• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nur Hidayatun BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nur Hidayatun BAB I"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB ,

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan terhadap dunia pendidikan dari masa ke masa tidak pernah berkurang apalagi tuntas. Hal ini dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Kehidupan dalam berbagai aspek terus berevolusi, sehingga berbagai penyesuaian pun dilakukan individu maupun kelompok, baik dalam kapasitas pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat regional, Negara dan Internasional.

Pendidikan sebagai wahana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, memerlukan adanya lembaga-lembaga yang berkompetensi untuk mampu mengembangkan kemampuan sumber daya manusia tersebut sebagai jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada hakikatnya pendidikan itu mengarah dan mendasar kepada tujuan pendidikan nasional, yang terdapat dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Bab IV Pasal II. Bahwa Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencerdaskan kehidupan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No 20 Tahun 2003 Bab IV Pasal II).

(2)

Menyadari sangat pentingnya tujuan pendidikan di atas, maka diperlukan upaya membangun kompetensi sumber daya manusia yang dapat ditempuh melalui penyelenggaraan pendidikan secara formal dan non-formal. Sudah menjadi kenyataan bahwa pendidikan formal dihadapkan pada keterbatasan daya jangkau, baik secara wilayah atau sasaran. Oleh karena itu, pendidikan non-formal menjadi alternatif layanan pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20/2003 Pasal 26 Ayat 1, menyatakan bahwa : Pendidikan non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 Ayat 1).

(3)

Mengingat sasaran tersebut, maka program pendidikan non formal harus terus diperluas sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perkembangan masyarakat.

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka dibentuklah suatu lembaga pendidikan non-formal yang mampu menyelenggarakan program pendidikan setara sekolah dasar dan menengah pada umumnya, yang diselenggarakan untuk mempersiapkan warga belajar yang memiliki kompetensi dan pengetahuan layaknya peserta didik yang mengikuti pendidikan formal pada umumnya. Oleh karena itu, di Kabupaten Banyumas dibentuklah suatu lembaga pendidikan non formal yang diberi nama Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB Purwokerto ini merupakan salah satu Sanggar Kegiatan Belajar yang cukup terkenal di Purwokerto. Letaknya berdampingan dengan kampus UNSOED Purwokerto sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat dari segala penjuru dan mudah dikenal oleh semua lapisan masyarakat dan juga berdasarkan hasil wawancara kemarin hari senin tanggal 18 Maret 2013 dengan Bapak Ikhsan, beliau mengatakan bahwa masyarakat yang belajar di SKB tersebut tidak dipungut uang gedung tetapi hanya membayar SPP tiap bulan.

(4)

kegiatan misalnya adalah kegiatan rutin PAUD, program kesetaraan, program khusus, dan program pendidikan masyarakat. Masing-masing program tersebut memiliki jadwal yang berbeda, yaitu ada yang mulai pagi, siang, sore dan juga malam. Peserta didik tersebut sebagian besar 80% adalah usia produktif, sehingga dimungkinkan masih memiliki semangat yang tinggi utuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya karena mereka masih memiliki jangkauan yang panjang. Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peranan Sanggar Kegiatan Belajar

dalam Pembangunan Pendidikan tahun 2000-2012”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan gambaran umum mengenai ruang lingkup penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa masalah yaitu

1. Bagaimana sejarah singkat berdiri dan berkembangnya SKB Purwokerto? 2. Bagaimanakah peranan SKB Purwokerto dalam meningkatkan

pembangunan pendidikan?

(5)

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui sejarah singkat dan berkembangnya SKB Purwokerto 2. Mengetahui peranan SKB Purwokerto dalam meningkatkan

pembangunan pendidikan dari tahun 2000-2012

3. Mengetahui kendala apa saja yang di hadapi SKB dalam meningkatkan mutu pendidikan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dalam bidang pendidikan memperkaya pengetahuan tentang manfaat pendidikan yang non formal.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang pembangunan pendidikan.

b. Diharapkan digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwokerto dalam melaksanakan pembangunan pendidikan?

E. Kajian Pustaka

1. Sanggar Kegiatan belajar

(6)

formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sanggar Kegiatan Belajar adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar sekolah (nonformal). SKB secara umum mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan nonformal, mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah.

2. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan/ atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. (Undang-Undang Nomor 2 Tahun, 1989 : hal 1.1). Pengertian pendidikan menurut Langeveld menyebutkan bahwa penidikan adalah usaha orang dewasa (pendidik) dalammembantu, menolong, membimbing, dan mengarahkan anak yang belum dewasa (anak didik)untuk mencapai kedewasaan (tujuan pendidikan) masing-masing (Sihombing, 2000 : 8). Dalam Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan ialah proses seseorang

(7)

sosial dan kemampuan individu yang optimal (Ditjen Dikti 1983/1984 : 19).

(8)

Pendidikan dari salah satu aspek kehidupan atau dari kacamata dislipin ilmu dapat diartikan : Pandangan sosiologik melihat dari aspek sosial, pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi. Pandangan antropologik melihat pendidikan dari aspek budaya yang mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Pandangan psikologik melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, yang artinya pendidikan sebagai prkembangan individu secara optimal. Pandangan dari sudut ilmu ekonomi melihat pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani (Human investment) sedangkan dari sudut ilmu politik adalah sebagai usaha pembinaan kader bangsa (Redja Mudyanharjo, 1992 : 3).

