B
B
A
A
B
B
5
5
K
K
E
E
R
R
A
A
N
N
G
G
K
K
A
A
S
S
T
T
R
R
A
A
T
T
E
E
G
G
I
I
P
P
E
E
M
M
B
B
I
I
A
A
Y
Y
A
A
A
A
N
N
I
I
N
N
F
F
R
R
A
A
S
S
T
T
R
R
U
U
K
K
T
T
U
U
R
R
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana
Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping
membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan
anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang
telah terbangun.
Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai
pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta
dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan
yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan
standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat
dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta
Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai
keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi
pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM bidang Cipta Karya pada dasarnya
bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan
sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
5 .1 ARAH AN K EBI J AK AN PEM BI AY AAN BI DAN G CI PT A K ARY A
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam
peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter
dan fiskal nasional, serta agama.
2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi
daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta
Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai
pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi
Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan
Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan
khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan
lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan criteria umum, kriteria khusus, dan
kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26
urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan
wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga
Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat
melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui
pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi
persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan
APBD tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber
dari pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan
persetujuan DPRD.
6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres
13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama
dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur
permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur
air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan
Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK
untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup
dan criteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman
nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program
percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium
Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan
melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk
program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi
sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:
- kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan
Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang
dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker
Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal
Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan
Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka
keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup
sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM
bidan Cipta Karya meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus
bidang Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk
pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skemaCorporate Social Responsibility(CSR).
5. DanaMasyarakatmelalui program pemberdayaan masyarakat.
6. DanaPinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, engoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan
prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.
5 .2 PROFI L APBD K ABU PAT EN /K OTA
Kehadiran Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara, Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Serta Undang–
Merupakan Perwujudan Keinginan Untuk Mengelola Keuangan Negara Dan Daerah
Secara Efektif Dan Efisisen.
Secara Umum, Kabupaten Agam Masih Sangat Tergantung Dari Pemerintah Pusat,
Hal Ini Dapat Dilihat Dari Persentase Pendapatan Daerah Yang Terbesar Berasal Dari
Dana Perimbangan. Untuk Lebih Jelasnya Dapat Dilihat Pada Tabel 5.1 Berikut Ini
Tabel 5.1
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Harga Konstan Di Kabupaten Agam Tahun 2008 – Tahun 2012
No Sektor Tahun
2008 2009 2010 2011* 2012**
1 Pertanian 1040225.40 1096917.80 1141871.37 1196986.12 1280849.39 2 Pertambangan & Penggalian 106488.76 110002.90 117879.11 125990.15 133033.00 3 Industri Pengolahan 372027.32 387838.48 405485.13 424137.45 443223.63 4 Lisrik, Gas & Air Bersih 24910.27 26426.66 27008.33 29162.15 30447.52
5 Bangunan 121435.5 130640.31 8 153685.79 162816.95 176008.20
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 492154.02 507641.21 533340.53 566046.76 604313.55 7 Pengangkutan Dan Komunikasi 19724.38 128104.94 139707.40 150469.43 163937.74 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 96028.49 100294.40 104610.56 110640.66 116092.99
9 Jasa-Jasa 419893.13 442355.98 472586.50 513795.25 555975.82
Pdrb (DalamJuta Rupiah) 2692887.27 2799582.37 3096174.72 3280044.92 3503881.84
Sumber : Kabupaten Agam Dalam Angka
Gambar 5.1
Grafik Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Harga Konstan Di Kabupaten Agam Tahun 2008 – Tahun 2012
Sumber : Tabel 9.1
Kontribusi sektoral pada tahun 2012 menunjukkan bahwa sector pertanian
sector perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbang atau berkontribusi sebesar
17 %, diikuti oleh sector jasa-jasa yang berkontribusi sebesar 16 % dan sector industry
pengolahan yang menyumbang sebesar 13 %. Sector-sektor lainya memberikan
kontribusi dibawah 10 % terhadap perkembangan ekonomi Kabupaten Agam. Sektor
listrik, gas dan air bersih merupakan sector yang berkontribusi paling kecil yaitu hanya
1% pada tahun 2012. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2
Kontribusi Sektoral Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Agam Pada Tahun 2012
Sumber : Tabel 9.1
5 .3 PROFI L I N V EST ASI PEM BAN GU N AN BI DAN G CI PT A K ARY A
Perusahaan Daerah Kabupaten Agam yang masih aktif adalah PDAM Tirta Antokan,
namun dalam keadaan merugi, dikarenakan adanya biaya administrasi pinjaman
PDAM berupa denda dan bunga pinjaman.
