• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN ACTIVE ENGLISH ACHIEVEMENT MELALUI METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE SISWA SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN ACTIVE ENGLISH ACHIEVEMENT MELALUI METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE SISWA SEKOLAH DASAR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

254

PENINGKATAN ACTIVE ENGLISH ACHIEVEMENT MELALUI METODE “TOTAL PHYSICAL RESPONSE”

SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh: Ali Mustadi

PGSD FIP, Universitas Negeri Yogyakarta aly_uny@yahoo.com; ali_mustad@uny.ac.id

Abstract

The aim of this study is to increase students’ learning achievement of active English through Total Physical Response method in elementary schools. The focus is related to the students’ needs of an active English skill that is how to use language actively in communication. This study can be classified into a classroom action research. The subjects are the students of grade IV, SDN Manunggal Bantul. The study uses observation and test to collect the data. Then the data are analyzed by conducting qualitative descriptive method. The finding shows that Total Physical Response method is able to increase students’ achievement of active English. There is a significant increasing achievement reached by the students, especially on the spoken respon activities and direct physical respon activities toward the spoken instructions and physical action of the teachers and among the students. Besides, there is also significant increasing on the motoric activities of the students in interactive conversation. Generally, direct thingking and direct response can promote the students motivation in vocabulary acquisition so it can improve the students’ active English achievement.

Key words: Active English achivement, total physical response.

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampikan pesan antara orang yang satu dengan orang yang lain. Oleh karena itu, bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Dengan bahasa, orang dapat memahami dan mengerti maksud dan tujuan orang berkomunikasi. Di Indonesia, ada beberapa bahasa kedua yang diajarkan di sekolah, salah satunya adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di tingkat Sekolah Dasar (SD). Meskipun pelajaran Bahasa Inggris masih ditetapkan sebagai mata pelajaran muatan lokal, namun mata pelajaran tersebut telah menjadi salah satu mata pelajaran penting yang diajarkan di beberapa sekolah termasuk sekolah dasar secara nasional untuk meningkatkan

(2)

255

kemampuan berbahasa Inggris baik mendengarkan (listening), menulis (writing), membaca (reading), maupun berbicara (speaking). Banyak metode yang dapat diterapkan guru dalam mengajar bahasa Inggris terutama di tingkat sekolah dasar. Metode-metode tersebut antara lain Language Accompanying Action, Beyond Centers and Circle Time (BCCT), Task Based Teaching (TBT), Role Playing, Total Physical Respon (TPR), dan lain-lain yang tentunya setiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan yang berbeda-beda. Diantara banyak metode tersebut adalah Total Physical Respons (TPR) atau respon fisik total. Dalam metode ini menekankan anak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dilafalkan atau diucapkan guru. Dengan aktivitas motorik yang dilakukan melalui metode TPR tersebut maka siswa akan mengalami belajar. Nasution (2005: 7) menyatakan bahwa dalam kenyataan kebanyakan proses belajar mengajar masih dilakukan secara klasikal. Kondisi demikian tentu membuat proses pembelajaran hanya bersifat umum atau tidak spesifik dan cenderung pasif. Melalui penerapan metode Total Physical Response ini diharapkan kemampuan Active English siswa kelas III SDN Manunggal Bantul dapat meningkat. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa kelas III B SD N Manunggal, Bantul? Sedangkan tujuan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris melalui metode Total Physical Response (TPR) siswa kelas III SD N Manunggal Bantul, sebagai suatu upaya perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. 1. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa kedua atau the second language. Pengajaran bahasa Inggrispun dilaksanakan sebagai muatan lokal mulai dari jenjang SD sampai Perguruan Tinggi. Pengajaran bahasa Inggris ditanamkan sejak dini dengan harapan tercapainya penguasaan berbahasa juga diperoleh lebih awal. Bahasa Inggris di SD adalah program untuk menanamkan pengetahuan ranah verbal, memiliki keterampilan berbahasa tingkat dasar. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

(3)

256

mempelajari semua bidang keilmuan. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budaya lokal, dan budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Dalam pengajaran bahasa Ingris di SD guru juga harus memperhatikan karakteristik siswa SD

