ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEBERLANJUTAN PENGOLAHAN BIOGAS DARI LIMBAH
CAIR TAHU DI DESA KALISARI, PURWOKERTO
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI KARYA TULIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis berjudul Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya tulis yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya tulis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
RINGKASAN
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan METI EKAYANI.
Industri tahu merupakan industri yang berpotensi merusak lingkungan karena limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu mengandung kandungan yang berbahaya bagi lingkungan. Desa Kalisari merupakan salah satu sentra industri tahu dengan jumlah kurang lebih 250 pengrajin, dimana dalam proses produksinya menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat tahu yang dihasilkan di Desa Kalisari, Purwokerto tidak menimbulkan permasalahan bagi lingkungan karena sudah diolah kembali menjadi pakan ternak. Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu yang masih menimbulkan permasalahan lingkungan berupa pencemaran air sungai dan bau yang tidak sedap. Pemerintah dalam menanggapi permasalahan ini sudah membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berjumlah empat unit yang diberi nama Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4. Keempat unit IPAL tersebut memiliki lokasi yang tersebar di lokasi yang berbeda sesuai dengan lokasi berkumpulnya para pengrajin tahu.
Pada awal pembangunan IPAL di Desa Kalisari, pemerintah masih belum memperhitungkan manfaat dan biaya ekonomi yang dihasilkan oleh IPAL tersebut seperti tingkat keuntungan yang diperoleh apabila menjual biogas kepada masyarakat dengan harga yang lebih murah dari LPG. Penetapan harga biogas (biogas pricing) di Desa Kalisari masih belum dilakukan dengan benar karena sampai saat ini masyarakat Desa Kalisari masih membayar biogas dengan tarif yang sama untuk berapapun jumlah biogas yang mereka manfaatkan. Biogas pricing di Desa Kalisari juga dimaksudkan untuk menghindari para free rider dalam pemanfaatan biogas secara berlebihan, memperoleh cashflow yang bernilai positif sehingga mampu menarik investor dalam berinvestasi dalam penyediaan biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
yang dibangun di Biolita 3 dengan asumsi bahwa pemanfaatan teknologi dan biaya pembangunan IPAL per m3 untuk seluruh biolita adalah sama.
Baik analisis kelayakan finansial maupun ekonomi dilakukan dengan menggunakan dua skenario. Skenario 1 menggunakan harga biogas yang didapat melalui metode BEP dan Skenario 2 menggunakan harga biogas yang didapat dari iuran masyarakat di Biolita 3 yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Hasil yang diperoleh dari Skenario 1 pada analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa proyek layak untuk dijalankan yang ditunjukkan oleh NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 201.636.675 dan hasil pada Skenario 2 menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk dijalankan karena menghasilkan NPV yang bernilai negatif yaitu sebesar Rp 443. 128.325. Hasil yang diperoleh dari Skenario 1 pada analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa proyek layak untuk dijalankan yang ditunjukkan oleh NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 392.704.986 dan hasil pada Skenario 2 menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk dijalankan karena menghasilkan NPV yang bernilai negatif yaitu sebesar Rp 252.060.040. Analisis sensitivitas juga dilakukan pada IPAL yang terdapat pada Biolita 3. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan tiga skenario. Skenario 1 mengasumsikan bahwa terjadi penurunan konsumsi biogas sebesar 34,8%, Skenario 2 mengasumsikan bahwa terjadi peningkatan pada tarif dasar listrik yaitu sebesar 15%, dan Skenario 3 mengasumsikan bahwa terjadi penurunan harga biogas dari Rp 2.500/m3 menjadi Rp 1.450/m3. Dasar penurunan harga biogas tersebut adalah masyarakat hanya mau membayar biogas apabila harga yang dibayarkan tidak lebih dari pengeluaran untuk mengonsumsi LPG 3 kg sebelum selama satu bulan. Hasil yang diperoleh dari ketiga skenario tersebut menunjukkan bahwa proyek pembangunan IPAL masih layak untuk dijalankan.
Berdasarkan temuan di lapangan, jenis pengelolaan yang dapat digunakan untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan IPAL adalah BUMDes. Pemanfaatan biogas secara berkelanjutan dapat dilakukan apabila BUMDes dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, oleh karena itu tetap diperlukan pengawasan dan monitoring dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
SUMMARY
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Economic Feasibility Analysis and Sustainability of Biogas Processing from Tofu Wastewater at Kalisari Village, Purwokerto. Supervised by YUSMAN SYAUKAT dan METI EKAYANI.
Tofu industry in Indonesia has a great potential to cause environmental problem due to its wastewater which contain dangerous material. Kalisari Village is one of the tofu industry centre which generates solid and liquid waste in its production process. The solid waste in this village is recycled into animal food thus it doesn’t cause any significant problem for the environment, but the liquid waste is still cause many problems because the industry discharge some of the waste directly to the river. In response to this problem, the government has constructed four units of tofu wastewater treatment plant (WWTP) which are named Biolita 1, Biolita 2, Biolita3, and Biolita 4. The WWTP use anaerobic process to produce biogas.
When start building the WWTP in Kalisari village, the government did not calculate yet the benefits and economic costs generated by the WWTP, for example the potency of gains from selling the biogas to the public with a lower price than the LPG. Biogas pricing in the Kalisari village still not done properly because people pay a flat rate regardless the amount of the biogas they use. Biogas pricing in the Kalisari village need to be done properly to avoid the free riders in biogas utilization and to obtain a positive cash flow in order to attract investors to invest in biogas production as an alternative fuel.
WWTP in Kalisari Village especially the Biolita 3 create costs and benefits. Costs arising from the construction of the WWTP consist of financial costs and social costs. Financial costs consist of investment and operational costs, while the social costs derived from the opportunity cost arising from the land usage for the WWTP construction. The benefits arising from the construction of biogas consist of financial benefits and social benefits. Financial benefits consist of the revenue obtained from the usage of biogas by the society and social benefits consist of the fuel savings, improved land productivity, and the decreasing of costs of land rehabilitation. Determination of economic value of biogas (biogas pricing) obtained from the Break Even Point (BEP) method which generates a value of Rp 2.500/m3. This value is obtained from the calculation using the costs arising from the tofu wastewater treatment in Biolita 3 with the assumption that the using of technology and the cost of construction of wastewater per m3 for the whole biolita are the same.
project is not feasible that is showed by negative NPV of Rp 252.060.014. The sensitivity analysis in Biolita 3 used three scenarios. The first scenario assumed the decreasing of biogas consumption about 34,8%. The second scenario assumed the decreasing of electricity purchase about 15% and the third scenario assumed the decreasing of biogas price from Rp 2.500/m3 to Rp 1.450/m3. Basic assumption from decreasing the price of biogas in Scenario 3 is that the society only wants to pay biogas if the price of biogas is lower than the price of LPG 3 kg.
Based on the observation in the field, the type of management that can be used to regulate the use and management of the tofu wastewater treatment and biogas utilization is BUMDes. Sustainable utilization of biogas can be done if BUMDes can be run according with the applicable rules, therefore supervision and monitoring from local and central government is necessary.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEBERLANJUTAN PENGOLAHAN BIOGAS DARI LIMBAH
CAIR TAHU DI DESA KALISARI, PURWOKERTO
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
H451120011
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Judl Tesis : Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahn Biogas i Limbah Cair Tahu i Desa Kalisari, Pwokerto
Nama : Lidya hma Shaii
NIM : H451120011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Yusmn MEc Ketua
Dr Meti MSc
Ketua Prom Studi
Ekonomi Sumberdaya n
Linkungan
Prof Dr Ir Ahmad MSc
Tanggal Ujian: 10 Agusus 2015
·Anggota
Dkim olen
Tnggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehahirat Allah SWT karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto”.