Kesimpulan pengertian pendidikan adalah aktivitas atau usaha manusia dewasa secara sadar terhadap manusia yang belum dewasa melalui berbagai kegiatan positif yang terarah dengan maksud atau tujuan merubah sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang serta meningkatkan kepribadiannya sehingga potensi-potensi yang ada dapat berkembang secara optimal, mencapai kedewasaan dan menjadi manusia yang berkualitas sehingga dapat berguna bagi dirinya dalam bergaul dengan lngkungan sosial di masa yang akan datang.

b. Pembangunan Pendidikan

(9)

dengan mendefinisikan bahwa tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kesempatan kepada semua orang untuk memperbaiki kehidupan, dan ini berarti sangat penting untuk memperluas dan memperbaiki fasilitas pendidikan, kesehatan, nutrisi, perumahan, dan kesejahteraan sosial serta memperbaiki atau memelihara lingkungan. Pendekatan seperti ini dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan umat manusia, utamanya untuk memenuhi barang kebutuhan barang dan jasa untuk mengurangi atau kalau bisa menghilangkan kemiskinan, mengatasi kurang gizi, memberantas penyakit, mengurangi jumlah orang yang buta aksara, dan menghilangkan lingkungan yang kumuh (Marzuki, 2010 : 96).

Berdasarkan tujuan pembangunan di atas, tentulah solusi dari hal-hal tersebut tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, utamanya pendidikan kepada masyrakat atau pendidikan informal dan non formal. Lebih lanjut Marzuki (2010 : 96) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia tidak hanya akan membantu menghilangkan kemsikinan, tetapi juga memberikan sumbangan penting terhadap pertumbuhan produktifitas dan pendapatan nasional yang berati juga pemerataan kesejahteraan.

(10)

martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pasal 4 : Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rokhani, kepribadian yang mantap, dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dalam era pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas secara utuh. Konsepsi manusia seutuhnya menurut Noor Syam dalarn buku Pangantar Dasar-dasar Kependidikin (1980), mencakup pengertian : Keutuhan potensi manusia sebagai subjek yang berkembang, keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subjek yang sadar nilai (yang menghayati, dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya). Potensi-potensi manusia sebagai subjek yang berkembang meliputi :

1. Potensi jasmaniah : Fisik dan pancaindera yang sehat (normal) 2. Potensi pikir (akal, rasio, inteligensi)

3. Potensi rasa (perasaan dan emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan estetis

4. Potensi karsa (kehendak, kemauan, keinginan, dan hasrat 5. Potensi cipta (daya cipta kreativitas, fantas,i dan imajinasi) 6. Potensi karya (kemampuan menghasillkan, karya)

(11)

Ketujuh potensi itu merupakan potensi dan watak bawaan yang potensial. Aktualisasi dari ketujuh potensi tersebut menentukan kualitas-kualitas pribadi seseorang. Konsepsi keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagi subjek yang sadar nilai. Tingkah laku manusia terutama yang dewasa dan berpendidikan dipengaruhi oleh wawsan atau orientasi terhadap nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan telah diakui kebenarannya. Wawasan tersebut meliputi berikut ini

1. Wawasan dunia akhirat : Cara pandang manusia tentang kehidupan di dunia yang pasti akan berakhir dengan kematian, selanjutnya akan diteruskan dalam kehidupan akhirat. Sesuai dengan pandangan ini manusia berusaha untuk memperoleh kehidupan yang baik di akhirat, selain kehidupan yang baik di dunia, untuk itu manusia berusaha untuk berbuat baik dan meninggalkan dosa. 2. Wawasan indivudalitas dan sosial yang seimbang, artinya tingkah

laku manusia yang didasarkan atas keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.

3. Wawasan jasmaniah dan rokhaniah, yaitu kesadaran pribadi akan adanya kebutuhan jasmaniah seperti kesehatan, makanan bergizi, olahraga, rekreasi, dan sebagainya. Dan kesadaran akan kebutuhan rokhani akan nilai-nilai budaya, ilmu pengetahuan, kesenian dan nilai agama.

(12)

masa datang dengan bercermin dari pengalaman masa lampau (Noor Syam, 1980 : 12)

Emil Salim (1991 : 4) mengelompokkan kualitas manusia atas 2 bagian yaitu kualitas fisik yang menyangkut sifat lahiriah atau badaniah seperti ukuran dan bentuk tubuh, daya atau tenaga fisik, kesadaran pribadi, kualitas hubungan dengan yang lain seperti hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan, masyarakat, dan sesama manusia. Kualitas kekaryaan yang tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan, kswakaryaan, dan wawasan masa depan. Kedua kualitas manusia itu harus saling melengkapi secara seimbang. Manusia yang berkualitas memiliki keseimbangan antara tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial, dan aspek kebangsaan. Manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi fisik dan non fisik, dengan potensi-potensi tersebut manusia mampu berkarya dan berbudi pekerti luhur. Manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial, dan disiplin sosial. Manusia yang memiliki aspek kebangsaan mernpunyai rasa cinta tanah air, jiwa patriotik, dan berwawasan masa depan.

(13)

dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. John Vaizei dalam bukunya yang berjudul Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai berikut : Melalui lembaga, dapat mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik baru, Melalui sekolah dan latihan-latihan dapat mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan penanaman sikap. Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu sekolah berperan

untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah.

Menurut Moedjiono dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar

Kependidikan” (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam

(14)

1. Mempunyai kemampuan untuk mendapatkan informasi 2. Mempunyai keterampilan kognitif yang tinggi

3. Mempunyai kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah

4. Mempunyai kemampuan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai

5. Mengevaluasi hasil belajar sendiri 6. Mempunyai motivasi untuk belajar 7. Mempunyai pemahaman diri sendiri.

Menurut Bebby (1984) manusia sebagai subjek pembangunan berperan aktif dalam pembangunan yaitu peran sebagai perencana, pelaksana dan sekaligus sebagai pengawas. Perencanaan pendidikan adalah kegiatan memandang ke depan dalam menentukan kebijaksanaan, prioritas, biaya dan sistem pendidikan yang diarahkan kepada kenyataan ekonomi dan politik, untuk mengembangkan sistem itu sendiri dan untuk kebutuhan murid-murid.

(http://superthowi.wordpress.com/2012/08/14/peranan-manusia-dan-pendidikan-dalam-pembangunan-2/ diakses pada tanggal 6 April 2013). c. Teori Peranan

(15)

dalam suatu pola kehidupan tertentu. Setiap manusia yang menjadi warga masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan tertentu dan berperan menurut kedudukannya. Kedudukan dan peran tidak mungkin dipisahkan karena peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang bersangkutan. (http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/pengertian-peranan.html diakses pada tanggal 10 April 2013)

Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya (Soekanto, 2009:212-213).

Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat,

(16)

3. peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat,

Merton dalam Raho (2007 : 67) mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. Wirutomo (1981 : 99 – 101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga, dan di dalam peranan-peranan yang lain.

(17)

pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

Kesimpulan pengertian peranan adalah seperangkat tingkat yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kedudukan dalam suatu masyarakat. Peranan seseorang tidak mungkin dilaksanakan dengan baik kalau orang yang bersangkutan tidak mempunyai kedudukan yang berkaitan dalam kehidupan masyarakat tertentu. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan.

Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang ini mengungkapkan satu sistem sebagai berikut :

a. berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).

b. merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional.

c. mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

(18)

e. mengatur bahwa kurikulum, peserta didik, dan tenaga kependidikan terutama guru, dosen, atau tenaga pengajar merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar.

f. mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi).

g. menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

h. mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama.

i. mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan ideologi bangsa dan negara.

j. memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan tujuan yang hendak dicapai serta memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

(19)

Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989). Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasayarakatan dan kebangsaan (Pasal 4 UU No.2 Tahun 1989). Sistem Pendidikan Nasional termasuk dalam kategori sistem buatan manusia, artinya sistem pendidikan nasional lahir dari suatu usaha sadar yang dirancang, diatur, dan dilaksanakan secara sengaja dalam rangka mencapai tujuan nasional pendidikan. Sistem pendidikan nasional dimunculkan sebagai wahana pembinaan dan pengembangan bangsa; wahana sistem bagi pendidikan bangsa.

Sistem pendidikan nasional sesuai dengan lingkungannya, tentulah harus bersifat menyeluruh, semesta dan terpadu yang membawa implikasi makna yaitu sebagai berikut :

1. Terbukanya pendidikan nasional bagi seluruh rakyat.

2. Beragamnya program pendidikan sesuai kebutuhan-kebutuhan pendidikan yang hidup dan berkembang di masyarakat.

3. Terjalinnya totalitas fungsional di antara komponen-komponene yang berperan di dalam upaya pndidikan bangsa.

(20)

sebagainya di dalam mengembangkan bangsa ke arah tujuan nasional kehidupan bangsa dan negara (Sanapiah Faisal, 1981 : 27).

Adapun corak pembangunan dari sistem pendidikan nasional yang menyeluruh, semesta dan terpadu tentu saja perlu di ikuti dengan kebijakan politik yang mempunyai kekuatan mengatur terhadap seluruh abdi negara (Pemerintah dan seluruh warga negara). Setelah lahir sebagai kebijakan politik, selanjutnya perlu diterapkan secara konsekuen dan konsisten, sehingga benar-benar terwujud haluan pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, hasil kerja komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional merupakan salah satu bahan yang berharga guna memantapkan konsepsi dari sistem pendidikan nasional yang menyeluruh, semesta, dan terpadu.

Sistem pendidikan nasional Indonesia dewasa ini menghendaki berlakunya konsep pendidikan seumur hidup, yaitu konsep pendidikan terpadu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. Pendidikan berlangsung dalam seluruh tahap perkembangan hidup seseorang, lahir sampai mati pendidikan tidak mengenal batas usia. b. Pendidikan mencakup perkembangan semua aspek kepribadian (fisik,

intelektual, afektif, spiritual) dan semua aspek peranan dalam kehidupan (pribadi, sosial, profesional).

(21)

d. Pendidikan terjadi dalam semua pengalaman jidup baik yang berlangsung dalam bentuk pendidikan formal, informal, maupun non formal (Redja Mudyanharjo, 1992 : 27).

Ditinjau dari konsep pendidikan seumur hidup, sistem pendidikan nasional Indonesia terdiri atas tiga subsistem, yaitu subsistem pendidikan formal, subsistem pendidikan informal, dan subsistem pendidikan nonformal. Batas antara ketiga subsistem tersebut tidak jelas, karena sistem pendidikan adalah sistem yang terbentuk dari rangkaian peristiwa yang terus berkembang. Zahara Idris mengemukakan Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sesuai dengan tujuan asional seperti tercanrum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Fuad Ihsan, 2001 : 115).

(22)

d. Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

Pendidikan luar sekolah atau yang disebut PLS sebenarnya bukan barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Bila usia kehadiran PLS dijadikan takar atau timbang sudah jelas, PLS berusia lebih tua dibandingkan dengan sistem persekolahan. Di samping itu pendidikan luar sekolah sudah ada pendidikan persekolahan tumbuh di bumi ini. Pendidikan luar sekolah dimulai sejak manusai lahir di bumi dan berakhir setelah manusia masuk liang kubur, sedangkan pendidikan sekolah dimulai setelah manusia memenuhi usia tertentu dan di akhiri pada usia tertentu.

(23)

Bagan 1

Pendidikan luar sekolah dalam sistem pendidikan nasional

Dilihat dari Keterangan

1. Dasar, Tujuan Isi Pokok, dan Azas pelaksanaan.

2. Hubungan dengan sistem bagian pendidikan

persekolahan

(pendidikan Formal). 3. Kaitan dengan

pendidikan di rumah tangga.

4. Keterorganisasian dan keterprograman.

5. Nilai Pendidikan

6. Tugas Pemerintah

Bermuara pada dasar, tujuan, isi pokok dan azas pelaksanaan pendidikan nasional. Berperan di luar sistem persekolahan, memiliki hubungan fungsional dengan sistem bagian pendidikan persekolahan, bisa berperanan sebagai komplemen, suplemen dan dalam keadaan tertentu bisa memainkan peranan sebagai pengganti sistem bagian pendidikan persekolahan. Bersifat fungsional dengan pendidikan di rumah tangga, akan tetapi rumah tangga tidak termasuk sebagai variabel lembaga yang memainkan fungsi pendidikan didalam sistem bagian PLS.

Memiliki keragaman tingkat keterorganisasian dan keterprograman, variasainya bergerak di anatara 6 persyaratan variabel yaitu adanya forum buatan, adanya paket kurikulum, adanya evaluasi belajar, adanya kesengajaan pendidikan, adanya niat belajar. dan adanya kelembagaan fungsional.

Fungsional bagi pembinaan dan pengembangan daya-daya manusia (fisik, nalar, rasa, cita, karsa, karya, dan atau budi) yang berguna bagi pengembangan diri sendiri dan lingkungannya.

Menata, mengarahkan, dan atau memonitor aktifitas-aktifitas terlembaga yang bersifat terbuka bagi masyarakat luas, sehingga menjadi fungsional secara optimal bagi pembinaan dan pengembangan bangsa (sesuai dengan mission pendidikan nasional), sekurang-kurangnya menjadi tidak berpengaruh negatif (destruktif) terhadap cita-cita pendidikan bangsa.

(24)

Pendidikan Luar Sekolah adalah usaha sadar yang diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan, dan mengembangkan sumber daya manusia, agar memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan daya saing untuk merebut peluang yang tumnuh dan berkembang dengan mengoptimalkan pengguanaan sumber-sumber yang ada di lingkungannya (Uberto Sihombing, 2000 : 12). Lebih lanjut Uberto Sihombing menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah adalah satu proses pendidikan yang sasaran, pendekatan, dan keluarannya berbeda dengan pendidikan sekolah yang dilakukan di luar waktu sekolah.

Tugas pendidikan luar sekolah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kebiasaan yang siap menghadapi perubahan juga sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat yang dihasilkan oleh manusia terdidik. Dapat dinyatakan pula pendidikan luar sekolah harus berperan ganda baik mendidik maupun mengajar. Untuk dapat berperan maksimal baik sebagai pengajaran maupun pendidikan diperlukan kesiapan sikap mental dan pengetahuan yang dalam dan luas di bidang kemasyarakatan, dengan jalan menemukan cara pengelolaan yang mumpuni dan kelembagaan yang mapan. dengan kata lain ditumbuhkembangkan manajemen strategi yang tepat, namun lebih dari itu pada kenyataannya pendidikan luar sekolah tidak hanya melakukan aspek pengajaran.

(25)

harus dengan jelas dapat menentukan visi, misi, dan tujuan agar dapat ditentukan strategi yang tepat dalam usaha membuktikan keberadaan, kemantapan dan perlunya pendidikan luar sekolah. Adapun visi, misi, dan tujuan pendidikan luar sekolah sebagai berikut. Visi yang ingin dijadikan acuan adalah terwujudnya masyarakat yang cerdas, trampil, mandiri,berdaya saing dan gemar belajar, Visi tersebut dijabarkan menjadi misi antara lain melaksanakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan dan pendidikan perempuan (Uberto Sihombing, 2000 : 21).

Tujuan pendidikan luar sekolah adalah

1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang diperlukan yntuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan/ atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah (PP No.37 Tahun 1991 BAB II Pasal 2).

H. A. R Tilaar dalam Saleh Marzuki (2010 : 108) menyatakan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah menciptakan subyek pembangunan yang.

(26)

b. Mampu serta terampil memanfaatkan potensi yang ada dalam diri, kelompok masayarakatnya dan lingkungan fisiknya untuk memperbaiki hidup dan kehidupan masyarakatnya. Kemampuan tersebut jelas memerlukan pendidikan dan latihan kepada individu ataupun kelompok-kelompok yang ada di masyarakat atau komunitas tertentu.

Tentang penyelenggaraan pendidikan luar sekolah menyebutkan bahwa :

1. Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat terdiri atas pemerintah, badan, kelompok atau perirangan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan jenis pendidikan jenis pendidikan luar sekolah yang diselenggarakannya,

2. masyarakat dapat menyelenggarakan semua jenis pendidikan luar sekolah kecuali pendidikan kedinasan (PP No.73 Tahun 1991 BAB IV Pasal 5).

Jalur/Pola Pengolah dan Kelembagaan Pendidikan :

a. Jalur Pendidikan

Sesuai UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10 penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (ayat 1).

(27)

Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan (ayat 3).

b. Pola Pengelolaan

Philip H.Coombs mengklasifikasikan pola pengelolaan pendidikan menjadi 3 jalur yaitu :

1) Pendidikan informal 2) Pendidikan formal

3) Pendidikan non formal (Fuad Ihsan, 1995 : 41) 1. Pendidikan informal

Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sejak seorang lahir sampai mati dalam keluarga, pekerjaan, atau pergaulan sehari-hari. Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup dan secara wajar.

Adapun ciri-ciri proses pendidikan informal adalah: a. Tidak diselenggarakan secara khusus

b. Medan (lingkungan) pendidikannya tidak diadakan dengan maksud khusus menyelenggarakan pendidikan

c. Tidak diprogramkan secara teratur d. Tidak ada waktu belajar tertentu e. Metodenya tidak formal

(28)

2. Pendidikan formal

Pendidikan formal sebagai pendidikan sekolah ialah pendidikan yang diperoleh seseorang disekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi). Pendidikan di sekolah merupakan proses yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina warga negara yang baik, masa depan kaum muda, dan bangsa negara.

Adapun ciri-ciri pendidikan formal (Idris, 1986, MKDU-DK 1983) adalah :

a) Diselenggarakan secara khusus dan terbagi atas jenjang yang dimiliki hubungan hirarkis.

b) Usia siswa (anak didik) di suatu jenjang relatif homogin.

c) Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.

d) Isi pendidikan atau materi lebih banyak bersifat akademis dan umum.

e) Mutu pendidikan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.

3. Pendidikan Non formal

(29)

luar sistem persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas, dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam tujuan mencapai belajar. Frederick H. Harbinson dalam Saleh Marzuki (2010 : 103) mendefinisikan pendidikan non-formal sebagai pembentukan skills di luar sistem sekolah formal. Pengertian di luar sistem (bukanlah di luar gedung sekolah) tetapi penyelenggaraannya tidak sepenuhnya mengikuti kaidah-kaidah pendidikan konvensional, sebagaimana di sekolah, organisasi penyelenggaraannya tidak mengikuti struktur sekolah yang mengikuti jenjang secara ketat, rombongan belajar yang sebaya, guru yang profesional, struktur kurikulum yang baku, ukuran jumkah murid dalam rombongan, ukuran kelas secara fisik, dan yang terlihat jelas sekolah di- bangun untuk memenuhi kebutuhan belajar jangka panjang yang hasilnya baru dapat dilihat setelah lama seseorang meninggalkan sekolah. Sebaliknya pendidikan non- formal berusaha untuk memenuhi kebutuhan belajar jangka pendek dan bahkan mendesak dengan penyelengaraan yang lentur, berazaskan demokrasi, keseteraan, kebebasan, kesukarelaan, pengabdian dengan semangat panggilan jiwa, tidak selalu terikat dengan jenjang dan lain-lain.

(30)

perubahan, perkembangan dan kemajuan zaman. Hal ini bahwa penyelenggaraan pendidikan non formal harus dapat menunjukkan kemampuan yang optimal dalam berbagai hal, terutama menyangkut komponen-komponen di dalamnya.

Lebih lanjut The South East Asian Ministery of Education Organization (SEAMEO), dalam Sudjana (2010a : 42) menyatakan definisi dan tujuan pendidikan non-formal, yaitu :

Setiap pendidikan dalam arti luas yang didalamnya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diselenggarakan diluar subsistem pendidikan formal, sehingga seseorang atau kelompok memperoleh informasi, latihan, dan bimbingan sesuai dengan tingkatan usia dan kebutuhan hidupnya. Tujuannya ialah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, lingkungannya, pekerjaanya, masyarakat dan bahkan negaranya.

Sejalan dengan pendapat dari SEAMEO, Napitupulu dalam Sudjana (2010a : 44) memberikan batasan terhadap pengertian dan tujuan pendidikan non formal yaitu :

(31)

sehingga dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.

Tujuan pendidikan non formal yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1991 adalah untuk membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Oong Komar (2006 : 218) bahwa pendidikan non formal bertujuan sebagai berikut :

a. Melayani warga belajar supaya tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang di perlukan untuk mengembangkan diri, mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

(32)

Beberapa pengertian dan tujuan pendidikan non formal di atas, maka dapatlah di simpulkan bahwa pendidikan non formal adalah upaya pelayanan pendidikan yang diselenggarakan diluar sistem pendidikan formal yang teratur dan terencana sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Tujuan pendidikan non formal ialah untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sehingga terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya serta dapat berperan dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, masyarakat, bahkan negaranya.

Ciri-ciri pendidikan non formal adalah sebagai berikut : a) Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah. b) Peserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah.

c) Tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek.

d) Peserta perlu homogen.

e) Ada waktu belajar dan metode formal serta evaluasi yang sistematis.

f) Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.

g) Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup.

(33)

Menurut Ditjen PLSP pendidikan kecakapan hidup (Life Skills) juga sangatberpengaruh dalam proses pendidikan non-formal yang digambarkan sebagai berikut :

Masyarakat : Pendapatan rendah (miskin) Lemah dalam sikap dan keterampilan Kurang pengetahuan kurang produktif Pengetahuan menigkat Sikap positif Siap Bermitra Siap berusaha Siap bekerja Input Masukan Outcome Output Proses Manfaat Hasil Bekerja Berusaha Mandiri (BBM) Pola Pendidikan keterampilan hidup :

(34)

Karateristik pendidikan non formal dan formal

Paulston (1972) dalam Sudjana, (2010a : 27 ) menggambarkan sebuah model yang dapat untuk membedakan karateristik pendidikan formal dan pendidikan non formal, karakteristik tersebut terdiri atas lima belas dimensi. Semua dimensi itu digolongkan menjadi lima kategori yang meliputi tujuan, waktu penyelenggaraan, isi program, proses pembelajaran, dan pengendalian program. Model ini relatif mudah untuk digunakan dalam mengidentifikasi dimensi-dimensi pendidikan formal. Sebaliknya, karena program-program pendidikan non formal bermacam ragam, penemuan program ini pun masih menemui beberapa kesulitan, sehingga mungkin akan terjadi bahwa sebagian program telah memenuhi semua dimensi sedangkan program-program yang lain hanya memiliki beberapa dimensi saja. Selanjutnya perbedaan karateristik ini dijelaskan pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1

Perbedaan Karakteristik Program-program Program Pendidikan Formal Program Pendiikan Non Formal

A. Tujuan

1. Jangka panjang dan umum Bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan masa depan.

2. Orientasi pada kepemilikan ijazah

Hasil belajar akhir ditandai dengan pengesahan kemampuan melalui ijazah.

1. Jangka pendek dan khusus Bertujuan memenuhi kebutuhan tertentu yang fungsional dalam kehidupan masa kini dan masa depan.

2. Kurang menekankan pentingnya ijazah

(35)

masyarakat. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program berwujud hasil, produk, pendapatan, dan keterampilan. B. Waktu

1. Relatif lama

Jarang selesai dalam waktu kurang dari satu tahun, sering melampaui batas waktu yang ditetapkan. Kadang-kadang diselesaikan lebih dari sepuluh tahun. Satu jenjang menjadi syarat untuk mengukuti jenjang yang lebih tinggi.

2. Berorientasi ke masa depan Menyiapkan untuk masa depan kehidupan peserta didik.

3. Menggunakan waktu penuh dan terus menerus

Karena peggunaan waktu yang terus menerus maka kecil kemungkinan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan yang parallel untuk pekerjaan rutin.

1. Jarang lebih dari satu tahun, pada umumnya kurang dari setahun. Lama penyelenggaraan program tergantung pada kebutuhan belajar peserta didik. Persyaratan untuk mengikuti program pendidikan ialah kebutuhan, minat dan kesempatan.

2. Menekankan masa sekarang Memusatkan layanan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dalam meningkatkan kemampuan sosial ekonominya yang berguna bagi masa depan

kehidupannya dan

meningkatkan sosial ekonominya.

3. Menggunakan waktu tidak terus menerus

Waktu ditetapkan dengan berbagai cara sesuai dengan kesempatan peserta didik serta

memungkinkan untuk

melakukan kegiatan belajar sambil bekerja atau berusaha. C. Isi Program

1. Kurikulum disusun secara terpusat dan seragam berdasarkan kepentingan

Lembaga di tingkat nasional menyusun kurikulum berupa paket dan dikenakan kepada semua peserta didik sesuai dengan jenis dan jenjang.

2. Bersifat akademis

Kurikulum lebih memberi bobot pada ranah kognitif dan teoritis,

1. Kurikulum berpusat pada kepentingan-kepentingan

peserta didik

Kurikulum bermacam ragam sesuai dengan perbedaan kebutuhan belajar peserta didik dan potensi daerahnya pendidikan.

2. Mengutamakan aplikasi

(36)

sedangkan ranah afektif psikomotorik kurang mendapatkan perhatian utama. 3. Seleksi penerimaan peserta

didik dilakukan dengan persyaratan ketat

Persyaratan masuk terutama jenjang yang lebih tinngi, dilakukan melalui seleksi yang ketat (ujian) guna mengetahui kemampuan yang diperlukan.

kehidupan peserta didik dan lingkungannya.

3. Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik

Karena program diarahkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan potensi peserta didik, maka kualifikasi pendidikan sekolah sering tidak menjadi persyaratan utama. D. Proses pembelajaran

1. Dipusatkan di lingkungan sekolah

Kegitan belajar dilakukan dilingkungan sekolah. yang sering dianggap sebagai satu-satunya institusi pendidikan

2. Terlepas dari lingkungan kehidupan peserta didik dimasyarakat

Pada waktu belajar disekolah, peserta didik dipisahkan dari kehidupan keluarga dan masyarakatnya. Program kegiatan belajar terpisah dari kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.

3. Struktur program yang ketat Program pembelajaran disusun secara ketat. Waktu, kegiatan, dan usia peserta didik ditetapkan secara seragam. 4. Berpusat pada pendidik

Kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh pendidik (guru) yang diberi wewenag pada jenjang pendidikan tertentu. Kegiatan mengajar lebih dominan dibandingkan dengan kegiatan belajar.

1. Dipusatkan dilingkungan masyarakat dan lembaga

Kegiatan belajar dapat dilakukan diberbagai lingkungan (komunitas tempat bekerja) atau satuan pendidikan non formal (sanggar kegitatan belajar, pusat latian dan sebagainya).

2. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan msyarakat Pada waktu mengikuti program pendidikan, peserta didik berkomunikasi dengan dunia kehidupan atau pekerjaannya. Lingkungan dihubungkan secara fungsional dengan kegiatan belajar.

3. Struktur program yang luwes Jenis dan ukuran program kegiatan belajar bervariasi. Pengembangan program dapat dilakukan sewaktu program sedang berjalan.

4. Berpusat pada peserta didik Kegiatan pembelajaran dapat menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan narasumber. Peserta didik dapat menjadi suber balajar. Dan lebih menekankan kegiatan membelajarkan dibandingkan mengajar.

(37)

5. Pengerahan daya dukung secara maksimal

Menggunakan tenaga dan sarana yang relatif mahal. Sumber-sumber pendukung pada umunya didatangkan dari luar peserta didik.

yang tersedia

Memanfaatkan tenaga dan sarana yang terdapat di masyarakat dan lingkungan kerja dalam efisiensi.

E. Pengendalian

1. Dilakukan oleh pengelola ditingkat yang lebih tinggi dan keberhasilan program dikendalikan oleh pihak dari tingkat yang lebih tiggi dan diterapkan secara seragam.

2. Pendekatan berdasarkan kekuasaan

Hubungan fungsional antara pendidik dengan peserta didik menggunakan pendekatan kekuasaan, perbedaan didasarkan atas peranan dan kedudukan.

1. Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik Pengendalian tidak terpusat. Koordinasi dilakukan antar lembaga-lembaga terkait. Otonomi pada tingkat program dan daerah dengan menekankan inisiatif dan partisipasi masyarakat.

2. Pendekatan demokratis

Hubungan antara pendidik dengan peserta didik bercorak hubungan sejajar atas dasar kefungsian. Pembinaan program dilakukan secara demokratik.

Sumber : Data SKB Purwokerto

c. Kelembagaan Pendidikan

(38)

Dari pengertian jalur, pola pengelolaan serta kelembagaan pendidikan, maka sistem pendidikan nasional dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 1

Persekolahan Umum

Kejuaraan

Kedinasan dan khusus

Sistem Pendidikan Nasional

Luar Sekolah Non formal

Informal

e. Penelitian yang relevan

Penelitian terdahulu di dunia pendidikan khususnya yang berkaitan dengan perkembangan pendidikan telah dilakukan oleh banyak peneliti, antara lain sebagai berikut :

Titi Erlina (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan

(39)

belajar PPKn pada warga belajarkelas 2 kejar paket B setara SMP di SKB Purwokerto tahun pelajaran 2003/2004.

Wahyu Nugroho (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Studi

Deskriptif Kuantitatif tentang motivasi belajar warga belajar kelas XI Paket C setara SMA di SKB Purwokerto” dengan hasil motivasi belajar

warga belajar yang memiliki motivasi cukup kuat, sehingga yang diharapkan warga belajar mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Muatan motivasi-motivasi tersebut berada ditangan para guru atau yang bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum 9 tahun pada usia wajib belajar dan orang tua bertugas memperkuat motivasi belajar selama sepanjang hayat.

Dari beberapa kajian pustaka yang telah dipaparkan tadi, penulis telah mendapatkan gambaran tentang perkembangan lembaga pendidikan non-formal. Melalui gambaran dan panduan kajian pustaka itu akan dapat membantu penulis untuk mengemukakan penelitian yang benar-benar baru atau belum pernah dilakukan oleh peneliti yang lain.

F. METODOLOGI PENELITIAN

a. Jenis Penelitian

(40)

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,2007:6). Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,tetapi menggunakan “socialsituation” atau situasi sosial yang terdiri atast iga elemenyaitu: tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono,2006:207).

(41)

kekhususan, keunggulan, inovasi, atau bisa juga bermasalah. Kelompok yang diteliti merupakan satuan sosial budaya yang bersifat alamiah dan saling berinteraksi secara individual ataupun kelompok (Sukmadinata,2009:99).

Dari teori-teori di atas dapat ditarik simpulan bahwa penelitian deskriptif kualitatif menggunakan langkah-langkah penelitian dari pengamatan fenomena yang dapat dijelaskan secara terperinci dan ilmiah. Pengamatan ilmiah yang dimaksudkan adalah pengamatan yang dimulai dari hal-hal terkecil atau sempit ke hal-hal lebih besar atau luas atau dengan kata lain penelitian ini dari bentuk induktif kebentuk deduktif.

b. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang penulis gunakan untuk penelitian adalah SKB Purwokerto. SKB Purwokerto terletak di jalan Prof. HR. Bunyamin No. 574 Purwokerto 53121. Waktu penelitian yaitu dari bulan April sampai Juli 2013.

c. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto, 2002: 122). Dalam penelitian ini subyek penelitiannya adalah SKB Purwokerto. Adapun informan dalam penelitian ini di antaranya adalah Kepala SKB, Wakil kepala SKB, Tutor atau Pamong Belajar. Adapun informan dalam penelitian ini diantaranya adalah Kepala SKB, Wakil Kepala SKB, dan Guru Pamong/ Tutor.

(42)

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki (Arikunto, 2002 : 133). Sudjana (1989 : 109) mengartikan observasi sebagai alat pengumpulan data, banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan yang diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Menurut penulis yang dimaksud dengan observasi adalah suatu pengamatan dan pencatatan yang dilakukan secara sistematik dengan persiapan yang telah disusun terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Dapat juga dikatakan mencari data dengan proses wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada objek yang diteliti.

Metode obervasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang peranan SKB Purwokerto dari tahun 1990-2010. Unsur yang diobervasi meliputi bagaimana peranan SKB Purwokerto ini dalam upayanya untuk meningkatkan pembangunan pendidikan serta hal lain yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.

2. Interview

(43)

menyampaikan sejumlah pertanyan tertulis untuk menjawab secara tulisan pula oleh informan.

Langkah-langkah yang penulis tempuh dalam pelancar wawancara yaitu:

1. Menentukan orang yang diwawancarai

2. Menyusun pokok-pokok masalah dan panduan wawancara agar lebih fokus pada peranan SKB Purwokerto dalam pembangunan pendidikan

3. Melakukan waktu dan tempat pelaksanaan wawancara

Dalam wawancara ini peneliti menggunakan wawancara bebas terpimpin atau wawancara kombinasi, yaitu dalam melaksanakan intervew pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan (Arikunto, 2002: 132). Subyek yang peneliti wawancara

a. Kepala SKB Purwokerto b. Siswa

Dari dua subyek di atas peneliti mendapatkan masalah yang akan diteliti dengan judul “Peranan SKB Purwokerto Dalam Pembanguan

Pendidikan Tahun 2000-2012 di Purwokerto”

3. Dokumentasi

(44)

menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto,2002 : 135). Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data mengenai latar belakang dan perkembangan sekolah, struktur organisasi, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa serta sarana dan prasarana yang ada di SKB Purwokerto ataupun hal-hal lain yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.

e. Metode Analisis Data

Penelitian kualitatif bersifat deskriptif analitik (Rachman, 1993: 110). Dalam penelitian ini jenis analisis yang digunakan adalah analisis non statistik, analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih kaya daripada sekedar angka atau frekuensi. Peneliti melakukan analisis data dengan memberi pemaparan gambaran mengenai peranan SKB Purwokerto. Temuan penelitian dilapangan yang kemudian dibentuk dalam bangunan teori atau prinsip bukan dari teori yang telah ada, melainkan dikembangkan dari data lapangan (induktif).

Pada analisis terdiri tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

(45)

Reduksi Data adalah suatu prises pemilihan, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan data “kasar” yang

muncul pada catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa, sehingga simpulan finalnya dapat ditarik diverifikasi (Mathew, 1992 : 16).

b. Penyajian Data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Kami membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan data.

c. Menarik kesimpulan atau verifikasi

Gambar

  Tabel 1.1 Perbedaan Karakteristik Program-program

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1 2 3 4 5 6 Penggunaan Referensi Sebagian besar referensi yang digunakan tidak relevan; setiap kutipan atau materi yang disajikan tidak valid; kebanyakan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlasung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi peroses belajar, makin

Realitas Tanggapan Siswa Terhadap Strategi Active Learning Tipe Crossword Puzzle Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Konsep Perkembangan

pengelolaan service level agreement berbasis online, dimana proses permintaan layanan dilakukan dengan membuat tiket online dan tingkat kinerja dapat diketahui

Institut Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri (IDFR), Jalan Wisma Putra, 50602 Kuala Lumpur. Junaidi) E-Mail: e.alamritz@gmail.com. Page 2 of 21 BERANEKA SUP Sup Tulang Tomyam Ayam

Penelitian ini merupakan proses kesinambungan dari penelitian sebelumnya untuk mendapat informasi yang valid mengenai permasalahan peneliti, yaitu mengenai pengaruh

Hasil dari penelitian yang dilakukan pada PT.V-Kool Indo Lestari adalah sistem yang saat ini berjalan pada perusahaan telah sesuai dengan penerapan sistem informasi yang berlaku

“ Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi Usaha Tani yang dilakukan oleh Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dalam