Mata pelajaran Bahasa Inggris di SD/MI memiliki ruang lingkup yang mencakup kemampuan berkomunikasi lisan secara terbatas dalam konteks sekolah, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut; mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Ada beberapa hal yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua yaitu bahasa Inggris. Menurut Bustami Subhan (2003: 25) ada sepuluh aspek yang dijadikan perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dengan pembelajaran bahasa kedua. Sepuluh aspek tersebut yaitu perbandingan jumlah murid dengan guru, tempat belajar pembelajar, waktu dan jam mengajar, suasana belajar, motivasi, karakteristik siswa, fasilitas belajar, lingkungan dan kontak langsung dengan penutur asli dan ketersediaan model penutur asli. Nana Sudjana (1987: 76) menyatakan bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar.

2. Peningkatan Active English Achievement dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Dalam akhir pembelajaran siswa diharapkan dapat menguasai learning achievement berupa kompetensi active English. Learning achievement adalah hasil yang dicapai setelah mendapatkan pengetahuan dari proses pembelajaran. Doantara Yasa (2008) mendefinisikan bahwa learning achievement dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Learning achievement merupakan sesuatu yang dibutuhkan seseorang untuk mengetahui kemampuan setelah

(4)

257

melakukan kegiatan yang bersifat belajar karena achievement adalah hasil belajar yang mengandung unsur-unsur: (1) hasil penelitian, (2) hasil usaha kerja, (3) ukuran kompetensi atau kecakapan yang dicapai pada suatu saat. Berdasarkan pendapat para pakar di atas learning achievement dapat diartikan hasil yang telah dicapai setelah seseorang mengalami proses belajar melalui praktek dan pengalaman tertentu.

Dengan teori pembelajaran bahasa tersebut maka penerapan metode dapat dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara tepat. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode TPR. Metode total physical response (TPR) adalah metode pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan oleh James J. Asher yang melibatkan aktivitas motorik dalam aktivitas mendengarkan kemudian diikuti dengan aktivitas berbahasa lainnya. Dengan aktivitas motorik yang dilakukan secara berulang-ulang maka akan menjadikan siswa memahami materi yang diberikan oleh guru. Dengan proses pembelajaran tersebut diharapkan akan berdampak pada meningkatnya learning achievement berupa active English siswa yang cukup tinggi.

3. Metode Total Physical Response (TPR) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris SD

Metode Total Physical Response (TPR) adalah suatu metode pengajaran bahasa yang dibangun berdasarkan koordinasi ujaran dan tindakan; metode ini berupaya mengajarkan bahasa melalui kegiatan fisik atau aktivitas motor (gerakan). TPR dihubungkan dengan “teori penyutusutan“ ingatan dalam psikologi yang berpendapat bahwa semakin sering atau semakin intensif suatu hubungan ingatan ditelusuri, maka semakin kuat pula asosiasi ingatan itu dan semakin mudah pula ditimbulkan dan diingat kembali. Penelusuran atau pengusutan ulang dapat dilakukan secara verbal (misalnya, dengan ulangan yang dihafalkan tanpa berfikir) dan atau dalam gabungan kegiatan-kegiatan penelusuran, seperti ulangan verbal yang digabung dengan aktivitas motor, jadi memperbesar kemungkinan pengingatan yang berhasil. Penekanan yang diletakkan oleh Asher pada pengembangan keterampilan-keterampilan pemahaman sebelum siswa diajarkan berbicara justru dengan

(5)

258

menghubungkannya pada suatu gerakan dalam pengajaran bahasa asing kadang-kadang mengacu kepada suatu pendekatan yang disebut sebagai Comprehension Approach.

Selain itu ada prinsip-prinsip utama dalam pembelajaran dengan menggunakan metode TPR. Asher (2006) mengemukakan tiga prinsip utama sistem TPR, yaitu:

1. Tunda kegiatan berbicara dari para siswa sampai pemahaman mereka mengenai bahasa lisan benar-benar mantap secara ekstensi.

