BAB 4
Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan
4.1 ANALISIS SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/ pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. 2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Pembangunan kewilayahan di Kabupaten Rembang dilakukan dengan permasalahan dan kebutuhan pembangunan yang ada di Kabupaten Rembang, dalam hal ini pembangunan bidang Cipta Karya dengan partisipasi seluruh masyarakat dengan menerapkan visi pembangunan yang tertuang di dalam RPJMD Kabupaten Rembang Tahun 2016 – 2021.
“Terwujudnya Masyarakat Rembang yang Sejahtera, Melalui Peningkatan Perekonomian dan Sumber Daya Manusia, yang Dilandasi Semangat
Kebersamaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Kewirausahaan”
Berdasarkan Visi Kabupaten Rembang Tahun 2016-2021 tersebut, akan ditempuh melalui tujuh (7) misi pembangunan Kabupaten Rembang Tahun 2016-2021 yaitu sebagai berikut:
2. Membangun kemandirian ekonomi dan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis sumberdaya daerah, maupun pemberdayaan masyarakat,serta terjaminnya kelestarian lingkungan hidup.
3. Meningkatkan investasi serta mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif.
4. Melanjutkan pembangunan infrastruktur yang merata dan berkualitas serta berdimensi kewilayahan.
5. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, termasuk pendidikan keagamaan.
6. Menciptakan stabilitas politik, pemerintahan, sosial, dan mengembangkan budaya lokal serta meningkatkan upaya pengendalian penduduk dan tertib administrasi kependudukan.
7. Mewujudkan kedaulatan pangan dan kapasitas ekonomi rumah tangga berbasis pertanian dan perikanan.
Visi dan Misi dalam RPJMD Kabupaten Rembang Tahun 2016 – 2021 agar dapat dijadikan sebagai acuan bagi Pemerintah Kabupaten Rembang dalam kaitannya dengan pembangunan bidang Cipta Karya, sehingga utuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Rembang perlu menggandeng pihak lain seperti swasta dan masyarakat. Untuk keterlibatan masyarakat sangat penting dalam mencapai visi dan misi tersebut, dimana masyarakat dapat turut serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.
4.1.1 Pengarusutamaan Gender
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional
Beberapa kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya yang sudah berjalan di Kabupaten Rembang meliputi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS).
Selama beberapa tahun ini, pengarusutamaan gender yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dalam keterlibatannya pada setiap proses perencanaan pembangunan bidang cipta karya. Program pengarusutamaan gender yang yang ada di Kabupaten Rembang dilakukan melalui beberapa program sebagai berikut :
1. Peningkatan keberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dimana pada pada tahun 2015 nilai indeks pembangunan gender Kabupaten Rembang sebesar 86,30 dan indeks pemberdayaan gender sebesar 70,35.
2. Peningkatan Bertambahnya tingkat partisipasi perempuan dalam parlemen sebesar 20,0 persen
3. Perempuan sebagai tenaga professional sebesar 45,52 persen
4. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Tabel IV.1.
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
No Sektor/Program Tahun Identifikasi Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan
pembangunan
Penduduk Yang memanfaatkan
1. Pengembangan Permukiman
- Program Pengembangan Perumahan
- Perbaikan RTLH
- Penurunan luasan kawasan kumuh perkotaan
- Sosialisasi terkait program pengembangan permukiman - Pendampingan pelaksanaan kegiatan - Pemeliharaan program
pembangunan permukiman
- Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan kawasan
- Perbaikan RTLH Kabupaten Rembang
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
- Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
- Program Pengembangan Destinasi Pariwisata - Pembangunan Jalan,
jembatan dan jaringan Drainase
- Penyusunan RTBL
- Sosialisasi peran aktif masyarakat dalam pemeliharaan program pembangunan
- Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap hasil pelaksanaan program
- peningkatan Pengetahuan dan pemahaman masayarakat tentang penataan bangunan dan lingkungan - Terawat dan berfugsinya jaringan
jalan dan jaringan drainase di Kab.