Penetapan Tarif PDAM Kabupaten Agam didasarkan kepada :
1. Surat persetujuan DPRD kabupaten Agam No. 188/733/DPRD-AG/2004 Tanggal
12 juni 2004, perihal : persetujuan usulan kenaikan tarif air minum PDAM
Kabupaten Agam.
2. Surat Keputusan Bupati Agam No. 245 tahun 2004 Tanggal 14 Juni 2004 tentang:
3. Surat Persetujuan DPRD Kabupaten Agam No. 188/733/DPRD-AG/2009 Tanggal
12 Juni 2009, Perihal Persetujuan Usulan Kenaikan Tarif Air Minum PDAM
Kabupaten Agam
4. Surat Keputusan Bupati Agam No : _______ Tahun 2010 Tanggal __ Juni 2010,
Tentang Penetapan Tarif Air Minum Pada PDAM Kabupaten Agam
Berdasarkan keputusan tersebut sejak 1 Juni 2004, tarif air minum di Kabupaten Agam
mengalami kenaikan per semester sampai 1 Januari 2006. Kemudian mengalami
kenaikan pada tahun 2010. Dengan demikian sampai saat ini tarif air minum
menggunakan tarif periode ke IV yang berlaku sejak 1 Juli 2010. Berdasarkan SK tarif
tersebut, tarif air minum ditentukan berdasarkan golongan pelanggan dan pemakaian
air. Untuk lebih jelasnya tarif air minum yang berlaku sejak 1 Juli 2010 adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.2
Struktur Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Agam
Dari laporan keuangan PDAM diketahui bahwa pendapatan PDAM cenderung
meningkat. Diperkirakan pemberlakuan tarif baru sejak 1 Juni 2010 yang selanjutnya
mengalami kenaikan per semester sampai Januari 2011 turut mempengaruhi kenaikan
pendapatan PDAM.
Dibandingkan biaya langsung, pendapatan yang ada senantiasa lebih besar atau
mengalami keuntungan. Namun demikian bila memperhatikan biaya umum, atau
komponen biaya terdiri dari biaya langsung dan biaya umum maka total biaya
senantiasa lebih besar dari pada pendapatan. Dengan kata lain, PDAM senantiasa
mengalami kerugian. Hingga tahun 2011 PDAM mengalami kerugian sebesar Rp. 442
milyar, sedangkan pada tahun 2012 hingga tahun 2013 PDAM mengalami peningktana
keuntungan yaitu 854 milyar (2012) dan 1.484 milyar (2013). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 2.3
Pendapatan dan Pengeluaran PDAM
NO URAIAN TAHUN
2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Pendapatan Usaha 3.271 3.390 3.810 6.430 8.904 9.499
2 Biaya Langsung Usaha 1.763 1.903 2.050 3.373 3.454 2.998
3 Laba/ Rugi Kotor Usaha 1.508 1.487 1.759 3.057 833 5.970
4 Biaya Umum dan Adm 3.745 2.842 4.231 3.516 4.168 4.710
5 Pend. Di Luar Usaha 121 6 32 16 21 26
6 Laba/(rugi) Sebelum Pajak (2.117) (1.349) (2.438) (442) 854 1.484
7 Laba/(Rugi) Bersih (2.117) (1.349) (2.438) (442) 854 1.484
Sumber : PDAM Kabupaten Agam, 2014
Secara garis besar penerimaan Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak dan retribusi
daerah, bagian laba usaha milik daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah serta
Lain-lain Pendapatan. Setelah diberlakukannya Undang-Undang No 34 Tahun 2000,
sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari pajak terbagi atas 7
jenis, dari retribusi 14 jenis, bagian laba perusahaan daerah 2 jenis, lain-lain
Perkembangan penerimaan PAD dari tahun ketahun tampaknya mengalami
peningkatan yang cukup tinggi dan menggembirakan, tapi masih berfluktuasi. Selama
periode 2001-2006, laju pertumbuhan penerimaan PAD secara rata-rata per-tahun
mencapai sebesar 38,02 %. Laju pertumbuhan sumber penerimaan PAD yang cukup
tinggi adalah berasal dari penerimaan pajak. Pada periode tersebut laju pertumbuhan
penerimaan pajak secara rata-rata mencapai sebesar 25,87% per-tahun, sedangkan
untuk penerimaan retribusi mencapai sebesar 22,06 % per-tahun. Tingginya laju
pertumbuhan sumber penerimaan PAD ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan Pemda Agam dalam menghadapi Otonomi Daerah. Dengan kata lain
kinerja Dispenda kabupaten Agam setelah Otonomi Daerah boleh dikatakan berhasil
dengan baik dalam mengelola sumber-sumber penerimaan PAD-nya.