2. Capailah kesuksesan pemahaman bahasa lisan melalui ucapan-ucapan yang dibuat oleh sang instruktur dalam bentuk imperative atau bentuk perintah.

3. Upayakan agar dalam beberapa hal pada pemahaman bahasa lisan, para siswa akan mengindikasikan atau menyatakan dirinya ‘siap untuk berbicara’.

Tujuan pengguanaan metode ini yaitu guru memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, menekankan (stress) dan menyertai pembelajaran dalam bahasa asing. Dalam setiap pembelajaran ada langkah-langkah yang dilakukan. Begitu pula dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan metode ini. Penggunaan metode pembelajaran yang berbeda akan membuat langkah pembelajaran yang berbeda pula. Disamping ada langkah-langkah pembelajaran ada juga fase-fase pembelajaran dalam metode ini. Menurut Asher (2006) cara penggunaan metode ini dalam pembelajaran bahasa Inggris yaitu sebagai berikut:

1. Pertama-tama guru memberikan perintah dan pembelajar melaksanakannya. Setiap pembelajar harus selalu siap berbicara, mereka mengambil peran secara langsung.

2. Proses belajar mengajar yaitu pelajaran dimulai dengan tugas dari guru, pembelajar melakukan perintah itu, mengkombinasikan tugas itu dalam suatu novel dan cara-cara yang penuh humor, akhirnya pembelajar mengikuti dengan senang, kemudian aktivitas meliputi permainan yang lucu.

3. Guru berinteraksi dengan pembelajar secara individual dan kelompok. Interaksi dimulai dengan guru berbicara dan pembelajar merespon secara nonverbal. Apabila ada kekurangan atau kesalahan langsung diperbaiki.

4. Metode ini menekankan struktur gramatikal dikaitkan dalam perintah. Memahami mendahului produksi, berbicara mendahului menulis. Peran bahasa pertama (bahasa ibu) metode ini didahului dengan bahasa asli

(6)

259

pembelajar, tetapi pada akhirnya bahasa itu jarang digunakan dalam pembelajaran. Makna dibuat sejelas mungkin melalui tindakan (diperagakan).

5. Dalam evaluasi guru dapat mengevaluasi melalui observasi sederhana terhadap perilaku pembelajar. Evaluasi secara formal dilakukan dengan perintah kepada pembelajar untuk melakukan sesuatu secara berseri. Pembelajar diharapkan membuat kesalahan setiap mereka mulai berbicara. Guru hanya mengoreksi kesahan-kesahan pokok. Koreksi ini dilakukan dengan cara yang tidak menonjol. Koreksi secara bergilir juga dilakukan.

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai evaluasi akhir yaitu dengan lembar evalusi yang diberikan dengan perintah tertulis dan siswa menjawab dalam bentuk tertulis juga. Hal ini dimaksudkan agar ada kaitan antara kegiatan mendengar dengan kegiatan berbahasa lainnya seperti tertuang dalam empat aspek berbahasa. Permasalahan masih rendahnya prestasi belajar Bahasa Inggris di kelas III B SDN Manunggal perlu segera ditanggulangi, dan guru perlu melakukan refleksi atas kinerjanya selama perolehan prestasi belajar Bahasa Inggris masih dapat ditingkatkan lebih tinggi lagi, apabila kreatifitas siswa dalam pembelajaran juga tinggi. Hasil penelitian mengungkapkan bahawa tingkat prestasi siswa saat penelitian dilaksanakan masih rendah, kinerja siswa menunjukkan fenomena sebagai berikut guru jarang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, guru jarang meminta siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Metode pembelajaran Total Physical Response (TPR) sering dikenal dengan nama Respon Fisik Total (RFT). Model ini dirancang agar siswa akan melakukan sesuatu dengan gerakan dan kemudian siswa mengingat kosakata yang telah dipraktekkan dengan gerakan. Salah satu kebaikan dari metode pembelajaran ini adalah bahwa siswa belajar dengan cara siswa melakukan sesuatu yang diperintahkan guru dalam ucapan atau kata bahasa Inggris kemudian siswa diminta melakukan hal tersebut. Dengan melakukan gerakan yang diperintahkan guru, maka siswa akan mengetahui arti atau makna dari kata bahasa Inggris tersebut.