3. Pengembangan Air minum
- Fasilitasi PAMSIMAS - Pendampingan pelaksanaan kegiatan - kelembagaan dalam pengelolaan
pengembangan air minum
- Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap hasil pelaksanaan program
Masyarakat di lingkungan
permukiman
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
- Program Penataan Lingkungan Permukiman - Peningkatan Kualitas
Sanitasi
- Pembangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) - Pembangunan IPAL
Komunal
- Pendampingan pelaksanaan kegiatan - Kelembagaan dalam pengelolaan
pengembangan sanitasi lingkungan - Monitoring dan evaluasi secara
berkala terhadap hasil pelaksanaan program
Masyarakat di lingkungan
permukiman
4.2 ANALISIS EKONOMI
Analisis ekonomi dilakukan untuk melihat dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan yang dilakukan di Kabupaten Rembang. Beberapa hal yang dibahas dalam analisis ekonomi ini adalah kemiskinan dan dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap ekonomi lokal masyarakat.
4.2.1. Kemiskinan a) Indeks Gini
Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan distribusi. Ukuran ini pertama kali dikembangkan oleh statistisi dan ahli sosiologi Italia bernama Corrado Gini dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam makalahnya berjudul “Variability and Mutability” (dalam bahasa Italia: Variabilità e mutabilità). Koefisien Gini dinyatakan dalam bentuk rasio yang nilainya antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan pemerataan yang sempurna di mana semua nilai sama sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semuanya sedangkan yang lainnya nihil. Menurut definisinya, koefisien gini adalah perbandingan luas daerah antara kurva lorenz dan garis lurus 45 derajat terhadap luas daerah di bawah garis 45 derajat tersebut.
Untuk melihat kesenjangan wilayah dapat menggunakan rasio gini. Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika:
G < 0,3 → ketimpangan rendah
0,3 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan sedang
G > 0,5 → ketimpangan tinggi
2015 yaitu menjadi 0,33 atau masuk kedalam ketimpangan sedang. Lebih jelasnya mengenai kesenjangan wilayah di Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Rembang dapat diamati pada tabel di bawah ini:
Tabel IV.2.
Indeks Gini Kabupaten Rembang dan Jawa Tengah Tahun 2006-2014
Wilayah Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Provinsi Jawa Tengah 0,25 0,27 0,25 0,3 0,32 0,34 0,38 0,38 0,39 0,38 Kabupaten Rembang 0,2 0,2 0,2 0,31 0,21 0,19 0,27 0,33 0,32 0,33
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang, 2016
Gambar 4.1.
Grafik Indek Gini Kabupaten Rembang Terhadap Jawa Tengah
b) Kemiskinan
antar rumah tangga miskin. Semakin kecil nilai P1 dan P2 memberikan gambaran keadaan yang lebih baik.
Tabel IV.3.
Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Rembang Tahun 2010-2016
No Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 138.500 140.400 129.900 128.000 120.000 119.110 115.490 2 Persentase Penduduk Miskin 23,4 23,71 21,88 20,97 19,5 19,28 18,54 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 3,5 2,86 2,76 3,4 2,9 3,47 3,28 4 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 0,83 0,58 0,6 0,88 0,65 0,99 0,85 5 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) 217.846 240.859 261.156 284.160 299.503 314.596 338.986
Sumber : BPS Kabupaten Rembang, 2016
Gambar 4.2.
Grafik Perkembangan Prosentase Penduduk Miskin Di Kabupaten Rembang
Penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Kabupaten Rembang pada tahun 2016 berjumlah 115,49 ribu orang atau 18,54 persen dari total penduduk, menurun sebanyak 362 orang (0,30 persen) jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada 2015 yang jumlahnya 119,11 ribu orang (19,28 persen).
terendah adalah Kota Semarang (4,85 persen). Untuk Propinsi Jawa Tengah sendiri, persentase penduduk miskin tahun 2016 sebesar 13,27 persen, menurun dari tahun sebelumnya (13,58 persen). Di wilayah eks-Karesidenan Pati, persentase penduduk miskin Kabupaten Rembang merupakan yang tertinggi. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Kudus (7,65 persen).