Beberapa komponen pajak daerah yang mengalami peningkatan yang cukup besar
adalah pajak reklame, pajak penerangan jalan serta pajak hotel dan restoran. Dimana
pertumbuhan masing-masing jenis pajak tersebut adalah sebesar 32,47%, 29,05% dan
27,52 %.
Disamping penerimaan PAD yang berasal dari pajak, penerimaan retribusi juga
mengalami peningkatan yang cukup pesat. Meskipun pertumbuhan total penerimaan
retribusi secara rata-rata tidak begitu besar, namun bila dilihat pertumbuhan untuk
masing-masing komponen retribusi yang potensial ternyata perkembangan dan
pertumbuhannya setiap tahun cukup besar. Adapun komponen penerimaan retribusi
yang mengalami pertumbuhan yang besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan,
sebesar 41,12 % dan Retribusi Pelayanan Persampahan sebesar 70,26 %. Disamping
itu, pertumbuhan penerimaan retribusi terminal secara rata-rata mencapai sebesar
11.83%. Secara keseluruhan perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Tabel 5.4
Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Agam (Jutaan Rupiah) 2007–2010
No Uraian Penerimaan 2007 2008 2009 2010
A Pajak Daerah 4.779,19 5.272,62 7.184,48 6.010,00
1 Pajak Hotel/Penginapan 312,12 143,64 117,01 119,97
2 Pajak Restoran/Rumah Makan 384,24 520,26 461,13 494,91
3 Pajak Hiburan 16,73 13,43 9,73 13,52
4 Pajak Reklame 81,10 296,64 276,53 325,71
5 Pajak Penerangan Jalan 3.710,00 3.938,52 5.891,08 4.721,39
6 Pajak Pengambilan dan Pen-golahan Bahan Galian Golongan C
275,00 360,14 429,02 335,06
B Retribusi Daerah 2.090,32 5.304,04 5.659,49 8.011,67
1 Pelayanan Kesehatan 836,39 3.906,81 3.989,47 6.631,82
2 Pelayanan Sampah 27,60 25,08 18,65 10,50
3 Biaya Cetak KTP dan Akta Capil - - -
-4 Tempat Pemakaman Umum - - -
-5 Parkir di Tepi Jalan Umum 9,33 5,61 7,43 6,00
6 Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 4,00 1,00 5,59 3,37
7 Pemakaian Kekayaan Daerah 130,62 63,74 222,55 52,47
8 Pasar Grosir dan pertokoan 37,89 23,58 20,81 24,09
9 Terminal 109,32 105,58 115,07 76,87
10 Tempat Khusus Parkir 10,50 11,80 11,10 16,66
11 Tempat Penginapan 0,48 3,11 - 25,00
12 Rumah Potong Hewan 35,40 40,60 48,98 61,35
13 Tempat Rekreasi & Olah Raga 87,62 57,95 66,55 68,18
14 Penjualan Produk Usaha Daerah 6,60 303,99 139,35 118,75
15 Izin Mendirikan Bangunan 308,52 374,35 484,14 340,71
16 Izin Gangguan 136,88 164,86 174,46 187,15
17 Izin Trayek 30,12 11,07 10,29 31,22
18 Izin Peruntukan Penggunaan Tanah 14,40 0,11 9,00 3,03
19 Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan 108,40 - -
-20 Tempat Pelelangan - 10,28 8,33 7,30
21 Pengujian Kendaraan Bermotor 196,27 194,52 327,74 347,20
C Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - 2.557 3.062,02 3.460,91
1 LAIN-LAIN PAD YANG SYAH 10.471,44 11.046,88 9.671,07 8.707,00
2 Jasa Giro 1.850,00 5.275,02 2.622,22 2.462,31
3 Hasil Penjualan Asset Daerah 76,50 34,49 369,14 21,06
4 Bunga Deposito 1.250,00 2.275,00 2.004,21
-5 Sumbangan Pihak Ketiga 1.714,81 715,58 817,61 750,31
6 TP/TGR - 699,26 -
-7 Penerimaan dari Pasar Nagari 36,06 - 35,41 33,96
8 Penerimaan Dana Revolving 11,50 - -
-9 Lain-lain PAD Yang Syah 5.336,31 2.047,52 3.822,48 5.092,62
10 Pengujian Kendaraan Bermotor 196,27 - -
-Jumlah 17.340,96 21.623,54 22.515,04 8.360,26
5 .4 PROY EK SI DAN REN CAN A I N V EST ASI BI DAN G CI PT A K ARY A
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka
dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan
daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.
