• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota mempunyai peranan penting sebagai titik pusat pertumbuhan dan pusat aktivitas ekonomi, sosial maupun budaya. Hal ini dicirikan dengan adanya kegiatan atau aktivitas di kawasan perkotaan dengan kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi sebagai tempat permukiman perkotaaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Keberadaan fasilitas kota yang dapat mencukupi segala kebutuhan hidup masyarakat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kota berkembang lebih cepat dibanding dengan kawasan pedesaan. Minat masyarakat yang cenderung tertarik untuk tinggal dikawasan kota berdampak pada peningkatan jumlah penduduk dan tentunya diiringi dengan bertambahnya kebutuhan ruang permukiman yang semakin besar.

Kawasan permukiman merupakan salah satu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian beserta segala aktivitas yang mendukung kehidupan manusia. Permukiman menempati areal paling luas dalam pemanfaatan ruang dan selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola – pola tertentu yang menciptakan struktur dan bentuk kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan permukiman disetiap wilayah tidak sama, bergantung pada karakteristik masyarakat, potensi sumberdaya yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota (Bintarto dalam Sobirin, 2001). Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 dijelaskan sistem wilayah pusat permukiman adalah kawasan perkotaan yang merupakan kawasan pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat baik pada kawasan perkotaan maupun pedesaan. Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antarwilayah, yaitu wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota. Keterkaitan antar

(2)

2 fungsi kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan, antara lain meliputi keterkaitan antar kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Salah satu kota di Indonesia dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi

adalah Kota Magelang. Kota Magelang memiliki luas wilayah sebesar 18,12 km2

dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 6.864 jiwa/km2. Berdasarkan

peraturan daerah Kota Magelang No.4 Tahun 2012 Kota Magelang memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah. Kota Magelang merupakan kawasan perkotaan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distrbusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayan sosial dan kegiatan ekonomi. Kota Magelang memiliki arahan pengembangan daerah disetiap bagian wilayah kotanya dan salah satunya adalah diarahkan sebagai fungsi utama permukiman. Jumlah penduduk Kota Magelang yang mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga berdampak pada peningkatan kebutuhan ruang untuk lahan permukiman. Keterbatasan lahan untuk permukiman serta tingginya persaingan penggunaan lahan kota, mengakibatkan bergesernya penggunaan lahan untuk permukiman ke daerah pinggiran kota. Akibatnya didaerah pinggiran berkembang permukiman yang tersebar, tidak teratur dan tidak terintegrasi satu sama lain dan memunculkan ruang-ruang kosong antar kawasan permukiman itu sendiri maupun dengan kawasan kota. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kemungkinan tidak semua penggunaan lahan permukiman berada pada lahan yang sesuai dan layak. Namun di lain sisi lahan yang ada di Kota Magelang tidak dapat bertambah dan menimbulkan terjadinya peningkatan pembangunan permukiman disekitar Kota Magelang seperti yang terjadi di Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Magelang seperti Kecamatan Bandongan, Kecamatan Secang, Kecamatan Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Candimulyo dan Kecamatan Mertoyudan. Jumlah rumah yang terbangun di setiap kecamatan tersebut berbeda-beda. Berdasarkan data Kabupaten Magelang dalam angka tahun 2014, Kecamatan yang memiliki jumlah rumah terbangun terbanyak adalah di Kecamatan Mertoyudan sebanyak 27.989 unit dan Kecamatan Secang sebanyak 19.442 unit. Banyak berdirinya rumah di Kecamatan tersebut dipengaruhi oleh fungsinya sebagai pusat

(3)

3 kegiatan lokal yang menjadi pusat kegiatan dan pelayanan untuk wilayah yang ada disekitarnya sehingga dimungkinkan sarana dan prasarana disana sangat mendukung untuk pengembangan wilayahnya. Namun apabila peningkatan pembangunan rumah terjadi secara terus menerus dan tidak terkendali dapat memicu timbulnya kerusakan lingkungan dan terjadi penurunan fungsi lahan.

Peningkatan pembangunan rumah di Kota Magelang dan sekitarnya sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan akan lahan permukiman pun dari tahun ke tahun semakin meningkat dan menimbulkan terjadinya alih fungsi lahan. Permasalahan ini menuntut adanya ketersediaan data yang dapat digunakan untuk menganalisis kondisi kota yang begitu dinamis. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan permukiman yang sudah digunakan untuk permukiman perlu adanya evaluasi perkembangan lahan permukiman terhadap kondisi lahan permukiman yang sudah digunakan.

Pendekatan berbasis spasial untuk kajian evaluasi lahan permukiman perkotaan memerlukan data spasial kawasan permukiman yang rinci dan detil. Penggunaan data penginderaan jauh resolusi tinggi dan Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam memecahkan permasalahan perkembangan lahan permukiman yang pesat. Citra Quickbird dengan kelebihan dalam resolusi spasial yang mampu memberikan informasi kenampakan suatu permukaan bumi secara rinci dan detil yang cocok untuk digunakan dalam mengkaji kesesuaian lahan permukiman di daerah penelitian. Integrasi data penginderaan jauh serta pemodelan yang tersedia dalam Sistem Informasi Geografis sangat membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Hasil dari penelitian tersebut nantinya dapat digunakan sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan yang tepat terkait dengan evaluasi lahan permukiman.