Penelitian dan penulisan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orangtua, suami, dan adik tercinta atas segala doa, semangat, motivasi, pengertian, dan kasih sayang yang penuh dengan ketulusan
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi curahan pemikiran, bimbingan, arahan, saran, dengan penuh dedikasi dan dorongan motivasi sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat penulis selesaikan
3. Pimpinan dan staf program studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan SPs IPB, atas fasilitas dan dukungan yang diberikan
4. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, selaku dosen penguji utama atas pemikiran, saran, dan masukan
5. Dr. Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan program studi atas pemikiran, saran, dan masukan
6. Kepala Desa Kalisari atas segala informasi dan motivasi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian
7. Ibu Yani dan keluarga atas tumpangan, perhatian, dan informasi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian
8. Bapak Wiharja dan Bapak Yadi, selaku staf ahli BPPT atas informasi yang telah diberikan
9. Rekan-rekan seperjuangan program studi pascasarjana ESL 2012 atas persaudaraan, kebersamaan, semangat, motivasi selama masa belajar dan penelitian
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan biogas di Indonesia.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 5
Tujuan 7
Manfaat Penelitian 7
Batasan Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 9
Interaksi Energi dan Lingkungan 9
Potensi Energi Terbarukan 9
Biogas Sebagai Energi Alternatif 10
Analisis Biaya dan Manfaat 11
Ekonomi Pencemaran 12
Eksternalitas 13
Dampak Limbah Tahu 13
Penelitian Terdahulu 14
KERANGKA PEMIKIRAN 16
METODE PENELITIAN 19
Tempat dan Waktu Penelitian 19
Jenis dan Sumber Data 19
Metode Pengumpulan Data 19
Metode Analisis Data 20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27
Kondisi Fisik Daerah 27
Letak dan Luas Wilayah 27
Topografi dan Jenis Tanah 27
Iklim 27
Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk 27
Jumlah Penduduk 27
Tingkat Pendidikan 28
Mata Pencaharian 29
Pola Pemanfaatan Lahan 29
Kepemilikan Ternak dan Perikanan 30
Sarana dan Prasarana 30
Sistem Usaha Tani 30
Kelembagaan Desa 31
Gambaran Umum Pengolahan Limbah Cair Tahu secara
Karakteristik Sosial dan Ekonomi Responden Pengrajin Tahu 32 Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan
Sampingan 33
Motivasi dan Keikutsertaan dalam Kelompok Pengrajin Tahu 33
Biaya Produksi dan Keuntungan 35
Karakteristik Responden Non Pengrajin Tahu 37
Pemanfaatan Energi 37
Konversi LPG ke Biogas 37
Jumlah Jam Memasak 38
Persepsi Responden 38
Konsistensi Pemanfaatan Biogas di Masa Mendatang 38
Alasan Pemanfaatan Biogas 39
Kelebihan Biogas Dibandingkan LPG 39
Gambaran Umum Limbah Tahu di Desa Kalisari 40
ESTIMASI BIAYA DAN MANFAAT INSTALASI PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR TAHU 42
Estimasi Biaya Finansial dan Sosial Pembangunan IPAL 42
Biaya Investasi dan Operasional 42
Opportunity Cost Lahan IPAL 43
Estimasi Manfaat Finansial dan Sosial Pembangunan IPAL 43
ESTIMASI HARGA PEMANFAATAN BIOGAS (BIOGAS PRICING) 45
Pricing menggunakan pendekatan Break Even Point (BEP) 45
ANALISIS KELAYAKAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH
CAIR TAHU 47
Analisis Kelayakan Finansial 47
Analisis Kelayakan Ekonomi 48
Analisis Sensitivitas 48
SKENARIO PEMANFAATAN BIOGAS SECARA BERKELANJUTAN 51 Mekanisme Pemanfaatan dan Penyaluran Biogas di Desa Kalisari 51
Deskripsi Profil IPAL di Desa Kalisari 51
Identifikasi Permasalahan Pemanfaatan Biogas 53
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Kelembagaan untuk
Pemanfaatan Biogas di Desa Kalisari 55
BUMDes dalam PemanfaatanBiogas Secara Berkelanjutan 55
Pengelolaan Biogas dengan Model BUMDes 58
KESIMPULAN 60
SARAN 60
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 65
DAFTAR TABEL
1 Indikator ekonomi dalam revisi APBN 2013 3
2 Karakteristik limbah cair tahu 5
3 Matriks metode penelitian 21
4 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan 28
5 Komposisi penduduk Desa Kalisari menurut mata pencaharian 29
6 Komposisi kepemilikan ternak di Desa Kalisari 30
7 Kelembagaan Desa Kalisari 31
8 Karakteristik responden pengrajin tahu berdasarkan jenis kelamin,
usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan sampingan tahun 2014 33
9 Biaya tetap produksi tahu per bulan (Rp) 35
10 Biaya variabel produksi tahu per bulan (Rp) 35
11 Keuntungan penjualan tahu per bulan (Rp) 36
12 Karakteristik responden non pengrajin tahu 37
13 Jumlah jam memasak 38
14 Uraian biaya investasi dan operasional pembangunan IPAL Biolita 3 43
15 Rata-rata penghematan LPG di Biolita 3 44
16 Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan Skenario 1
dan Skenario 2 47
17 Hasil analisis kelayakan ekonomi dengan menggunakan Skenario 1
dan Skenario 2 48
18 Hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan Skenario 1,
Skenario 2, dan Skenario 3 49
19 Tabel perbandingan jumlah biaya untuk konsumsi LPG 3 kg dan biogas 49
20 Profil IPAL di Desa Kalisari 52
DAFTAR GAMBAR
1 Cadangan minyak bumi dan gas di Indonesia 2004-2012 1
2 Produksi dan konsumsi mintak bumi di Indonesia periode 1980-2008 2
3 Kerangka pemikiran 18
4 Jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin 28
5 Pola pemanfaatan lahan di Desa Kalisari 29
6 Tahapan proses pengolahan limbah cair secara anaerob 32
7 Keikutsertaan pengrajin tahu ke dalam kelompok pengrajin tahu 34 8 Motivasi pengrajin tahu dalam keikutsertaan ke dalam kelompok
pengrajin tahu 34
9 Konsistensi dalam pemanfaatan biogas di masa yang akan datang 39
10 Alasan pemanfaatan biogas 39
11 Kelebihan biogas dibandingkan dengan LPG 40
12 Mekanisme pemanfaatan dan penyaluran biogas di Desa Kalisari 51
13 Peranan BUMDes di Desa Kalisari 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat di Indonesia menggunakan energi sebagai bahan bakar untuk berbagai kebutuhan seperti pembangkit listrik, transportasi, industri, dan rumah tangga. Pangsa konsumsi energi final tahun 2000 adalah sektor rumah tangga (38,8%), industri (36,5%), transportasi (18,2%), lainnya (3,8%), dan komersial (2,7%). Komposisi ini berubah pada tahun 2011 menjadi industri (37,2%), rumah tangga (30,7%),transportasi (26,6%), komersial (3,2%), dan lainnya (2,4%). Selama kurun waktu 2000-2011, sektor transportasi mengalami laju pertumbuhan per tahun terbesar yaitu mencapai 6,47% per tahun, disusul sektor komersial (4,32%), dan sektor industri (3,05%). Sesuai dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami tingkat pertumbuhan yang landai, maka selama kurun waktu tersebut laju pertumbuhan di sektor rumah tangga hanya mengalami laju pertumbuhan sebesar 0,7%, sedangkan laju pertumbuhan sektor lainnya mengalami penurunan dengan laju penurunan sebesar -1,47% (BPPT 2013).
