• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku Utara Bulan September 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku Utara Bulan September 2017"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA

Perkembangan

Nilai Tukar Petani

Provinsi Maluku Utara

Bulan September 2017

 Pada September 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku Utara sebesar 101,65 atau mengalami peningkatan 0,91 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Agustus 2017) yang sebesar 100,73.

 Dari 10 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia, NTP September 2017 terhadap Agustus 2017 terjadi peningkatan NTP di delapan provinsi, sementara dua lainnya mengalami penurunan. Peningkatan NTP tertinggi terjadi di Sulawesi Barat yaitu 1,41 persen, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Sulawesi Selatan sebesar -0,70 persen.

 Secara nasional NTP mengalami peningkatan dari Agustus 2017 ke September 2017 yaitu dari 101,60 menjadi 102,22 atau naik 0,61 persen.

 Pada September 2017, Provinsi Maluku Utara mengalami inflasi perdesaan negatif atau mengalami deflasi sebesar 0,38 persen yang disebabkan oleh turunnya indeks harga pada dua kelompok pengeluaran.

 Inflasi Perdesaan Nasional pada bulan September 2017 sebesar -0,27 persen atau mengalami deflasi, yang disebabkan oleh penurunan indeks harga pada kelompok bahan makanan.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi Maluku Utara September 2017 sebesar 113,27 atau naik 0,17 persen

Nilai Tukar

Petani (NTP)

Provinsi Maluku

Utara sebesar

101,65 atau

meningkat 0,91

persen dari

Agustus 2017

(2)

2

1.

Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.

Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan pada tujuh kabupaten di Provinsi Maluku Utara Bulan September 2017, NTP Provinsi Maluku Utara naik 0,91 persen dibandingkan NTP Agustus 2017, yaitu dari 100,73 menjadi 101,65. Peningkatan NTP pada September 2017 disebabkan karena indeks harga hasil produksi pertanian (It) mengalami kenaikan sebesar 0,69 persen, sementara indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,22 persen.

Naiknya NTP Provinsi Maluku Utara September 2017 disebabkan oleh naiknya NTP pada 4 (empat) subsektor yaitu, NTP Subsektor Tanaman Holtikultura naik sebesar 1,55 persen, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik 2,01 persen, NTP Subsektor Peternakan naik 0,22 persen, dan NTP Subsektor Perikanan naik sebesar 0,55 persen. Sementara itu NTP Subsektor Tanaman Pangan mengalami penurunan sebesar 1,06 persen.

1. Indeks Harga yang Diterima Petani (It)

Indeks Harga yang Diterima Petani (It) dari kelima subsektor menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada September 2017, di Maluku Utara indeks harga yang diterima petani (It) secara umum mengalami peningkatan sebesar 0,69 persen dibanding Agustus 2017, yaitu dari 128,32 menjadi 129,20. Jika dilihat menurut subsektornya terjadi peningkatan It pada empat subsektor (Holtikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan, dan Perikanan), sementara Subsektor Tanaman Pangan mengalami penurunan It.

2. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib)

Melalui Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.

Pada September 2017, Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) di Provinsi Maluku Utara turun sebesar 0,22 persen bila dibanding Agustus 2017, yaitu dari 127,39 menjadi 127,11. Jika dilihat menurut subsektornya, terjadi penurunan Ib pada semua subsektor.

(3)

Tabel 1

Nilai Tukar Petani Maluku Utara Per Subsektor, Agustus 2017 – September 2017

(2012=100)

Subsektor Bulan Perubahan (%) Agustus 2017 September 2017 (1) (2) (3) (4) 1. Tanaman Pangan

