dimulai dengan pemberian informasi dan konseling yang sudah dimulai sejak masa kehamilan. Tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan memegang peranan penting dalam memberikan informasi dan konseling KB pascasalin kepada calon peserta KB (Mujiati, 2013). Penggunaan KB pascasalin pada wanita secara signifikan akan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas maternal, menurunkan angka mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir, mencegah risiko kehamilan tidak diinginkan, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada wanita usia muda dan tua dimana risiko maternal dan bayi baru lahir paling tinggi, menurunkan insidensi aborsi, memberikan waktu ke wanita untuk memberi jarak kehamilan mereka, menurunkan jumlah kasus transmisi vertikal HIV/AIDS dari ibu ke bayi (National Rural Health Mission, 2011).

Walaupun semua metode kontrasepsi dapat digunakan sebagai metode KB pascasalin, namun mengingat angka drop out (DO) yang cukup tinggi dalam penggunaan non MKJP, maka dalam memberikan pelayanan konseling klien diarahkan untuk memilih MKJP, seperti implan dan IUD. Dengan MKJP, angka ketidakberlangsungan kontrasepsi (DO) diharapkan dapat ditekan atau dikurangi (Mujiati, 2013). Berdasarkan laporan BKKBN tahun 2014 disebutkan bahwa persentase peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi pada tahun 2013 IUD masih relatif sedikit yaitu 11,41%, dan jumlah persentase KB baru IUD pada tahun yang sama berjumlah 7,75 persen (Mujiati, 2013).

(4)

Cowman et al., (2013) menyebutkan bahwa periode pascasalin merupakan kesempatan unik untuk memberikan konseling kontrasepsi. Konseling kontrasepsi penting bagi wanita yang pernah memiliki pengalaman kehamilan yang tidak diinginkan dan yang memiliki risiko terjadinya kembali kehamilan yang tidak direncanakan.

Pada periode pascasalin seorang wanita memiliki motivasi yang besar untuk memulai penggunaan alat kontrasepsi. Pemasangan IUD pada periode ini bisa menjadi metode yang ideal pada beberapa wanita (Kapp dan Curtis, 2009). Mujihartinah (2009) dalam tesisnya mengatakan bahwa dengan melakukan konseling berarti penyedia layanan kesehatan membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya, disamping itu juga dapat membantu klien agar merasa lebih puas. Konseling yang baik juga akan membantu klien menggunakan kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan program KB.

Konseling IUD pascasalin idealnya dilakukan saat periode asuhan antenatal (AAN) agar pemberi konseling dapat memberikan perhatian kepada klien dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Konseling pada periode AAN juga memberikan kesempatan kepada klien untuk berdiskusi dengan suami atau anggota keluarga, yang juga merupakan bagian penting dalam sebuah proses konseling. Bila konseling saat AAN tidak dapat dilakukan atau tidak tercatat dalam catatan AAN, maka konseling dapat dilakukan pada: 1) saat memasukkan pasien ke rawat inap 2) saat fase fase laten, 3) saat hari pertama pascasalin, 4) sebelum operasi sesar yang terjadwal.

Konseling IUD pascasalin selama persalinan fase aktif tidak dianjurkan oleh karena stress persalinan. Kontraksi yang intens saat persalinan bukanlah waktu yang baik untuk melakukan informed choice penggunaan alat kontrasepsi, dan klien tidak cukup perhatian untuk memberikan persetujuan penggunaan KB (National

(5)

B. Perumusan Masalah

Waktu konseling IUD pascasalin yang tepat dan konseling ulangan dapat meningkatkan angka pemasangan IUD pascasalin. Oleh karena itu masalah utama dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan angka pemasangan IUD pascasalin antara kelompok klien yang dikonseling 2 kali (saat AAN & saat fase laten) dengan klien yang dikonseling 1 kali (saat AAN atau saat fase laten).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui apakah ada hubungan antara waktu dan jumlah konseling dengan angka pemasangan IUD pascasalin; dan (2) untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan konseling IUD pascasalin. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah konseling saat AAN dan konseling ulangan saat fase laten dapat meningkatkan keikusertaan IUD pascasalin.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai waktu konseling KB IUD pascasalin yang tepat sehingga dalam penerapannya dapat meningkatkan keikutsertaan klien serta memberikan masukan pada pembuat kebijakan untuk menggiatkan konseling KB IUD pascasalin padawaktu konseling yang tepat.

(6)

TABEL 1.1 Keaslian penelitian.

No Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil 1 Kusumaningrum

(2014)

Pengaruh Pemberian Konseling dan Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap tentang Kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur Muda

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konseling dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap tentang kontrasepsi pada PUS muda dibandingkan pemberian konseling saja

Pengetahuan tentang kontrasepsi lebih tinggi pada PUS muda yang mendapatkan konseling

dan leaflet dibandingkan dengan PUS muda

yang mendapat konseling saja dengan beda mean 7,32 (p=0,001, 95% CI = 3,28 – 11,37). Peningkatan sikap tentang kontrasepsi pada kelompok yang mendapat konseling dan

leaflet lebih tinggi dibandingkan dengan yang

mendapat konseling saja dengan beda mean 3,8 (p < 0,001; 95% CI = 3,16 - 3,45) 2 Mujihartinah (2009) Hubungan Konseling Keluarga Berencana dengan Kelangsungan Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilayah Kota Tanjung Pinang

Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan konseling KB dengan lamanya kelangsungan penggunaan metode kontrasepsi IUD