Kajian mengenai evaluasi perkembangan lahan permukiman di kota Magelang perlu dilakukan. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi lahan permukiman dimasa sekarang dan untuk merencanakan dimasa mendatang agar perencanaan pengembangan lahan untuk permukiman sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada serta dampak negatif dari perubahan lahan dapat diminimalisir.

(4)

4 1.2. Rumusan Masalah

Perkembangan kota yang dinamis menimbulkan berbagai permasalahan seperti peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada meningkatnya pembangunan permukiman di wilayah perkotaan dan berkembang disekitarnya. Hal ini mengakibatkan wilayah perkotaan mengalami perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Pembangunan permukiman di perkotaan yang terus mengalami peningkatan mengakibatkan kebutuhan untuk lahan permukiman juga semakin meningkat. Padahal ruang untuk pembangunan rumah tersebut tidak mengalami perkembangan.

Banyak terjadi permasahan yang timbul akibat dari adanya bertambahnya kebutuhan ruang untuk permukiamn. Hal ini terlihat dari adanya kasus pembangunan permukiman diarea yang tidak diperuntukkan untuk lahan permukiman. Akibat yang akan muncul adalah adanya alih fungsi lahan dimana lahan yang tidak boleh digunakan sebagai permukiman kini berubah fungsi menjadi lahan permukiman. Dampak inilah yang akan memicu timbulnya kerusakan lingkungan maupun bencana alam.

Kebutuhan akan informasi tentang kesesuaian lahan permukiman sangat diperlukan dalam mengetahui kondisi perkembangan lahan permukiman yang sudah ada. Hal ini dapat dimonitoring dan dikaji dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Pemanfaatan citra spasial resolusi tinggi mampu memberikan informasi keruangan terkait data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Parameter tersebut digunakan untuk mengkaji kesesuian lahan permukiman untuk mengevaluasi kondisi eksisting yang ada sekarang.

Citra sebagai sumber data geografis diidentifikasi, dianalisis untuk menghasilkan informasi baru yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan. Dalam hal ini data yang diperoleh dari citra dapat dimodelkan dan dianalisis untuk menghasilkan data baru. Hasil pemodelan dan analisis tersebut berupa peta yang dapat digunakan sebagai bahan dalam mengevaluasi perkembangan permukiman dikawasan perkotaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumusankan permasalahan yang melatarbelakangi penelitian yang dilakukan, yaitu :

(5)

5 1. Data citra resolusi spasial tinggi dapat menyadap informasi beberapa parameter – parameter yang digunakan untuk mengkaji kesesuaian lahan permukiman kota. Namun citra Quickbird masih sangat sedikit digunakan untuk penelitian kesesuaian lahan permukiman kota

2. Kajian tentang perkembangan lahan permukiman dalam suatu wilayah

berdasarkan kesesuaian lahan permukiman perlu dikaji menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat disimpulkan bebarapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana informasi parameter penggunaan lahan, jarak terhadap jalan utama, jarak terhadap saluran drainase dan jarak terhadap sarana lingkungan yang diperlukan untuk mengkaji kesesuaian lahan permukiman dapat diperoleh melalui citra Quickbird ?

2. Bagaimana evaluasi perkembangan lahan permukiman kota Magelang dan

sekitarnya dapat dipetakan menggunakan aplikasi jauh penginderaan dan sistem informasi geografi ?

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Megkaji kemampuan citra Quickbird dalam menyadap informasi beberapa

parameter kesesuaian lahan permukiman

2. Memetakan hasil evaluasi perkembangan lahan permukiman di Kota

Magelang dan sekitarnya menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi

1.5. Sasaran Penelitian

1. Peta Penggunaan Lahan, Peta Kelas Kemiringan Lereng, Peta Daya dukung

(6)

6 2. Peta Jarak terhadap Jaringan Jalan, peta Jarak terhadap Jaringan Listrik, Peta Jarak terhadap Jaringan Telepon, Peta Jarak terhadap Jaringan Air Minum, Peta Jarak terhadap Sarana Umum, Peta Jarak terhadap Saluran Pembuangan.

3. Peta Kesesuaian Lahan Permukiman berdasarkan parameter fisik lahan dan

Peta Kesesuaian Lahan Permukiman berdasarkan parameter sosial. Peta evaluasi perkembangan lahan permukiman

1.6. Kegunaan Penelitian

1. Memberikan gambaran mengenai kegunaan ilmu penginderaan jauh dan sistem

informasi geografi untuk pemetaan evaluasi perkembangan lahan permukiman kota Magelang dan sekitarnya sehingga akan terus mendorong perkembangan ilmu penginderaan jauh dan sistem sistem informasi geografi

2. Memberikan gambaran mengenai tingkat kesesuaian lahan permukiman kota

Magelang dan sekitarnya untuk kajian pemetaan evaluasi perkembangan lahan permukiman

