• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Masa remaja adalah masa beralihnya anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja ini lah setiap individu mulai tertarik dengan lawan jenisnya dan timbul perasaan suka. Ketika remaja sudah menjalin sebuah hubungan (berpacaran) maka intensitas dan aktivitas antara pasangan tersebut pun akan intim. Maka dari itu penulis mencoba untuk memberikan penjelasan mengenai konsep yang digunakan untuk melakukan penelitian ini terkait dengan persepsi seks pranikah dalam hubungan berpacaran.

2.1 Kajian Hasil Penelitian Terkait

No. Nama dan

Judul Skripsi Tujuan Metode Penelitian Hasil 1 Daru Purnomo dan Seto Herwandito “Dampak Perkawinan Usia Dini Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi Keluarga” Mengetahui faktor penyebab dan dampak perkawinan usia muda terhadap kondisi sosio-ekonomi keluarga dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya perkawinan usia muda

Kualitatif Faktor penyebabnya adalah pendidikan anak dan orang tua, rasa ingin tahu dan pergaulan, lingkungan keluarga, pendidikan seksualitas.

Dampak social –

psycologis secara umum paling dirasakan oleh kaum perempuan yang melakukan perkawinan usia muda, dampak ini meliputi angka putus sekolah karena “terpaksa”, tertutupnya masa depan (social climbing jauh dari jangkauan), tingkat stress yang tinggi karena merasa malu dan dikucilkan, dan belum siap sebagai ibu rumah tangga. Dampak

(2)

8

secara ekonomi menjadi hal paling vital pada semua pasangan dalam kasus penelitian ini. Mereka (pasangan muda) pada dasarnya secara ekonomi sama sekali belum siap,

karena masih

sekolah/kuliah dan belum memiliki pekerjaan, sehingga potensi terjadinya disharmonisasi keluarga sangat kuat yang disebabkan karena tekanan ekonomi. 2 Zainul Miftah “Persepsi Mengenai Pacaran dan Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Free Sex Remaja”

Mengetahui

persepsi mengenai pacaran dan tingkat religiusitas dengan perilaku free sex remaja

Kuantitatif Semakin tinggi persepsi mengenai pacaran semakin tinggi pula free sexnya begitu juga sebaliknya. Faktor religiusitas berpengaruh negatif terhadap perilaku free sex seseorang. 3 Devi Setiawati “Persepsi Remaja Mengenai Pendidikan Seks” Mengetahui persepsi remaja mengenai pendidikan seks.

Kualitatif Kata seks selalu diasosiasikan dengan berhubungan badan. 4 Ahmad Taufik “Persepsi Remaja Terhadap Perilaku Free Sex” (Studi Kasus SMK Negeri 5 Samarinda) Mengetahui persepsi remaja mengenai perilaku free sex.

Kualitatif Free sex diartikan hubungan intim dengan pasangannya. 5 Susi Septi Harningrum “Perilaku Seks Pranikah Dalam Berpacaran di Kalangan Remaja Mengetahui perilaku seks pranikah dalam berpacaran dan faktor penyebab munculnya Kualitatif ?

(3)

9 Kota Salatiga” persepsi seks

pranikah.

2.2 Perilaku Sosial

Perilaku adalah ativitas atau tindakan yang dilakukan individu atau kelompok di dalam interaksi dan situasi sosial tertentu (Syarbaini, 2009). Perilaku terbentuk berdasarkan respon terhadap keinginan dan harapan (norma) orang lain. Dengan kata lain, perilaku adalah hasil dari interaksi sosial.

Perilaku sosial berkembang tidak hanya karena kita merespons harapan orang lain saat kita dihadapkan dengan norma-norma mereka, tetapi juga melalui interaksi sosial saat kita mengantisipasi tanggapan orang lain dan menyesuaikan dengan perilaku kita. Perilaku seseorang yang didasarai perkiraan bagaimana ia harus bertindak, disebut dengan perencanaan peran, dan persepsi seseorang terhadap perilaku orang lain disebut dengan pengambilan peran.

2.3Kebutuhan Remaja dan Perilakunya

Definisi remaja penting digunakan untuk memandang para remaja sebagai suatu kelompok yang heterogen karena kemunculan sebuah gambaran yang berbeda tergantung pada seperangkat kareakteristik khusus para remaja yang digambarkan (Santrock, 2002). Masa remaja digambarkan sebagai suatu masa dimana kematangan sudah dicapai, suatu masa trasisi dari kanank-kanak menuju dewasa, suatu masa dimana kematangan emosional seseorang masih belum stabil, sedangan fisik dan mentalnya sudah mengalami pertumbuhan. Dimasa ini pula remaja mulai mengenal seks. Hall juga berpendapat bahwa remaja merupakan strum and drang yaitu periode yang berada dalam situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang dewas (Bachtiar, 2004).