Tabel IV.4.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin se-Eks Karesidenan Pati, Tahun 2015-2016
Kabupaten
2015 2016
Jml Pddk Miskin (ribu org)
Persentase Penduduk Miskin
Jml Pddk Miskin (ribu
org)
Persentase Penduduk Miskin Kab. Blora 15,05 13,52 113,94 13,33 Kab. Rembang 119,11 19,28 115,49 18,54
Kab. Pati 147,05 11,95 144,2 11,65
Kab. Kudus 64,1 7,73 64,19 7,65
Kab. Jepara 100,61 8,5 100,32 8,35
Garis Kemiskinan Kabupaten Rembang kondisi tahun 2016 sebesar Rp. 338.986,- per kapita per bulan, meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang besarnya Rp. 314.596,- per kapita per bulan.
4.2.2. Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat
Program investasi jangka menengah bidang cipta karya ini dilakukan dengan tujuan untuk perencanaan, pembangunan infrastruktur di Kabupaten Rembang dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Beberapa dampak pembangunan infrastruktur bidang cipta karya terhadap ekonomi masyarakat lokal adalah :
a. Pengembangan Kawasan Permukiman
Berkurangnya luasan permukiman kumuh di Kabupaten Rembang berdampak kepada tertatanya permukiman yang ada, dan dapat menjadikan kawasan permukiman yang layak huni bagi penduduknya
Peningkatan aksesilibitas kawasan dan kualitas permukiman kumuh perkotaan dapat berdampak pada peningkatan ekonomi lokal, yaitu kelancaran arus barang dan jasa sehingga ikut meningkatkan perekonomian warga masyarakat
Pengembangan program Perbaikan RTLH memberikan dampak pada
peningkatan kualitas hidup masyarakat, sehingga dapat mempengaruhi kinerja masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya melalui usaha-usaha untuk perbaikan permukiman.
b. Penataan Bangunan dan Lingkungan
Peningkatan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan yang meningkat berakibat pada peningkatan derajad kesehatan masyarakat sehingga kompetensi masyarakat untuk memperbaiki taraf kehidupan juga ikut mengalami peningkatan.
Peningkatan kondisi jaringan jalan dan jembatan yang baik di Kabupaten Rembang dapat berdampak terhadap kemudahan akses dan distribsi barang jasa, sehingga akan memberikan dampak kepada penduduk Kabupaten Rembang Penataan kawasan strategis dan permukiman di Kabupaten Rembang sekaligus
memperoleh pelayanan publik dan dapat meningkatkan kualitas permukiman masyarakat.
c. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Program pengembangan air minum yang layak dan berkelanjutan berpengaruh dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yaitu mendukung usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dalam menjalankan usahanya, misalnya industri rumah tangga yang membutuhkan air yang layak.
d. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pengembangan program pengelolaan air limbah berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan yang berpengaruh pada penigkatan derajad kesehatan masyarakat sehingga kinerja masyarakat dalam pengusahakan kesejahteraannya juga ikut meningkat.
Pembangunan TPA dan IPLT berdampak pada peningkatan pengelolaan air limbah di Kabupaten Rembang sehingga berpengaruh pada derajad kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan
Pengembangan program perbaikan dan pembangunan drainase berdampak pada
terbebasnya kawasan dari genangan air atau banjir, sehingga aktivitas ekonomi dapat berjalan lancar.
Pengembangan program 3R dapat berpengaruh pada peningkatan perekonomian
masyarakat yang ada di Kabupaten Rembang sehingga akan terjadi proses awal sampah dari sumbernya dan pada tahap awal sehingga sampah yang dihasilkan oleh penduduk akan berkurang jumlahnya serta hasil dari kegiatan 3R pengolahan sampah menjadi barang yang memiliki manfaat dan dapat dijual sehingga pendapatan masyarakat meningkat dan juga berpengaruh pada pengurangan volume sampah yang masuk ke TPA sehingga memperpanjang umur TPA.
4.3 ANALISIS LINGKUNGAN
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KLHS tercantum dalam UU RI No 32 Tahun 2009, sebagai berikut: 1).Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terdiri atas:
a. KLHS;
b. Tata Ruang;
c. Baku Mutu Lingkungan Hidup;
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
e. AMDAL;
f. UKL-UPL;
g. Perizinan;
h. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup;
i. Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup; j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup;
k. Analisis Risiko Lingkungan Hidup; l. Audit Lingkungan Hidup; dan
m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
2).Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:
b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
(3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
b. Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
c. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
3).Pasal 17
(1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
(2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui.
a. Kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan
b. Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
4).Pasal 18
(1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan KLHS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
5).Pasal 19 ayat 1
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal
Sedangkan dalam Pedoman Penyusunan RPIJM Bidang Ciptakarya dalam UU No 32 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Strategis
KLHS dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Strategis sebagai berikut:
1).Pasal 1
Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis bagi para pembuat kebijakan, rencana dan/atau program baik sektoral maupun kewilayahan.