a. Indeks yang Diterima (It) 130,98 129,36 -1,24

b. Indeks yang Dibayar (Ib) 129,08 128,84 -0,18

c. Nilai Tukar Petani (NTPP) 101,48 100,40 -1,06

2. Hortikultura

a. Indeks yang Diterima (It) 138,18 139,94 1,27

b. Indeks yang Dibayar (Ib) 128,19 127,84 -0,27

c. Nilai Tukar Petani (NTPH) 107,79 109,47 1,55

3. Tanaman Perkebunan Rakyat

a. Indeks yang Diterima (It) 120,79 122,88 1,73

b. Indeks yang Dibayar (Ib) 128,40 128,05 -0,27

c. Nilai Tukar Petani (NTPR) 94,07 95,96 2,01

4. Peternakan

a. Indeks yang Diterima (It) 130,67 130,80 0,10

b. Indeks yang Dibayar (Ib) 121,48 121,33 -0,12

c. Nilai Tukar Petani (NTPT) 107,57 107,81 0,22

5. Perikanan

a. Indeks yang Diterima (It) 129,13 129,76 0,48

b. Indeks yang Dibayar (Ib) 126,02 125,94 -0,06

c. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (NTNP) 102,47 103,03 0,55

5.1 Perikanan Tangkap

a. Indeks yang Diterima Nelayan (It) 128,96 129,70 0,57

b. Indeks yang Dibayar Nelayan (Ib) 125,95 125,88 -0,06

c. Nilai Tukar Nelayan (NTN) 102,39 103,03 0,63

5.2 Perikanan Budidaya

a. Indeks yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) 130,90 130,36 -0,41

b. Indeks yang Dibayar Pembudidaya Ikan (Ib) 126,69 126,49 -0,16

c. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) 103,32 103,06 -0,26

Gabungan/Maluku Utara

a. Indeks yang Diterima (It) 128,32 129,20 0,69

b. Indeks yang Dibayar (Ib) 127,39 127,11 -0,22

(4)

4

3. NTP Subsektor

a. Subsektor Tanaman Pangan (NTPP)

Pada September 2017, Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Pangan (NTPP) mengalami penurunan sebesar 1,06 persen dibandingkan dengan NTPP bulan Agustus 2017. Hal ini disebabkan indeks harga yang diterima petani (It) mengalami penurunan sebesar 1,24 persen, lebih besar dibandingkan penurunan yang terjadi pada indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang sebesar 0,18 persen.

Penurunan indeks harga yang diterima petani (It) pada Subsektor Tanaman Pangan ini disebabkan oleh turunnya harga secara rata-rata pada kelompok padi dan palawija masing-masing sebesar 0,99 persen dan 1,38 persen (terutama gabah, kacang tanah, ketela pohon/ubi kayu, dan ubi jalar). Penurunan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Pangan disebabkan oleh turunnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 0,29 persen, sementara itu Indeks Biaya Produksi dan Pembelian Barang Modal (BPPBM) naik sebesar 0,40 persen.

b. Subsektor Hortikultura (NTPH)

Pada September 2017, Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Hortikultura (NTPH) mengalami peningkatan 1,55 persen dibandingkan dengan NTPH bulan Agustus 2017. Hal ini disebabkan karena indeks harga yang diterima petani (It) meningkat sebesar 1,27 persen sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,27 persen.

Peningkatan indeks harga yang diterima petani (It) pada Subsektor Tanaman Hortikultura ini disebabkan oleh naiknya harga secara rata-rata pada kelompok sayur-sayuran dan buah-buahan masing-masing sebesar 0,40 persen dan 1,79 persen (terutama buncis, cabai rawit, durian, dan semangka). Penurunan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Hortikultura disebabkan oleh turunnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 0,36 persen, sementara indeks BPPBM mengalami peningkatan sebesar 0,26 persen.

c. Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR)

Pada September 2017, Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) mengalami peningkatan sebesar 2,01 persen. Hal ini disebabkan karena naiknya indeks harga yang diterima petani (It) yaitu sebesar 1,73 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,27 persen.

Peningkatan indeks harga yang diterima petani (It) disebabkan oleh naiknya harga secara rata-rata pada kelompok tanaman perkebunan rakyat sebesar 1,73 persen (terutama cengkeh, biji pala dan kelapa). Penurunan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat disebabkan oleh turunnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 0,50 persen, sementara indeks Biaya Produksi dan Pembelian Barang Modal (BPPBM) mengalami peningkatan sebesar 0,90 persen.

(5)

d. Subsektor Peternakan (NTPT)

Pada September 2017, Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan (NTPT) mengalami peningkatan sebesar 0,22 persen. Hal ini disebabkan karena indeks harga yang diterima petani (It) mengalami peningkatan sebesar 0,10 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,12 persen.

Peningkatan indeks harga yang diterima petani (It) disebabkan oleh naiknya harga secara rata-rata pada satu kelompok, yaitu kelompok ternak besar naik sebesar 0,80 persen. Komoditas yang mengalami peningkatan harga antara lain sapi potong dan kerbau. Penurunan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Peternakan disebabkan oleh turunnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 0,31 persen dan naiknya indeks Biaya Produksi dan Pembelian Barang Modal (BPPBM) sebesar 0,08 persen.

e. Subsektor Perikanan (NTNP)

Pada September 2017, NTNP mengalami peningkatan sebesar 0,55 persen. Hal ini disebabkan karena karena indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,48 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,06 persen.