Pertumbuhan penduduk di Indonesia juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan energi sehingga terjadi eksploitasi energi untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Eksploitasi yang tinggi terhadap energi telah menyebabkan kelangkaan sumberdaya tidak terbarukan yang ditandai dengan tingginya harga seperti minyak bumi dan gas.
Berdasarkan gambar 1, secara umum cadangan minyak bumi dan gas telah mengalami penurunan selama periode 2004-2012. Karena sifat non renewable resource dari migas dan kebutuhan migas yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia, kelangkaan pada kedua sumber energi tersebut tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai publikasi yang berjudul The Limit to Growth yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya alam (Meadow et al. 1972 dalam Fauzi 2006), dimana pertumbuhan ekonomi akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan populasi manusia.
Sumber: Kementerian ESDM (2012)
2
Ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas ini menyebabkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tidak bisa dilakukan secara terus menerus (Fauzi 2006). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, dimana pertumbuhan populasi yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap pemanfaatan minyak bumi yang pada akhirnya menyebabkan supply energi menjadi tidak dapat mencukupi demand terhadap minyak bumi. Hal ini menyebabkan kelangkaan yang disebabkan oleh demand yang lebih tinggi daripada supply minyak bumi.
Sumber: Hasan et al. (2012)
Gambar 2 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi di Indonesia Periode 1980- 2008
Tingginya harga minyak bumi di pasar dunia menyebabkan pemerintah Indonesia mengambil kebijakan subsidi untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi di Indonesia. Kebijakan pemerintah dengan menggunakan subsidi ini bertujuan untuk menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia karena pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari kebutuhan energi. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingginya ketergantungan berbagai sektor terhadap energi, seperti sektor industri yang memerlukan banyak energi dalam menghasilkan output baik berupa barang maupun jasa.
Kebijakan subsidi yang diberlakukan pemerintah di sisi lain juga menyebabkan peningkatan yang signifikan pada anggaran belanja pemerintah. Subsidi energi (untuk bahan bakar cair dan listrik) terus membentuk komponen tunggal terbesar dari pengeluaran di Indonesia dimana mencapai 2,5% dari PDB pada tahun 2012. Anggaran belanja total yang dialokasikan untuk subsidi bahan bakar seperti bensin, solar, minyak tanah dan LPG mencapai Rp 199,9 trilyun pada tahun 2013. Anggaran ini juga termasuk alokasi Rp 100 trilyun untuk subsidi listrik dan Rp 100 milyar untuk subsidi konsumsi LGV (gas cair untuk kendaraan). Alokasi subsidi bahan bakar pada tahun 2013 mencapai 17% dari total rencana belanja negara dengan tambahan 8% untuk subsidi listrik (IISD 2014)
3
Tabel 1 Indikator ekonomi dalam revisi APBN 2013
Indikator APBN awal 2013 APBN revisi 2013
(sebelum audit)
Produksi gas 1,36 mboed9 1,24 mboed 1,24 mboed
Nilai tukar Subsidi listrik IDR 81,0 trilyun
(US$7,3 milyar)
Pendapatan negara IDR 1.530 trilyun (US$137,7 milyar)
IDR 1.502 trilyun (US$135,2 milyar)
IDR 1.667 trilyun (US$150,0 milyar) Belanja negara IDR 1.683 trilyun
(US$151,5 milyar)
Dampak lain dari penerapan subsidi ini adalah kerusakan lingkungan karena harga bahan bakar subsidi yang dijual menjadi lebih murah sehingga permintaan akan bahan bakar terus mengalami peningkatan dan eksploitasi terhadap sumberdaya tak terbarukan semakin meningkat.
4
angin, biomassa, panas bumi, tenaga air dan sumberdaya di laut, biomassa padat, biogas, dan bahan bakar nabati (BBN) cair (IEA 2005).
Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang dapat dihasilkan dari limbah rumah tangga, kotoran hewan, kotoran manusia, dan sampah organik yang mengalami proses fermentasi oleh mikroorganisme. Adanya kenaikan harga liquid petroleum gas (LPG) pada Januari 2014 juga banyak mendorong pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar pengganti LPG karena biogas merupakan energi yang murah dan ramah lingkungan (Sadzali 2010).
Salah satu limbah yang berpotensi untuk menghasilkan biogas di Indonesia adalah limbah cair tahu. Indonesia memiliki jumlah industri tahu yang cukup banyak, yaitu mencapai sekitar 84.000 unit produksi tahu dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun (Kemenristek 2010). Jumlah industri tahu yang cukup banyak ini dalam proses produksinya akan menghasilkan limbah cair tahu, oleh karena itu limbah cair tahu sangat berpotensi untuk dapat diolah kembali untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
Pengolahan limbah cair tahu ini perlu dilakukan karena limbah cair tahu mengandung pencemar yang dapat berakibat buruk bagi biota dan lingkungan perairan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2012) pada salah satu industri kecil tahu di Kabupaten Tegal, limbah cair tahu yang diamati mengandung konsenterasi Chemical Oxygen Demand (COD) yang jauh melampaui standar baku mutu yang sudah ditetapkan (275 mg/L) yaitu sebesar 4.150 mg/L. Berdasarkan standar baku mutu COD yang sudah ditetapkan yaitu sebesar 275 mg/L, konsenterasi COD yang terdapat di dalam limbah cair tahu sudah jauh melampaui batas yang apabila hal ini dibiarkan terus terjadi akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan dan kerusakan bahkan kematian pada biota perairan.
5 dikonsumsi oleh manusia. Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu. Sebelum adanya IPAL di Desa Kalisari, pengrajin tahu membuang limbah cair tahu ke sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair ini memiliki dampak yang sangat berbahaya apabila mencemari lingkungan perairan karena beban pencemar yang terdapat di dalam limbah cair ini tidak sesuai dengan baku mutu yang sudah ditetapkan (Kaswinarni 2007).
Limbah industri pada pengolahan tahu dapat menimbulkan masalah karena limbah tersebut mengandung sejumlah besar protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan saat pembersihan maupun pengolahan. Adanya kadar bahan organik yang tinggi pada buangan air serta bahan yang terikut dalam air pada pengolahan industri pangan akan menyebabkan gangguan pada ekologi lingkungan (Indrasti dan Fauzi 2009).
Limbah cair berasal dari sisa perendaman, air tahu yang tidak menggumpal, dan potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak sempurna. Limbah cair tahu apabila dibiarkan dapat berubah warna dari yang semula berwarna kuning menjadi warna hitam dan berbau busuk. Hal ini terjadi karena hasil pemecahan protein dan karbohidrat (Goendi et al. 2008). Berikut konsenterasi bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair tahu.
Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Tahu
Parameter Satuan Nilai Baku mutu
6
sejumlah ion chrom. Semakin banyak Kalium bichromat yang diperlukan dalam reaksi oksidasi maka semakin banyak pula oksigen yang diperlukan. Hal ini menandakan bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan organik. Begitu pula dengan Biological Oxygen Demand atau BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah atau mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Pada umumnya air lingkungan atau air alam
mengandung mikroorganisme yang dapat “memakan”, memecah, atau
menguraikan bahan buangan organik. Jumlah mikroorganisme ini tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme yang relatif sedikit bila dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun. Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut bakteri aerobik, sedangkan yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik. Apabila oksigen dalam air yang terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati dan bakteri anaerobik yang akan menggantikan tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalam air (Wardhana 2004).
Setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membangun IPAL di Desa Kalisari, jumlah pengrajin yang membuang limbah cair ke sungai sudah jauh berkurang. Hal ini disebabkan karena para pengrajin menyalurkan limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu ke IPAL untuk kemudian diolah menjadi biogas. Pembangunan IPAL yang dilakukan oleh Kemenristek dan BPPT ini sebelumnya masih belum memperhitungkan manfaat langsung yang dihasilkan oleh IPAL. Manfaat langsung yang dihasilkan dengan adanya IPAL ini diantaranya konversi pemanfaatan LPG ke biogas oleh rumah tangga yang ada di Desa Kalisari dan manfaat lingkungan lainnya seperti perbaikan kualitas air sungai di sekitar lokasi pembuangan limbah cair tahu. Oleh karena itu, nilai dari proyek tersebut masih belum merefleksikan nilai dari manfaat ekonomi atau sosial keberadaan IPAL pengolah limbah cair tahu.
Instalasi Pengolahan Limbah yang ada di Desa Kalisari menimbulkan biaya untuk perawatan dan tenaga kerja yang digunakan untuk mengoperasikan IPAL, di samping itu IPAL juga membutuhkan bahan baku berupa limbah cair tahu untuk dapat terus menghasilkan output berupa biogas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Kalisari. Pemanfaat biogas di Desa Kalisari terdiri dari para pengrajin tahu maupun non pengrajin tahu. Harga yang mereka bayarkan untuk pemanfaatan biogas untuk masing-masing rumah tangga adalah sama yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Harga yang diterapkan ini tidak bersifat progresif sehingga timbul beberapa masalah salah satunya adalah free rider yang menyalahgunakan pemanfaatan biogas selain untuk memasak. Permasalahan lain adalah harga yang dikenakan kepada masing-masing rumah tangga ini masih belum diketahui apakah sudah dapat merefleksikan atau belum volume pemanfaatan biogas oleh masing-masing RT dan apakah harga yang dibayarkan sudah dapat menutupi semua biaya yang timbul dari pembangunan dan perawatan IPAL sehingga IPAL dapat terus beroperasi dan menghasilkan biogas secara berkelanjutan.
7
1. Apa saja dan berapa biaya dan manfaat dari instalasi pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas
2. Berapa harga yang sesuai dari pemanfaatam biogas dari limbah cair tahu oleh masyarakat
3. Berapa nilai kelayakan ekonomi dan finansial dari instalasi pengolahan limbah cair tahu
4. Bagaimana kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan limbah cair tahu dan biogas secara berkelanjutan
Tujuan
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk dapat melakukan pemanfaatan limbah cair tahu untuk menghasilkan biogas sebagai energi alternatif secara berkelanjutan di Desa Kalisari melalui kelembagaan yang diatur oleh pemerintah setempat.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah;
1. Mengidentifikasi dan mengestimasi biaya dan manfaat ekonomi instalasi pengolahan limbah cair tahu
2. Mengestimasi harga keekonomian biogas
3. Mengevaluasi kelayakan ekonomi instalasi pengolahan limbah cair tahu 4. Merumuskan kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan limbah cair
tahu dan biogas secara berkelanjutan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah Daerah: Harga pemanfaatan biogas diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemanfaatan biogas di daerah lain
2. Bagi Pemerintah Pusat: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pemanfaatan energi alternatif
3. Bagi akademisi: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya
Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian digunakan untuk memudahkan peneliti untuk melakukan analisis dan juga perhitungan. Batasan dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian ini terfokus pada biogas yang dihasilkan oleh limbah cair tahu yang terdapat di Desa Kalisari
8
3. Data mengenai kondisi umum di Desa Kalisari merupakan data monografi tahun 2007 dan 2008
4. Responden pada penelitian ini difokuskan kepada responden pemanfaat biogas baik pengrajin tahu maupun non pengrajin tahu
5. Instalasi yang dinalisis hanyalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berada di Biolita 3. Hal ini dikarenakan karena data biaya yang tersedia lengkap hanya data biaya digester di Biolita 3
6. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2013.
7. Penentuan nilai estimasi menggunakan harga yang berlaku pada tahun 2013
8. Umur proyek adalah selama 15 tahun, hal ini didasarkan pada hasil wawancara dengan pihak pelaksana proyek yaitu pihak BPPT
9. Suku bunga yang digunakan adalah rata-rata suku bunga pinjaman pada tahun 2013 yaitu sebesar 12,73%
10. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah konstan sepanjang umur proyek
11. Lahan yang digunakan untuk membangun IPAL merupakan lahan yang pada mulanya dimanfaatkan sebagai kolam lele, sehingga yang diperhitungkan adalah opportunity cost dari lahan tersebut
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi Energi dan Lingkungan
Aktivitas ekonomi menggunakan sumberdaya alam dan input lain untuk mengubah input tersebut menjadi output yang bermanfaat. Proses baik produksi maupun konsumsi akan menghasilkan sampah yang kemudian dibuang ke lingkungan. Pada saat lingkungan digunakan sebagai sarana pembuangan limbah, terdapat batasan dimana lingkungan dapat mengabsorbsi dan mengasimilasi limbah di dalam sistem. Polusi lingkungan dapat disebabkan oleh fenomena alam dan aktivitas manusia (Bhattacharyya 2011).
Permasalahan lingkungan dimulai pada saat limbah yang dibuang ke lingkungan melewati kapasitas asimilasi lingkungan. Polluter yang meyebabkan kerusakan lingkungan akibat aktivitas ekonomi yang mereka lakukan tidak bertanggung jawab atas limbah yang mereka keluarkan ke lingkungan, sehingga menyebabkan timbulnya eksternalitas (Bhattacharyya 2011) . Permasalahan yang timbul di Desa Kalisari sebelum adanya instalasi pengolahan limbah adalah pencemaran air sungai dan bau yang sangat menyengat dari limbah cair tahu yang dibuang ke sungai secara langsung tanpa melalui pengolahan.
Sejak tahun 2009, pemerintah pusat telah membangun IPAL untuk pengolahan limbah cair tahu sehingga dapat menghasilkan output berupa biogas (Kemenristek 2009). Biogas ini dihasilkan dari limbah organik dan mengandung sebagian besar metana, CO2, dan air (Boyd 2012). Biogas diproduksi melalui proses-proses biologi yang terjadi dalam kondisi anaerobik (Amigun et al. 2010), hal ini dikarenakan limbah cair tahu memiliki kadar COD melebihi 8000 ppm sehingga pengolahannya menggunakan sistem anaerobik (Kemenristek 2009). Pengolahan secara anaerobik adalah proses biologis dimana mikroorganisme memecah bahan organik dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) termasuk mencampur berbagai spesies yang berbeda dari mikroorganisme anaerobik yang kemudian mengubah senyawa-bahan organik tersebut menjadi biogas (Wilkie 2005).
Manfaat dari biogas yang dihasilkan dari sistem pengolahan dengan menggunakan digester anaerobik diantaranya adalah pengurangan efek gas rumah kaca dan mengurangi pencemaran air (Yiridoe et al. 2009). Manfaat lain dari biogas adalah dapat digunakan sebagai sumber energi baik sebagai gas maupun listrik karena biogas mengadung metana sekitar 50-70 % yang dapat diolah untuk menghasilkan bahan bakar (Boyd 2012). Tidak seperti bahan bakar fosil, pemanfaatan biogas menunjukkan siklus karbon yang tertutup sehingga tidak memberikan kontribusi bagi peningkatan konsenterasi karbon dioksida (Wilkie 2005).
Potensi Energi Terbarukan
10
tenaga air, Indonesia memiliki energi terbarukan yang sangat potensial seperti geotermal, angin, dan biomassa (Hasan M.H. et al. 2012).
Sejak tahun 1990, sumber energi terbarukan di dunia mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 1,7% atau sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan Total Pasokan Energi Primer (TPES) dunia. Pertumbuhan tinggi terutama pada energi terbarukan “baru” yaitu angin dan matahari yang meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 19% dimana bagian terbesar terjadi di negara OECD yang mempunyai program angin berskala besar (IEA 2005).
