BAB 5
Kerangka Dan Strategi Pembiayaan Infrastruktur
Bidang Cipta Karya di Kabupaten Way Kanan
Sesuai UU No. 23 tahun 2014 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan
bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong
untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan
permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah
daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian,
pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.
Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai
pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan
pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang
dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar
pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor
swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang
dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah,
diharapkan dapat disusun langkah-‐langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta
Karya di daerah.
Pembahasan kerangka dan strategi pembiayaan dalam RPIJM bidang Cipta Karya pada
dasarnya bertujuan untuk mengidentifikasi kapasitas belanja dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya. Baik dari pendanaan yang bersumberkan APBD
Kabupaten/Kota, APBN, maupun yang berasal dari alternatif sumber pembiayaan antara lain
dari masyarakat dan sektor swasta guna untuk mendukung pembangunan bidang Cipta
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam
peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-‐Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah
diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Dalam hal ini,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat
yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
serta agama.
2. Undang-‐Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah
daerah didukung sumber-‐sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan
daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan
Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana
Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus.
Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian
Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan
Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan
berdasarkan criteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada
Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan
kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman
daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan
Non-‐Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman
langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam
melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD
tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan
DPRD.
6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres
56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan
dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah
permukiman dan prasarana persampahan.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011):
Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan
Pendapatan Lain yang Sah.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk
pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan criteria
teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air
minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan
diperdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria
teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan
dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang
mempertimbangkan:
§ Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
§ Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-‐kan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan
kriteria teknis:
§ kerawanan sanitasi;
§ cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan
Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai
dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker
Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan
infrastruktur ke-‐PU-‐an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah
dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber
dana kegiatan pembangunan Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM bidang Cipta Karya
meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di
tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum
dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana
lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan
dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR). 5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-‐dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan prasarana yang belum ada,
pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan
peningkatan prasarana yang telah ada.
5.1
POTENSI PENDANAAN APBD
Bagian ini menggambarkan potensi pendanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya pada APBD Kabupaten Way Kanan.
Tabel 5.1 Matriks Potensi Pendanaan APBD Kabupaten Way Kanan
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi
terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar
trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD
terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama
dengan rata-‐rata proporsi tahun-‐tahun sebelumnya.
kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta
Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan
peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada
suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta
Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah
tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai
prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah
pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses
pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman
nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan
masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum,
Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis.
Bagian ini berisikan potensi pendanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
melalui APBN Direktorat Jenderal Cipta Karya, baik melalui pendanaan yang disalurkan Ditjen
Cipta Karya kepada SNVT di daerah maupun melalui melalui penganggaran Dana Alokasi
Khusus.
Tabel 5.2 Matriks Potensi Pendanaan Bersumber APBN
SEKTOR REALISASI
TAHUN-‐5 TAHUN-‐4 TAHUN-‐3 TAHUN-‐2 TAHUN-‐1
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pengembangan Kawasan Permukiman
19.500.000.000 17.100.000.000 9.800.000.000 22.160.000.000 17.021.918.000
Penataan Bangunan dan Lingkungan
SEKTOR REALISASI
TAHUN-‐5 TAHUN-‐4 TAHUN-‐3 TAHUN-‐2 TAHUN-‐1
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pengembangan
SPAM 59.008.000.000 46.500.000.000 36.500.000.000 22.250.000.000 7.234.000.000
Pengembangan
PLP 5.200.000.000 3.300.000.000 5.600.000.000 10.900.000.000 6.100.000.000
DAK Air Minum 4.728.052.549 4.592.891.796 4.461.594.880 4.334.051.348 4.210.153.900
DAK Sanitasi 8.584.535.768 7.804.123.441 7.094.657.674 6.449.688.795 5.863.353.450
Total Alokasi
APBN 112.920.588.317 89.327.015.237 65.056.252.554 71.693.740.143 42.329.425.350
Keterangan:
(1) Sektor Cipta Karya
(2) (3) (4) (5) (6) Tahun realisasi kegiatan dalam jangka waktu lima tahun kedepan
Penghitungan proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dilakukan dengan menggunakan
asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya.
5.3
ALTERNATIF SUMBER PENDANAAN
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka
dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya
melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi
costrecovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-‐cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta
PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk
pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)
dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun
daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan
Di beberapa daerah, skema pembiayaan alternatif ini sudah banyak dilakukan untuk
menunjang pembangunan Cipta Karya. Informasi kegiatan-‐kegiatan eksisting perlu disajikan
dalam RPIJM untuk melihat potensi pembiayaan dari dunia usaha di daerah tersebut. Contoh
(5) Penjelasan/status kegiatan potensi KPS/CSR
untuk Potensi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya melalui
5.4
STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA
Sebagai kesimpulan dari Analisis Kerangka dan Strategi Pembiayaan Infrastruktur Bidang
Cipta Karya, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan
bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah
daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan
strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong
pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi
kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka
Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi
pembangunan infrastruktur permukiman. Satgas RPIJM daerah perlu merumuskan strategi
peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang meliputi berbagai
hal dan aspek terkait sumber pendanaan yang berpotensi untuk melaksanakan usulan
program yang ada dalam RPIJM. Adapun beberapa strategi peningkatan investasi
pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang telah kami persiapkan adalah sebagai
berikut:
I. Peningkatan APBD kabupaten untuk pendanaan bidang Cipta Karya
II. Peningkatan penerimaan daerah mengenai pendanaan pusat (APBN) dan efisiensi
penggunaan anggaran
III. Peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah
IV. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan
bidang Cipta Karya
V. Pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi insfrastruktur permukiman
yang sudah ada/sudah tersedia.
VI. Pengembangan infrastruktur skala regional.
Sedangkan untuk langkah-‐langkah konkrit yang perlu dilakukan pemerintah Kabupaten Way
Kanan pada khususnya untuk meningkatkan investasi pembangunan infrastruktur di bidang
Cipta Karya antara lain: meningkatkan kinerja keuangan perusahaan daerah, melakukan
5.4.1 Peningkatan Kinerja Keuangan Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk
menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah
daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah.
Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat
kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan
secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu
alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya. Dalam hal ini, perusahaan
daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk
business pla.
5.4.2 Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup
defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat
bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga
keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011
Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman adalah: Dalam hal
Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib
memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
bersumber dari Pemerintah.
d. Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan
ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus
memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah.
5.4.3 Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun
daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan
swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Selain itu optimalisasi
perusahan swasta dalam hal melakukan pemberian dana CSR (corporate social responsibility)kepada pemerintah juga sangat perlu dilakukan.