1) Kelompok Penangkapan Ikan (Nilai Tukar Nelayan/NTN)

Pada September 2017, NTN mengalami peningkatan sebesar 0,63 persen. Hal ini disebabkan karena karena indeks harga yang diterima petani (It) mengalami peningkatan sebesar 0,57 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,06 persen.

Peningkatan It disebabkan oleh naiknya harga secara rata-rata pada kelompok penangkapan laut sebesar 0,57 persen (terutama ikan kembung, ikan tongkol, dan ikan teri). Sedangkan penurunan yang terjadi pada Ib disebabkan oleh Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mengalami penurunan sebesar 0,25 persen sementara Indeks Biaya Produksi dan Pembelian Barang Modal (BPPBM) mengalami peningkatan sebesar 0,30 persen.

2) Kelompok Budidaya Ikan (Nilai Tukar Pembudidaya Ikan/NTPi)

Pada September 2017, NTPi turun sebesar 0,26 persen. Hal ini disebabkan indeks harga yang diterima petani (It) mengalami penurunan sebesar 0,41 persen, lebih besar daripada penurunan indeks harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 0,16 persen.

Penurunan It disebabkan oleh turunnya harga secara rata-rata pada kelompok budidaya air laut sebesar 0,49 persen (terutama ikan kerapu), sementara kelompok budidaya air tawar relatif stabil. Penurunan yang terjadi pada Ib disebabkan oleh Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mengalami penurunan sebesar 0,27 persen, serta Indeks Biaya Produksi dan Pembelian Barang Modal (BPPBM) naik 0,13 persen.

(6)

6

Tabel 2.

Indeks Diterima dan Dibayar Petani Per Subsektor dan Perubahannya,

Agustus 2017 – September 2017 (2012=100)

Kelompok dan Sub kelompok

Bulan Perubahan (%) Agustus 2017 September 2017 (1) (2) (3) (4) 1. Tanaman Pangan

a. Indeks Diterima Petani 130,98 129,36 -1,24

- Padi 125,34 124,09 -0,99

- Palawija 134,31 132,46 -1,38

b. Indeks Dibayar Petani 129,08 128,84 -0,18

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 132,77 132,39 -0,29

- Indeks BPPBM 111,54 111,99 0,40

2. Hortikultura

a. Indeks Diterima Petani 138,18 139,94 1,27

- Sayur-sayuran 147,42 148,00 0,40

- Buah-buahan 134,40 136,80 1,79

- Tanaman Obat 132,05 132,62 0,44

b. Indeks Dibayar Petani 128,19 127,84 -0,27

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131,29 130,82 -0,36

- Indeks BPPBM 111,72 112,00 0,26

3. Tanaman Perkebunan Rakyat

a. Indeks Diterima Petani 120,79 122,88 1,73

- Tanaman Perkebunan Rakyat 120,79 122,88 1,73

b. Indeks Dibayar Petani 128,40 128,05 -0,27

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131,10 130,44 -0,50

- Indeks BPPBM 116,03 117,08 0,90

(7)

Lanjutan Tabel 2.

Kelompok dan Sub kelompok

Bulan Perubahan (%) Agustus 2017 September 2017 (1) (2) (3) (4) 4. Peternakan

a. Indeks Diterima Petani 130,67 130,80 0,10

- Ternak Besar 132,08 133,14 0,80

- Ternak Kecil 127,92 127,05 -0,68

- Unggas 133,81 132,54 -0,95

- Hasil Ternak 122,31 121,75 -0,46

b. Indeks Dibayar Petani 121,48 121,33 -0,12

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 133,03 132,61 -0,31

- Indeks BPPBM 110,82 110,91 0,08

5. Perikanan

a. Indeks Harga yang Diterima Nelayan dan Pembudidaya

Ikan (It) 129,13 129,76 0,48

b. Indeks Harga yang Dibayar Nelayan dan Pembudidaya

Ikan (Ib) 126,02 125,94 -0,06

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 132,58 132,24 -0,25

- Indeks BPPBM 115,38 115,71 0,28

5.1. Perikanan Tangkap

a. Indeks Harga yang Diterima Nelayan (It) 128,96 129,70 0,57

- Penangkapan Laut 128,96 129,70 0,57

b. Indeks Harga yang Dibayar Nelayan (Ib) 125,95 125,88 -0,06

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 132,56 132,23 -0,25

- Indeks BPPBM 115,56 115,90 0,30

5.2. Perikanan Budidaya

a. Indeks Harga yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) 130,90 130,36 -0,41