(7)

260 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode classroom action research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model kolaboratif antara peneliti dengan guru kelas III SDN Manunggal, Bantul. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan learning achievement pada kompetensi active English siswa kelas III SDN Manunggal Bantul. Penelitian ini terdiri atas dua variable yaitu variabel terikat berupa learning achievement pada kompetensi active English, sedangkan variable bebasnya adalah metode total physical response (TPR). Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN Manunggal, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2011. Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas III B SD N Manunggal, Bantul yang berjumlah 40 siswa. Sedangkan obyek penelitian ini adalah learning achievement pada kompetensi active English siswa dilaksanaan dalam siklus yaitu diawali dengan melakukan perencanaan, kemudian melaksanakan tindakan dan pengamatan atau observasi, dan refleksi seperti dalam gambar berikut ini:

Keterangan: Siklus I: 1. Perencanaan I

2. Tindakan dan Observasi I 3. Refleksi I

Siklus II:1. Perencanaan II

2. Tindakan dan Observasi II 3. Refleksi II

Gambar 1. Model Spiral Kemmis Mc Taggart (Suharsimi Arikunto, 2006: 93)

Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data adalah tes dan observasi (pengamatan) dilanjutkan dengan menganalisis data penelitian. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah: Pengkajian data, analisis data secara deskriptif.

1 4 4 2 2 1 ▼ ◄ ► ▼ ► ◄ ▲ 3 ▲ 3 4 dst

(8)

261 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Manunggal Bantul kelas III B. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, sekolah tersebut merupakan Rintisan Sekolah Standar Internasional (RSBI) dan kelas III tersebut memiliki prestasi belajar/ learning achievement pada kompetensi active English bahasa Inggris yang relative masih rendah yaitu 70% siswa yang tuntas KKM dan juga kurangnya aktivitas belajar yang dilakukan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III B SDN Manunggal Bantul yang berjumlah 40 orang siswa dengan perincian jumlah siswa laki-laki 11 dan jumlah siswa perempuan 29. Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu peniliti melakukan observasi dan wawancara terhadap guru mata pelajaran bahasa Inggris di SDN Manunggal Bantul. Wawancara dilakukan peneliti dengan menanyakan hasil prestasi belajar siswa pada akhir semester, ketuntasan hasil belajar siswa, serta rata-rata nilai ulangan harian siswa. Guru menyatakan bahwa kelas III B memiliki prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English bahasa Inggris yang relative masih rendah. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Inggris didapatkan data bahwa standar ketuntasan belajar bahasa Inggris kelas III yaitu 7,00. Data yang diperoleh peneliti menyebutkan bahwa masih ada siswa yang mendapatkankan nilai dibawah 7,0. Nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas III B pada mata pelajaran bahasa Inggris yaitu 6,8. Dari data tersebut maka dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata ulangan harian mereka belum mencapai standar ketuntasan minimal. Kemudian pada tahap observasi pra tindakan, peneliti melakukan observsi terhadap kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Dari data observasi didapatkan data bahwa hampir 15% dari keseluruhan siswa belum aktif dalam pembelajaran bahasa Inggris.

(9)

262 B. Hasil Penelitian

1. Pra-tindakan

Sebelum melakukan tindakan, terlebih dahulu peneliti melakukan observasi terhadap pembelajaran. Observasi ini dilakukan pada materi sebelum penelitian dilakukan yaitu pada materi ‘my house’. Pada materi my house ini diajarkan dengan metode ceramah dan penugasan biasa. Selama observasi dalam pembelajaran ini didapatkan permasalahan yaitu guru belum mengaktifkan siswa terutama dalam kompetensi motorik dan metode yang diterapkan guru kurang menarik dan belum sesuai. Evaluasinya juga masih terfokus pada latihan soal dari lembar kerja siswa (LKS). Selain itu peneliti juga memperoleh data nilai ulangan harian dalam materi my house dan data inilah yang dijadikan data awal sebelum tindakan peneliatan dilaksanakan. Dilihat dari kondisi awal dapat dikatakan bahwa prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa masih rendah. Dari data awal dapat dilihat hanya 8 siswa atau sebesar 25,8 % 46saja yang mendapatkan nilai diatas 75. 2. Pelaksanaan Siklus I

