• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Taksonomi Contextual Performance Dalam Konteks Manajemen Publik Engkus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 Taksonomi Contextual Performance Dalam Konteks Manajemen Publik Engkus"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

TAKSONOMI

CONTEXTUAL PERFORMANCE

DALAM

KONTEKS MANAJEMEN PUBLIK

Engkus

ABSTRAK

Sebagian peneliti menafsirkan kinerja sebagai konsep yang berdimensi tunggal. Perkembangan menunjukkan bahwa kinerja

dapat tersusun atas task performance dan contextual

performance. Di antara kedua jenis performance ini, contextual

performance masih belum memiliki taksonomi yang jelas. Studi

ini mencoba mengurai taksonomi contextual performance.

Melalui teknik analisis faktor dan subjek pegawai negeri sipil, studi ini menemukan bahwa contextual performance tersusun atas tiga komponen pembentuknya.

Kata kunci : contextual performance, task performance, sektor publik, analisis faktor.

I.

PENDAHULUAN

Staw dan Boettger (1990) mengemukakan bahwa kinerja kerja individual

pegawai telah memainkan peranan sentral dalam riset keorganisasian. Menurut

kedua penulis ini, gerakan administrasi ilmiah yang dipelopori oleh F. W. Taylor

dan koleganya di awal tahun 1900an telah mulai menyoroti kinerja, meskipun

secara sempit merujuk pada efisiensi produksi dan produktivitas pegawai. Tahun

1913, Mustenberg mulai melakukan riset ilmiah mengenai kinerja, diikuti oleh

human relation movement dan terus berkembang sampai munculnya pemikiran

Likert (1961) dan Vroom (1964).

Behn (2003) menyatakan bahwa setiap orang mengukur kinerja. Namun,

(2)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

konsep yang berdimensi tunggal. Kinerja diukur berdasarkan persepsi atas

komponen-komponen kuantitas hasil kerja atau produktivitas yang berkaitan

dengan keahlian (profiency) dimana individu melaksanakan tugas yang

ditetapkan dalam deskripsi pekerjaan (Griffin et al., 1997; Neibuhr dan Norris,

1984; Tuten dan Neidenmeyer, 2004).

Meskipun definisi kinerja tidak beranjak jauh dari makna keahlian atau

kecakapan (profiency), para peneliti mengembangkan beberapa pandangan baru

dalam mengukur komponen-komponen kinerja. Borman Motowidlo (1993)

mengembangkan dua dimensi kinerja yaitu task performance dan contextual

performance. Di antara kedua dimensi tersebut, contextual performance relatif kurang memperoleh perhatian dari peneliti (Motowidlo and Scotter, 1994; Motowidlo, 2003).

Para peneliti mengembangkan taksonomi mengenai komponen-komponen

pengukur contextual performance, dan memperoleh hasil yang berbeda. Borman

dan Motowidlo (1997) mengembangkan 5 komponen. Coleman dan Borman

(2000) menemukan 3 komponen contextual performance. Peneliti lain yaitu

Griffin et al. (2007) mengembangkan 9 komponen contextual performance.

Tulisan ini bertujuan untuk menyusun taksonomi contextual performance

dalam konteks administrasi publik. Pemilihan Pegawai Negri Sipil sebagai subjek

didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut. Pertama, penulis Indonesia

seperti Sedarmayanti (2007) masih menggunakan kriteria tradisional ini sebagai

landasan pengukuran kinerja pegawai. Kedua, hasil studi pada disiplin berbeda

tidak dapat serta merta diekstrapolasikan pada sektor publik. Ketiga, penyusunan

kajian terhadap contextual performance secara umum masih tergolong langka

(3)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

II.

REVIEW LITERATUR

Randhawa (2005) mengemukakan bahwa kinerja pegawai merupakan

cornerstone dalam mengembangkan efektivitas dan keberhasilan setiap

organisasi. Combs et al. (2006) melakukan studi meta-analysis atas 92 hasil studi

dan menemukan bahwa kinerja individual memiliki pengaruh positif terhadap

kinerja organisasi. Dalam konteks pemerintahan lokal, Kelly dan Swindell (2002)

menyatakan bahwa kinerja pemerintah lokal merupakan indikator penting

terhadap kemajuan bagi pencapaian misi organisasi secara keseluruhan, dan dapat

dipandang sebagai ukuran internal bagi upaya-upaya dan pencapaian pelayanan

pada masyarakat.