Hurlock (1980) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin

(4)

10

Istilah remaja mempunyai arti yang mencakup kematang mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget, secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama.

Dari beberapa definisi mengenai remaja dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari status kanak-kanak menuju status dewasa. Pada masa ini remaja mulai tertarik untuk mengenal hal-hal baru seperti seks, dimana remaja mempunyai hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung akan selalu berusaha memenuhi hasrat tersebut.

Sebagai pedoman umum dapat menggunakan batasan usia 11-21 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut (Sarwono, 2000) :

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

b. Banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akhir balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga tidak lagi diperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial).

c. Mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologis).

d. Batas usia 21 tahun merupakan batasan maksimal yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka yang sampai batas tersebut masih bergantung pada orang tua, belum bisa memberikan pendapat sendiri, belum dapat memenuhi prasyarat kedewasaan secara sosial maupun psikologis, masih dapat digolongkan remaja.

(5)

11

e. Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting dimasyarkat secara menyeluruh. Orang yang sudah menikah, dianggap sebagai dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga.

Garrison mencatat 7 kebutuhan khas remaja sebagai berikut (Sarwono, 2000) :

a. Kebutuhan akan kasih sayang, terlihat adanya sejak masa yang lebih muda dan menunjukkan berbagai cara perwujudan selama masa remaja.

b. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok merupakan hal yang sangat penting, sejak remaja “melepaskan diri” dari keterikatan keluarga dan berusaha memnatapkan hubungan-hubungan dengan teman lawan jenis.

c. Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia lebih muda menjadi sangat penting selama masa remaja, manakala remaja dituntut untuk membuat berbagai pilihan dan mengambil keputusan.

d. Kebutuhan untuk berprestasi menjadi sangat penting dan pasti seirama dengan pertumbuhan secara individual mengarah pada kematangan atau kedewasaan.

e. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain sangat penting sejak mereka bergantung dalam hubungan teman sebaya dan penerimaan teman sebaya.

f. Kebutuhan untuk dihargai dirasakan berdasarkan pandangan atau ukurannya sendiri yang menurutnya pantas bagi dirinya dan menjadi bertambah penting seirama denga pertambahan kematangan.

2.4Bepacaran

Pacaran adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk saling mengenal lebih jauh menuju pernikahan atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok (Bachtiar A.K 2004). Budaya pacaran sudah tidak

(6)

12

asing lagi bagi anak muda jaman sekarang. Hal ini dapat dipahami, namun bukan untuk dimaklumi. Media-media informasi seperti telvisi dan majalah remaja begitu gencarnya menyajikan tayangan dan pembahasan mengenai hal pacaran. Kebanyakan topik tentang pacaran selalu menjadi hal yang menarik dan diminati oleh masyarakat.

Pacaran dianggap sebagai pintu masuk hubungan yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan seksual pranikah sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta (De Guzman & Diaz, 1999 dalam Bachitar, 2004). Tanpa adanya komitmen yang jelas remaja dapat terbawa untuk melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa remaja laki-laki memang cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka, gigih, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan dengan remaja perempuan. Akibatnya banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pra nikah dari pacarnya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya berpacaran adalah proses atau upaya untuk mencari teman dekat yang didalamnya terdapat komunikasi, toleransi, adaptasi, pendewasaan kepribadiaan bahkan memutuskan suatu hal yang sulit. Pacran juga dapat diartikan sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi dan biasanya diekspresikan melalui kontak fisik.

Menurut Hurlock alasan-alasan yang umum untuk berkencan selam masa remaja adalah :

a. Hiburan, remaja menginginkan agar pasangannya mempunyai berbagai ketrampilan sosial yang dianggep penting oleh kelompok sebaya,yaitu sikap baik hati dan menyenangkan.

b. Sosialiasasi, laki-laki dan perempuan harus berkencan apabila masih ingin menjadi anggota kelompok dan mengikuti berbagai kegiatan sosial kelompok. Pasangan kencan harus mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dan mempunyai ketrampilan-ketrampilan sosial, waktu, uang, dan kemandirian yang diperlukan untuk berpartisipasi.