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan tindakan meliputi diskusi menentukan materi/kompetensi yang digunakan dalam penelitian yaitu materi shapes and toys. Materi ini terbagi dalam dua sub pokok bahsan yaitu materi shapes dan materi toys. Dan dalam siklus I ini dipilih sub pokok bahasan shapes. Pada materi macam-macam bentuk (shapes) ini berisi berbagai macam bentuk yang familiar di dunia anak-anak. Setelah menentukan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan digunakan dalam penelitian ini, selain itu peneliti juga menyiapkan angket, lembar observasi, soal post-test. Media yang dipilih yaitu media gambar yang dibagikan kepada siswa, sehingga setiap siswa memegang media pembelajarn.

b. Pelaksanaan (Acting)

Pada pertemuan I dan 2, materi atau kompetensi yang dibahas adalah tentang ‘shapes’ menggunakan media gambar.

(10)

263 c. Observasi

Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dilakaukan oleh guru, siswa, dan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa. Dilihat dari kondisi awal atau dari nilai pra tindakan maka ada peningkatan rara-rata kelas. Nilai rata-rata kelas pada pra tindakan yaitu 61,77 pada siklus I meningkat menjadi 68, 38. Secara garis besar hasil data tersebut dapat disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Nilai Siklus I

Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rerata Tuntas Belajar

90 50 68,38 67,7%

d. Refleksi

Berdasarkan hasil prestasi belajar pada siklus I menunjukkan telah ada peningkatan pra tindakan dengan setelah tindakan pada siklus I. Namun belum seluruh siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran karena guru masih mendominasi kegiatan kegiatan belajar mengajar. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam peetemuan selanjutnya yaitu sebagai berikut:

1) Guru harus menyiapkan instructions/perintah-perintah terutama yang berkaitan dengan aktifitas motorik siswa.

2) Keaktifan siswa belum sepenuhnya tampak dalam pembelajaran. Dengan demikian maka pada pertemuan selanjutnya, instructions dimulai dari antar teman sebangku. Salah seorang siswa sebagai instruktor dan siswa lainya sebagai actor/pelaku.

3) Untuk meningkatkan aktivitas speaking, guru perlu menyiapkan beberapa percakapan instruction sederhana dalam short conversation untuk membantu sisswa melakukan simulasi perintah dan respon sederhana. 3. Pelaksanaan Siklus II

a. Perencanaan

Perencanaan dalam siklus II ini sama seperti pada tahap perencanaan siklus I. Beberapa hal yang dipersiapkan sebelum kegiatan belajar mengajar yaitu RPP, lembar observasi, soal post-test serta media gambar.

(11)

264

Media yang digunakan yaitu gambar mainan anak yang dibagikan kepada setiap siswa. Materi pelajaran yang diberikan yaitu sub pokok bahasan Toys (mainan anak).

b. Pelaksanaan

Kegiatan pertemuan 1 dan 2diawali dengan pengenalan kosakata tentang shapes and toys. Dan pada sesi ini difokuskan pada kegiatan/aktivitas writing, dan reading. Kemudian siswa mempraktekkan percakapan secara bersama-sama dengan pasanganya masing-masing bagaimana member instruksi dan bagaimana merespon. Sehingga pada sesi ini, aktivitas siswa terfokus pada kemampuan speaking dan listening.

c. Observasi

Sama dengan observasi siklus 1, observasi siklus 2 ini dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dilakaukan oleh guru, siswa, dan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa. Dilihat dari nilai rata-rata kelas pada pra tindakan kemudian siklus I dan siklus II terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Pada siklus II ini nilai rata-rata kelas menjadi 79,22. Hal ini meningkat dari kondisi awal pra tindakan yang memiliki nilai rata-rata kelas 61,77. Secara garis besar hasil data tersebut dapat disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Nilai Siklus II

Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rerata Tuntas Belajar

98 66 79.22 96,6%

4) Data Refleksi

Hasil penelitian secara keseluruhan telah menunjukkan adanya peningkatan terhadap prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa dalam pemelajaran bahasa Inggris yang dilihat pada hasil tes akhir setiap siklus. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunakaan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan kemampuan active English siswa.