Hasil LQ menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor basis kabupaten Agam yaitu sektor
pertanian, pertambangan dan penggalian, dan industri pengolahan. Pada tahun 2012
ini, semua sektor basis mengalami peningkatan nilai kecuali industri pengolahan. Hal
ini menunjukkan hanya dua dari sektor basis yang dapat diandalkan menjadi tulang
punggung perekonomian Kabupaten Agam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 5.5 dan Gambar 5.3.
Tabel 5.5
Hasil Perhitungan LQ di Kabupaten Agam
No LQ KABUPATEN AGAM Tahun 2011 Tahun 2012
1 PERTANIAN 1.58973552 1.627200915
2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.269955696 1.27850463 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.065606044 1.065547328 4 LISRIK, GAS & AIR BERSIH 0.800816515 0.793382547
5 BANGUNAN 0.908155604 0.912805705
6 PERDAGANGAN, HOTEL &
RESTORAN 0.960457545 0.94956689
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.301729794 0.300150599
8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA
PERUSAHAAN 0.662336452 0.650549397
9 JASA-JASA 0.919001021 0.91976739
Gambar 5.3
Grafik LQ Kabupaten Agam
Sumber : Tabel 5.5
Hasil shift share menunjukkan semua sektor memiliki change dan NS atau Prij positif,
yang berarti semua sektor maju lebih cepat dari kota/kabupaten lain di Sumatera Barat.
Change terbesar yang menunjukkan pertumbuhan sektor terutama ada pada industri
pertanian. Posisi kedua ditempati oleh Sektor Jasa-jasa, Sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran, diikuti oleh Sektor Industri Pengolahan, kemudian sektor angkutan dan
komunikasi. Pada industrial mix share, atau P, semua sektor memiliki nilai positif. Hal
ini berarti Agam memiliki spesialisasi atau upaya lebih untuk membangun semua
sektor positif ini dibandingkan dengan wilayah lainnya di Sumatera Barat. Namun
demikian, upaya ini belum berhasil sepenuhnya, karena pada komponen D, nilainya
masih negatif.
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau
regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto
yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau
lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan
oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan
lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien akan mempunyai differential
shift component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak
yang merupakan proksi daya saing ini negatif, berarti dapat dikatakan bahwa daya
saing Kabupaten Agam di semua sektor perekonomian masih rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.4
Tabel 5.6
Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Agam
No PDRB AGAM
dYi 2011-2012 NS 2011-2012 P 2011-2012 D 2011-2012
1 Pertanian 83863.27 1,288,371.76 6,882.22 -1211390.70
2 Pertambangan 7042.85 135,609.05 724.40 -129290.60
3 Industri Pengolahan 19086.18 456,518.84 2,438.63 -439871.29 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1285.37 31,388.58 167.67 -30270.88
5 Konstruksi 13191.25 175,247.45 936.14 -162992.33
6 Perdagangan , Hotel dan Restoran 38266.79 609,262.42 3,254.55 -574250.18 7 Angkutan dan Komunikasi 13468.31 161,957.24 865.14 -149354.07 8 Keuangan, real estat dan jasa perusahaan 5452.33 119,087.68 636.14 -114271.49
9 Jasa-jasa 42180.57 553,021.69 2,954.13 -513795.25
Sumber : hasil analisa
Gambar 5.4
Grafik Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Agam
5 .5 AN ALI SI S K ET ERPADU AN ST RAT EGI PEN I N GK ATAN I N V EST ASI PEM BAN GU N AN BI DAN G CI PT A K ARY A
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat
ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya
yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta
dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan
endanaan dari berbagai sumber.
Dalam usaha mendanai program keciptakaryaan di Kabupaten Agam, terdapat
beberapa permasalahan, yang terutama terkait dengan kekuatan pendanaan internal
Kabupaten Agam maupun terhadap implikasi dari peraturan yang berlaku.