2).Pasal 2
Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3).Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Negaran Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
a. Proyek wajib AMDAL
b. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
c. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel IV.5.
Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem Control landfill/ sanitary landfill
luas kawasan TPA, atau
Kapasitas Total ≥ 10 ha ≥ 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut: luas landfill, atau
Kapasitas Total semua kapasitas/besaran
c. Pembangunan transfer station:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan, luas ≥ 25 ha
b. Kota besar, luas ≥ 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 100 ha
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
C Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang Luas, atau
Kapasitasnya ≥ 2 ha ≥ 11 m3/hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya
Luas, atau
Kapasitasnya ≥ 3 ha/hari ≥ 2,4 ton c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
Luas layanan, atau
Debit air limbah ≥ 500 ha ≥ 16.000 m3/hari
D Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di
permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang ≥ 5 km
b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km
E Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
Luas layanan ≥ 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
Panjang ≥ 10 km
Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel di bawah ini:
Tabel IV.6.
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
1 Persampahan a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled
landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:
• Luas kawasan, atau < 10 Ha
• Kapasitas total < 10.000 ton b. TPA daerah pasang surut
• Luas landfill, atau < 5 Ha
• Kapasitas total < 5.000 ton c. Pembangunan Transfer Station
• Kapasitas < 1.000 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
• Kapasitas < 500 ton e. Pembangunan Incenerator
• Kapasitas < 500 ton/hari
f. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
2 Air Limbah
Domestik /
Permukiman
a. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang
• Luas < 2 ha
• Atau kapasitas < 11 m3/hari
b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
• Luas < 3 ha
• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/offsite sanitation system) diperkotaan/permukiman
• Luas < 500 ha
• Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
3 Drainase Permukaan
Perkotaan a. Pembangunan saluran primer dan sekunder • Panjang < 5 km
b. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
4 Air Minum a. Pembangunan jaringan distribusi:
• luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha b. Pembangunan jaringan pipa transmisi
• Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
• Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
• Pedesaan, Panjang : -
c. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
• Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
• Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
• Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
e. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk kebutuhan:
• Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara
• Kegiatan lain dengan tujuan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
5 Pembangunan
Gedung a. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
b. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5.000 m2 s.d. 10.000 m2.
No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
c. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5.000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
6 Pengembangan
kawasan
Permukiman baru
a. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha
b. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri KTM eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha
c. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha
7 Peningkatan
Kualitas Permukiman
a. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
Luas kawasan: < 10 ha
b. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
Luas kawasan: < 10 ha
c. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP).
No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
8 Penanganan
Kawasan
Kumuh Perkotaan
a. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun
Luas kawasan: < 5 ha Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
A. Tahap I : Penapisan (Screening)
Secara singkat tabulasi identifikasi uji penapisan KLHS bagi suatu kebijakan, rencana, dan/atau program RPIJM sebagai berikut :
Tabel IV.7.
Kriteria Penapisan Usulan Program/ Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan
* (Signifikan/Tidak) Kesimpulan
1. Perubahan Iklim Usulan kegiatan RPIJM merupakan suatu upaya mengantisipasi
perubahan iklim, seperti penyediaan air minum pada daerah sulit air maupun kekeringan adanya lubang bio pori merupakan upaya
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau
kepunahan keanekaragaman hayati Program penyediaan air melalui pelestarian kawasan waduk atau embung merupakan
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan
* (Signifikan/Tidak) Kesimpulan
salah satu upaya
Program Sarana dan Prasarana pada kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Rembang
berpengaruh signifikan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber
daya alam Beberapa program sudah memperhatikan aspek pencegahan penurunan mutu sumber daya alam
Signifikan
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan
* (Signifikan/Tidak) Kesimpulan
peningkatan alih fungsi lahan dari lahan non terbangun menjadi terbangun sebagai kawasan permukiman.
lingkungan hidup.
