Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
TAKSONOMI
CONTEXTUAL PERFORMANCE
DALAM
KONTEKS MANAJEMEN PUBLIK
Engkus
ABSTRAK
Sebagian peneliti menafsirkan kinerja sebagai konsep yang berdimensi tunggal. Perkembangan menunjukkan bahwa kinerja
dapat tersusun atas task performance dan contextual
performance. Di antara kedua jenis performance ini, contextual
performance masih belum memiliki taksonomi yang jelas. Studi
ini mencoba mengurai taksonomi contextual performance.
Melalui teknik analisis faktor dan subjek pegawai negeri sipil, studi ini menemukan bahwa contextual performance tersusun atas tiga komponen pembentuknya.
Kata kunci : contextual performance, task performance, sektor publik, analisis faktor.
I.
PENDAHULUAN
Staw dan Boettger (1990) mengemukakan bahwa kinerja kerja individual
pegawai telah memainkan peranan sentral dalam riset keorganisasian. Menurut
kedua penulis ini, gerakan administrasi ilmiah yang dipelopori oleh F. W. Taylor
dan koleganya di awal tahun 1900an telah mulai menyoroti kinerja, meskipun
secara sempit merujuk pada efisiensi produksi dan produktivitas pegawai. Tahun
1913, Mustenberg mulai melakukan riset ilmiah mengenai kinerja, diikuti oleh
human relation movement dan terus berkembang sampai munculnya pemikiran
Likert (1961) dan Vroom (1964).
Behn (2003) menyatakan bahwa setiap orang mengukur kinerja. Namun,
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
konsep yang berdimensi tunggal. Kinerja diukur berdasarkan persepsi atas
komponen-komponen kuantitas hasil kerja atau produktivitas yang berkaitan
dengan keahlian (profiency) dimana individu melaksanakan tugas yang
ditetapkan dalam deskripsi pekerjaan (Griffin et al., 1997; Neibuhr dan Norris,
1984; Tuten dan Neidenmeyer, 2004).
Meskipun definisi kinerja tidak beranjak jauh dari makna keahlian atau
kecakapan (profiency), para peneliti mengembangkan beberapa pandangan baru
dalam mengukur komponen-komponen kinerja. Borman Motowidlo (1993)
mengembangkan dua dimensi kinerja yaitu task performance dan contextual
performance. Di antara kedua dimensi tersebut, contextual performance relatif kurang memperoleh perhatian dari peneliti (Motowidlo and Scotter, 1994; Motowidlo, 2003).
Para peneliti mengembangkan taksonomi mengenai komponen-komponen
pengukur contextual performance, dan memperoleh hasil yang berbeda. Borman
dan Motowidlo (1997) mengembangkan 5 komponen. Coleman dan Borman
(2000) menemukan 3 komponen contextual performance. Peneliti lain yaitu
Griffin et al. (2007) mengembangkan 9 komponen contextual performance.
Tulisan ini bertujuan untuk menyusun taksonomi contextual performance
dalam konteks administrasi publik. Pemilihan Pegawai Negri Sipil sebagai subjek
didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut. Pertama, penulis Indonesia
seperti Sedarmayanti (2007) masih menggunakan kriteria tradisional ini sebagai
landasan pengukuran kinerja pegawai. Kedua, hasil studi pada disiplin berbeda
tidak dapat serta merta diekstrapolasikan pada sektor publik. Ketiga, penyusunan
kajian terhadap contextual performance secara umum masih tergolong langka
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
II.
REVIEW LITERATUR
Randhawa (2005) mengemukakan bahwa kinerja pegawai merupakan
cornerstone dalam mengembangkan efektivitas dan keberhasilan setiap
organisasi. Combs et al. (2006) melakukan studi meta-analysis atas 92 hasil studi
dan menemukan bahwa kinerja individual memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja organisasi. Dalam konteks pemerintahan lokal, Kelly dan Swindell (2002)
menyatakan bahwa kinerja pemerintah lokal merupakan indikator penting
terhadap kemajuan bagi pencapaian misi organisasi secara keseluruhan, dan dapat
dipandang sebagai ukuran internal bagi upaya-upaya dan pencapaian pelayanan
pada masyarakat.
Campbell et al. (1993) mendefinisikan kinerja sebagai “Those action or
behavior that are relevant to the organization’s goal and that can be scaled
(measured) in terms of each individual’s proficience (that is, level of
contribution).