Di Indonesia sendiri tercatat pada tahun 2010 berdasarkan potensinya sumber daya panas bumi mencapai 29,038 GW dengan cadangan terbukti sebesar 2,29 Gwe, sementara pemanfaatan untuk pembangkit mencapai 1,16 GW, Potensi tenaga air sebesar sebesar 75,6 GW dengan pemanfaatan mencapai 6,65 GW, Potensi mikrohidro sebesar 769,69 GW dengan pemanfaatan sebesar 228,98 MW, potensi tenaga surya sebesar 22,45 MW dengan pemanfaatan sebesar 20 MWp, sementara potensi biomassa sebesar 49.81 GWe dengan pemanfaatan sebesar 1,6 GW (BPPT 2012).
Berdasarkan data potensi dan pemanfaatan energi terbarukan terlihat bahwa pemanfaatan tertinggi dari energi terbarukan adalah mikrohidro dan pemanfaatan terendah adalah biomassa. Biogas merupakan gas yang diproduksi dari biomassa yang dapat berupa limbah atau sampah kota yang memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan dan sudah banyak dikembangkan di daerah pedesaan sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar dikarenakan mudah dan murah dalam pengoperasiannya.
Biogas Sebagai Energi Alternatif
Biogas merupakan energi terbarukan yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari energi fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Haryati 2006). Biogas merupakan hasil akhir dari proses anaerobik dengan komponen utama CH4 dan CO2, H2, N2, dan gas lain
seperti H2S.
Nilai kalor biogas lebih tinggi dibandingkan sumber energi lainnya seperti batu bara (586 K.cal/m3) ataupun uap air (302 K.cal/m3), tetapi lebih rendah dari gas alam yaitu sebesar 967 K.cal/m3. Setiap 1 m3biogas setara dengan 0.5 kg gas alam cair (liquid petroleum gas) atau setengah 0.5 L bensin atau 0.5 L minyak diesel. Sebagai pembangkit tenaga listrik, biogas mampu membangkitkan tenaga listrik sebesar 1.25-1.50 kwh (Wagiman 2007).
11
juga mampu menggantikan kayu bakar dan minyak tanah dalam skala kecil. Pemanfaatan biogas sebagai pengganti minyak tanah dan kayu untuk kegiatan sehari-hari inilah yang sudah banyak diterapkan (Rahayu et al. 2012).
Analisis Biaya dan Manfaat
Perhitungan manfaat dan biaya proyek pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung di dalam proyek. Suatu perhitungan dikatakan sebagai analisis finansial apabila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek ini adalah individu atau pengusaha. Benefit di dalam analisis finansial adalah apa yang diperoleh orang-orang atau badan-badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut (Gray et al. 1997). Analisis finansial terfokus pada hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek, dan hasil yang didapat disebut dengan private returns. Analisis finansial ini penting artinya dalam memperhitungakan rangsangan bagi mereka yang turut serta dalam mensukseskan pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunannya melaksanakan proyek yang menguntungkan dilihat dari sudut pandang perekonomian keseluruhan jika mereka yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaannya (Kadariah 2001). Sebaliknya, suatu perhitungan dikatakan perhitungan sosial atau ekonomi apabila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Benefit di dalam analisis ekonomi adalah seluruh benefit yang yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil dari proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut (Gray et al. 1997). Bagi orang-orang yang menentukann kebijakan, hal terpenting adalah mengarahkan pemanfaatan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil yang paling banyak bagi perekonomian secara keseluruhan artinya yang dapat menghasilkan social returns yang paling tinggi.
Pada dasarnya, perhitungan dalam analisis finansial dan analisis ekonomi dibedakan dalam hal pemanfaatan harga, subsidi, biaya investasi dan pelunasan pinjaman, dan bunga (Gittinger 1986; Gray et al. 1997; Kadariah 1986).
Harga
Harga yang digunakan dalam analisis privat merupakan harga pasar baik untuk sumber-sumber yang dipergunakan dalam proses produksi maupun untuk hasil-hasil produksi dari proyek, sedangkan dalam analisis ekonomi harga yang digunakan adalah harga bayangan atau shadow price atau accounting price. Harga bayangan ini merupakan harga-harga yang sudah mengalami penyesuaian yang menggambarkan nilai ekonomi yang sebenarnya dari barang dan jasa tersebut.
Pajak
12
sumber-sumber riil yang pemanfaatannya dalam proyek menyebabkan timbulnya social opportunity cost dari segi masyarakat.
Subsidi
Subsidi adalah transfer yang perhitungannya merupakan kebalikan dari pajak. Penerimaan subsidi di dalam analisis finansial berarti pengurangan biaya yang harus ditanggung oleh si pemilik proyek. Oleh sebab itu subsidi akan mengurangi biaya. Subsidi di dalam analisis ekonomi dianggap sebagai sumber-sumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek. Oleh sebab itu subsidi yang diterima proyek adalah beban masyarakat.
Biaya Investasi dan Pelunasan Pinjaman
Biaya investasi pada permulaan proyek dalam analisis finansial hanyalah yang dibiayai dengan modal saham dari si penanam modal sendiri. Bagian investasi yang dibiayai dengan modal pinjaman, baik dari dalam maupun luar negeri tidak dianggap sebagai biaya pada saat dikeluarkannya, sebab pengeluaran modal milik pihak lain tidak merupakan beban dari segi penanam modal swasta. Di lain pihak, yang menjadi beban penanam modal adalah arus pelunasan pinjaman tersebut beserta bunganya pada tahap produksi nantinya. Biaya investasi dalam analisis ekonomi apakah seluruh biaya investasi, apakah dibiayai dengan modal yang dihimpun dari dalam ataupun luar negeri, dengan modal saham atau pinjaman, dianggap sebagai biaya proyek pada saat pelunasannya, sehingga pelunasan pinjaman yang digunakan untuk membiayai sebagian investasi itu diabaikan dalam perhitungan biaya ekonomi untuk menghindari perhitungan ganda.
Bunga
Bunga modal dalam analisis ekonomi tidak dikurangkan dalam atau dipisahkan dari hasil bruto, sedangkan dalam analisis finansial terdapat perbedaan antara a) bunga yang dibayarkan kepada orang-orang dari luar yang meminjamkan uangnya kepada proyek. Bunga ini dianggap sebagai biaya (cost), sedang pembayaran kembali hutang dari luar proyek dikurangkan dari hasil bruto sebelum didapatkan arus manfaat, b) bunga atas modal proyek (inputed or paid to the entitiy) tidak dianggap sebagai biaya karena bunga merupakan bagian dari financial returns yang diterima oleh modal proyek.
Ekonomi Pencemaran
13
Pencemaran dalam perspektif biofisik dapat diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia ke sistem lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan kerusakan atau tidak tergantung pada kemampuan penyerapan media lingkungan seperti air tanah, dan udara. Dari perspektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun dampak dari pencemaran terhadap kesejahteraan terhadap masyarakat juga diperhitungkan (Fauzi 2006).
Eksternalitas
Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh kepada pihak lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan tidak sempurna tidak dapat mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi, dalam hal eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto 2000).
Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif maupun negatif) dari suatu kegiatan (baik konsumsi maupun produksi) terhadap suatu pihak yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi apabila kegiatan produksi atau konsumsi suatu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari puhak lain secar tidak diinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi 2006).
Eksternalitas juga merupakan efek dari aktivitas ekonomi dari satu pihak ke pihak lain yang tidak diperhitungkan ke dalam sistem harga. Definisi ini menekankan pada dampak non pasar yang secara langsung berpengaruh pada satu pelaku dari pelaku lainnya (Juarna dan Harmoni 2005).
Dampak Limbah Tahu
14
sulit diterapkan merupakan hambatan utama para pengrajin tahu untuk melakukan pengolahan limbah cair tahu. Hal ini mengakibatkan sebagian besar para pengrajin tahu membuang limbah cair hasil proses produksi tahu ke sungai atau ke badan air lainnya secara langsung tanpa melalui proses pengolahan (Shaffitri 2011).
Limbah cair tahu yang dihasilkan mengandung banyak zat organik yang dapat dijadikan tempat berkembangnya mikroba yang akan mencemari lingkungan sekitar. Senyawa organik apabila berada pada konsenterasi yang tinggi akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Kandungan fosfor, nitrogen, dan sulfir serta unsur hara lainnya akan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi yang demikian akan menyebabkan kematian biota perairan (Sandriati 2010).
Limbah cair tahu mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut serta akan megalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang akan merugikan baik pada produk tahu maupun tubuh manusia. Apabila dibiarkan, air limbah tahu akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan akan menimbulkan bau busuk. Apabila air limbah ini dialirkan ke sungai dan air sungai tersebut dikonsumsi oleh masyarakat maka akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti gatal, diare, kolera, radang usus, dan penyakit lainnya (Kaswinarni 2007).
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis ekonomi pengolahan limbah menjadi biogas sudah banyak dilakukan baik di Indonesia dan di internasional. Penelitian yang dilakukan sebagian besar menganalisis tentang kelayakan ekonomi dari digester anaerobik yang digunakan untuk mengolah limbah dengan menggunakan input limbah yang berasal dari kotoran sapi maupun jenis limbah rumah tangga tertentu. Beberapa penelitian mengenai analisis kelayakan pengolahan limbah menjadi biogas sebagian besar akan menghasilkan cash flow yang negatif. Hal ini disebabkan karena perusahaan atau pemerintah yang menjalankan proyek tersebut masih tidak memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dari keberdaan pengolahan limbah tersebut. Penelitian terkait analisis kelayakan pengolahan limbah menjadi biogas diantaranya adalah penelitian Binkley et al. (2013), Klavon et al. (2013), Wang dan Calderon (2012), dan Oktaviani (2011).
Penelitian Binkley et al. (2013) yang berjudul Electricity Purchase and Distributed Energy Policies for Anaeribic Digesters membahas tentang estimasi net present value (NPV) dari sisi petani. Sejalan dengan penelitian terdahulu, peneliti menemukan bahwa investasi untuk proyek ini tidak menghasilkan keuntungan marginal tanpa adanya subsidi dan pemanfaatan dari produk turunan yang dihasilkan oleh digester tersebut, namun pada saat proyek ini memperhitungkan manfaat sosial seperti pembelian karbon, NPV dari proyek ini bernilai positif.
15
susu sapi yang memiliki rata-rata jumlah sapi berjumlah 100-250 ekor. Cash flow yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa biaya capital, biaya kapital per sapi, dan biaya bersih per sapi secara umum mengalami penurunan sejalan peningkatan jumlah sapi. Tidak ada satu sistem pun dari digester anaerobik yang memiliki cash flow positif. Pada saat memasukkan cost sharing sebesar 50% dan memasukkan nilai penerimaan dari pemanfaatan biogas, enam dari enam belas perusahaan susu sapi bernilai positif.
Penelitian Wang dan Calderon (2012) yang berjudul Environmental and Economic Analysis of Application of Water Hyacinth for Eutrophic Water Treatment Coupled eith Biogas Productionmembahas tentang pilihan-pilihan untuk mengurangi dampak buruk dari air hyacinth karena air limbah tersebut berasal dari tumbuhan hyacinth yang berkembang biak sangat cepat yang dapat menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen pada air. Pilihan-pilihan yang digunakan untuk mengurangi dampak buruk dari air hyacinth ini diantaranya membangun instalasi pengolahan air dimana air hyacinth dapat digunakan sebagai bahan baku penghasil biogas. Pilihan lain dari pengurangan dampak buruk air hyacinth ini adalah hanya dengan membuang air hyacinth ini ke tempat pembuangan akhir. Hasil dari penelitian ini adalah pilihan dengan membangun instalasi pengolahan limbah lebih menguntungkan karena menghasilkan energi yang positif dan secara ekonomi juga menguntungkan karena biogas dapat dijadikan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, sementara pilihan membangun tempat pembuangan limbah tidak menguntungkan karena biomassa dari air hyacinth yang dibuang ke lingkungan tidak dapat memberikan keuntungan ekonomi karena hanya dibuang begitu saja ke lingkungan dan air hyacinth yang dibuang ke lingkungan menghasilkan emisi yang sampai ke atmosfer.
Penelitian Oktaviani (2011) mengenai analisis ekonomi proyek pembangunan mikrohidro membahas tentang keuntungan yang didapat dari proyek pembangunan mikrohidro. Keuntungan yang didapat berupa manfaat langsung dari pemanfaatan energi alternatif sebagai sumber listrik di wilayah pedesaan dan memberikan kontribusi bagi penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa dengan adanya manfaat langsung yang diperoleh masyarakat dari keberadaan mikrohidro, proyek ini memberikan keuntungan secara ekonomi dimana NPV dari proyek ini adalah positif.
KERANGKA PEMIKIRAN
Sentra industri tahu yang berada di Desa Kalisari, Kabupaten Banyumas dalam proses produksinya menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu ini terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari industri tahu ini kemudian dimanfaatkan menjadi pakan ternak dan ada pula yang diolah kembali menjadi keripik ampas tahu untuk dikonsumsi oleh manusia. Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu sebagian besar sudah diolah menggunakan IPAL menjadi biogas namun sebagian lagi masih dibuang secara langsung ke sungai akibat tidak adanya instalasi yang memadai untuk mendistribusikan limbah cair tersebut ke IPAL untuk diolah menjadi biogas yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kalisari sebagai bahan bakar untuk memasak pengganti LPG dan kayu bakar.
Keberadaan biogas sebagai bahan bakar alternatif menyebabkan masyarakat di Desa Kalisari dapat melakukan penghematan LPG kurang lebih sampai 70%. Pemanfaatan biogas di Desa Kalisari dilakukan oleh hampir seluruh warga Desa Kalisari baik para pengrajin maupun non pengrajin tahu dan untuk setiap pemanfaatan biogas selama satu bulan masyarakat harus membayar biogas ke pihak desa sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Harga yang dibayarkan oleh warga adalah sama untuk setiap jumlah jam memasak masing-masing rumah tangga. Artinya, harga biogas yang diberlakukan tidak bersifat progresif dimana harga biogas akan menjadi lebih mahal untuk rumah tangga yang mengonsumsi biogas lebih banyak berdasarkan jumlah jam memasak yang mereka lakukan.
Penentuan nilai ekonomi atau harga dari biogas dalam penelitian ini diperlukan untuk analisis kelayakan ekonomi dan keberlanjutan dari pemanfaatan biogas. Nilai ekonomi dari biogas yang lebih murah dan lebih ramah lingkungan diharapkan dapat menjadi insentif bagi masyarakat untuk terus mempertahankan pemanfaatan biogas sebagai pengganti bahan bakar fosil yang ketersediaannya terbatas
Apabila harga biogas, biaya dan manfaat sosial sudah diestimasi maka selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap proyek pembangunan IPAL dengan melakukan analisis kelayakan finansial dan ekonomi. Analisis kelayakan dilakukan dengan maksud untuk melihat sejauh mana proyek ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dan untuk melihat bagaimana potesi dari keberlanjutan proyek ini. Terdapat dua kemungkinan yang dihasilkan dari analisis kelayakan ini, kemungkinan pertama adalah pemerintah tetap akan mengalami kerugian apabila Net Present Value dari proyek ini bernilai negatif, hal ini diartikan bahwa keseluruhan manfaat masih di bawah biaya total dari pembangunan biogas. Kemungkinan kedua adalah Net Present Value yang akan bernilai positif dimana proyek ini akan menguntungkan apabila terus dikembangkan dan dapat menjadi insentif bagi wilayah yang merupakan sentra industri tahu untuk membangun IPAL yang dapat menghasilkan biogas.
17
sudah layak, maka potensi pengembangan biogas dapat terus dilakukan bahkan dapat menarik minat pihak swasta untuk berinvestasi dalam usaha pengembangan biogas sebagai energi alternatif. Sebaliknya, apabila proyek ini tidak layak untuk dijalankan, maka perlu adanya perhatian khusus dalam pengembangan pemanfaatan biogas seperti subsidi.
18
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang berada di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena lokasi tersebut merupakan salah sentra industri tahu yang sudah mengolah limbah cair tahu menjadi biogas dan sudah memanfaatkan biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah dan kayu bakar. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang akan diambil dari para pengrajin tahu yang melakukan penyaluran limbah cair tahu ke IPAL, pengrajin tahu yang sudah pengrajin tahu yang sudah memanfaatkan biogas sebagai bahan bakar alternatif, dan pengrajin tahu yang belum menggunakan biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah dan kayu bakar, dan masyarakat non pengrajin tahu. Wawancara juga dilakukan dengan pihak aparat desa, pihak Kementrian Riset dan Teknologi, dan BPPT. Data Sekunder yang dikumpulkan meliputi data mengenai profil Desa Kalisari, kandungan beban pencemar limbah cair tahu, biaya pembangunan IPAL, dan studi literatur dari penelitian sebelumnya.
Metode dan Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data cross section. Data cross section menggambarkan pengamatan-pengamatan pada suatu periode waktu dan biasanya nilai-nilai tersebut diukur atau diamati dari objek atau unit pengamatan yang berbeda-beda (Juanda 2009). Data yang diperoleh dari kelompok pengrajin tahu yang menggunakan biogas dan yang belum menggunakan biogas untuk melihat seberapa besar konsumsi biogas dan seberapa besar jumlah pengeluaran terhadap LPG apabila tidak menggunakan biogas dengan asumsi jumlah waktu untuk memasak adalah sama. Metode pengambilan contoh atau metode penentuan responden akan dilakukan dengan menggunakan metode cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik memilih sampel dari kelompok-kelompok unit-unit kecil atau cluster. Populasi dari cluster merupakan subpopulasi dari total populasi. Unsur-unsur dalam cluster sifatnya tidak homogen, yang berbeda dengan unit-unit elemen dalam strata. Tiap cluster memiliki anggota yang heterogen menyerupai populasi sendiri (Nazir 2005).
20
merupakan salah satu desa yang sudah banyak menggunakan biogas dari hasil pengolahan limbah cair tahu sebagai bahan bakar pengganti LPG. Tahap kedua adalah memilih populasi yang tersebar di sekitar empat digester atau pengolahan limbah cair itu berada karena lokasi pengolahan limbah cair yang tersebar. Tahapan selanjutnya adalah menentukan sampel berdasarkan skala produksi tahu berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan untuk memproduksi tahu. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 80 responden yang menggunakan biogas yang teridiri dari 40 responden pengrajin tahu dan 40 responden non pengrajin tahu.
Metode Analisis Data
21
Tabel 3. Matriks Metode Penelitian
22
Estimasi Biaya dan Manfaat Sosial Pengolahan Limbah Cair Tahu
Manfaat ekonomi yang dihasilkan dari proyek pembangunan IPAL diantaranya berupa manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat intangible (Kadariah 1986). Manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat akibat pembangunan IPAL adalah pemanfaatan output berupa biogas yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG. Manfaat tidak langsung dari pembangunan biogas diantaranya adalah peningkatan produktivitas lahan pertanian.
Estimasi manfaat ekonomi dari adanya pembangunan IPAL di Desa Kalisari dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik valuasi seperti metode market price approach. Beberapa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat akibat pembangunan IPAL di Desa Kalisari diataranya adalah peningkatan produktivitas pertanian, dan penghematan bahan bakar LPG akibat adanya konversi bahan bakar dari LPG ke biogas.
Manfaat Sosial
Estimasi manfaat ekonomi dari pembangunan IPAL diperoleh dengan cara menghitung perbedaan pengeluaran yang digunakan untuk membeli LPG 3kg dengan pengeluaran yang digunakan untuk membayar iuran pemanfaatan biogas. Secara umum estimasi ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
∆B= =1( 1 − 2 ) ...(1.1) Keterangan:
∆B = manfaat ekonomi pemanfaatan biogas B1 = pengeluaran sebelum menggunakan biogas B2 = pengeluaran setelah menggunakan biogas n = jumlah sampel
i = responden (1, 2, 3,...,n)
Biaya Sosial
Biaya sosial yang timbul dari adanya pembangunan IPAL adalah opportunity cost dari tanah yang digunakan untuk membangun IPAL dan juga tenaga kerja yang
Menurut Kadariah (1986), Biaya sosial yang akan diestimasi di dalam penelitian ini adalah opportunity cost dalam pemanfaatan tanah. Opportunity cost dari tanah merupakan produksi yang dikorbankan karena tanah dimanfaatkan untuk proyek IPAL, dengan kata lain apabila tanah yang dipakai dalam proyek ini sebelumnya sudah menghasilkan, maka yang dihitung sebagai opportunity cost dari tanah adalah nilai sekarang neto yang atau NPV bagi produksi yang dikorbankan ituberdasarkan harga pasar. The opportunity cost bagi tanah dapat berupa:
1. Nilai neto produksi yang hilang 2. Nilai sewa tanah
23
Estimasi Nilai Ekonomi Biogas
Estimasi harga biogas ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan BEP (Break Even Point). Estimasi ini dilakukan pada digester yang berada pada Biolita 3 dengan daya tampung limbah cair tahu sebesar 1400 liter per hari dan jumlah pemanfaat biogas sebesar 67 rumah tangga. Asumsi yang digunakan dalam estimasi ini adalah jumlah biogas yang dimanfaatkan oleh setiap rumah tangga adalah sama yaitu kurang lebih sebesar sebesar 1,8 m3 per hari dan jumlah produksi biogas di setiap harinya adalah sudah maksimal yaitu sebesar 125,4 m3 per hari. Komponen biaya tetap dalam perhitungan harga biogas meliputi biaya listrik dan upah tenaga kerja, sedangkan biaya variabel dalam penetapan harga biogas ini sama dengan nol. Berikut rumus dalam menentukan harga jual biogas dengan menggunakan pendekatan BEP (Thuesen dan Fabrycky 1993).
BEP = � �
� – � ...(1.2)
Jumlah produksi = � �
� – � ...(1.3)
Harga jual per unit = � �
� ℎ + � ....(1.4)
Analisis Kelayakan Ekonomi Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Tahu
Hanley dan Barbier (2009) menyatakan bahwa analisis biaya dan manfaat merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengukur apakah manfaat dari suatu kegiatan tertentu lebih besar dari biaya yang diukur berdasarkan sudut pandang masyarakat secara keseluruhan. Metode analisis biaya dan manfaat memiliki enam tahapan analisis diantaranya:
a. Definisi proyek
24
b. Identifikasi dampak fisik dari proyek.
Setiap proyek memiliki implikasi terhadap alokasi sumberdaya seperti pemanfaatan tenaga kerja untuk membangun akses jalan, tambahan produksi listrik dari adanya pembangunan pembangkit tenaga listrik baru, tambahan pemanfaatan tanah untuk membangun waduk. Dampak fisik yang ditimbulkan oleh proyek pembangunan IPAL menjadi biogas diantaranya pembebasan tanah yang dilakukan untuk membangun digester dan pemanfaatan tenaga kerja untuk melakukan perawatan dan operasional IPAL.
c. Valuasi Dampak
Hal terpenting dalam analisis biaya dan manfaat adalah memoneterkan nilau dari keseluruhan dampak. Secara umum prinsip dalam valuasi adalah memoneterkan nilai dari biaya dan manfaat sosial. Pada saat pasar bekerja dengan baik maka harga pasar, supply, dan demand sudah dapat menggambarkan manfaat dan biaya sosial, namun terkadang pasar mengalami kegagalan, contohnya pada saat kegiatan perusahaan swasta dan rumah tangga menghasilkan biaya yang dikeluarkan oleh pihak lain, contohnya polusi dari pembangkit listrik yang menggunakan batubara mengakibatkan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Karena tidak ada pasar bagi beberapa barang lingkungan seperti keanekaragama hayati dan kualitas air sungai maka beberapa teknik valuasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode valuasi untuk memoneterkan nilai dari barang-barang lingkungan
d. Discounting aliran manfaat dan biaya
Apabila aliran manfaat dan biaya sosial sudah dimoneterkan maka tahapan terpenting selanjutnya adalah mentransformasikan nilai tersebut ke dalam present value (PV). Hal ini muncul akibat adanya nilai waktu dari uang
X = nilai sekarang dari manfaat dan biaya sosial i = tingkat suku bunga
t = waktu (dalam tahun), dari awal pembangunan instalasi (t=0) hingga instalasi tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi
e. Aplikasi uji Net Present Value (NPV), IRR, Net B/C, Gross B/C
25 menunjukkan nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek. Nilai IRR yang Iebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan (Horne,1977).
Secara umum perkiraan IRR dapat dihitung dengan cara
(1+ )
=1 = =1(1+ ) ….……….………...………(1.7)
Keterangan:
IRR = discount rate sosial yang membuat NPV proyek sama dengan nol Bt = manfaat pada tahun ke-t (Rp)
26
biaya dan manfaat maka ketidakpastian juga akan semakin besar. Hal yang paling penting dari tahap akhir analisis biaya manfaat adalah membangun analisis sensitivitas. Hal ini diartikan sebagai perhitungan ulang nilai NPV pada saat nilai-nilai dari parameter kunci dalam analisis mengalami perubahan.
Analisis Kelembagaan Pemanfaatan Biogas Secara Berkelanjutan
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Fisik Daerah
Kondisi fisik daerah di Desa Kalisari dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu letak dan luas wilayah, topografi dan jenis tanah dan Iklim.
Letak dan Luas Wilayah
Secara administratif Desa Kalisari termasuk dalam wilayah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, terletak di Banyumas bagian barat dari ibukota Kecamatan Cilongok Desa Kalisari berjarak sekitar 4 km, yang dapat ditempuh dengaan angkutan pedesaan umum dalam 20 menit, sedangkan Desa Kalisari dari pusat Kabupaten Banyumas berjarak sekitar 17 km. Waktu tempuh menuju ibukota kabupaten sekitar 35 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi. Desa Kalisari terdiri atas 2 dusun yaitu dusun I yang berada disebelah timur yang dibagi atas 2 RW. Dusun II berada di sebelah barat yang dibagi atas 2 RW. Luas wilayah Desa Kalisari adalah 204,355 Ha dengan batas – batas desa sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Karang Tengah
b. Sebelah Barat : Desa Cikembulan Kec. Pekuncen c. Sebelah Selatan : Desa Lesmana Kec. Ajibarang d. Sebelah Timur : Desa Karanglo
Topografi dam jenis Tanah
Desa Kalisari memiliki konfigurasi berupa dataran rendah ketinggian antara 220 m diatas permukaaan laut (mdpl). Suhu di daerah Desa Kalisari masih dalam batas normal. Tanah di desa kalisari sebagian tanahnya adalah berupa tanah pertanian
Iklim
Iklim suatu daerah sangat berpengaruh dalam kehidupan terutama untuk pertumbuhan tanaman dan kelangsungan hidup hewan ternak. Bersamaan dengan iklim di suatu tempat mahluk hidup akan saling berinteraksi, yang dalam kurun waktu tertentu akan menentukan kondisi disuatu wilayah. Curah hujan rata – rata adalah 2000m – 3000m pertahun
Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Kondisi sosial ekonomi di Desa Kalisari diklasifikasikan menjadi delapan kategori, yaitu jumlah penduduk, tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, pola pemanfaatan lahan, kepemilikan hewan ternak dan perikanan, sarana dan prasarana, sistem usaha tani, dan kelembagaan desa.
Jumlah penduduk
28
penduduk Desa Kalisari menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 4.
4 berikut :
Sumber: Data sekunder diolah (2008)
Gambar 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Berdasarkan Gambar 4, usia kerja dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu angkatan kerja muda (5–24 tahun ), angkatan kerja produktif (25–44 tahun), dan angkatan kerja tua (50–59 tahun), sehingga apabila dikelompokkan kembali maka dapat diketahui bahwa golongan usia produktif berjumlah 3067 jiwa ( 62,68 %) dan golongan usia tidak produktif adalah 1826 jiwa (37, 32 %).
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan didesa kalisari tergolong sedang, hal ini didukung adanya fasilitas pendidikan di Desa Kalisari yaitu diantaranya telah tersediannya 3 Taman Kanak – kanak, 1 Sekolah Dasar, 1 Madrasah Ibtidaiyah. Sebagian besar penduduk desa Kalisari adalah tamatan SD yaitu 2395 orang disusul belum tamat SD 342 orang, 319 tamatan SLTA.Komposisi penduduk Desa Kalisari berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 S1 / S2 51 / 2
2 D1 5
3 D2 5
4 D3 16
5 Tamat SLTA 319
6 Tamat SLTP 267
7 Tamat SD 2395
8 Belum Tamat SD 342
9 Tidak Tamat SD 311
10 Belum diketahui 1182
Jumlah 4893
29
Mata Pencaharian
Mata pencaharian sebagian besar keluarga di desa Kalisari adalah pada bidang pertanian sekitar 390 orang, sedangkan sebagai buruh industri pada urutan berikutnya yaitu sekitar 374 orang, mata pencaharian lain dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Kalisari Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani Sendiri 130
2 Petani Buruh 260
3 Nelayan 0
4 Pengusaha 6
5 Buruh Industri dan Industri Tahu 374
6 Buruh bangunan 124
7 Pedagang 32
8 Pengangkutan 4
9 PNS/TNI Polri 57
10 Pensiunan 23
11 Peternak 12
12 Lain – lain
Montir 6
Penderes Kelapa 4
13 Belum diketahui 3810
Jumlah 4893
Sumber : Data monografi Desa Kalisari (2007)
Pola Pemanfaatan Lahan
Luas Desa kalisari seluruhnya adalah 204,355 ha, mayoritas penduduk desa kalisari mempunyai pekerjaan pengrajin tahu dan petani. Maka pola pemikiran lahan sangat berkaitan erat dengan mata pencahariannya. Lahan tersebut terbagi atas 130 ha tanah sawah, 30,035 ha tanah pemukiman, 21 ha tanah pekarangan, dan sisanya adalah tanah untuk tempat pendidikan, lapangan, jalan, pemakaman dan lain–lain. Lahan-lahan sawah di Desa Kalisari dialiri oleh air irigasi yang bersumber dari sungai-sungai yang juga merupakan tempat pembuangan limbah cair tahu, namun semenjak dibangun IPAL di Desa Kalisari, pencemaran sungai yang menjadi sumber air irigasi tersebut sudah jauh berkurang. Berikut presentasi dari pola pemanfaatan lahan di Desa Kalisari.
Sumber: Data monografi Desa Kalisari diolah (2007)