Permasalahan tersebut antara lain :
1. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Jika dilihat dari data APBD Kabupaten Agam untuk periode tahun 2003 - 2007,
dapat diketahui bahwa PAD Kabupaten Agam masih relatif kecil jika dibandingkan
dengan total anggaran. Oleh karena itu dana perimbangan masih menjadi motor
utama dalam pembentukan anggaran Kabupaten Agam. Untuk itu Pemerintah
Kabupaten Agam akan terus berusaha meningkatkan PAD untuk mengurangi
ketergantungan pendanaan dari pusat sehingga praktek otonomi daerah yang
ideal dapat dijalankan di Kabupaten Agam.
Untuk meningkatkan PAD, maka Pemerintah Kabupaten Agam akan
memfokuskan perhatian pada peningkatan pendapatan dari sub-komponen pajak
daerah serta pendapatan hasil pendapatan Perusda dan Pengelolaan Kekayaan
yang Dipisahkan. Dalam hal ini, pajak daerah belum dapat memberikan kontribusi
yang signifikan. Sebaliknya pendapatan dari pengelolaan perusahaan daerah dan
kekayaan lain yang dipisahkan menunjukkan kinerja yang cukup baik. Guna
memaksimalkan pendapatan dari kedua sub-komponen ini maka Pemerintah
Kabupaten Agam akan memaksimalkan potensi pajak daerah serta semakin
Sub-komponen PAD lain yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan
adalah retribusi daerah. Pemerintah Kabupaten Agam akan terus mengusahakan
efisensi layanan yang dikenakan retribusi, termasuk juga retribusi sanitasi (air
limbah, persampahan, dan air minum) guna mencapai kondisi cost recovery
(termasuk juga nilai investasi) guna menjamin kelancaran dan kelanggengan
layanan. Khusus untuk sanitasi, retribusi dari layanan pengelolaan sampah dan
air minum telah mencapai kondisi cost recovery, dan masih mungkin untuk
mendapat income dari retribusi yang ditarik.
2. Kurangnya Pendapatan dari Layanan Bidang Keciptakaryaan
Pengadaan layanan publik oleh Kabupaten Agam seringkali terbentur dengan
keterbatasan dana. Dengan pendanaan internal yang tersedia layanan seringkali
belum dapat diselenggarakan secara maksimal, sehingga perlu ditetapkan cara
lain agar layanan dapat terselenggara dengan baik. Salah satu jalan adalah
dengan mengikutsertakan sektor swasta ataupun masyarakat. Khusus untuk
persampahan, telah terdapat praktek mengikutsertakan masyarakat dan sektor
swasta dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Agam terutama dalam
pengelolaan sampah lingkungan oleh masyarakat dimana masyarakat membayar
pengelolaan sampah yang biasanya dikelola oleh RT/RW ataupun pengelola
pasar.
Untuk ke depan Pemerintah Kabupaten Agam akan lebih mendorong partisipasi
sektor swasta, terutama dalam pengelolaan prasarana di Kabupaten Agam. Hal
ini perlu dilakukan terutama untuk memisahkan fungsi regulator dan operator
dalam menjalankan layanan pemerintahan. Kondisi yang sekarang menunjukkan
masih dominannya Pemerintah Kabupaten Agam dalam menjalankan pengelolaan
sanitasi, sehingga rentan terjadi conflict of interest. Untuk menghindari hal
tersebut, maka Pemerintah Kota ke depan akan mendudukkan posisinya sebagai
regulator, sedangkan sebagai operator layanan akan tetap dapat dilakukan
pemerintah melalui konsep Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ataupun
melalui kerjasama dengan pihak swasta. Pemisahan fungsi ini juga akan dapat
3. Kurangnya Peraturan Daerah tentang Retribusi
Untuk menetapkan besaran retribusi, selain perlu diperhitungkan biaya investasi
dan biaya oparasional dan pemeliharaan infrastruktur, juga perlu diperhitungkan
kemampuan dan keinginan masyarakat (willingness and ability to pay) untuk
membayar layanan yang dihasilkan. Dalam kasus retribusi di Kabupaten Agam
terlihat bahwa keinginan dan kemampuan masyarakat untuk membayar retribusi
masih rendah, kecuali untuk keperluan yang langsung dirasakan, seperti retribusi
pengumpulan sampah lingkungan yang biasanya diorganisir oleh RT/RW ataupun
pengelola pasar. Sedangkan untuk pengelolaan sampah lanjutan yang berskala
Kabupaten, belum ada keharusan untuk membayar retribusi.
Untuk itu pemerintah Kabupaten Agam berupaya melakukan terobosan-terobosan
kepada masyarakat agar masyarakat membayar retribusi, dengan menggunakan
prinsip beneficiary pays (polluter pays principle). Penetapan retribusi sudah
menjadi keharusan mengingat dibutuhkan biaya – baik untuk investasi infrastruktur
maupun untuk operasional dan pemeliharaan infrastruktur tersebut – guna
memberikan layanan yang langgeng.
Berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membayar retribusi, maka
Pemerintah Kabupaten Agam juga berupaya untuk menetapkan skema subsidi
untuk retribusi layanan dengan memperhitungkan kekuatan finansial internal
karena berdasarkan pengalaman umumnya investasi belum dapat cost recovery.
Untuk itu dibutuhkan Peraturan Daerah yang mengatur masalah retribusi lengkap
dengan sanksi hukum bagi pelanggarnya. Untuk menjaga efisiensi dan efektivitas
penarikan retribusi, dapat dilakukan dengan menyatu dengan retribusi atau pajak
daerah lainnya seperti menyatu dengan retribusi air minum, listrik, ataupun pajak
PBB.
4. Kurangnya Pedoman untuk Mengakses Sumber-Sumber Pendanaan Internal dan Eksternal
Pengadaan layanan publik di Kabupaten Agam seringkali terbentur dengan
keterbatasan dana pembangunan. Berdasarkan peraturan perundangan telah
disebutkan sumber-sumber pedanaan yang dapat dimanfaatkan guna menutupi
pedoman untuk dapat mengakses terkadang belum terbit ataupun jika ada
seringkali menyulitkan Pemda untuk dapat mengaksesnya. Selain itu masih ada
informasi-informasi pendanaan terutama melalui proyek pusat yang sebetulnya
dapat dimanfaatkan daerah tapi tidak tersosialisasikan dengan baik.
Oleh karena itu dengan keikutsertaan Kabupaten Agam ke dalam program RPIJM
Bidang Keciptakaryaan diharapkan dapat lebih menjembatani akses Kabupaten
Agam kepada sumber-sumber pendanaan, terutama sumber-sumber pendanaan
yang ada di Pusat.
Kabupaten Agam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sedang
mempersiapkan diri untuk menghadapi otonomi daerah. Berbagai upaya sudah
dilakukan oleh Pemda terutama dibidang pengelolaan keuangan daerah. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat/publik. Sebab kemampuan daerah
dalam membiayai berbagai kegiatan pembangunan yang direncanakan dan
dirancangnya sendiri merupakan indikator penting untuk terlaksananya otonomi
daerah. Disamping itu, tujuan lain dari pemberian otonomi daerah adalah untuk
mengurangi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat
terutama dalam masalah keuangan. Namun pada kenyataannya masih banyak daerah
yang sangat tergantung kepada pemerintah pusat, termasuk Kabupaten Agam.
Dilihat dari kondisi keuangan Perusahaan Daerah, dalam hal ini PDAM Tirta Antokan,
selama permasalahan hutang jangka panjang PDAM belum teratasi, maka pendapatan
daerah yang berasal dari perusahaan milik daerah belum dapat diharapkan secara
maksimal.
Sejalan dengan pemberian otonomi daerah dan pelaksanaan azaz desentralisasi,
maka subsidi dan bantuan dari pemerintah pusatpun mengalami penurunan. Hal ini
berarti bahwa kepada daerah diberi wewenang dan tugas untuk merencanakan,
menggali dan mengupayakan potensi dan sumber keuangan sendiri sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu pemerintah daerah betul-betul
dituntut agar mampu membiayai operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
masing-masing Pemda perlu berupaya untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan
Asli Daerah. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pengelolaan dan sistim manajemen
keuangan yang efektif dan efisien, transfaransi dan akuntabel.
Selama ini memang penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat kecil
dan bahkan hanya sekitar 9 % dari seluruh penerimaan negara (Nick Devas, 1998,
Hirawan, 2001). Rendahnya penerimaan PAD ini merupakan indikasi yang nyata
mengenai masih besarnya tingkat ketergantungan daerah kepada pusat terhadap
pembiayaaan pembangunannya. Namun demikian bukanlah berarti bahwa daerah
tertentu tidak mempunyai potensi untuk meningkatkan penerimaan PAD-nya. Pada
beberapa daerah yang memiliki perkembangan ekonomi dan usaha yang cukup pesat
sudah tentu memiliki potensi penerimaan PAD yang cukup besar untuk digali dan
dikembangkan.