Sebagian peneliti menafsirkan kinerja sebagai konsep yang berdimensi
tunggal. Kinerja diukur berdasarkan persepsi atas kuantitas hasil kerja pegawai
secara keseluruhan atau produktivitas (Norris dan Niebuhr, 1984; Tuten dan
Neidenmeyer, 2004). Persepsi pegawai terhadap aspek kuantitas hasil kerja
seperti “pekerjaan selesai tepat waktu” atau “sesuai target yang ditetapkan”
merupakan instrumen umum pengukuran kinerja. Identik dengan aspek kuantitas,
beberapa peneliti juga memasukkan unsur kualitas pekerjaan. Hal ini ditunjukkan
oleh pernyataan seperti ”pekerjaan saya nyaris tanpa kesalahan”
Komponen-komponen tersebut oleh Griffin et al. (1997) dievaluasi dalam
konteks keahlian atau profiency dimana individu melaksanakan yang ditetapkan
dalam deskripsi pekerjaan. Dalam perspektif ini, kinerja dievaluasi dievaluasi
sebagai hasil kerja atau outcomes yang diperoleh dari pelaksanaan pekerjaan
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
Para peneliti lanjutan memandang bahwa konsep tradisional mengenai
kinerja sudah tidak sesuai lagi. Dalam 40 tahun terakhir, makna kinerja kerja
telah mengalami perubahan. Riset telah mengalami perubahan fokus dari
pekerjaan dan tugas-tugas rutin menjadi lebih luas mencakup pemahaman peran
kerja (work roles) dalam konteks dinamikan organisasional (Griffin et al., 2007).
Pendekatan-pendekatan awal terhadap kinerja kerja tidak mempertimbangkan
perilaku pegawai dalam lingkup lebih luas dalam sistem yang saling
ketergantungan dan penuh ketidakpastian. Beberapa konstruk baru telah
dimasukkan oleh para peneliti dalam menganggapi keterbatasan pendekatan
tradisional. Griffin et al. (2007) secara lengkap menyusun daftar konstruk yang
dimasukkan ke dalam konsep baru kinerja kerja.
Borman dan Motowidlo (1993) menyusun kinerja berdasarkan dua dimensi
yaitu task performance dan contextual performance. Mengenai taksonomi
contextual performance, kedua peneliti ini membaginya ke dalam 5 komponen
yaitu:
• Volunteering to carry out task activities that not formally a part of the job;
• Persisting with extra enthusiasm or effort when necessary to complete own
task activities successfully;
• Helping and cooperating with others;
• Following organizational rules and procedures even when personally
inconvenient;
• Endorsing, supporting, and defending organizational objectives
Coleman dan Borman (2000) meneliti ulang taksonomi Borman dan
Motowidlo. Coleman dan Borman (2000) berhasil menyusun 27 konsep dan melalui teknik analisis faktor kedua peneliti ini menyusun tiga komponen
contextual performance yaitu interpersonal support, organisational support, dan
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
Berdasarkan hasil kerja Coleman dan Borman (2000), Borman et al. (2001)
melakukan kajian ulang taksonomi tersebut dan menyusun 3 komponen
contextual performance yaitu personal support, organizational support, dan
conscientious initiative.
III.
METODE & PROSEDUR PENELITIAN
Contextual performance diukur berdasarkan tanggapan subjek terhadap
serangkaian item dimulai dengan angka 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai angka 5
(Sangat Setuju). Instrumen pengukuran kinerja mengadaptasi dari instrumen yang
telah dikembangkan oleh Suliman (2001). Pengujian reliabilitas yang dilakukan
oleh Suliman menunjukkan koefisien reliabilitas berkisar dari 0,68-0,94. Besaran
ini sangat baik, karenanya instrumen ini dapat diandalkan. Seluruh item yang
digunakan untuk mengukur kinerja berjumlah 15 item.
Subjek pada studi ini adalah 205 Pegawai Negeri Sipil suatu instansi
pemerintah di wilayah Bandung Metropolis yang mencakup kota Bandung,
Kabupaten Bandung, dan Cimahi.
Untuk mengevaluasi keberadaan dimensi-dimensi digunakan tehnik
analisis faktor melalui pendekatan exploratory factor analysis. Meskipun secara
teoritis terdapat dukungan mengenai keberadaan multidimensi komitmen
organisasional, pada studi ini justru ingin diketahui keberadaannya dalam seting
akuntansi di Indonesia. Tahapan-tahapan maupun berbagai kriteria/asumsi
analisis faktor mengacu pada rekomendasi Hair et al. (1998).
IV.
TEMUAN-TEMUAN
4.1. Asumsi-asumsi Analisis Faktor
Analisis faktor mensyaratkan jumlah observasi atau sampel minimal 50
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
persyaratan bagi dilaksanakannya analisis faktor. Persyaratan lainnnya adalah
adanya sejumlah besar korelasi parsial antar variabel (item). Tabel 1 menyajikan
matriks korelasi antar item dengan jumlah total korelasi sebanyak 105 buah
korelasi. Berdasarkan Tabel 1, terdapat 68 korelasi yang signifikan pada level
0,01 (tercetak tebal) dan hanya 37 korelasi yang signifikan lebih dari level 0,01.
Jumlah tersebut merupakan basis yang lebih dari mencukupi untuk melakukan
analisis selanjutnya.
Tabel 1. Matriks Korelasi Antar Item
Var. K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K 10 K 11 K 12 K 13 K 14
K1 - - - -
K2 .002 - - - -
K3 .006 .000 - - - -
K4 .226 .000 .000 - - - -
K5 .221 .000 .008 .000 - - - -
K6 .494 .000 .000 .000 .000 - - - -
K7 .005 .040 .350 .013 .338 .000 - - - -
K8 .210 .006 .005 .000 .000 .001 .000 - - - -
K9 .322 .000 .000 .000 .000 .000 .054 .000 - - - - -
K10 .000 .197 .311 .002 .002 .162 .001 .000 .000 - - - -
K11 .053 .013 .000 .002 .002 .018 .079 .002 .000 .003 - - - -
K12 .203 .248 .002 .462 .056 .282 .101 .073 .016 .003 .000 - - -
K13 .192 .459 .336 .337 .156 .228 .058 .044 .017 .000 .002 .000 - -
K14 .002 .005 .007 .040 .005 .003 .008 .000 .000 .000 .000 .001 .000 -
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
Berikutnya adalah melihat anti-image correlation untuk melihat korelasi
antar variabel dengan mempertimbangkan efek variabel lainnya. Tabel 2 berikut
menyajikan matriks anti-image correlation. Berdasarkan tabel tersebut nampak
bahwa nilai-nilai koefisien anti-image correlation seluruhnya berada di atas nilai
yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0.50 (garis diagonal pada tabel-tercetak tebal).
Tabel 2. Anti-image Matrices
Var. K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14 K15
K1 .623 -.166 -.097 .022 -.012 .057 -.148 .063 .069 -.063 -.040 .010 -.002 .015 -.187
K2 -.166 .749 -.322 -.087 -.034 -.094 -.089 .067 -.214 .018 .032 .051 .013 -.011 .076
K3 -.097 -.322 .706 -.101 .061 -.077 .096 -.073 -.029 .046 -.159 -.184 .143 -.119 .106
K4 .022 -.087 -.101 .751 -.499 -.091 -.031 -.190 -.023 -.044 -.076 .152 -.018 .078 -.016
K5 -.012 -.034 .061 -.499 .745 -.151 .104 .030 -.115 -.062 -.005 -.113 .044 -.027 -.109
K6 .057 -.094 -.077 -.091 -.151 .856 -.088 .004 -.124 .029 -.001 .037 .006 -.108 .096
K7 -.148 -.089 .096 -.031 .104 -.088 .656 -.259 .111 -.112 -.031 -.048 .010 -.085 .030
K8 .063 .067 -.073 -.190 .030 .004 -.259 .738 -.415 -.178 .110 -.010 .058 -.011 -.251
K9 .069 -.214 -.029 -.023 -.115 -.124 .111 -.415 .806 -.035 -.163 -.019 -.004 -.116 .010
K10 -.063 .018 .046 -.044 -.062 .029 -.112 -.178 -.035 .789 -.091 -.085 -.213 .123 -.028
K11 -.040 .032 -.159 -.076 -.005 -.001 -.031 .110 -.163 -.091 .822 -.198 -.011 -.125 -.049
K12 .010 .051 -.184 .152 -.113 .037 -.048 -.010 -.019 -.085 -.198 .692 -.208 .000 .020
K13 -.002 .013 .143 -.018 .044 .006 .010 .058 -.004 -.213 -.011 -.208 .657 -.436 -.026
K14 .015 -.011 -.119 .078 -.027 -.108 -.085 -.011 -.116 .123 -.125 .000 -.436 .712 -.340
K15 -.187 .076 .106 -.016 -.109 .096 .030 -.251 .010 -.028 -.049 .020 -.026 -.340 .740
Uji korelasi terakhir adalah Bartlett Test of Sphericity dan
Kaiser-Meyer-OlkinMeasure of Sampling Adequacy (KMO-MSA). Tabel 3 menunjukan bahwa
Bartlett Test of Sphericity memiliki nilai Chi-Square 699,162 dan signifikan pada
level 0,000. KMO-MSA memiliki nilai koefisien sebesar 0,744 dan berada diatas
nilai yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0,60. Dengan demikian, analisis faktor
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik Tabel 3. KMO dan Bartlett's Test
Mengingat sifatnya yang eksploratori, pada tahap ini peneliti tidak
menetapkan berapa jumlah faktor yang diperlukan namun secara a priori
mendasarkan pada latent root criterion yang menggunakan jumlah kuadrat factor
loading atau eigenvalue sebesar 1 (satu) atau mendekati sebagai patokan
penentuan jumlah faktor.