Didapatkan hubungan yang bermakna antara konseling KB dengan lamanya kelangsungan penggunaan IUD, dengan p = 0,000 (RR= 2,11; 95% CI 1,39 – 3,22). Didapatkan pula faktor lain yang signifikan mempengaruhi kelangsungan penggunaan IUD yaitu umur ibu, jumlah anak, dan efek samping yang dialami (p= 0,000)

(7)

(2014) Kontrasepsi terhadap Pengetahuan dan Penggunaan Metode Kontrasepsi Efektif pada Ibu Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin

mencari pengaruh konseling kontrasepsi terhadap pengetahuan dan penggunaan metode

kontrasepsi efektif pada ibu postpartum serta faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh di RSUD Ulin Banjarmasin

kontrasepsi secara praktis terdapat

peningkatan rerata pengetahuan atara sebelum dan sesudah diberikan konseling (nilai p 0,001). Terdapat perbedaan rerata selisih pengetahuan antara kelompok konseling dan tidak konseling (p 0,001). Proporsi yang menggunakan kontrasepsi efektif pada kelompok konseling lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak konseling (OR: 3,75; 95% CI=1,54 – 9,1) 4 Chandradewi, Ekayani dan Sopiatun (2013) Pengaruh Pemberian Konseling Keluarga Berencana (KB) terhadap Alat Kontrasepsi IUD Post Plasenta di RSUP NTB Tahun 2013

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling KB terhadap pemilihan IUD pascasalin di RSUP NTB.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan jumlah ibu bersalin yang memilih alat kontraspsi

IUD pascasalinsetelah diberikan konseling KB dari 23,3 % menjadi 50% yang memilih IUD pascasalin. 5 Tang et al., 2014 Effect of an Educational Script On Postpartum Contraceptive Use: A Randomized Controlled Trial

Tujuan utama dari

penelitian ini adalah untuk mengevaluasi apakah edukasi tertulis tentang Metode Kontrasepsi

Pemberian konseling tertulis tidak

meningkatkan pemakaian MKJP pascasalin pada kunjungan minggu keenam pascasalin. Pemakaian MKJP pada kunjungan minggu keenam pasca salin sebesar 17,6% pada

(8)

postpartum dapat

meningkatkan pemakaian MKJP pada 6 minggu pascasalin.

13,3% pada kelompok control (p 0,103)

6 Zepata et. al., 2015

Contraceptive Counseling and Postpartum

Contraceptive Use.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara konseling prenatal dan postpartum dengan penggunaan kontrasepsi postpartum

Prevalensi penggunaan kontrasepsi

postpartum, termasuk penggunaan metode kontrasepsi yang lebih efektif, paling tinggi ketika konseling kontrasepsi dilakukan pada periode prenatal dan postpartum.

7 Lauria et al., 2014

The effect of contraceptive counseling in the pre and post-natal period on contraceptive use at three months after delivery among Italian and immigrant women

Penelitian ini mengevaluasi penggunaan kontrasepsi postpartum dan factor-faktor yang berhubungan dengannya pada wanita Italia dan imigran

Penggunaan kontrasepsi efektif pada pariode postpartum sama antara kelompok wanita Italia dan imigran dengan persentase 59% pada wanita Italia dan 63% pada wanita imigran mendapat konseling saat pelayanan AAN. Wanita yang menerima konseling lebih banyak dalam menggunakan kontrasepsi efektif. 8 Saeed et al., 2008 Change in trend of contraceptive uptake— effect of educational

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh dari konseling

Pada kunjungan follow up minggu ke 8 – 12, dengan perbandingan kelompok

(9)

penggunaan kontrasepsi pada pasangan suami-istri. Dalam penelitian ini subjek dikelompokkan menjadi kelompok A, dengan intervensi konseling kontrasepsi dan leaflet edukasi, dan kelompok B tanpa konseling dan edukasi

telah memutuskan untuk menggunakan kontrasepsi dalam 6 bulan kedepan. Predominan pengguna kontrasepsi adalah wanita, sebesar 70,9%/laki-laki 38,8%,

dengan paling banyak memilih pil kontrasepsi (37,1%)/koitus interuptus (36,3%). 9 Proposal penelitian Perbandingan Angka Pemasangan IUD Pascasalin Antara Kelompok Klien yang Dikonseling Sejak Asuhan Antenatal (AAN) dengan Saat Persalinan Saja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara waktu dan jumlah konseling dengan angka pemasangan IUD pascasalin.

Mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan konseling IUD pascasalin

Hasil penelitian yang diharapkan: angka pemasangan IUD pascasalin akan lebih tinggi pada kelompok yang dilakukan konseling 2 kali, saat AAN dan fase laten, dibandingkan dengan kelompok klien yang dilakukan konseling 1 kali saat AAN atau saat fase laten saja.

(10)

Gambar

TABEL 1.1 Keaslian penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Tapi berdasarkan hasil survey awal yang peneliti lakukan terhadap beberapa responden karyawan Bank UMKM Jawa Timur terutama Bu Barini dan Pak Bonaji yang sering

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Dapat diikuti oleh mahasiswa yang mendapatkan hu ruf mutu D untuk seluruh kategori mata kuliah dengan persetujuan dosen koordinator mata kuliah. Tidak dapat diikuti

[r]

Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana strategi politik dan

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Pada hasil kromatogram didapat nilai rasio sampel sumur Duri (Gl-47) sebesar 1,266 dan sampel sumur Bangko (PN-026) berkisar 1,035 sehingga mengindikasikan sama-sama

62A (samping es Teler 29 Depan Stadion Lakidende) Kota