3. Memberikan informasi tentang evaluasi perkembangan lahan permukiman kota

kepada instansi terkait sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan khususnya dalam mengkaji permasalahan permukiman kota dan sebagai bahan dalam perencanaan pembangunan permukiman dimasa mendatang yang sesuai dengan kondisi wilayahnya

1.7. Tinjauan Pustaka 1.7.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand et al,2004). Berdasarkan pengertian diatas penginderaan jauh merupakan ilmu, seni, maupun teknik untuk mendapatkan informasi tentang bumi baik yang ada dipermukaan bumi, dirgantara atau antariksa menggunakan suatu alat berupa sensor dan wahana yang mampu menyadap informasi bumi yang penginderaannya dari jarak jauh tanpa adanya

(7)

9 Aspek yang penting dan perlu diketahui dalam mempelajari citra penginderaan jauh adalah resolusi. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara keruangan (spatial) berdekatan atau secara secara spektal mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro, 2012). Resolusi citra penginderaan jauh dikelompokkan menjadi empat, yaitu resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral dan resolusi radiometrik. Berikut ini diuraikan mengenai resolusi citra penginderaan jauh :

- Resolusi Spasial

Resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek (terkecil) yang dapat dideteksi, makin kasar atau rendah resolusinya begitu sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang dapat dideteksi, semakin halus atau tinggi resolusinya.

- Resolusi Temporal

Resolusi temporal merupakan kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama. Semakin dekat jarak waktu perekaman daerah yang sama, makin baik resolusi temporal dan sebaliknya. Resolusi temporal penting digunakan untuk kebutuhan yang berulang atau untuk pengamatan yang cepat dan mendadak. Satuan resolusi temporal adalah jam dan hari.

- Resolusi Spektral

Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi obyek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah saluran, maka semakin tinggi kemungkinan dalam mengenali obyek berdasarkan respon spektralnya. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah salurannya, makin tinggi resolusi spektralnya.

- Resolusi Radiometrik

Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral obyek. Kemampuan sensor ini berkaitan dengan kemampuan koding

(8)

10 (digital coding), yaitu mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital yang dinyatakan dalam bit.

Penginderaan jauh memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan ilmu yang lain. Kemampuan dalam menyadap informasi spasial yang cepat, mudah serta tidak membutuhkan waktu yang lama. Penginderaan jauh mampu menyediakan data secara multitemporal (banyak waktu) membuat data spasial ini sangat membantu dan semakin berkembang dan diminati dari segala disiplin ilmu. Penginderaan jauh banyak diterapkan dalam berbagai bidang, seperti aplikasi untuk bidang vegetasi dan penggunaan lahan, hidrologi dan pengelolaan DAS, bidang geologi, geomorfologi dan tanah, bidang kelautan dan atmosfer serta bidang kekotaan dan pengembangan wilayah.

1.7.2. Citra Quickbird

Satelit Quickbird diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001, diketinggian 450 kilometer. Satelit Quickbird mampu menghasilkan citra dengan tingkat resolusi yang cukup baik Citra satelit ini merupakan salah satu citra yang memiliki resolusi spasial yang tinggi. Hal ini terlihat dari kemampuan satelit yang mampu memberikan data citra resolusi 0,6 meter pancromatic(hitam dan putih) dan resolusi multi sekitar 2,4 meter. Sensor satelit Quickbird menyediakan sebuah band resolusi tinggi pankromatik dan 4 band multispektral yang terdiri atas band (warna merah, hijau, biru dan inframerah dekat).

Di bawah ini disajikan tabel 1 panjang gelombang yang dimiliki oleh citra Quickbird.

Tabel 1. Panjang Gelombang Quickbird

Kanal Panjang Gelombang (µm) Resolusi Spasial (m) Daerah Spektrum 1 0,45 – 0,52 2,44 Biru 2 0,52 – 0,6 2,44 Hijau 3 0,63 – 0,69 2,44 Merah 4 0,76 – 0,9 2,44 Inframerah dekat 5 0,45 – 0,9 0,61 Pankromatik Sumber : http://www.Digitalglobe.com , 2015

(9)

11 Citra Quickbird memiliki kelebihan pada resolusi spasial sebesar 0,6 pankromatik pada band. Data ini bila dipadukan dengan saluran multispektralnya akan menghasilkan pan sharped, yang mampu menonjolkan variasi obyek dan sangat cocok digunakan untuk interpretasi citra secara visual. Namun karena resolusi spasial yang dimiliki satelit Quickbird sangat tinggi dan posisi orbit yang rendah skitar 400-600km maka berdampak pada kemampuan dalam menjangkau liputan areanya yaitu kurang dari 20km.

1.7.3. Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografis atau yang lebih dikenal dengan singkatan SIG, merupakan sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan, mengelola, memanipulasi, dan menampilkan informasi spasial (keruangan) berupa informasi yang mempunyai hubungan geometrik dalam arti bahwa informasi tersebut dapat diukur, dihitung, dan disajikan dalam sistem koordinat rujukan/bidang hitung yang baku, dengan data berupa data digital yang terdiri dari data posisi (data spasial) dan data keterangan atau data non-spasial (data atribut).