Campbell et al. (1993) mendefinisikan kinerja sebagai “Those action or

behavior that are relevant to the organization’s goal and that can be scaled

(measured) in terms of each individual’s proficience (that is, level of

contribution).

Sebagian peneliti menafsirkan kinerja sebagai konsep yang berdimensi

tunggal. Kinerja diukur berdasarkan persepsi atas kuantitas hasil kerja pegawai

secara keseluruhan atau produktivitas (Norris dan Niebuhr, 1984; Tuten dan

Neidenmeyer, 2004). Persepsi pegawai terhadap aspek kuantitas hasil kerja

seperti “pekerjaan selesai tepat waktu” atau “sesuai target yang ditetapkan”

merupakan instrumen umum pengukuran kinerja. Identik dengan aspek kuantitas,

beberapa peneliti juga memasukkan unsur kualitas pekerjaan. Hal ini ditunjukkan

oleh pernyataan seperti ”pekerjaan saya nyaris tanpa kesalahan”

Komponen-komponen tersebut oleh Griffin et al. (1997) dievaluasi dalam

konteks keahlian atau profiency dimana individu melaksanakan yang ditetapkan

dalam deskripsi pekerjaan. Dalam perspektif ini, kinerja dievaluasi dievaluasi

sebagai hasil kerja atau outcomes yang diperoleh dari pelaksanaan pekerjaan

(4)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

Para peneliti lanjutan memandang bahwa konsep tradisional mengenai

kinerja sudah tidak sesuai lagi. Dalam 40 tahun terakhir, makna kinerja kerja

telah mengalami perubahan. Riset telah mengalami perubahan fokus dari

pekerjaan dan tugas-tugas rutin menjadi lebih luas mencakup pemahaman peran

kerja (work roles) dalam konteks dinamikan organisasional (Griffin et al., 2007).

Pendekatan-pendekatan awal terhadap kinerja kerja tidak mempertimbangkan

perilaku pegawai dalam lingkup lebih luas dalam sistem yang saling

ketergantungan dan penuh ketidakpastian. Beberapa konstruk baru telah

dimasukkan oleh para peneliti dalam menganggapi keterbatasan pendekatan

tradisional. Griffin et al. (2007) secara lengkap menyusun daftar konstruk yang

dimasukkan ke dalam konsep baru kinerja kerja.

Borman dan Motowidlo (1993) menyusun kinerja berdasarkan dua dimensi

yaitu task performance dan contextual performance. Mengenai taksonomi

contextual performance, kedua peneliti ini membaginya ke dalam 5 komponen

yaitu:

Volunteering to carry out task activities that not formally a part of the job;

Persisting with extra enthusiasm or effort when necessary to complete own

task activities successfully;

Helping and cooperating with others;

Following organizational rules and procedures even when personally

inconvenient;

Endorsing, supporting, and defending organizational objectives

Coleman dan Borman (2000) meneliti ulang taksonomi Borman dan

Motowidlo. Coleman dan Borman (2000) berhasil menyusun 27 konsep dan melalui teknik analisis faktor kedua peneliti ini menyusun tiga komponen

contextual performance yaitu interpersonal support, organisational support, dan

(5)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

Berdasarkan hasil kerja Coleman dan Borman (2000), Borman et al. (2001)

melakukan kajian ulang taksonomi tersebut dan menyusun 3 komponen

contextual performance yaitu personal support, organizational support, dan

conscientious initiative.

III.