- Budidaya Air Tawar 130,97 130,97 0,00

- Budidaya Air Laut 131,66 131,02 -0,49

b. Indeks Harga yang Dibayar Pembudidaya Ikan (Ib) 126,69 126,49 -0,16

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 132,75 132,39 -0,27

(8)

8

4. Perbandingan NTP Antar Provinsi di Kawasan Timur Indonesia

Dari 10 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia, NTP September 2017 terhadap Agustus 2017 terjadi peningkatan NTP di delapan provinsi, sementara dua lainnya mengalami penurunan. Peningkatan NTP tertinggi terjadi di Sulawesi Barat yaitu 1,41 persen, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Sulawesi Selatan sebesar -0,70 persen. Secara nasional NTP mengalami peningkatan dari Agustus 2017 ke September 2017 yaitu dari 101,60 menjadi 102,22 atau naik sebesar 0,61 persen.

Tabel 3.

Nilai Tukar Petani (NTP) dan Persentase Perubahannya di Kawasan Timur Indonesia,

September 2017 (2012=100)

No. Provinsi

It Ib NTP

Indeks Perubahan % Indeks Perubahan % Indeks Perubahan %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Sulawesi Utara 117,85 -0,16 126,73 -0,93 92,99 0,79 2 Sulawesi Tengah 122,03 -0,20 129,22 -0,43 94,43 0,23 3 Sulawesi Selatan 129,03 -0,73 129,01 -0,03 100,02 -0,70 4 Sulawesi Tenggara 120,02 -0,18 127,67 -0,21 94,01 0,03 5 Gorontalo 134,24 -0,78 127,27 -0,88 105,48 0,10 6 Sulawesi Barat 133,06 1,24 123,69 -0,17 107,57 1,41 7 Maluku 131,07 0,13 129,34 -0,04 101,33 0,17 8 Maluku Utara 129,20 0,69 127,11 -0,22 101,65 0,91 9 Papua Barat 128,01 0,26 127,64 -0,27 100,29 0,53 10 Papua 120,18 -0,38 128,19 0,07 93,75 -0,44 Nasional 130,94 0,49 128,10 -0,12 102,22 0,61

(9)

5. Inflasi Perdesaan

Perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mencerminkan angka inflasi/deflasi perdesaan. Provinsi Maluku Utara, pada September 2017 terjadi inflasi perdesaan sebesar -0,38 persen atau mengalami deflasi yang disebabkan oleh turunnya indeks pada dua kelompok pengeluaran yaitu Kelompok Bahan Makanan sebesar -1,21 persen, dan Kelompok Perumahan sebesar -0,13 persen.

Tabel 4.

Persentase Perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Provinsi Maluku Utara dan

Nasional Menurut Kelompok Pengeluaran, September 2017 (2012=100)

Kelompok Pengeluaran

Maluku Utara Nasional

IKRT Inflasi Perdesaan IKRT Inflasi Perdesaan Agustus 2017 September 2017 Agustus 2017 September 2017 Konsumsi Rumah Tangga 131,85 131,34 -0,38 133,52 133,15 -0,27 Bahan Makanan 137,62 135,96 -1,21 142,88 141,69 -0,83 Makan Jadi,

Minuman, Rokok & Tembakau 130,95 132,01 0,80 132,14 132,28 0,10 Perumahan 126,20 126,03 -0,13 128,04 128,27 0,18 Sandang 128,84 129,51 0,51 127,55 127,70 0,12 Kesehatan 126,59 126,73 0,12 123,11 123,32 0,18 Pendidikan, Rekreasi

& Olah Raga 111,02 111,03 0,01 118,05 118,15 0,09

Transportasi &

(10)

10

Tabel 5.

Persentase Perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) dan Inflasi Perdesaan

Menurut Provinsi di Kawasan Timur Indonesia, September 2017 (2012=100)

No. Provinsi IKRT Inflasi Perdesaan Agustus 2017 September 2017 (1) (2) (3) (4) (5) 1 Sulawesi Utara 133,05 131,40 -1,24 2 Sulawesi Tengah 136,13 135,27 -0,64 3 Sulawesi Selatan 135,69 135,57 -0,09 4 Sulawesi Tenggara 132,58 132,13 -0,34 5 Gorontalo 135,79 134,11 -1,23 6 Sulawesi Barat 127,65 127,36 -0,23 7 Maluku 135,18 135,16 -0,01 8 Maluku Utara 131,85 131,34 -0,38 9 Papua Barat 134,16 133,67 -0,36 10 Papua 135,45 135,55 0,07 Nasional 133,52 133,15 -0,27

Dari 10 provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang dihitung IKRT-nya pada September 2017, hanya satu provinsi mengalami inflasi perdesaan, sementara sembilan lainnya mengalami deflasi. Papua merupakan provinsi yang mengalami inflasi perdesaan di Kawasan Timur Indonesia yaitu sebesar 0,07 persen sedangkan Sulawesi Utara merupakan provinsi dengan deflasi tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yaitu sebesar -1,24 persen. Secara nasional terjadi deflasi sebesar 0,27 persen yang disebabkan oleh turunnya indeks pada kelompok bahan makanan.

6. Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Subsektor

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana komponen Ib hanya terdiri dari Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM). NTUP dapat lebih mencerminkan kemampuan produksi petani, karena merupakan hasil perbandingan antara hasil produksi pertanian dengan ongkos/biaya produksinya.

(11)

NTUP Provinsi Maluku Utara pada September 2017 secara umum mengalami peningkatan sebesar 0,17 persen. Peningkatan NTUP disebabkan oleh naiknya NTUP pada empat subsektor, yaitu NTUP Subsektor Hortikultura naik sebesar 1,02 persen, NTUP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik sebesar 0,83 persen, NTUP Subsektor Peternakan naik sebesar 0,01 persen dan NTUP Subsektor Perikanan naik sebesar 0,20 persen dimana NTUP Perikanan Tangkap naik sebesar 0,27 persen dan NTUP Perikanan Budidaya turun sebesar 0,54 persen. Sementara itu, NTUP Subsektor Tanaman Pangan mengalami penurunan sebesar 1,64 persen.

Tabel 6.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) per Subsektor, dan Persentase

Perubahannya di Provinsi Maluku Utara, Agustus 2017 – September 2017 (2012=100)

Subsektor Agustus 2017 September 2017 % Perubahan

(1) (2) (3) (4)

1. Tanaman Pangan 117,43 115,50 -1,64

2. Hortikultura 123,69 124,95 1,02

3. Tanaman Perkebunan Rakyat 104,10 104,96 0,83

4. Peternakan 117,92 117,94 0,01

5. Perikanan 111,92 112,14 0,20

a. Perikanan Tangkap 111,60 111,91 0,27

b. Perikanan Budidaya 115,31 114,69 -0,54

NTUP Gabungan/Maluku Utara 113,08 113,27 0,17

Diterbitkan oleh:

Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara

Jl. Stadion No. 65 Ternate 97712

Abdul Rachman Sahib, SE

Kepala Bidang Statistik Distribusi Email : kabiddist8200@bps.go.id Website : http://malut.bps.go.id

Konten Berita Resmi Statistik dilindungi oleh Undang-Undang, hak cipta melekat pada Badan Pusat Statistik. Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi tulisan ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik.

Referensi

Dokumen terkait

Kesesuaian ini menurut al-Faruqi didasarkan pada tiga prin- sip kesatuan kebenaran ( unity of truth ) yang mendasari semua pengetahuan Islam; a) Tidak ada pertentangan

Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang perkembangan pesantren dimasa lalu kita hanya bisa menduga- duga tentang ciri-ciri pengaruhnya dalam kehidupan keagamaan

Indikator kinerja Renstra STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta terdiri dari tujuh bidang yaitu : Keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat akademis internasional melalui

Pada perancangan alat ini, terdapat dua tahap yaitu perancangan hardware yang berisi rancangan mekanik dan rancangan rangkaian yang dibutuhkan, dan rancangan software

Setelah mencermati dan mempelajari Nota Keuangan dan Raperda Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun Anggaran 2014 dan Rancangan Peraturan

Intensifikasi Pembudidayaan Ikan yang selanjutnya disebut INBUDKAN adalah salah satu program pembangunan perikanan budidaya, dengan menitikberatkan pada gerakan bersama dari

- Penelitian ini diharapkan dan membantu para pembaca dalam memahami Total Quality Management yang sudah diterapkan pada perusahaan manufaktur, dan memberikan

Latar belakang yang mendasari prosesing benih sistem kering yaitu kondisi cuaca yang tidak menentu dalam melaksanakan prosesing benih sistem basah, seperti hujan,