Tabel 4. Total Variance Explained
Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
Tabel 4 Total Variance Explained mengindikasikan secara terdapat 5 faktor
yang memiliki eigenvalue sekurang-kurangnya 1. Berdasarkan kriteria tersebut,
pada tahapan ini terdapat lima faktor yang akan dipergunakan untuk
menggantikan 15 variabel kinerja. Tabel 4 tersebut di atas menunjukkan bahwa
Faktor 1 mampu menjelaskan variasi sebesar 25,202%, Faktor 2 sebesar
11,885%, Faktor 3 sebesar 8,493%, Faktor 4 sebesar 7,838%, dan Faktor 5
sebesar 6,772. Secara keseluruhan, keempat faktor tersebut menghasilkan variasi
sebesar 60,591%.
4.3. Pembentukan Komposit
Tabel 5 Rotated Component Matrix mengindikasikan variabel-variabel apa
saja berdasarkan loading factor terbesar yang membentuk suatu faktor. Tabel
tersebut menunjukkan pengelompokkan variabel-variabel ke dalam lima faktor
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik Tabel 5. Rotated Component Matrix
Variable Component
Extraction Method: Principal Component Analysis
Tabel 5 Rotated Component Matrix menunjukkan pengelompokkan
variabel-variabel ke dalam lima faktor yang membentuk variabel baru (tercetak
tebal). Tidak ada penamaan khusus untuk masing-masing faktor, karena tujuan
analisis faktor disini hanya ringkasan bukan menemukan atau
mengkonfirmasikan teori. Pengelompokan yang membentuk komposit memiliki
komposisi disajikan pada Tabel 6. Sebagai contoh, variabel komposit K5 tersusun
atas komposit item nomor 7 dan nomor 10 dari kuesioner. Skor pada komposit
merupakan rata-rata dari gabungan pembentuknya (Hair et al., 1998 : 236).
Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa variabel mengelompok ke dalam 5 komponen :
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
metode, (3) kebijakan dan prosedur sebagai landasan,(4) ketepatan waktu
penyelesaian, dan (5) kualitas pekerjaan.
b. Komponen kedua tersusun atas 3 variabel yang mencakup (1) bekerja lebih
keras, (2) hasrat kuat, serta (3) konsentrasi dan upaya terbaik.
c. Komponen ketiga tersusun atas 2 variabel yang mencakup (1) cara baru dalam
penyelesaian pekerjaan, dan (2) tidak merasa terikat oleh cara lama.
d. Komponen keempat tersusun atas 3 variabel yang mencakup (1) membantu
rekan kerja, (2) mendorong semangat dan menjaga kekeluargaan, serta (3) pertukaran informasi dengan rekan kerja.
e. Komponen kelima tersusun atas 2 variabel yang mencakup (1) disiplin dalam
waktu istirahat, dan (2) akurasi dalam pekerjaan.
Temuan ini berbeda dengan hasil studi Borman et al. (2000) yang
menemukan 3 komponen. Dilihat dari jumlah komponen, studi ini sejalan dengan studi Borman dan Motowidlo (1993) yang menemukan 5 komponen. Namun
demikian ada sedikit perbedaan dalam isi pengelompokkan. Pada studi ini, komponen ke lima berdiri sendiri. Pada studi Borman dan Motowidlo (1993),
kedua komponen tersebut termasuk pada following organizational rules and procedures. Perbedaan lain, pada studi ini, variabel pengetahuan dan
keterampilan yang mencukupi termasuk pada komponen pertama. Pada studi Borman dan Motowidlo (1993) merupakan komponen tersendiri. Meskipun ada sedikit perbedaan, studi ini dapat dikatakan mengkonfirmasikan taksonomi 5
komponen dan lebih mendukung temuan Borman dan Motowidlo (1993).
V.
KESIMPULAN & KETERBATASAN
Studi ini mencoba menyusun taksonomi contextual performance yang selama ini kurang memperoleh porsi dalam riset. Hasil studi menunjukkan bahwa
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
komponen ini mendukung temuan 5 komponen dari Borman dan Motowidlo
(1993) dan berbeda dengan taksonomi 3 komponen dari Borman et al. (2001). Studi ini bersifat preliminary, dan tentunya memiliki sejumlah
keterbatasan. Subjek pegawai negeri sipil merupakan keterbatasan fundamental, mengingat pengukuran contextual performance pada awalnya dirancang untuk
sektor privat. Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak studi pada sektor yang berbeda.
REFERENSI
Behn, Robert D. 2003. Why Measure Performance? Different Purposes Require
Different Measures. Public Administratian Review, Vol. 63, No. 5, pp.
586-606.
Borman, W. C., Penner, L. A., Allen, T. D., and Motowidlo S. J. 2001. Personality Predictors of Citizenship Performance. International Journal of Selection and Assessment, Vol. 9, pp. 52–69.
Borman, W. C., and Motowidlo, S. J. 1993. Expanding the Criterion Domain to Include Elements of Contextual Performance. In N. Schmitt & W. C. Borman (Eds.). Personnel selection. San Francisco: Jossey-Bass.
Borman, W. C., and Motowidlo, S. J. 1997. Task Performance and Contextual Performance: The meaning for Personnel Selection Research. Human Performance, Vol. 10, pp. 99-109.
Campbell, J.P., McCloy, R.A., Oppler, S.H., & Sager, C.E. 1993. A Theory of Performance. In N. Schmitt and W. Borman (Eds.), Personnel Selection in Organizations. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Coleman, V. I., & Borman, W. C. 2000. Investigating the Underlying Structure of
the Citizenship Performance domain. Human Resources Management
Review, Vol. 10, pp. 25-44.
Engkus
Taksonomi Contextual Performance dalam Konteks Manajemen Publik
Griffin, Mark A., Andrew Neal., and Matthew Neale. 2000. The Contribution of Task Performance and Contextual Performance to Effectiveness: Investigating the Role of Situational Constraints. Applied Psychology: An
International Review, Vol. 49 No. 3, pp. 517-533.
Hair, Joseph F. Jr., Rolph E. Anderson., Ronald L. Tatham., and William C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall 5th ed.
Kelly, Janet M., and David Swindell. 2002. A Multiple Indicator Approach to Municipal Service Evaluation: Correlating Performance Measurement and Citizen Satisfaction across Jurisdiction. Public Administration
Review, Vol. 62, No. 5, pp. 610-621.
Motowidlo, Stephan J., and James R. Van Scotter. 1994. Evidence that Task Performance Should be Distinguished from Contextual Performance.
Journal of Applied Psychology, Vol. 79, pp. 475-480.
Motowidlo, S.J. 2003. Job performance, In W. C. Borman, D. R. Ilgen, and R. J. Klimoski (Eds.), Handbook of Psychology: 12. Industrial and Organizational Psychology. John Wiley and Sons, Hoboken, NJ.
Norris, Dwight R., and Robert E. Niebuhr. 1984. Attributional Influences on the Job Performance-Job Satisfaction Relationship. Academy of Management
Journal, Vol. 27 No. 2, pp. 424-431.
Randhawa. Gurpreet. 2007. Work Performance and Its Correlates: And Empirical Study. Vision - The Journal of Business Perspective, Vol. 11 No. 1, pp. 47-55.
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Refika Aditama.
Staw, B. M., and Boettger, R. D. 1990. Task Revision: A Neglected Form of Work Performance. Academy of Management Journal, Vol. 33, No. 3, pp. 534-559.
Suliman, Abubakr M.T. 2001. Work Performance: Is It One Thing or Many Things? The Multidimensionality of Performance in a Middle Eastern Context. International Journal of Human Resource Management. Vol. 12, No. 6, pp. 1049-1061.
Tuten, Tracy L., and Presha E. Neidermeyer. 2004. Performance, Satisfaction and Turnover in Call Centers: The Effects of Stress and Optimism. Journal of