METODE & PROSEDUR PENELITIAN

Contextual performance diukur berdasarkan tanggapan subjek terhadap

serangkaian item dimulai dengan angka 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai angka 5

(Sangat Setuju). Instrumen pengukuran kinerja mengadaptasi dari instrumen yang

telah dikembangkan oleh Suliman (2001). Pengujian reliabilitas yang dilakukan

oleh Suliman menunjukkan koefisien reliabilitas berkisar dari 0,68-0,94. Besaran

ini sangat baik, karenanya instrumen ini dapat diandalkan. Seluruh item yang

digunakan untuk mengukur kinerja berjumlah 15 item.

Subjek pada studi ini adalah 205 Pegawai Negeri Sipil suatu instansi

pemerintah di wilayah Bandung Metropolis yang mencakup kota Bandung,

Kabupaten Bandung, dan Cimahi.

Untuk mengevaluasi keberadaan dimensi-dimensi digunakan tehnik

analisis faktor melalui pendekatan exploratory factor analysis. Meskipun secara

teoritis terdapat dukungan mengenai keberadaan multidimensi komitmen

organisasional, pada studi ini justru ingin diketahui keberadaannya dalam seting

akuntansi di Indonesia. Tahapan-tahapan maupun berbagai kriteria/asumsi

analisis faktor mengacu pada rekomendasi Hair et al. (1998).

IV.

TEMUAN-TEMUAN

4.1. Asumsi-asumsi Analisis Faktor

Analisis faktor mensyaratkan jumlah observasi atau sampel minimal 50

(6)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

persyaratan bagi dilaksanakannya analisis faktor. Persyaratan lainnnya adalah

adanya sejumlah besar korelasi parsial antar variabel (item). Tabel 1 menyajikan

matriks korelasi antar item dengan jumlah total korelasi sebanyak 105 buah

korelasi. Berdasarkan Tabel 1, terdapat 68 korelasi yang signifikan pada level

0,01 (tercetak tebal) dan hanya 37 korelasi yang signifikan lebih dari level 0,01.

Jumlah tersebut merupakan basis yang lebih dari mencukupi untuk melakukan

analisis selanjutnya.

Tabel 1. Matriks Korelasi Antar Item

Var. K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K 10 K 11 K 12 K 13 K 14

K1 - - - -

K2 .002 - - - -

K3 .006 .000 - - - -

K4 .226 .000 .000 - - - -

K5 .221 .000 .008 .000 - - - -

K6 .494 .000 .000 .000 .000 - - - -

K7 .005 .040 .350 .013 .338 .000 - - - -

K8 .210 .006 .005 .000 .000 .001 .000 - - - -

K9 .322 .000 .000 .000 .000 .000 .054 .000 - - - - -

K10 .000 .197 .311 .002 .002 .162 .001 .000 .000 - - - -

K11 .053 .013 .000 .002 .002 .018 .079 .002 .000 .003 - - - -

K12 .203 .248 .002 .462 .056 .282 .101 .073 .016 .003 .000 - - -

K13 .192 .459 .336 .337 .156 .228 .058 .044 .017 .000 .002 .000 - -

K14 .002 .005 .007 .040 .005 .003 .008 .000 .000 .000 .000 .001 .000 -

(7)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

Berikutnya adalah melihat anti-image correlation untuk melihat korelasi

antar variabel dengan mempertimbangkan efek variabel lainnya. Tabel 2 berikut

menyajikan matriks anti-image correlation. Berdasarkan tabel tersebut nampak

bahwa nilai-nilai koefisien anti-image correlation seluruhnya berada di atas nilai

yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0.50 (garis diagonal pada tabel-tercetak tebal).