(7)

13

c. Status, berkencan bagi laki-lakidan perempuan memberikan status dalam kelompok teman sebaya. Semakin populer pasangan kencan di dalam kelompok dan semakin tinggi status sosioekonominya maka akan lebih menguntungkan bagi remaja dan merupakan batu loncatan ke status yang lebih tinggi.

d. Masa pacaran, dalam pola ini berkencan berperan penting, karena remaja jatuh cinta.

e. Pemilihan teman hidup, remaja yang ingin mneikah setelah tamat sekolah menengah ke atas dan tidak mempunyai rencan mengikuti pendidikan lebih tinggi menganggap berkencan sebagai kesempatan untuk menjajagai beberapa passangan kencan. Apakah ada diantara mereka yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai. Sifat-sifat tersebut membenarkan mereka untuk melakukan cumbu berat. Banyak remaja yang bermaksud cepat menikah mamndang kencan sebagai cara percobaan atau usaha untuk mendapatkan teman hidup.

Menurut Kelly perilaku pacaran memiliki ciri :

a. Adanya frekuensi interaksi yang sangat sering untuk waktu yang relatif panjang.

b. Melibatkan berbagai macam bentuk kegiatan atau peristiwa.

c. Saling mempengaruhi hubungan tersebut.

d. Memiliki potensi waktu saling membangkitkan emosi yang sekalipun bertentangan seperti benci dan cinta.

2.5 Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial adalah kehidupan yang ditandai dengan adanya unsur-unsur sosial masyarakat (Ahmadi, 1979). Sebuah kehidupan sosial disebut sebagai kehidupan sosial jika terdapat interaksi antara individu dengan individu yang lain dan individu dengan kelompok. Selain itu juga terjadi komunikasi yang kemudian

(8)

14

berkembang menjadi saling membutuhkan. Dalam kaitannya dengan dampak perilaku seks pranikah terhadap kehidupan sosial maka yang menjadi fokus peneliti adalah interaksi pelaku seks pranikah terhadap orang lain baik di lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat sekitar.

2.6Penyimpangan Sosial dan Seks Pranikah

Penyimpangan sosial yaitu situasi dimana masyarakat menganggap orang serta perilaku tertentu dianggap melanggar aturan atau konvensi yang ada (Siahaan, 2002). Penyimpangan sosial melihat perilaku dan mereka yang dianggap sebagai pelanggar aturan. Pada kenyataannya penyimpangan sosial terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penyimpangan ini dapat kita lihat melalui media massa seperti surat kabar, media elektronik seperti televisi, maupun media yang lain. Contoh penyimpangan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-sehari adalah homoseksual, lesbian, prostitusi, pornografi, pornoaksi dan seks pranikah.

Menurut Sarwono, seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja tanpa adanya ikatan pernikahan. Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse),

perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri. Serta perilaku seks pranikah adalah aktivitas fisik, yang menggunakan tubuh untuk mengeksprsikan perasaan erotis atau perasaan afeksi kepada, lawan jenisnya diluar ikatan pernikahan (Nevid dalam Nevid, Rathus dan Rathus 1995).

Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas:

a. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks pranikah atau seks bebas maka secara moral perilaku dihantui rasa bersalah yang berlarutlarut. Keluarga besar pun turut menangung malu sehingga menjadi beban mental yang berat.

(9)

15

b. Mengakibatkan kehamilan dan Aborsi Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada masa subur. Kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kahamilan yang dianggap “kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya. Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.

Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiologi dari Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya.

Dalam pandangan lain, penyimpangan perilaku merupakan proses belajar. Edwin H Shutherland (1974) menyebutnya differential association untuk mengindikasikan bahwa sebagian besar dari kita belajar untuk menyimpang dari norma-norma masyarakat melalui kelompok-kelompok yang berbeda tempat kita bergaul. Menurutnya penyimpangan adalah konsekuensi kemahiran dan penguasaan suatu sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari sub kultur atau diantara teman-teman sebaya yang menyimpang. Ada sembilan proposisi dalam teori asosiasi deferensial ini :

1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari. 2. Perilaku menyimpang dipelajari seseorang dalam interaksinya dengan orang

lain dan melibatkan komunikasi yang intens.

3. Perilaku menyimpang terjadi dalam kelompok-kelompok personal yang intim dan akrab.

4. Hal-hal yang dipelajari dalam proses terbentuknya perilaku menyimpang adalah : (a) teknis-teknis penyimpangan; (b) petunjuk khusus tentang motivasi, dorongan dan rasionalisasi.

(10)

16

5. Tujuan khusus motifasi dan dorongan dipelajari dari mendifinisikan norma yang mneguntungkan dan tiadak menguntungkan. Proposisi ini meurpakan pengakuan adanya pertentangan norma. Individu akan mempelajari alasan baik untuk menganut atau melanggar peran yang diberikan. Misalnya, seseorang akan mencuri suatu barang yang diasuransikan sehingga pemiliknya tidak terlalu rugi.

6. Seseorang menjadi menyimpang karena pertimbangan yang lebih menguntungkan jika melanggar norma dibandingkan dengan tidak melanggarnya. Ini adalah proposisi kunci teori ini. Perilaku individu dipengaruhi pengalaman belajar yang saling bertentangan, jika penyimpangan dianggap lebih menguntungkan ia akan melakukan penyimpangan. Perlu dicatat bahwa hubungan asosiasi disini bukan hanya dengan penyimpang, tetapi juga dengan definisi, norma atau pola perilaku. Proposisi ini juga menjelaskan bahwa seseorang tidak menjadi penyimpang karena pertimbangan yang menguntungkan jika tidak melakukan penyimpangan.

7. Diferensial association beragam dalam frekuensi, durasu, prioritas dan intensitas. Frekuensi dan durasi adalah penjelasan pribadi tergantung berapa lama seseorang terekspos oleh definisi tertentu dan kapan dimulainya. Intensitas menyangkut prestos sumber pola perilaku.

8. Proses belajar perilaku menyimpang melalui asosiasi dengan pola penyimpang dan non-penyimpang termasuk ke dalam semua mekanisme yang ada pada proses belajar. Jadi tidak ada proses belajar yang unik dalam proses melakukan perilaku menyimpang.

9. Walaupun perilaku menyimpang adalah ekspresi kebutuhan umum dan nilai-nilai, ia tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai itu karena perilaku non-menyimpang juga merupakan ekspresi dari kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.

Dalam fenomena seks pranikah di kalangan remaja merupakan akibat dari adanya pertentangan nilai dan norma dalam hubungan lawan jenis atau hubungan berpacaran. Fenomena seks pranikah diawali dengan berpacaran. Berpacaran

(11)

17

sebenarnya juga sudah melanggar nilai dan norma, seperti pergi berduaan, berpegangan tangan, berciuman bahkan sampai melakukan seks pranikah. Konstruksi sosial membiarkan laki-laki dan perempuan untuk berpacaran tanpa pelarangan yang memaksa. Hal tersebut tanpa disadari mempengaruhi perilaku pasangan pacaran. Semakin banyak yang mengikuti maka semakin kecil pengawasan terhadap penyimpangan sosial tersebut.

(12)

18 2.6 Kerangka Pikir

Bagan 1

Kerangka Pikir Penelitian Keterangan :

Individu heteroseksual berinteraksi yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang untuk menjalin suatu hubungan yaitu berpacaran. Ketika berpacaran remaja melakukan seks pranikah, yaitu suatu penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang dimaksud adalah suatu penyimpangan atau penyelewengan atas nilai dan norma yang telah disepakati oleh masyarakat baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Dalam proses berpacaran tersebut muncul perilaku seks atau seks pranikah dan apa sajakah faktor-faktor yang mendorong terjadinya perilaku seks pranikah tersebut. Dalam masyarakat hubungan seks dilakukan oleh orang-orang yang cukup umur dan setelah melakukan pernikahan baik negara maupun agama. Namun, ketika berpacaran terdapat remaja yang sudah melakukan seks pranikah, inilah yang bisa dikatakan sebagai penyimpangan sosial. Kemudian dampak apa yang akan didapat remaja ketika dia sudah melakukan seks pranikah.

Penyimpangan Sosial Remaja Perempuan

Remaja Laki-laki

Berpacaran Seks Pranikah

Faktor Penyebab Munculnya Perilaku Seks Pranikah

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan kuantitatif diberikan untuk menentukan interval perawatan yang optimal sedangkan Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada 13 equipment terdapat 15 bentuk

Pilihan akat atau diksi bukan hanya memilih kata-katayang cocok dan tepat untuk digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan fraseologi (cara

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan ibu dalam menghadapi menopause di Dusun Karangploso Sitimulyo Piyungan Bantul,

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Manajemen pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Gambar 3.96 Rancangan Layar Transaksi Laporan Absensi Siswa per Term...456. Gambar 3.97 Rancangan Layar Transaksi Laporan Absensi Siswa

Gambar 3.53 Sequence untuk hitung rute dengan Dual Genetic Algorithm 131 Gambar 3.54 Sequence untuk hitung rute dengan Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm 132 Gambar 3.55

Sikap ilmiah siswa kelas VIIc SMPN 15 Kota Bengkulu meningkat dari kategori cukup pada siklus I menjadi ketegori baik pada siklus II untuk setiap dimensi sikap yaitu

penulis yakin akan mendapatkan solusi yang tepat untuk mencapai tujuan karena PAR melibatkan langsung orang- orang yang terlibat dengan pokok permasalahan Marlins Test