Akan tetapi banyak para ahli mengemukakan bahwa rendahnya penerimaan PAD
adalah disebabkan karena daerah tersebut tidak memiliki SDA yang banyak. Pada hal,
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD terutama di
daerah kabupaten adalah karena masih rendahnya kinerja administrasi penerimaan
daerah. Disamping itu keterbatasan kemampuan SDM dalam menggali dan mengelola
sumber-sumber yang penerimaan yang potensial juga menjadi faktor penentu untuk
penerimaan PAD. Selanjutnya sistem dan prosedur penerimaan pajak yang baik jelas
akan mendorong dan mempercepat proses penerimaan PAD yang besar. Situasi
administrasi penerimaan daerah Kabupaten Agam, secara umum diduga tidak akan
jauh berbeda dengan kondisi daerah kabupaten lainnya di Indonesia. Hal ini terbukti
dengan masih besarnya tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari
pemerintah pusat.
Sebagai salah satu daerah kabupaten di Indonesia, Pemda Agam telah berupaya
meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerahnya dari tahun ketahun. Akan tetapi
jumlah penerimaan PAD tersebut ternyata masih relatif rendah bila dilihat dari proporsi
PAD terhadap Total Penerimaan Daerah maupun terhadap PDRB. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan maka peranan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah
maupun terhadap PDRB mengalami fluktuasi yang cenderung stabil dari
relatif kecil dan berfluktuasi pada kisaran 4%. Pada tahun 2003 peranan PAD terhadap
Penerimaan Daerah sebesar 4,14% dan pada tahun 2006 peranan PAD terhadap
Penerimaan Daerah hanya menurun sedikit menjadi 4,13%.
Peranan PAD terhadap belanja aparatur/belanja tidak langsung dan belanja pelayanan
publik/belanja langsung berkisar 17% dan 5% dari tahun ketahun. Pada tahun 2003
kemampuan PAD untuk membiayai belanja aparatur/belanja tidak langsung sebesar
17,27% saja kemudian menurun menjadi 15,33% pada tahun 2006. Sedangkan
peranan PAD terhadap belanja pelayanan publik atau belanja langsung pada tahun
2003 sebesar 4,87% dan kemudian sedikit meningkat di tahun 2006 sebesar 4,99%.
Selanjutnya, perkembangan penerimaan PAD dalam kehidupan perekonomian
masyarakat (PDRB) masih relatif kecil dari tahun ke tahun dan masih kurang dari 1%.
Pada tahun 2001 proporsi PAD terhadap PDRB harga konstan hanya sebesar 0,21%
saja, tetapi kemudian sedikit meningkat menjadi sebesar 0,74 % pada tahun 2006.
Oleh karena itu maka pemerintah daerah haruslah berupaya mencari dan menggali
semua potensi ekonomi yang ada sehingga secara langsung dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat. Pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pendekatan ekonomi
berlapis yang menjadi salah satu strategi kebijaksanaan pembangunan ekonomi di
daerah ini haruslah dalam upaya meningkatkan kemampuan daerah otonom. Dengan
demikian maka kemitraan antara rakyat dan pemerintah dalam menggerakkan roda
pembangunan ekonomi mesti menjadi prioritas yang utama.
Oleh karena itu, Pemda perlu untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor apa
saja yang menjadi kendala rendahnya penerimaan asli daerah tersebut. Disamping itu
juga perlu diketahui faktor apa saja yang mejadi potensi sumber penerimaan
pendapatan asli daerah dengan diberlakukannya otonomi daerah nantinya. Pertanyaan
lain yang cukup mendasar juga adalah, bagaimanakah pengukuran kinerja pajak dan
retribusi yang dilakukan oleh pengelola keuangan daerah selama ini. Apakah para
perencana dan pengelola keuangan sudah menggunakan kinerja pajak dan sistem
administrasi yang baik dalam melakukan pengelolaan dan manajemen keuangan di
daerahnya.
Kekuatan pendanaan internal kabupaten dapat diturunkan dari pendapatan pajak
Pemerintah Pusat dan Provinsi. Dengan melihat karakteristik keuangan Kabupaten
Agam, maka sub-komponen Hasil Perususahaan Daerah dan Kekayaan yang
dipisahkan dapat menjadi salah satu sumber pendanaan internal Kabupaten Agam.
Hal ini dimungkinkan mengingat perusda secara logika akan dapat sustain dalam
jangka waktu tertentu, selain itu dengan melihat konsistensi kontribusi sub-komponen
ini dalam jangka waktu tahun 2003-2007, maka sudah selayaknya menjadi salah satu
sumber pendanaan yang diperhitungkan.
Komponen lain tidak dapat dijadikan sebagai komponen kekuatan internal mengingat
karakteristiknya masing-masing. Seperti misalnya pendapatan retribusi yang akan
kembali digunakan untuk kepentingan layanan yang dikenai retribusi (dan biasanya
masih memerlukan subsidi untuk tetap menjalankan layanan tersebut). Sedangkan
DAU diturunkan berdasarkan celah fiskal, dan DAK yang sangat tergantung dengan
program pemerintah pusat yang sangat top down.
Dengan kondisi yang ada, maka estimasi pajak daerah ditetapkan dengan melihat
proporsinya terhadap penerimaan PAD (pertumbuhan pajak daerah menunjukkan
pertumbuhan yang sangat fluktuatif, dengan proporsi yang lebih stabil). Yang perlu
diperhatikan dari perhitungan di atas adalah bahwa estimasi pendanaan adalah
merupakan estimasi total pendanan yang digunakan untuk melaksnakan seluruh
urusan pemerintahan Kabupaten Agam.
A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan identifikasi program serta besaran kebutuhan pendanaannya, maka
selanjutnya Pemerintah Kabupaten Agam akan memilah program-program yang
akan didanai dengan pendanaan PAD. Program-program pembangunan yang
belum ter-cover selanjutnya akan didanai melalui sumber-sumber lainnya.
B. Dana Alokasi Umum (DAU)
Mengingat layanan bidang keciptakaryaan merupakan salah satu layanan publik
yang menjadi urusan wajib, maka Pemerintah Kabupaten Agam akan
memperhitungkan proporsi untuk pendaaan layanan berdasarkan perhitungan gap
fiskal di atas. Dengan pengalokasian dana DAU yang lebih jelas untuk menutupi
keciptakaryaan akan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien, terarah dan lebih
obyektif.
C. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK sangat berkaitan dengan program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Oleh karena itu, besaran DAK sulit untuk dapat diprediksikan besarannya setiap
tahunnya. Selain itu peruntukan pendanaan bagi sanitasi tidak dijelaskan secara
eksplisit dalam DAK. Walaupun demikian peruntukan layanan sanitasi yang dapat
dikaitkan dengan bidang pendanaan DAK adalah bidang kesehatan, pendidikan,
air bersih, jalan, irigasi, prasarana, dan lingkungan hidup. Karena itu Pemerintah
Kabupaten Agam akan berusaha menetapkan dan mengalokasikan pendanaan
untuk bidang-bidang tersebut.
D. Memanfaatkan Anggaran Pemerintah Pusat dan Anggaran Provinsi
Sebagaimana disebutkan di atas, maka untuk tahap ini, Pemerintah Kabupaten
Agam akan menetapkan program-program pembangunan yang tidak mampu
didanai dengan pendanaan internal kabupaten untuk diusulkan dibiayai dengan
RPIJM ataupun dana anggaran APBD Provinsi Sumatera Barat.
Langkah-langkah yang akan diambil untuk menerapkan strategi pemanfaatan
RPIJM adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi program pembangunan infrastruktur yang tidak dapat tercover oleh
pendanaan internal.
2. Membentuk proposal usulan program terpilih kepada Departemen PU yang
terdiri dari proposal administrasi, usulan teknis dan proposal pembiayaan
program.
3. Menyampaikan proposal usulan program kepada Departemen PU dan
melakukan pendekatan kepada Tim Teknis Sanitasi Pusat.
Sedangkan langkah-langkah yang akan diambil untuk mendapatkan pembiayaan
dari APBD Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut :
1. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terutama
untuk mengidentifikasikan besaran anggaran yang bisa didapatkan untuk
2. Identifikasi program pembangunan sanitasi Kabupaten Agam yang tidak
tercover dengan pendanaan internal.
3. Membentuk proposal usulan program terpilih kepada Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat yang terdiri dari proposal administrasi, usulan teknis dan
proposal pembiayaan program.
4. Menyampaikan proposal serta membentuk komitmen pendanaan kepada