(12)

265 C. Pembahasan

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan. Tindakan yang dilakukan yaitu menerapkan metode pembelajaran Total Physical Response (TPR) pada mata pelajaran bahasa Inggris. Hasil tindakan pada siklus I dan siklus II menjukkan hasil yang sangat memuaskan. Hasil tampak pada perolehan nilai pada siklus I dan siklus II. Pada siklus pertama siswa belum aktif dalam pembelajaran. Guru harus memancing atau menunjuk beberapa siswa baru siswa-siswa tersebut aktif dalam pembelajaran. Siswa juga masih bingung dengan media yang dibagikan kepada mereka. Saat ada perintah dari guru, siswa tampak kebingungan dan banyak dari mereka yang meniru teman sebangkunya. Pada siklus kedua, siswa telah aktif dalam pembelajaran. Siswa pun telah mengetahui yang akan dilakukan dengan media yang dibagikan kepada mereka. Saat mendengar perintrah guru, siswa telah siap dan merespon perintah dengan benar. Dalam siklus kedua ini siswa nampak antusias dalam pembelajaran. Hal ini tampak pada saat mereka dibagikan media gambar yang dibagikan kepada setiap siswa, mereka langsung mengetahui yang akan dilakukan saat pembelajaran berlangsung.

Pelaksanaan siklus II didasarkan refleksi pada siklus I. Pada pelaksanaan pembelajaran siklus I guru lebih banyak mendominasi pelaksanaan pembelajaran. Hal itu tampak pada pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama siklus I, guru memberikan perintah dan siswa merespon dengan tindakan. perintah berasal dari guru, dan siswa merespon yang diperintahkan oleh guru. Pada siklus II pembelajaran lebih ditekankan pada aktivitas siswa. Pada pelaksanaan pembelajaran guru hanya memberikan sedikit contoh memberikan perintah kepada siswa, selanjutnya ketua kelompok barisan memberikan perintah kepada anggota kelompok dan selanjutnya kegiatan pembelajaran ditekankan pada pemberian perintah kepada teman sebangku secara bergantian. Dengan bekerja secara berpasangan ini pembelajaran lebih dipusatkan kepada aktivitas siswa. Koreksi terhadap kesalahan yang dibuat oleh siswa pun lebih mudah untuk diketahui. Guru bertugas memberikan koreksi secara bergilir

(13)

266

terhadap setiap pasangan. Dengan melaksanakan perintah dalam percakapan (conversation) dengan metode kelompok berpasangan, metode TPR akan lebih mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Ada kelebihan penggunaan metode kelompok berpasangan ini. Kegiatan pembelajaran tidak akan lepas dari media pembelajaran. Penggunaan media gambar pada pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris dengan metode TPR juga membuat pembelajaran lebih bermakna. Dengan media gambar ini siswa menjadi lebih tertarik dalam pembelajaran. Gambar yang diberikan kepada setiap siswa akan lebih bisa mengontrol siswa karena mereka tidak akan berebut kepada teman lainnya.

Peningkatan yang signifikan pada penelitian ini yaitu pada nilai. Meskipun pada pelaksanaan siklus I masih banyak kekurangan, namun peningkatan nilai terjadi pada siklus pertama dan siklus kedua. Peningkatan yang sangat mencolok terjadi pada nilai hasil siklus II, hal ini dikarenakan adanya refleksi pada siklus I. Dengan kegiatan refleksi pada siklu I tersebut, maka pembelajarn dengan metode TPR pada siklus II menjadi lebih sempurna. Nilai rata-rata kelas pun meningkat di setiap siklus. Dapat disimpulkan bahwa dari pra tindakan ke siklus I nilai rata-rata kelas meningkat dari 61,77 menjadi 68,38 dan dari nilai siklus I ke siklus II nilai meningkat dari 68,38 menjadi 79,22.

Dengan melihat hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode Total Physical Response (TPR) siswa akan berfikir dengan cepat sehingga dapat memotivasi siswa untuk mengingat kosakata yang telah dipelajari. Dengan mudahnya mengingat kosakata tersebut maka prestasi belajar siswa meningkat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Asher (2006) bahwa Total Physical Response (TPR) sebagai salah satu metode yang menggabungkan informasi dan keterampilan melalui nenggunakan sistem kenestetik indrawi. Kombinasi dari keterampilan ini memungkinkan siswa untuk mencernakan informasi dan keterampilan yang lebih cepat tinnggi. Akibatnya, keberhasilan ini mengarah kepada sudut motivasi tinggi. Pembelajaran yang mengajak siswa untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh guru, kemudian diperintahkan oleh ketua kelompok

(14)

267

dan memberikan perintah secara berpasangan melalui percakapan (conversation) akan memotivasi siswa untuk belajar dengan baik. Menurut Abdul Majid (2008: 152) motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan suatu kegaiatan mencapai tujuan. Dengan motivasi tersebut siswa akan mencapai tujuan yang berupa ketuntasan belajar. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas, maka dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan prestasi belajar dalam mata pelajaran bahasa Inggris siswa kelas III B SDN Manunggal Bantul.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Inggris dengan menggunakan metode Total Physical Response (TPR) lebih efektif dibanding dengan pengajaran tanpa menggunakan metode Total Physical Response (TPR). Hal ini disebabkan penggunaan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan motorik yaitu siswa berperan aktif dalam merespon perintah guru melalui kegiatan motorik. Dengan kegiatan tersebut siswa akan berpikir dengan cepat dan siswa termotivasi mengingat kosakata yang telah diberikan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris siswa.

B. Saran

Dengan memperhatikan simpulan di atas, maka peneliti dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi para guru :

Guru perlu memahami dan menerapkan metode total physical response (TPR) dalam pembelajaran bahasa Inggris untuk dapat meningkatkan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa.

(15)

268 2. Bagi Kepala Sekolah

Kepala sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan metode Total Physical Response (TPR) kepada para guru bahasa Inggris di sekolah masing-masing sehingga metode ini dapat digunakan oleh para guru bahasa Inggris dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di sekolah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A.Chaedar Alwasilah. 2000. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Asher.(2006).Pembelajaran TPR.Diambil dari http://myopera.com.antariksa/blog.

Bustami Subhan. 2008. Children Language Acquisition and English Language Teaching. Yogyakarta: LPPDMF.

Darwis Sasmedi. (2009). Metodologi Pengajaran Bahasa. Diambil dari http://www.dostoc.com/doscs/2272047/ Metodologi-Pengajaran-Bahasa. Doantara Yasa. (2008). Aktivitas dan Prestasi Belajar. Diambil dari http://

AktivitasdanprestasibelajarIpotes.htm.

H. Douglas Brown. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pearson Education. Inc.

A. G. Tarigan. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa. Lingua Link Library. (1999). Total Physical Response. Diambil dari

www.sil.org/lingualinks/languagelearning/waystoapproachlanguagelearnin g/totalphysicalrespone

Lynne Cameron. 2001. Teaching Languages to Young Learners. United Kingdom: Cambridge University.

Nana Sudjana. 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Rombepajung. 1988. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Depdikbud.

S. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara mengenai pengelolaan IPAL juga dilakukan kepada mantan Kepala Desa Kalisari, berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa pemerintah

[r]

Siti Maslakhah (2005) menunjukkan beberapa kesulitan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah yang bersumber pada mahasiswa sendiri, semacam rasa malas, kurang percaya diri karena

Demikian pula halnya dalam suatu perusahaan agar tujuan perusahaan dapat berjalan dengan baik maka harus didukung oleh koordinasi yang baik antara atasan dengan

Organisasi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja karyawan Supermarket Luwes. Nusukan di

Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Manajemen Kesehatan. ABDUL SUPYAN

Bertolak dari berbagai permasalahan di atas, dalam penelitian ini penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peran dari pemerintah daerah Kabupaten

Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian