• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pemanfaatan dan Penyaluran Biogas di Desa Kalisari

Biogas yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kalisari berasal dari limbah yang berasal dari proses produksi tahu. Sebagian besar pengrajin tahu di Desa Kalisari memiliki saluran untuk menyalurkan limbah cair tahu langsung ke tempat penampungan limbah tahu sementara sebelum diolah menjadi biogas. Keberadaan saluran untuk menyalurkan limbah cair tahu yang dimiliki oleh masing-masing pengrajin tahu ini menjadikan para pengrajin tahu tidak lagi membuang limbah cair tahu ke sungai, namun masih ada sebagian kecil pengrajin tahu yang belum memiliki saluran ini. Hal tersebut disebabkan karena letak pengrajin tahu tersebar jauh dari tempat pengolahan limbah cair tahu, oleh karena itu masih ada pengrajin tahu yang membuang limbah ke sungai walaupun jumlahnya sangat minim.

Limbah cair tahu yang sudah terkumpul di tempat penampungan sementara kemudian diolah satu digester pengolah limbah kemudian biogas yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair dialirkan ke satu digester lainnya untuk kemudian dialirkan melalui pipa ke RT untuk kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kalisari. Sampai saat ini sistem pembayaran atas pemanfaatan biogas dilakukan atas dasar musyawarah para warga yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Setiap biolita memiliki bendahara yang bertugas untuk menarik iuran setiap bulan kepada warga yang rumahnya dialiri biogas sehingga setiap biolita memiliki pemasukan yang digunakan untuk biaya operasional dan perawatan IPAL. Secara ringkas mekanisme penyaluran dan pemanfaatan biogas dapat ditunjukkan pada Gambar 12 di bawah ini.

Sumber: Data primer (2014)

Gambar 12 Mekanisme pemanfaatan dan penyaluran biogas di Desa Kalisari

Deskripsi Profil IPAL di Desa Kalisari

Desa Kalisari merupakan salah satu desa sentra industri tahu rumahan yang ada di Indonesia, oleh sebab itu jumlah limbah yang dihasilkan oleh proses produksi tahu juga sangat banyak. Jumlah industri tahu yang ada di Desa Kalisari kurang lebih mencapai 250 IKM. Potensi limbah baik limbah padat maupun

Pengrajin tahu Limbah cair tahu Saluran pembuangan limbah cair tahu Bak penampungan sementara limbah cair tahu Digester pengolahan limbah cair tahu Digester penampungan biogas Pipa penyalur biogas Pemanfaat biogas

(pengrajin tahu dan non pengrajin tahu)

52

limbah cair di Desa Kalisari juga sangat besar dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan terutama lingkungan perairan apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

Permasalahan mengenai limbah di Desa Kalisari sebagian besar sudah ditangani baik oleh pemerintah pusat mapun pemerintah daerah. Pemerintah dalam hal ini sudah membangun empat unit pengolahan limbah di titik yang berbeda. Pengolahan limbah yang berada di Desa Kalisari ini kemudian akan menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Setiap pengolahan limbah yang berada di Desa Kalisari memiliki daya tampung limbah cair yang berbeda-beda namun teknologi yang digunakan oleh keempat IPAL tersebut adalah sama yaitu menggunakan digester fixed bed reactor. Berikut profil dari masing-masing IPAL yang berada di Desa Kalisari yaitu Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4.

Tabel 20 Profil IPAL di Desa Kalisari

Keterangan Biolita 1 Biolita 2 Biolita 3 Biolita 4

Tahun dibangun 2009 2010 2012 2013 Sumber pembiayaan Kemenristek Kemenristek BLH Kabupaten Banyumas dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah BLH Propinsi Jawa Tengah

Jenis reaktor Fixed Bed Reactor Fixed Bed Reactor Fixed Bed Reactor Fixed Bed Reactor Daya tampung digester (liter/hari) 7.000 3.500 8.960 16.500 Jumlah biogas yang dihasilkan (m3/hari) 98 49 125,4 231 Jumlah penyalur limbah cair tahu (pengrajin tahu)

17 7 43 72

Jumlah

pemanfaat biogas (pengrajin tahu dan non pengrajin tahu) 28 18 67 90 Jam operasional biogas 05.00-06.00 WIB dan 18.00-19.00 WIB 04.00-09 WIB dan 14.00-20.00 WIB 05.00-07.30 WIB dan 21.00-22.00 WIB 24 jam

Sumber: Data primer hasil wawancara dengan Kepala Desa Kalisari (2014)

Berdasarkan tabel 20, dapat dilihat bahwa sumber pembiayaan berbeda- beda, hanya saja pelaksana proyek pembangunan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas adalah sama yaitu BPPT. Digester yang ada saat ini dibangun di atas tanah milik desa hanya saja ketersediaan tanah semakin sedikit jumlahnya dikarenakan banyak pemukiman baru yang dibangun di Desa Kalisari.

53

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu staf BPPT, diketahui bahwa 1 liter limbah cair kurang lebih dapat menghasilkan 14 liter biogas. Berdasarkan tabel 20 jumlah biogas yang dihasilkan setiap digester berbeda karena daya tampung limbah cair yang berbeda di setiap digester. Hal ini dikarenakan setiap digester terletak pada lokasi yang dikelilingi oleh pengrajin tahu yang jumlahnya berbeda sehingga jumlah daya tampung limbah sesuai dengan jumlah pengrajin tahu yang mengelilingi setiap digester. Jam operasional untuk mengalirkan gas masing-masing digester pun berbeda-beda tergantung pada kesepakatan anggota pada setiap biolita, penentuan jam operasional ini didasarkan pada jumlah kondisi instalasi yang digunakan untuk mengalirkan biogas.

Identifikasi Permasalahan Pemanfaatan Biogas

Sebagian besar penduduk Desa Kalisari menggunakan biogas sebagai bahan bakar tambahan untuk memasak pengganti LPG. Umumnya biogas digunakan untuk memasak air, hal ini dikarenakan api yang dihasilkan kurang besar apabila dipergunakan untuk memasak. Permasalahan utama yang timbul dalam pemanfaatan biogas diantaranya adalah adanya sumbatan pada pipa yang digunakan untuk mengalirkan biogas dari digester ke rumah warga sehingga menyebakan gas mengalir tidak maksimal. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan masing-masing pengurus Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4 ditemukan beberapa permasalahan dalam operasional dan pemanfaatan biogas yang berbeda.

Tabel 21 Tabel permasalahan pemanfaatan biogas di Desa Kalisari Jenis

Permasalahan Biolita I Biolita II Biolita III Biolita IV

Aspek teknis penyumbatan pipa untuk mengalirkan biogas penyumbatan pipa untuk mengalirkan biogas penyumbatan pipa untuk mengalirkan biogas -

Aspek non teknis Masalah kepengurusan dan

operasional digester

- - -

Sumber: Data primer (2014)

Permasalahan yang terdapat pada IPAL yang berada di Biolita 1, biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4 secara umum hampir sama yaitu dari aspek teknis dan non teknis. Berdasarkan Tabel 21, permasalahan yang bersumber dari aspek teknis terdapat pada Biolita 1, Biolita 2, dab Biolita 3 yaitu penyumbatan pada pipa oleh uap air yang digunakan untuk mengalirkan biogas ke rumah tangga sehingga distribusi biogas ke rumah tangga menjadi tidak lancar. Hal ini yang menyebabkan seluruh biolita menerapkan jam buka-tutup untuk operasional biogas, agar pada saat jam-jam dimana masyarakat membutuhkan gas untuk kebutuhan memasak dapat terpenuhi dengan baik. Permasalahan pada aspek teknis ini tidak terjadi pada Biolita 4, hal ini dikarenakan IPAL yang berada di

54

Biolita 4 masih sangat baru sehingga kondisi instalasi khususnya perpipaan masih sangat baik dan belum menimbulkan masalah yang berarti. Namun sekalipun pengoperasian biogas di Biolita 4 masih menghasilkan biogas dengan lancar, pada hari-hari tertentu Biolita 4 pun tetap memberlakukan jam buka-tutup pada biogas agar ketersediaan biogas dapat terus terjaga pada saat masyarakat membutuhkan gas di jam-jam tertentu, misalkan di pagi hari dan sore hari untuk kegiatan memasak.

Jam operasional yang diterapkan di Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3 rata-rata selama 1-2 jam di pagi hari dan 1-3 jam di malam hari. Jumlah jam operasional biogas di ketiga biolita ini memang tidak terlalu panjang dikarenakan rata-rata jumlah jam memasak di Desa Kalisari pun hanya mencapai 1-3 jam sehari. Selain alasan jumlah jam memasak yang tidak terlalu tinggi, adanya free rider di setiap biolita pun menjadi alasan yang kuat untuk memberlakukan jam buka-tutup pada biogas. Hal ini terjadi karena para free rider tersebut mempergunakan biogas untuk menggoreng keripik ampas tahu untuk dijual ke pasar. Pemanfaatan biogas oleh free rider ini sangat membutuhkan biogas dalam jumlah banyak, sekali mereka menggoreng ampas tahu membutuhkan waktu kurang lebih 5-6 jam/hari. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan peruntukkan biogas di Desa Kalisari yaitu untuk memasak sehari-hari untuk dikonsumsi sendiri, sehingga masyarakat tidak perlu lagi untuk membeli LPG di pasar.

Sampai saat ini, masih belum ada upaya dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memperbaiki instalasi biogas dan free rider yang ada di setiap biolita. Apabila kedua permasalahan inti tersebut dapat diatangani dengan baik oleh pemerintah pusat, daerah, maupun desa, maka pemanfaatan biogas di Desa Kalisari dapat berjalan dengan baik. Permasalahan lain dari pemanfaatan biogas di Desa Kalisari adalah tingginya biaya investasi dalam pembangunan IPAL yang dapat menghasilkan output berupa biogas yang berasal dari pengolahan limbah cair tahu. Pembangunan IPAL di Desa Kalisari sampai saat ini masih bergantung pada dana yang berasal dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Biaya investasi yang sangat tinggi tidak mampu ditutupi oleh pemerintah desa dan para pengrajin tahu. Biaya yang masih dapat ditutupi oleh pengrajin tahu dan pemanfaat biogas adalah biaya operasional IPAL seperti biaya untuk membayar listrik per bulan dan biaya untuk membayar upah tenaga kerja yang bertugas untuk mengoperasikan digester dan menyalurkan biogas per bulan. Pembangunan IPAL di Desa Kalisari masih tergolong baru dan masih belum perlu diadakan perbaikan terhadap instalasi terutama perpipaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Kemenristek selaku pelaksana proyek, tidak diperlukan reinvesatsi untuk instalasi, hanya diperlukan biaya operasional seperti biaya listrik per bulan.

Berdasarkan temuan di lapangan, permasalahan dari aspek non teknis hanya dialami oleh Biolita 1, yaitu permasalah dalam pengurusan IPAL dan pemanfaatan biogas. Pemicu dari permasalahan ini adalah adanya politisasi pada saat pemilihan kepala desa. Banyak pendukung kepala desa tidak terpilih yang merupakan pengurus inti di Biolita 1 yang merasa tidak puas atas hasil pemilihan kepala desa, sehingga mereka mengundurkan diri dari kepengurusan IPAL di Biolita 3. Pengunduran diri sebagian pengurus Biolita 1 tersebut menyebabkan ketidakefektifan operasional dari IPAL di Biolita 1.

55

Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Kelembagaan untuk Pemanfaatan Biogas di Desa Kalisari

Desa Kalisari merupakan salah satu sentra industri tahu yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan temuan di lapangan, potensi yang ada di Desa Kalisari dari adanya industri tahu yaitu limbah padat dan cair yang dapat diolah kembali. Limbah padat di Desa Kalisari dapat dijual kepada pemilik ternak untuk dijadikan pakan ternak, sedangkan limbah cair diolah kembali menjadi biogas. Biogas di Desa Kalisari digunakan untuk kegiatan memasak sehari-hari dan keberadaannya dapet menggantikan LPG yang sebelumnya digunakan oleh masyarakat Desa Kalisari. Saat ini penetapan harga biogas di Desa Kalisari masih berdasarkan kesepakatan masyarakat pemanfaat Desa Kalisari, bukan berdasarkan dari perhitungan dari biaya-biaya yang timbul untuk pembangunan biogas.

Biogas yang ada di Desa Kalisari ini merupakan potensi ekonomi jika dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah Desa Kalisari. Pemanfaatan biogas saat ini diatur oleh kelompok-kelompok yang diberi nama Biolita, oleh karena terdapat empat IPAL yang dapat menghasilkan biogas maka terdapat empat biolita di Desa Kalisari yaitu Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4. Pengelolaan yang terdapat pada keempat biolita tersebut memiliki beberapa kendala seperti yang telah disebutkan pada Tabel 22. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Kepala Desa Kalisari, diperoleh informasi bahwa pemerintah Desa Kalisari berencana untuk menghapus keberadaan empat biolita tersebut dan membentuk pengelolaan yang baru yang berada di bawah satu tangan, sehingga kontrol dapat lebih mudah dilakukan terhadap keempat IPAL di Desa Kalisari. Wawancara mengenai pengelolaan IPAL juga dilakukan kepada mantan Kepala Desa Kalisari, berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa pemerintah pusat pernah mengusulkan kepada pemerintah Desa Kalisari untuk membangun BUMD dalam pengelolaan biogas sehingga keberadaan biogas dapat menguatkan perekonomian di Desa Kalisari karena Desa Kalisari memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan yaitu biogas yang dihasilkan dari limbah cair industri tahu dan dapat meningkatkan pendapatan asli desa. Badan Usaha Milik Desa sebagai institusi ekonomi rakyat lembaga komersial, pertama-tama berpihak kepada pemenuhan kebutuhan (produktif maupun konsumtif) masyarakat adalah melalui pelayanan distribusi penyediaan barang dan jasa (Ramadana et al. 2012). Hal ini diwujudkan dalam pengadaan kebutuhan masyarakat yang tidak memberatkan dalam hal ini adalah penyediaan biogas dengan harga yang lebih murah dari LPG sehingga masyarakat daat menekan pengeluaran per bulan untuk konsumsi biogas.

BUMDes dalam Pemanfaatan Biogas Secara Berkelanjutan

Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa. Badan usaha ini merupakan badan usaha yang dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri, harus mengutamakan perolehan modalnya dari masyarakat dan Pemdes, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat memperoleh modalnya dari pihak luar seperti dari pemerintah kabupaten. Badan

56

Usaha Milik Desa sebagai suatu lembaga ekonomi dimana modal ekonomi usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Hal ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari masyarakat (PKDSP 2007).

Berkaitan dengan modal fasilitasi dalam bentuk strategi peningkatan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan ekonomi serta pendampingan usaha, maka pendirian BUMDes didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Badan ini sebagai suatu lembaga ekonomi dimana modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Hal ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari partisipasi masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar seperti dari pemerintah desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Permendagri Nomor 39 Tahun 2010 tentang BUMDes (Sayuti 2011). Pendirian BUMDes di Desa Kalisari sangat memerlukan bantuan baik dari pemerintah kabupaten maupun pemerintah pusat, mengingat usaha yang dijalankan merupakan usaha yang memerlukan biaya pembangunan yang tinggi sehingga peran pemerintah khususnya sebagai pemberi bantuan dana sangat diperlukan.

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Skenario III, pembangunan IPAL dari limbah cair tahu untuk menghasilkan biogas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan proyek pembangunan IPAL merupakan proyek yang layak untuk terus dijalankan. Harga yang digunakan pada Skenario 3 juga menggunakan harga biogas yang lebih rendah dari harga LPG, dimana pengeluaran untuk mengonsumsi biogas lebih kecil jika dibandingkan dengan LPG berukuran 3 kg. Hasil analisis pada Skenario 3 juga menunjukkan bahwa sekalipun masyarakat membayar biogas dengan harga yang lebih murah dari LPG, namun pemerintah desa masih memperoleh keuntungan dari penjualan biogas. Keuntungan ini kemudian dapat digunakan sebagai dana untuk operasional dan perawatan digester dan dapat digunakan sebagai dana tambahan untuk membangun desa. Berdasarkan hal tersebut dalam hal pemanfaatan biogas secara berkelanjutan dapat dibangun sebuah BUMDes yang dapat menjadi wadah untuk memperkuat perekonomian pedesaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa karena masyarakat Desa Kalisari dapat memanfaatkan biogas yang lebih murah daripada LPG. Badan ini selanjutnya juga dapat direplikasi di desa-desa di Indonesia yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pengrajin tahu.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat 1, disebutkan bahwa pendirian BUMDes didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Desa Kalisari merupakan sentra industri tahu yang memiliki industri tahu rumah tangga sebanyak 250 unit usaha. Jumlah industri tahu yang cukup banyak ini memiliki potensi limbah cair tahu yang banyak untuk diolah kembali menjadi biogas. Berkenaan dengan perencanaan pendiriannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (user-owner, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntabel, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self- hep. Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri. Badan ini merupakan pilar kegiatan

57

ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial. Badan ini sebagai lembaga sosial berpihak pada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial, sedangkan sebagai badan komersial bertujuan untuk mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Badan ini sebagai badan hukum dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun dengan masyarakat di desa, dengan demikian BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia. Keragaman ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa (PKDSP 2007).

Peranan BUMDes di Desa Kalisari adalah untuk menciptakan pengolahan limbah cair tahu yang efisien sehingga lingkungan sungai tidak tercemar, mengembangkan sistem insentif dalam tata kelola limbah cair tahu, meningkatkan pendapatan asli desa yang bersumber dari pemanfaatan biogas oleh masyarakat Desa Kalisari, meningkatkan pengolahan potensi desa dalam hal ini pengolahan limbah cair tahu untuk menghasilkan biogas, dan meningkatkan perekonomian masyarakat desa karena keberadaan biogas dapat menggantikan konsumsi LPG sehingga biaya yang dikeluarkan setiap bulannya untuk membeli LPG dapat ditekan. Hasil yang didapat dari pemanfaatan biogas yang diatur melalui BUMDes dapat digunakan kembali untuk membangun desa yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Desa Kalisari, selain itu juga dapat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Kalisari sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Kalisari. Keberadaan BUMDes diharapkan dapat menjadikan biogas sebagai salah satu energi alternatif pengganti LPG secara berkelanjutan dan mendorong kemandirian energi di Desa Kalisari sehingga tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil untuk kegiatan memasak sehari-hari. Keberadaan BUMDes juga diharapkan dapat menstimulus masyarakat Desa Kalisari untuk mempertahankan industri tahu bahkan menjadikan industri tahu sebagai industri utama yang dapat menggerakkan roda perekonomian di Desa Kalisari, sehingga limbah yang dihasilkan dari industri tahu ini pun semakin meningkat jumlahnya untuk kemudian diolah menjadi biogas.

Peran BUMDes di Desa Kalisari Pengelolaan limbah

cair tahu

Meningkatkan potensi ekonomi desa melalui pengelolaan yang lebih

efektif dan efisien

Menciptakan lapangan pekerjaan

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Desa Kalisari

Gambar 13 Peranan BUMDes di Desa Kalisari

58

Pengelolaan Biogas dengan Model BUMDes

Sampai saat ini IPAL di Desa Kalisari masih dikelola oleh kelompok masyarakat di masing-masing lokasi digester. Pemerintah Desa Kalisari dalam berencana untuk menghapus keberadaan keempat biolita dan menggantinya dengan satu kepengurusan saja. Apabila BUMDes diajukan sebagai lembaga pengelola biogas, maka secara umum struktur pengelolaan IPAL dan pemanfaatan biogas adalah sebagai berikut.

Sumber: Data primer dan data sekunder diolah (2015)

Gambar 14 Pengelolaan IPAL dan biogas sebelum dan sesudah dibentuk BUMDes

Penasihat/komisaris: Kepala Desa

Pelaksana operasional: Masyarakat Desa Kalisari

 Bagian keuangan

 Manajer BUMDes

 Sekretaris

 Bendahara

 Karyawan

Pengelolaan IPAL dan Pemanfaatan Biogas

Sebelum dibentuk BUMDes Setelah dibentuk BUMDes

Biolita 1 Biolita 2 Biolita 3 Biolita 4

Pelaksana operasional:  Ketua  Bendahara  Teknisi Pelaksana operasional:  Ketua  Bendahara  Teknisi Pelaksana operasional:  Ketua  Bendahara  Teknisi Pelaksana operasional:  Ketua  Bendahara  Teknisi

59

Pemanfaatan biogas yang diatur dalam BUMDes akan memiliki struktur kepengurusan yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Pengurusan dalam pemanfaatan biogas sebelum dibentuk BUMDes dilakukan dengan membentuk empat kelompok biolita yang kepengurusannya secara sukarela, tidak ada sistem reward atau punishment kepada pengurus dalam menjalankan tanggung jawab, sehingga mereka tidak merasa dirugikan apabila tidak menjalankan tugas dengan baik. Berbeda apabila pemanfaatan biogas diatur oleh BUMDes yang memiliki struktur yang jelas karena semua tugas, hak, dan kewajiban tertulis dalam AD dan ART yang disahkan oleh pemerintah desa. Setiap pengurus BUMDes yang memiliki tugas dalam mengoperasikan memiliki hak untuk menerima gaji yang didapat dari keuntungan dari pemanfaatan biogas. Hal ini dapat menjadi insentif bagi para pengurus BUMDes untuk merawat IPAL agar terus dapat menghasilkan biogas.

Perawatan yang dilakukan oleh pengurus tidak hanya pada instalasi pengolahan limbah tetapi juga pada instalasi penyaluran limbah dari rumah tangga pengrajin tahu ke IPAL. Selama ini para pengrajin tahu masih belum mendapatkan kompensasi atas limbah cair tahu yang disalurkan ke digester pengolahan limbah. Kompensasi ini diharapkan dapat menjadi insentif bagi para pengrajin tahu untuk membuang limbah cair tahu ke IPAL sehingga lingkungan dapat terus terjaga kelestariannya dan produksi biogas dari limbah cair tahu dapat terus dilakukan secara berkelanjutan.

KESIMPULAN

1. Biaya yang timbul dari pembangunan IPAL meliputi biaya finansial dan sosial. Biaya finansial meliputi biaya investasi dan operasional, sedangkan biaya sosial meliputi opportunity cost lahan. Manfaat yang timbul dari pembangunan IPAL meliputi manfaat finansial dan sosial. Manfaat finansial meliputi penerimaan dari penjualan biogas dan manfaat sosial meliputi pengehematan bahan bakar dan peningkatan produktivitas lahan persawahan 2. Harga Biogas yang didapat dari metode BEP adalah sebesar Rp 2.500/m3.

Nilai ini diperoleh dari perhitungan yang menggunakan biaya-biaya yang timbul dari IPAL yang dibangun di Biolita 3 dengan asumsi bahwa