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografi atau data geospasial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengolahan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. (Murai S,1999 dalam Prayitno, 2000).

ESRI, 1990 mendefinisikan SIG sebagai suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi.

SIG memiliki banyak nama alternatif yang sudah digunakan bertahun-tahun menurut cakupan aplikasi dan bidang khusus masing-masing, sebagai berikut:

(10)

12 • Sistem Informasi Lahan (Land Information System – LIS)

• Pemetaan terautomatisasi dan Pengolahan Fasilitas (AM/FM– Automated Mapping and Facilities Management)

• Sistem Informasi Lingkungan (Environment Information System) • Sistem Penanganan Data Keruangan (Spatial Data Handling System) SIG kini menjadi disiplin ilmu yang independen dengan nama “Geomatic”, “Geoinformatics“, atau “Geospatial Information Science“ yang digunakan pada berbagai departemen pemerintahan dan universitas.

Kemudahan yang diberikan oleh SIG dalam mengolah data spasial membuat SIG berkembang sangat pesat. Hal ini didukung dengan perangkat keras seperti laptop dan PC yang semakin terjangkau oleh masyarakat luas. Era komputerisasi telah memberi wawasan dan paradigma baru dalam proses pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang mempresentasikan dunia nyata dapat disimpulkan dan diproses sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan sesuai kebutuhan.

SIG dapat mempresentasikan real word (dunia nyata) diatas monitior komputer sebagaimana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata di atas kertas. Tetapi SIG memiliki kekuatan lebih dalam hal fleksibilitas dibandingkan lembaran pada kertas. SIG dapat menentukan lokasi yang sesuai untuk pengembangan lokasi permukiman penduduk yang memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi ke dalam lima komponen utama, yaitu:

1. Perangkat keras (Hardware) 2. Perangkat lunak (Software) 3. Pemakai (User)

4. Data 5. Metode

Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu: Data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan

(11)

13 berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu. Kemudian data non-spasial disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial.

Dapat disimpulkan kemampuan SIG secara eksplisit adalah: memasukkan data dan mengumpulkan data geografi (spasial dan atribut), mengintegrasikan data geografi, memeriksa, meng-update data geografi, menyimpan dan membuka kembali data geografi, mempresentasikan atau menampilkan data geografi, mengolah data geografi, menganalisa data geografi, menghasilkan keluaran (output) data geografi dalam bentuk: peta tematik (view dan layout), table, grafik, laporan dan lainnya baik dalam bentuk hard copy

maupun soft copy.SIG memberikan informasi pada pengambil keputusan (user)

untuk analisis dan penerapan basisdata keruangan. 1.7.4. Evaluasi Sumberdaya Lahan

Pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan merupakan proses menduga potensi sumberdaya lahan dalam suatu wilayah untuk berbagai penggunaan. Proses membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut menjadi kerangka dasar dalam mengevaluasi sumberdaya lahan. Evaluasi lahan mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor– faktor tersebut dan berusaha menerjemahkan informasi–informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bentuk–bentuk yang dapat diaplikasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Menurut FAO kegiatan utama dalam evaluasi lahan meliputi:

1. Konsultasi pendahuluan yang meliputi penetapan yang jelas tentang tujuan

evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian, serta intensitas dan skala survei.

2. Penjabaran dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan

(12)

14 3. Deskripsi peta satuan lahan dan kualitas lahan berdasarkan persyaratan yang

diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu dan pembatas-pembatasnya. 4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. 5. Hasil butir ke empat adalah klasifikasi kesesuaian lahan.

6. Penyajian hasil evaluasi.

Sitorus (1985) mengemukakan bahwa fungsi dari evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Manfaat mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan yaitu untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Dengan adanya prediksi yang didasarkan pada kesesuaian lahan memberikan manfaat terutama dalam program pembangunan. Segala bentuk kemungkinan terbaik maupun terburuk pun dapat diketahui sehingga peringatan terhadap lahan yang seharusnya tidak diperuntukkan sebagai pemanfaatan tertentu dapat dilaksanakan. Ketidaksesuaian antara kualitas lahan dengan peruntukannya akan menimbulkan degradasi lingkungan (Sutikno,1992). Banyak sekali contoh kegiatan yang menunjukkan ketidaksesuaian antara kualitas lahan dengan peruntukkannya yang akhirnya berdampak pada kerusakan lingkungan hingga menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

1.7.5. Permukiman

Permukiman merupakan salah satu jenis penggunaan lahan yang ada diper mukaan bumi. Penggunaan lahan sendiri merupakan suatu bentuk campur tangan manusia dala memanfaatkan suatu lahan untuk kepentingan keberlanjutan kehidupan umat manusia. Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup dan menjadi salah satu kebutuhan pokok yang harus dimiliki oleh setiap penduduk dalam suatu wilayah tertentu.

Undang – undang No. 1 Tahun 2011 menjelaskan bahwa permukiman merupakan bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan

(13)

15 perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Zee (1979, dan Ritohardoyo, 2000) mengartikan istilah permukiman secara sempit sebagai perumahan, yang terdiri dari bangunan rumah tinggal (single house building) maupun kelompok bangunan rumah (house building group). Berbeda

dengan Commision on human settlement of the united nation (CHSUN), 1988

yang lebih menekankan pengertian permukiman sebagai perumahan, yang dianggap paling universal dengan berbagai macam kondisi iklim, tingkat ekonomi dan kebudayaan. CHSUN menyepakati makna perumahan (housing) sebagai kelompok bangunan rumah (house building group) yang digunakan untuk berlindung para penghuninya dari berbagai unsur dan bahaya yang mengancam.

Adanya perbedaan pengertian tentang istilah perumahan dan permukiman tersebut, Yunus (1987) lebih menekankan pada pengertian perumahan dan permukiman dari lingkup skala bahasan maupun dari segi skala wilayah. Secara luas permukiman manusia memiliki arti sebagai semua bentukan secara buatan maupun alami dengan segala perlengkapannya, yang diperlukan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok, untuk bertempat tinggal sementara maupun menetap, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Istilah perumahan dimaknai sebagai kelompok bangunan rumah dengan segala kelengkapannya, yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal secara menetap maupun sementara, dalam rangka penyelenggaraannya.

Keberadaan permukiman dalam suatu wilayah berhubungan erat dengan kondisi jumlah penduduknya. Semakin banyak jumlah penduduk maka sebanding dengan semakin banyaknya lahan yang dibutuhkan untuk lahan permukiman. Suatu wilayah dituntut untuk memiliki lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk untuk berlindung yaitu rumah. Turner (1976 dalam Panuju, 1999) menyebutkan adanya tiga faktor dalam pembangunan perumahan yaitu pemerintah (public service) , swasta (private service) dan masyarakat (community sector). Ketiga faktor ini memiliki peran yang penting dalam pembangunan salah satunya adalah pembangunan perumahan. Masyarakat dan pihak swasta biasanya berperan dalam proses pembuatan dan pemilik hajat dalam pembangunan

(14)

16 perumahan. Untuk menjaga agar pembangunan tetap terarah dibutuhkan suatu instansi yang dalam hal ini adalah pemerintah dimana pemerintah memiliki wewenang dalam mengatur kebijakan pembangunan, termasuk pembangunan sektor perumahan yang seharusnya mampu berperan sebagai penghasil (provider) sekaligus sebagai pemberi bantuan atau dorongan, selain itu diharapkan mampu mengakomodasi langkah dari pihak swasta maupun masyarakat sehingga pembangunan perumahan menjadi lebih terarah dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu peran pemerintah dalam hal pembangunan permukiman dalam suatu wilayah diantaranya adalah memberikan kebijakan dan peraturan dalam pemanfaatan lahan bagi permukiman.

1.7.6. Kesesuaian Lahan untuk Permukiman

Kesesuaian Lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Dalam SK Menteri Pertanian No.837/KPTS/Um/11/1981 serta Keppres No.48/1983 menjelaskan tentang pengkategorian kelerengan, curah hujan dan jenis tanah yang digunakan untuk penilaian kategori fungsi kawasan dan kesesuaian lahan permukiman. Menurut Suprapto dan Sunarto (1990), kesesuaian lahan untuk permukiman berkaitan dengan syarat-syarat lokasi permukiman yang ditekankan pada variabel relief (lereng, kerapatan aliran, dan kedalaman alur), proses geomorfologis (banjir, tingkat erosi, dan gerakan massa batuan) dan variabel material batuan (pengatusan, tingkat pelapukan, kekuatan batuan, daya dukung dan kembang kerut).

Menurut Mirhad (1983, dalam Budiharjo, 1984) pengembangan permukiman sangat berkaitan dengan aspek lingkungan, sehingga perlu dipertimbangkan agar dampak kerusakan lingkungan dapat dibatasi sekecil mungkin. Suatu pengembangan permukiman yang baik hendaknya memperhatikan 4 (empat) aspek, yaitu :

(15)

17 a) Mudah dikerjakan dengan pengertian tidak banyak pekerjaan gali dan urug

(cut and fill) serta pembongkaran tonggak kayu dan tumbuhan b) Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti.

c) Kondisi tanah yang baik sehingga konstruksi bangunan dapat

direncanakan dengan sistem yang semurah mungkin.

d) Mudah mendapatkan air bersih sehingga konstruksi bangunan dapat

direncanakan dengan sistem yang semurah mungkin.

e) Mudah mendapat air bersih, listrik, pembuanagn air limbah/kotor/hujan

(drainase)

f) Mudah mendapatkan tenaga kerja

B. Penentuan lokasi permukiman ditinjau dari segi tata guna lahan : a. Lahan yang secara ekonomis sukar dikembangkan secara produktif.

b. Tidak merusak lingkungan yang telah ada, bahkan kalau mungkin dapat

memperbaikinya, sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reserfoir air tanah dan penampung air hujan serta penahan instrusi air laut.

C. Penentuan lokasi permukiman ditinjau dari segi kesehatan dan kemudahan :

a. Lokasi permukiman sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat

menimbulkan polusi.

b. Lokasi permukiman sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan.

c. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang mudah mendapatkan air minum,

listrik, sekolah, pasar, puskesmas dan kebutuhan sosial lainnya. d. Lokasi mudah dicapai dari tempat kerja para penghuninya. D. Penentuan lokasi permukiman dari segi politis ekonomis :

a. Mampu menciptakan kesempatan kerja dan usaha bagi masyarakat

sekitarnya.

b. Dapat menjadi contoh masyarakat sekelilingnya untuk membangun rumah

dan lingkungan yang sehat, layak dan indah meskipun bahan bangunannya produksi lokal.

c. Mudah menjualnya karena lokasi disukai oleh calon pembeli dan dapat

(16)

18 Budiharjo (1991), menyatakan bahwa dalam pengembangan permukiman masih sering terabaikannya sarana dan prasarana lingkungan bagi kelayakan hidup manusia. Sarana lingkungan tersebut meliputi :

1. Pelayanan sosial (social services), antara lain : sekolah, klinik, puskesmas atau rumah sakit yang umumnya disediakan pemerintah.

2. Fasilitas sosial (social facilities), antara lain : tempat peribadatan,

makam/kuburan, gedung pertemuan, lapangan olahraga, tempat bermain/ruang terbuka, pasar, pertokoan, warung kaki lima.

Prasarana lingkungan meliputi : jalan dan jembatan, air bersih, listrik, telepon, saluran pembuangan.

1.8. Penelitian Sebelumnya

Handoko (2003) melakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk pemilihan lokasi perumahan di sebagian Kabupaten Sleman bagian timur, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan lokasi yang paling sesuai bagi pembangunan perumahan berdasarkan parameter fisik dan non fisik lahan. Parameter yang digunakan dalam menilai kesesuaian lahan meliputi : penggunaan lahan, kemiringan lereng, kerentanan gerak massa batuan, drainase tanah, daya dukung tanah, kedalaman muka air tanah dangkal, jarak dari jalan utama, jarak dari jaringan telepon, dan jarak dari jaringan listrik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif empiris dengan pengharkatan terhadap parameter-parameter lahan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah peta kesesuaian lahan yang menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Sleman bagian timur memiliki kelas kesesuaian lahan I (sangat sesuai). Hal ini menunjukkan bahwa didaerah penelitian tidak memiliki kendala bararti terkait faktor fisik dalam rangka pembangunan perumahan. Kendala yang dihadapi menyangkut aksesbilitas (jarak dari fasilitas pelayanan dan pusat kegiatan), serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung untuk perumahan.

(17)

19 Lukisari (2005) melakukan penelitian Menentukan Prioritas Letak perumahan Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang dengan memanfaatan Citra Ikonos dan Sistem Informasi Geografi yang bertujuan untuk mengetahui penetuan prioritas letak perumahan dengan pertimbangan kondisi fisik lahan dan aksesbilitas. Metode yang digunakan adalah pengharkatan parameter fisik dan aksesbilitas dengan pendekatan kuantitatif berjenjang serta pengolahan data menggunakan SIG. Analisis kesesuaian lahan untuk permukiman menggunakan ketetentuan kesesuaian lahan berdasarkan faktor fisik dan sosial (aksesbilitas). Hasil dari penelitian tersebut yaitu peta prioritas letak perumahan di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Adapun persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah citra satelit yang digunakan serta metode yang digunakan. Namun yang membedakan dengan penelitian yang akan diambil adalah analisis evaluasi perkembangan lahan permukiman dengan kondisi yang ada pada saat dilakukan penelitian.

Supriyatno (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis kesesuaian lahan untuk permukiman dengan memanfaatkan teknik Penginderaan Jauh dan SIG (Studi Kasus : Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta).Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk permukiman dan mengevaluasi penggunaan lahan permukiman berdasarkan kondisi fisik alam dan jangkauan pelayanan utilitas. Data yang digunakan adalah citra IKONOS. Metode pendekatan yang dipakai adalah metode pendekatan kuantitatif. Metode analisis pada pendekatan antara lain metode analisis spasial dengan superimpose, metode analisis kualitatif deskriptif dan metode analisis pengharkatan (scoring). Hasil dari penelitian tersebut berupa peta kelas kesesuaian lahan permukiman yang dijadikan sebagai acuan untuk mengevaluasi penggunaan lahan permukiman yang ada pada waktu penelitian tersebut berlangsung. Adapun persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan. Namun yang membedakan dengan penelitian yang akan diambil adalah data citra yang digunakan serta lokasi dan waktu penelitiannya.

Pigawati dan Rudiarto (2011)mengkaji perkembangan kawasan permukiman Di Kota Semarang menggunakan citra Landsat. Tujuan dari

(18)

20 penelitian tersebut adalah untuk mengetahui perkembangan kawasan permukiman di Kota Semarang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan spasial menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis yang digunakan meliputi interpretasi citra, overlay peta dan analisis data kuantitatif.Hasil yang didapat dari penelitian tersebut peta evaluasi kesesuaian lahan permukiman. Adapun persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah interpretasi citra satelit untuk memperoleh informasi penggunaan lahan permukiman. Namun yang membedakan dengan penelitian yang akan diambil adalah pada metode penelitian yang menggunakan analisis spasial dengan cara analisis kualitatif deskriptif dan metode analisis pengharkatan (scoring)

Satria dan Rahayu (2013) melakukan evaluasi kesesuaian lahan permukiman di Kota Semarang bagian selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan yang berkembang di Kota Semarang bagian selatan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan pendekatan analisis spasial dengan bantuan alat analisis GIS (Geography Irformation System) dan analisis skoring. Analisis spasial digunakan untuk mengetahui kondisi eksisting permukiman, analisis skoring digunakan untuk mengidentifikasi fungsi kawasan, kesesuaian permukiman serta evaluasi permukiman. Hasil dari penelitian ini adalah peta evaluasi kesesuaian perubahan permukiman. Adapun persamaan penelitian yanga akan dilakukan adalah metode yang digunakan berupa analisis spasial dengan bantuan alat analisis GIS. Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah lokasi dan waktu penelitian.

(19)

21 Tabel 2. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya

Peneliti Tahun Lokasi Tujuan/ Metode

Pokok Bahasan Albertus Dwi Handoko 2003 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Penentuan lokasi pengembangan perumahan berdasarkan aspek fisik dan non fisik

Interpretasi FU, pengharkatan terhadap parameter lahan Bambina Lukisari 2005 Kecamatan Kedungkandang , Kota Malang Evaluasi kesesuaian lahan dalam penentuan lokasi perumahan dengan pertimbangan kondisi fisik lahan dan aksesbilitas

Interpretasi citra Ikonos, pengharkatan parameter fisik lahan dan parameter aksesbilitas Supriyatno 2008 Kecamatan Umbulharjo, D.I. Yogyakarta Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk permukiman dan mengevaluasi penggunaan lahan permukiman berdasarkan

kondisi fisik alam dan jangkauan pelayanan utilitas

Interpretaasi citra Ikonos, metode analisis spasial dengan superimpose, metode analisis kualitatif deskriptif dan metode analisis pengharkatan (scoring). Bitta pigawati dan Iwan Rudiarto

2011 Kota Semarang Evaluasi perkembangan kawasan permukiman

interpretasi citra Landsat, overlay peta dan analisis data kuantitatif. Mitra Satria dan Sri rahayu 2013 Kota Semarang Bagian selatan Evaluasi kesesuaian lahan permukiman pendekatan kuantitatif dengan pendekatan analisis spasial dengan bantuan alat analisis GIS (Geography Irformation System) dan analisis skoring

Nisfu Naharil M

2015 Kota Magelang Evaluasi pengembangan lahan permukiman kotadengan mempertimbangkan kesesuaian lahan permukiman

Interpretasi citra Quickbird, pengharkatan parameter kesesuaian lahan permukiman

(20)

22 1.9. Kerangka Pemikiran

Perkembangan suatu wilayah erat kaitannya dengan adanya peningkatan jumlah penduduk. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dalam suatu wilayah maka kebutuhan ruang untuk permukiman juga semakin meningkat. Namun disatu sisi keberadaan ruang untuk permukiman tersebut tidak dapat ditambah karena lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Akibatnya timbul berbagai macam permasalahan dalam suatu wilayah salah satunya adalah alih fungsi lahan untuk lahan permukiman. Alih fungsi lahan sendiri merupakan perubahan penggunaan lahan yang sengaja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan tidak memperhatikan kemampuan dari lahan yang digunakan tersebut Adanya alih fungsi lahan sering menimbulkan berbagai macam problem baik dalam permasalahan fisik maupun sosial. Banyak berdiri rumah yang berada pada lahan yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk lahan permukiman. Hal ini berdampak pada timbulnya permasalahan lingkungan maupun memicu adanya kerusakan lingkungan dan bencana alam.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan kajian yang komprehensif untuk dapat menemukan akar permasalahan serta solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya. Dengan demikian masalah akan semakin berkurang dan dapat dihindari seminimalisir mungkin. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang dapat diterapkan untuk mengkaji permasalahan fisik maupun sosial dengan menggunakan pendekatan yang mendukung untuk kajian tentang perkembangan penggunaan lahan permukiman. Penginderaan jauh memiliki kemampuan dalam menyadap informasi spasial yang up to date serta dapat mencakup area yang luas. Kemampuan tersebut sangat membantu dalam mengkaji suatu wilayah yang luas dan dinamis. Data spasial tersebut dapat menghasilkan informasi baru terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Sistem Informasi Geografi memiliki kemampuan dalam melakukan input, proses sampai output data berbasis spasial.

Kajian tentang evaluasi perkembangan lahan permukiman sangat sesuai dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Penggunaan data citra yang mampu menyadap informasi keruangan suatu wilayah

(21)

23 bermanfaat untuk menghasilkan data baru yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Citra Quickbird digunakan untuk menyadap beberapa informasi baru seperti

penggunaan lahan, jaringan jalan, saluran darainase dan sarana lingkungan. Selain data yang diperoleh dari citra, ada beberapa data yang tidak dapat disadap dari citra sehingga harus mencari ke instansi terkait seperti data jaringan listrik, telepon, dan Saluran air minum PDAM. Data yang digunakan terbagi menjadi dua kategori yaitu data fisik lahan yang menjadi data parameter fisik dan data kondisi sarana dan prasarana yang menjadi data parameter jarak. Data - data inilah yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan permukiman.

Kondisi lahan yang ada di daerah penelitian dianalisis kesesuaian lahannya berdasarkan faktor fisik dan faktor jarak dengan memanfaatkan sistem informasi geografi. Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial yang akan menghasilkan data baru berupa informasi kesesuaian lahan permukiman. Data baru inilah yang akan menjadi dasar untuk mengevaluasi perkembangan lahan permukiman yang sudah ada di daerah penelitian. Berdasarkan evaluasi penggunaan lahan permukiman saat ini dengan data kesesuaian lahan permukiman maka diperoleh informasi baru terkait dengan lahan permukiman dimana saja yang sudah sesuai hingga tidak sesuai digunakan untuk lahan permukiman. Kajian evaluasi perkembangan lahan permukiman berdasarkan kondisi kesesuaian lahan ini diharapkan bermanfaat untuk instansi terkait. Data ini dapat menjadi referensi dalam menganalisis kondisi lahan untuk peruntukan permukiman agar kedepannya rencana untuk mengembangkan lahan permukiman dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada.

(22)

24 Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan Penduduk tinggi

Peningkatan kebutuhan untuk lahan permukiman

Alih fungsi lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan

terbangun Informasi keruangan wilayah

Data sekunder

Kondisi sarana dan prasarana permukiman Penginderaan Jauh

Citra Quickbird

Kondisi fisik lahan

Kesesuaian lahan permukiman berdasarkan parameter jarak Kesesuaian lahan permukiman

berdasarkan parameter fisik

Kesesuaian lahan untuk permukiman Penggunaan lahan saat ini

(23)

25 1.10. Batasan Istilah

• Aksesbilitas : adalah kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain

dalam suatu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak (Bintarto,1979)

• Bentuk lahan : adalab bentuk dan sifat dari kenampakan tertentu pada

permukaan bumi (Suharsono,1988)

• Evaluasi sumberdaya lahan : adalah proses untuk menduga potensi

sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan (Sitorus,1985)

• Interpretasi citra : adalah kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar pada citra atau foto tersebut (Sutanto,1994)

• Kemampuan Lahan : adalah Tingkat potensi lahan dalam mendukung

berbagai penggunaan

• Kesesuaian Lahan : adalah penggambaran tingkat kecocokan suatu bidang

lahan untuk kegunaan tertentu (Sitorus,1985)

• Klasifikasi : adalah penggolongan obyek-obyek kedalam kelas-kelas dengan

adanya beberapa persamaan sifat atau ada kaitannya antar obyek-obyek (Bintarto,1987)

• Klasifikasi kesesuaian lahan : adalah penafsiran dan pengelompokan atau

proses penilaian dan pengelompokan lahan yang mempunyai tipe khusus dalam kesesuaiannya secara mutlak atau relatif untuk suatu jenis tanaman atau penggunaan tertentu (FAO,1976)

• Lahan : adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, vegetasi serta benda yanga da diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (FAO,1976)

• Penggunaan Lahan : adalah segala bentuk campur tangan manusia baik

secara permanen atau secara sekilas terhadap sumberdaya buatan yang secara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan mencukupi segala kebutuhan baik material ataupun spiritual maupun keduanya (Malingreau,1981)

(24)

26

• Penginderaan Jauh : Ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi

tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak klangsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand et al,2004)

• Prasarana lingkungan : adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya (UU No.4 Tahun 1992)

• Permukiman : adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih

dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan (UU No 1 Tahun 2011)

• Rencana tata ruang wilayah kota Magelang : Penjabaran RTRW Nasional

dan Propinsi ke dalam kebijakan dan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah daerah (Perda Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012)

• Sarana lingkungan : adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan kehidupan ekonomi (UU No.4 tahun 1992)

• Sistem Informasi Geografis (SIG) : Suatu kumpulan terorganisisr dari

perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografis dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (ESRI, 1990)

Gambar

Tabel 1. Panjang Gelombang Quickbird

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu metode untuk memperlambat pertumbuhan populasi serangga tanpa pestisida adalah dengan menambahkan sejumlah serangga jantan mandul ke dalam populasi. Serangga jantan

Sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan (tidak tepat sasaran). Proses komunikasi dalam

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (Field Research). penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan berjenis kualitatif dengan menggunakan

2. all actors involved in registration are fully aware of the categories and criteria for those with specific needs. actors in your sector liaise with actors in other sectors

membimbing kami dalam pembuatan Tugas Akhir ini dari awal

Tapi juga sumberdaya insani tidak saja sebagai salah satu faktor produksi, tapi juga tenaga kerja harus mendapatkan prioritas untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya dengan

The purpose of the research is looking for relation parameters between velocity and brake pressure of vehicle model that can be control to determine optimum

Memang dalam pengurusan KTP dan KK oleh masyarakat yang dilimpahkan kepada pengurus desa ini memunculkan biaya baru bagi masyarakat, akan tetapi biaya ini memang