Tabel 2. Anti-image Matrices

Var. K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14 K15

K1 .623 -.166 -.097 .022 -.012 .057 -.148 .063 .069 -.063 -.040 .010 -.002 .015 -.187

K2 -.166 .749 -.322 -.087 -.034 -.094 -.089 .067 -.214 .018 .032 .051 .013 -.011 .076

K3 -.097 -.322 .706 -.101 .061 -.077 .096 -.073 -.029 .046 -.159 -.184 .143 -.119 .106

K4 .022 -.087 -.101 .751 -.499 -.091 -.031 -.190 -.023 -.044 -.076 .152 -.018 .078 -.016

K5 -.012 -.034 .061 -.499 .745 -.151 .104 .030 -.115 -.062 -.005 -.113 .044 -.027 -.109

K6 .057 -.094 -.077 -.091 -.151 .856 -.088 .004 -.124 .029 -.001 .037 .006 -.108 .096

K7 -.148 -.089 .096 -.031 .104 -.088 .656 -.259 .111 -.112 -.031 -.048 .010 -.085 .030

K8 .063 .067 -.073 -.190 .030 .004 -.259 .738 -.415 -.178 .110 -.010 .058 -.011 -.251

K9 .069 -.214 -.029 -.023 -.115 -.124 .111 -.415 .806 -.035 -.163 -.019 -.004 -.116 .010

K10 -.063 .018 .046 -.044 -.062 .029 -.112 -.178 -.035 .789 -.091 -.085 -.213 .123 -.028

K11 -.040 .032 -.159 -.076 -.005 -.001 -.031 .110 -.163 -.091 .822 -.198 -.011 -.125 -.049

K12 .010 .051 -.184 .152 -.113 .037 -.048 -.010 -.019 -.085 -.198 .692 -.208 .000 .020

K13 -.002 .013 .143 -.018 .044 .006 .010 .058 -.004 -.213 -.011 -.208 .657 -.436 -.026

K14 .015 -.011 -.119 .078 -.027 -.108 -.085 -.011 -.116 .123 -.125 .000 -.436 .712 -.340

K15 -.187 .076 .106 -.016 -.109 .096 .030 -.251 .010 -.028 -.049 .020 -.026 -.340 .740

Uji korelasi terakhir adalah Bartlett Test of Sphericity dan

Kaiser-Meyer-OlkinMeasure of Sampling Adequacy (KMO-MSA). Tabel 3 menunjukan bahwa

Bartlett Test of Sphericity memiliki nilai Chi-Square 699,162 dan signifikan pada

level 0,000. KMO-MSA memiliki nilai koefisien sebesar 0,744 dan berada diatas

nilai yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0,60. Dengan demikian, analisis faktor

(8)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik Tabel 3. KMO dan Bartlett's Test

Mengingat sifatnya yang eksploratori, pada tahap ini peneliti tidak

menetapkan berapa jumlah faktor yang diperlukan namun secara a priori

mendasarkan pada latent root criterion yang menggunakan jumlah kuadrat factor

loading atau eigenvalue sebesar 1 (satu) atau mendekati sebagai patokan

penentuan jumlah faktor.

Tabel 4. Total Variance Explained

Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

(9)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

Tabel 4 Total Variance Explained mengindikasikan secara terdapat 5 faktor

yang memiliki eigenvalue sekurang-kurangnya 1. Berdasarkan kriteria tersebut,

pada tahapan ini terdapat lima faktor yang akan dipergunakan untuk

menggantikan 15 variabel kinerja. Tabel 4 tersebut di atas menunjukkan bahwa

Faktor 1 mampu menjelaskan variasi sebesar 25,202%, Faktor 2 sebesar

11,885%, Faktor 3 sebesar 8,493%, Faktor 4 sebesar 7,838%, dan Faktor 5

sebesar 6,772. Secara keseluruhan, keempat faktor tersebut menghasilkan variasi

sebesar 60,591%.

4.3. Pembentukan Komposit

Tabel 5 Rotated Component Matrix mengindikasikan variabel-variabel apa

saja berdasarkan loading factor terbesar yang membentuk suatu faktor. Tabel

tersebut menunjukkan pengelompokkan variabel-variabel ke dalam lima faktor

(10)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik Tabel 5. Rotated Component Matrix

Variable Component

Extraction Method: Principal Component Analysis

Tabel 5 Rotated Component Matrix menunjukkan pengelompokkan

variabel-variabel ke dalam lima faktor yang membentuk variabel baru (tercetak

tebal). Tidak ada penamaan khusus untuk masing-masing faktor, karena tujuan

analisis faktor disini hanya ringkasan bukan menemukan atau

mengkonfirmasikan teori. Pengelompokan yang membentuk komposit memiliki

komposisi disajikan pada Tabel 6. Sebagai contoh, variabel komposit K5 tersusun

atas komposit item nomor 7 dan nomor 10 dari kuesioner. Skor pada komposit

merupakan rata-rata dari gabungan pembentuknya (Hair et al., 1998 : 236).

Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa variabel mengelompok ke dalam 5 komponen :

(11)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

metode, (3) kebijakan dan prosedur sebagai landasan,(4) ketepatan waktu

penyelesaian, dan (5) kualitas pekerjaan.

b. Komponen kedua tersusun atas 3 variabel yang mencakup (1) bekerja lebih

keras, (2) hasrat kuat, serta (3) konsentrasi dan upaya terbaik.

c. Komponen ketiga tersusun atas 2 variabel yang mencakup (1) cara baru dalam

penyelesaian pekerjaan, dan (2) tidak merasa terikat oleh cara lama.

d. Komponen keempat tersusun atas 3 variabel yang mencakup (1) membantu

rekan kerja, (2) mendorong semangat dan menjaga kekeluargaan, serta (3) pertukaran informasi dengan rekan kerja.

e. Komponen kelima tersusun atas 2 variabel yang mencakup (1) disiplin dalam

waktu istirahat, dan (2) akurasi dalam pekerjaan.

Temuan ini berbeda dengan hasil studi Borman et al. (2000) yang

menemukan 3 komponen. Dilihat dari jumlah komponen, studi ini sejalan dengan studi Borman dan Motowidlo (1993) yang menemukan 5 komponen. Namun

demikian ada sedikit perbedaan dalam isi pengelompokkan. Pada studi ini, komponen ke lima berdiri sendiri. Pada studi Borman dan Motowidlo (1993),

kedua komponen tersebut termasuk pada following organizational rules and procedures. Perbedaan lain, pada studi ini, variabel pengetahuan dan

keterampilan yang mencukupi termasuk pada komponen pertama. Pada studi Borman dan Motowidlo (1993) merupakan komponen tersendiri. Meskipun ada sedikit perbedaan, studi ini dapat dikatakan mengkonfirmasikan taksonomi 5

komponen dan lebih mendukung temuan Borman dan Motowidlo (1993).

V.

KESIMPULAN & KETERBATASAN

Studi ini mencoba menyusun taksonomi contextual performance yang selama ini kurang memperoleh porsi dalam riset. Hasil studi menunjukkan bahwa

(12)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

komponen ini mendukung temuan 5 komponen dari Borman dan Motowidlo

(1993) dan berbeda dengan taksonomi 3 komponen dari Borman et al. (2001). Studi ini bersifat preliminary, dan tentunya memiliki sejumlah

keterbatasan. Subjek pegawai negeri sipil merupakan keterbatasan fundamental, mengingat pengukuran contextual performance pada awalnya dirancang untuk

sektor privat. Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak studi pada sektor yang berbeda.

REFERENSI

Behn, Robert D. 2003. Why Measure Performance? Different Purposes Require

Different Measures. Public Administratian Review, Vol. 63, No. 5, pp.

586-606.

Borman, W. C., Penner, L. A., Allen, T. D., and Motowidlo S. J. 2001. Personality Predictors of Citizenship Performance. International Journal of Selection and Assessment, Vol. 9, pp. 52–69.

Borman, W. C., and Motowidlo, S. J. 1993. Expanding the Criterion Domain to Include Elements of Contextual Performance. In N. Schmitt & W. C. Borman (Eds.). Personnel selection. San Francisco: Jossey-Bass.

Borman, W. C., and Motowidlo, S. J. 1997. Task Performance and Contextual Performance: The meaning for Personnel Selection Research. Human Performance, Vol. 10, pp. 99-109.

Campbell, J.P., McCloy, R.A., Oppler, S.H., & Sager, C.E. 1993. A Theory of Performance. In N. Schmitt and W. Borman (Eds.), Personnel Selection in Organizations. San Francisco, CA: Jossey-Bass.

Coleman, V. I., & Borman, W. C. 2000. Investigating the Underlying Structure of

the Citizenship Performance domain. Human Resources Management

Review, Vol. 10, pp. 25-44.

(13)

Engkus

Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik

Griffin, Mark A., Andrew Neal., and Matthew Neale. 2000. The Contribution of Task Performance and Contextual Performance to Effectiveness: Investigating the Role of Situational Constraints. Applied Psychology: An

International Review, Vol. 49 No. 3, pp. 517-533.

Hair, Joseph F. Jr., Rolph E. Anderson., Ronald L. Tatham., and William C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall 5th ed.

Kelly, Janet M., and David Swindell. 2002. A Multiple Indicator Approach to Municipal Service Evaluation: Correlating Performance Measurement and Citizen Satisfaction across Jurisdiction. Public Administration

Review, Vol. 62, No. 5, pp. 610-621.

Motowidlo, Stephan J., and James R. Van Scotter. 1994. Evidence that Task Performance Should be Distinguished from Contextual Performance.

Journal of Applied Psychology, Vol. 79, pp. 475-480.

Motowidlo, S.J. 2003. Job performance, In W. C. Borman, D. R. Ilgen, and R. J. Klimoski (Eds.), Handbook of Psychology: 12. Industrial and Organizational Psychology. John Wiley and Sons, Hoboken, NJ.

Norris, Dwight R., and Robert E. Niebuhr. 1984. Attributional Influences on the Job Performance-Job Satisfaction Relationship. Academy of Management

Journal, Vol. 27 No. 2, pp. 424-431.

Randhawa. Gurpreet. 2007. Work Performance and Its Correlates: And Empirical Study. Vision - The Journal of Business Perspective, Vol. 11 No. 1, pp. 47-55.

Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Refika Aditama.

Staw, B. M., and Boettger, R. D. 1990. Task Revision: A Neglected Form of Work Performance. Academy of Management Journal, Vol. 33, No. 3, pp. 534-559.

Suliman, Abubakr M.T. 2001. Work Performance: Is It One Thing or Many Things? The Multidimensionality of Performance in a Middle Eastern Context. International Journal of Human Resource Management. Vol. 12, No. 6, pp. 1049-1061.

Tuten, Tracy L., and Presha E. Neidermeyer. 2004. Performance, Satisfaction and Turnover in Call Centers: The Effects of Stress and Optimism. Journal of

Gambar

Tabel 1. Matriks Korelasi Antar Item
Tabel 2. Anti-image Matrices
Tabel 3. KMO dan Bartlett's Test
Tabel 5. Rotated Component Matrix

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis korespondensi diperoleh bahwa wisatawan mancanegara yang berasal dari negara Singapura lebih banyak berkunjung melalui pintu masuk Batam dan wisatawan yang

Eceng leutik dalam bahasa Sunda atau yang biasa disebut dengan wewehan ini tumbuh liar di pinggiran sungai,. parit

Jika digunakan dengan baik dan tepat, maka riset pemasaran bermanfaat baik untuk perusahaan yang mensponsori maupun untuk pelanggannya.membantu perusahaan untuk mengambil

software akuntansi untuk menghasilkan informasi keuangan yang memiliki kecenderungan untuk mengurangi biaya, memberikan ruang yang cukup untuk menyimpan data dan

Panggung Wayang Potehi juga dibuat lebih tinggi yang memiliki makna bahwa panggung tersebut ditujukan untuk ritual dewa bahwa bagian atas panggung merupakan

Perlakuan tanpa etepon membenkan kandungan Perlakuan strangulasi daD pemberian paklobutrazol GA3, GAs daD GA7 berturnt-turut 29.15; 18.07 daD (untuk menstimulasi pembungaan)

Terkait dengan hal tersebut, dalam paper ini, dilakukan analisis iklim mikro di dalam rumah tanaman untuk memprediksi waktu pembungaan dan matang fisiologis

Dari berbagai pemahaman atas tinjauan pustaka mengenai IT Governance dan audit, dapat disimpulkan bahwa Audit IT Governance adalah suatu bagian dari tata kelola organisasi