6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
7. Peningkatan risiko terhadap kesehatan
dan keselamatan manusia Program sanitasi dan air minum merupakan upaya peningkatan kesehatan dan meningkatkan keselamatan manusia. Program penuntasan kumuh juga salah satu upaya meningkatkan
didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup
B. Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan
RPIJM dengan persetujuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
(1) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya
Tabel IV.8.
Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya Kabupaten Rembang Masyarakat dan
Pemangku Kepeningan Contoh Lembaga
Pembuat keputusan a. Bupati Kabupaten Rembang b. DPRD Kabupaten Rembang Penyusun kebijakan,
rencana dan/atau program BAPPEDA Kabupaten Rembang
Instansi
a. Dinas PUPR Kabupaten Rembang
b. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang c. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman d. Dinas Kesehatan
e. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
f. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
g. Dinas Pertanian dan Pangan h. Dinas Kelautan dan Perikanan Masyarakat yang memiliki
informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh Masyarakat d. Organisasi masyarakat
(2) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tabel IV.9.
Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
No Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
1 Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum
Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air Pemulihan badan air agar dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi
maksimal
Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman
Penggunaan Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan
Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Pengelolaan sampah dan limbah rumah
No Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat tersedianya saluran pembuangan dan
pengelolaan limbah industry rumah tangga maka akan berdampak pada pencemaran dan kerusakan lingkungan Isu 5: Perkembangan ekonomi lokal dari pembangunan infrastruktur
permukiman Pembangunan infrastruktur
dasar permukiman mendukung kelancaran kegiatan perekonomian, terutama terhadap pelaku yaitu manusia
3 Sosial
Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit
Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh Pencemaran dan kekumuhan perlu ditangani dan
(3) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel IV.10. Identifikasi KRP
No. Komponen kebijakan / rencana / program Kegiatan Kelurahan (jika ada)) Lokasi (Kecamatan/
1 Pengembangan Permukiman 1) Program Pembangunan
Kawasan Permukiman di Kabupaten Rembang
- -
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
1) Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
- -
2) Program Pengembangan Kawasan Kota Pusaka 3 Pengembangan Air Minum
1) Program Pengembangan dan Pengelolaan Air Minum
- -
4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1) Program Pengembangan dan
Pengelolaan Air Limbah
- -
2) Program Pengembangan dan
Pengelolaan Drainase - -
3) Program Pengembangan dan
Pengelolaan Persampahan - -
(4) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
Tabel IV. 11
Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
No. rencana dan/atau program Komponen kebijakan,
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-Aspek Pembangunan Berkelanjutan
Bobot Lingkungan Hidup
Permukiman Bobot Sosial Bobot Ekonomi Bobot Total
Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2:
1 Pengembangan Permukiman 1) Program Pembangunan
Kawasan Permukiman di Kabupaten Rembang
No. rencana dan/atau program Komponen kebijakan,
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-Aspek Pembangunan Berkelanjutan
Bobot Lingkungan Hidup
Permukiman Bobot Sosial Bobot Ekonomi Bobot Total
Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2:
1) Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
2) Program Pengembangan Kawasan Kota Pusaka 3 Pengembangan Air Minum
1) Program Pengembangan dan Pengelolaan Air Minum
4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1) Program Pengembangan
dan Pengelolaan Air Limbah
2) Program Pengembangan dan Pengelolaan Drainase 3) Program Pengembangan
dan Pengelolaan Persampahan
b. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tabel IV. 12
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP
1 Pengembangan Permukiman
1) Program Pembangunan Kawasan Permukiman di Kabupaten Rembang
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
1) Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 2) Program Pengembangan Kawasan Kota Pusaka 3 Pengembangan Air Minum
1) Program Pengembangan dan Pengelolaan Air Minum 4 Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
c. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS Tabel IV. 13
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
1 Pengembangan Permukiman -
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan -
3 Pengembangan Air minum -
4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman -
Tabel IV.14
Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT
4.1 Sosial
1. Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit
4.2 Ekonomi
1. Kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan 2. Perkembangan ekonomi lokal dari pembangunan
infrastruktur permukiman 4.3 Lingkungan
1. Kecukupan air baku untuk air minum
2. Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal