6
A. Tanaman Pandan
1. Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van
steenis (1997) adalah sebagai berikut:
Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta Classis : Monocotyledonae Ordo : Pandanales Familia : Pandanaceae Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius Roxb.
2. Deskripsi Tanaman
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) atau biasa disebut pandan
saja adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae. Pandan wangi
merupakan tanaman perdu, tingginya sekitar 1-2 m. Tanaman ini mudah
dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh.
Batangnya bercabang, menjalar, pada pangkal keluar akar tunjang. Daun
pandan wangi berwarna hijau, diujung daun berduri kecil, kalau diremas daun
ini berbau wangi. Daun tunggal, dengan pangkal memeluk batang, tersusun
berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun tipis, licin, ujung runcing, tepi rata,
bertulang sejajar, panjang 40-80cm, lebar 3-5cm, dan berduri tempel pada ibu
tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya. Beberapa varietas
memiliki tepi daun yang bergerigi (Dalimartha,1999)
Tumbuhan pandan wangi dapat dijumpai di daerah tropis dan banyak
ditanam di halaman, di kebun dan di pekarangan rumah atau tumbuh liar di
tepi-tepi selokan yang teduh. Selain itu, tumbuhan ini dapat tumbuh liar di tepi
sungai, rawa dan tempat-tempat lain yang tanahnya agak lembab dan dapat
tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah ketinggian 500 m dpl (di atas
permukaan laut) (Dalimartha, 1999).
3. Kandungan Kimia
Kandungan daun pandan wangi ( Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang
memiliki kontribusi terhadap aktivitas antibakteri (Arisandi dan Andriani,
2008).
B. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan dapat
larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan
tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan.
Tiap-tiap bahan mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur,
tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi (Ansel,1989).
Tumbuhan pandan wangi mengandung beberapa zat aktif yang khasiatnya
bergantung pada jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi daunnya.
Pandan wangi memiliki aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol dan etil asetat.
Etanol dapat melarutkan senyawa alkaloid, flavonoid, diglikosida, flavonoid,
dan sedikit minyak atsiri. Sedangkan etil asetat dapat melarutkan senyawa
golongan alkaloid, aglikon, monoglikosida, terpenoid, dan steroid
(Mardiyaningsih, 2014).
1. Metode ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa
zat aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari. Pada
umumnya penyari akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia
yang bersentuhan semakin luas. Untuk mendapatkan senyawa yang khas
(zat aktif) dalam suatu tumbuhan, diperlukan metode ekstraksi yang cepat
sumber bahan alami dan senyawa yang akan diisolasi tersebut (Sarker et
al., 2006)
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari
pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk
kedalam sel tanaman melewati di dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan diluar
sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti
oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut
akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan
larutan diluar sel (Ansel, 1989).
Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat
menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu.
Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi
kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama. Dengan
pengocokan dijamin keseimbangan bahan ekstraksi lebih cepat dalam
cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya
perpindahan bahan aktif (Hargono dkk,1986).
C. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim,
Sebagai suatu sediaan krim memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai
pembawa substansi obat, bahan pelumas kulit dan mencegah kontak
permukaan kulit dengan larutan berair. Ada 2 tipe krim, yaitu krim tipe minyak
dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M) (Anonim, 1979).
Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan metode penambahan zat
warna, sejumlah tertentu sediaan diletakkan diatas objek gelas, ditambahkan 1
tetes metil biru, di aduk dengan batang pengaduk. Tutup dengan kaca penutup
dan diamati dibawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti
sediaan tersebut tipe emulsi m/a, teapi bila hanya bintik-bintik biru berarti
sediaan tersebut tipe emulsi a/m. Pengujian dilakukan pada hari pertama
pembuatan dan hari terakhir penyimpanan (Martin dkk,1990).
Krim tipe M/A merupakan krim dengan fase terdispersi minyak dan fase
pendispersi air. Adanya zat-zat polar yang bersifat lemak seperti setil alkohol
dan gliseril monostearat cenderung menstabilkan emulsi M/A dalam sediaan
semipadat (Lachman et al., 1986). Krim tipe M/A memiliki beberapa
keuntungan yaitu mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik karena jika
digunakan pada kulit maka akan terjadi penguapan dan peningkatan
konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong
penyerapanya kedalam jaringan kulit (Aulton, 2003).
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75°C,
dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.
Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam
campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur
dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.
Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang
terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama
temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat,
sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).
Menurut Voight (1994) faktor yang menyebabkan ketidakstabiilan sediaan
dapat dikelompokan menjadi dua. Pertama adalah staabilittas bahan obat atau
bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan
kimia-fisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya
yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi.
Kualitas dasar krim meliputi :
a. Stabilitas
Stabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembabab yang ada dalam
kamar.
b. Homogenitas
Setiap komponen yang ada dalam krim dapat menyebar merata dan
c. Kelunakan
Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.
d. Mudah Digunakan
Umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
e. Basis Cocok
Dasar salep yang harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat
yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi
terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
f. Terdistribusi Merata
Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalu dasar salep
padat atau cair pada pengobatan (Anief,2007)
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu
produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). Contoh dari
perubahan fisika antara lain migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa,
perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji
stabilitas fisika meliputi: pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, bobot
jenis (Vadas, 2000).
Stiffening agent adalah suatu zat yang ditambahkan kedalam suatu
formula, yang berfungsi sebagai pengental / pengeras didalam sedian
Suatu sistem emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal
seperti dibawah ini :
a. Creaming
Adalah terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu bagian mengandung
fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat
reversible, artinya jika diaduk perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
b. Cracking/Koalesensi
Adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir
minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang memisah.
Cracking bersifat irreversible, artinya tidak dapat terdispersi kembali walaupun
dilakukan pengadukan (Syamsuni,2006)
D. Tinjauan Bahan
1. Cetyl alcohol (Setil alkohol)
Setil alkohol berbentuk butiran serpihan kecil dan licin, berwarna putih,
tidak larut air, berfungsi sebagai stiffening agent atau bahan pengeras,
pelembutm dan emulgator lemah. Selain itu, setil alkohol juga dapat
memperbaiki stabilitas emulsi O/W, memperbaiki konsistensi atau zat
pembentuk serta sebagai surfaktan nonionik dan bahan pelembut efektif pada
produk krim. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang
mengandung gugus hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada
2. Cetaceum (Spermaseti)
Cetaceum atau spermaseti berbentuk massa hablur bening, putih
mutiarayang licin serta memiliki bau dan rasa yang lemah (Anonim, 1979).
Titik leburnya antara 44oC sampai 52oC. Cetaceum diperoleh dari kepala paus.
Fungsinya adalah sebagai emolien dan untuk meningkatkan konsistensi.
Cetaceum larut dalam etanol mendidih dan kloroform, tidak larut dalam air.
Biasanya cetaceum digunakan pada konsentrasi 1-15% dalam krim (Rowe et
al., 2009).
3. Stearic acid (Asam Stearat)
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari
lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam
heksadekanoat, C16H36O2. Pemerian zat padat keras mengkilat, putih atau
kuning pucat; mirip lemak lilin. Kelarutan praktis tidak larut dalam air; larut
dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3
bagian eter P. Khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).
4. Methyl paraben (Nipagin)
Metil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak
lebih dari 101% C8H8O3. Pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan larut
dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol
paraben ini mempunyai fungsi sebagai zat tambahan dan zat pengawet (Anonim,
1979).
5. Propyl paraben (Nipasol)
Propil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99% dan
tidak lebih dari 101% C10H12O3. Pemerian bahan ini adalah serbuk hablur
putih; tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan sangat sukar larut dalam air; larut
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian
gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam alkali
hidroksida (Anonim, 1979).
6. Gliserolum (Gliserin)
Gliserin adalah cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna; tidak berbau;
manis diikuti rasa hangat. Higroskopik jika disimpan beberapa lama pada suhu
rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak
melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20°C. Kelarutan dapat campur
dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam minyak lemak. Khasiat dan penggunaan adalah sebagai
zat tambahan (Anonim, 1979).
7. Trietanolamin (TEA)
Trietanolamin / TEA merupakan cairan kental, jernih, dengan bau
ammonia, tidak berwarna hingga kuning pucat. Kelarutan dapat campur dengan
air, metanol, etanol (95%), dan aseton. Larut dalam kloroform, larut dalam 24
Stabilitas Trietanolamin dapat berubah menjadi berwarna coklat jika terkena
paparan cahaya dan udara. Oleh karena itu, selama penyimpanan harus
terlindung dari cahaya dan disimpan dalam wadah tertutup rapat
(Anonim,1979). Fungsi dalam formulasi terutama digunakan sebagai pH
adjusting agent, kegunaan lain yaitu sebagai buffer, pelarut, humektan, dan
polimer plasticizer. Digunakan pada konsentrasi 2-4% (Rowe et al. ,2009).
8. Vaselinum album (Vaselin putih)
Vaselin putih merupakan massa lunak, lengket, bening,putih. Sifat ini tetap
setelah zat dileburkan dan dibiaarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)p. Larutan
kadang-kadang beroplasensi lemah. Berkhasiat zat tambahan (pengikat),
penyimpanan didalam wadah tertutup baik (Anonim,1979).
9. Aqua destilata
Aqua destilata merupakan air suling yang dibuat dengan menyuling air
yang dapat diminum. Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak mempunyai rasa (Anonim,1979).
E. Pengujian Krim
Pengujian yang dilakukan terhadap krim ini yaitu uji sifat fisik dan uji sifat
a. Uji Sifat Fisik
1) Organoleptis
Uji organoleptis adalah uji yang digunakan untuk mengukur,
mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasi produk serta sifat produk
dengan menggunakan indera manusia (Warsitaatmaja, 1997)
2) Uji Homogenitas
Homogenitas krim dilakukan dengan cara meletakkan sejumlah krim ke
dalam obyek glass, kemudian ditutup dengan obyek glass lain dan ditekan
hingga rata dan diamati secara visual homogenitasnya (Anonim, 1979).
3) Uji tipe krim
Pengujian tipe krim dilakukan untuk mengetahui tipe krim sediaan yang
dihasilkan. Pengujian menggunakan metode pengecatan menghasilkan
warna biru untuk tipe krim M/A saat ditetesi metilen biru, dan warna
merah untuk tipe krim A/M saat ditetesi Sudan III (Syamsuni, 2006).
4) Daya sebar
Uji daya sebar dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan menyebar
sediaan pada tempat yang dikehendaki. Permukaan penyebaran yang
dihasilkan dengan meningkatkan beban, merupakan karakteristik daya
sebar. Daya sebar yang baik akan menjamin pelepasan bahan obat yang
memuaskan (Voight,1984).
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu
cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, makin besar tahanannya
(Triayu,2009).
6) Daya lekat
Pengujian tehadap daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan
krim melekat pada kulit.
b. Uji sifat kimia
1) Pengukuran pH sediaan.
Pengujian pH perlu dilakukan untuk mengetahui stabilitas pH dari
produk akhir dan akan membantu menghindari atau mencegah kerusakan
produk selama penyimpanan atau penggunaan (Waasitaatmaja,1997).
Prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan pengukuran
potensiometer/ elektrometri dengan menggunakan pH meter, dalam
evaluasi pH dilihat perubahan nilai pH sediaan setelah penyimpanan
0,1,2,3, dan 4 minggu (Anonim, 2004).
F. Kerangka Pemikiran
Pandan wangi merupakan tumbuhan yang mempunyai aktivitas antibakteri
dengan konsentrasi hambat minimum 1,1% pada ekstrak etil asetat. Untuk
meningkatkan penggunaan daun pandan tersebut dalam bidang kosmetika dan
obat-obatan maka dibuatlah sediaan krim.
Sediaan krim adalah emulsi setengah padat dengan tipe M/A atau A/M .
Penggunaan krim tipe M/A lebih disukai karena daya sebar pada kulit baik,
dicuci dengan air sehingga memungkinkan pemakaiannya pada bagian tubuh yang
dapat mempengaruhi ketidakstabilan krim yaitu karena adanya perubahan suhu ,
kebanyakan degradasi obat berlangsung lebih cepat pada temperatur yang lebih
tinggi.
Penelitian ini dilakukan dengan membuat krim tipe M/A dengan cetaseum,
cetyl alcohol dan kombinasi cetaceum dengan cetyl alcohol sebagai stiffening
agent atau bahan yang dapat mengentalkan krim dengan konsentrasi
masing-masing 6% dan konsentrasi campuran 1:1. Zat pengental seperti setil alkohol dan
setaseum dalam sediaan krim di sini haruslah tepat penggunaannya. Penggunaan
yang kurang tepat dalam formulasi akan menyebabkan krim menjadi terlalu
keras/lunak, kental dan berubah warna menjadi lebih gelap, sehingga
menimbulkan rasa kurang nyaman saat penggunaan dan sediaan krim yang kurang
stabil (Ansel, 1989). Setiap formula dilakukan pengujian yang meliputi pengujian
organoleptis (fisik), homogenitas (fisik), tipe krim (fisik), uji daya sebar(fisik),
uji daya lekat (fisik), uji viskositas (fisik), dan uji pH (kimia). Data yang diperoleh
akan dianalisa dengan pendekatan teoritis dan dengan statistik uji analisis of
varian (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan
dari ketiga formula terhadap uji sifat fisik dan kimia.
G. Hipotesis
Jenis bahan dan konsentrasi dari cetaceum dan cetyl alcohol diduga
menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap sifat fisik dan kimia krim yang
dihasilkan, yang dibuktikan dengan uji organoleptis, uji homogenitas, uji tipe