• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Nomor 99/PUU-XIII/2015

Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

I. PEMOHON

Mardhani Zuhri  

Kuasa Hukum

Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 13 Juli 2015.

II. OBJEK PERMOHONAN

Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan:

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usa

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”;

2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)”;

3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;

4. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

(2)

Undang-2 Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945”;

5. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa:

“Dalam hal suatu Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi”;

6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.

IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING)

1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi:

Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”.

2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu:

a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji.

c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.

d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji.

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

(3)

3

3. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa dirugikan secara konstitusioanl dengan berlakunya Pasal 170 ayat (1) KUHP.

V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN

Pengujian Materiil UU KUHP: Pasal 170 ayat (1):

“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”

B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945.

1. Pasal 1 ayat (3):

Negara Indonesia adalah negara hukum”.

2. Pasal 27 ayat (1):

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

3. Pasal 27 ayat (2):

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

4. Pasal 28D ayat (1):

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

5. Pasal 28G ayat (1):

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

(4)

4 6. Pasal 28G ayat (2)1:

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

7. Pasal 28G ayat (4)2:

“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

8. Pasal 28G ayat (5)3:

“Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

VI. ALASAN PERMOHONAN

1. Bahwa kasus nyata dialami Pemohon yaitu saat ini Pemohon berstatus sebagai tersangka dugaan melakukan suatu kejahatan sebagaimana diatur Pasal 170 ayat (1) KUHP yaitu dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang in casu memindahkan papan nama dan papan IMB PT. Copylas Indonesia, sedangkan PT. Copylas Indonesia telah melakukan penyerobotan tanah karena memasuki area dari bidang tanah yang berada dibawah kekuasaan dan pengawasan Pemohon selaku pemegang kuasa dari pemiliknya yaitu PT. Porta Nigra.

2. Bahwa Pemohon telah membuat laporan pidana atas penyerobotan tanah oleh PT. Copylas Indonesia namun justru Pemohon diproses dan diperiksa sebagai saksi hingga saat ini statusnya menjadi tersangka.

3. Bahwa pihak yang memberikan kuasa subtitusi kepada Pemohon yaitu Sdr. Herry Sutanto selaku Direktur PT. Porta Nigra oleh penyidik hanya dijadikan       

1

Batu uji yang dituliskan Pemohon adalah Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, namun bunyi pasal yang dituliskan dalam batu uji tersebut adalah bunyi Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

2

Batu uji yang dituliskan Pemohon adalah Pasal 28G ayat (4) UUD 1945, namun bunyi pasal yang dituliskan dalam batu uji tersebut adalah bunyi Pasal 28I (4) UUD 1945.

3

Batu uji yang dituliskan Pemohon adalah Pasal 28G ayat (5) UUD 1945, namun bunyi pasal yang dituliskan dalam batu uji tersebut adalah bunyi Pasal 28I ayat (5) UUD 1945.

(5)

5

saksi, padahal jika memang benar Pemohon selaku penerima kuasa substitusi melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP, maka seharusnya pemberi kuasa yaitu Sdr. Herry Sutanto juga dapat dijadikan tersangka.

4. Bahwa berdasarkan perlakuan tersebut, Pemohon merasa telah diperlakukan secara diskriminatif, tidak bersamaan kedudukannya didalam hukum, dan tidak mendapatkan kepastian hukum, yang mana hal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

5. Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada, secara hukum Pemohon tidak bisa dijadikan sebagai tersangka yang melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebab daya upaya Pemohon untuk mencabut dan memindahkan papan nama PT. Copylas Indonesia menurut Pemohon dalam rangka melindungi harta benda yang ada alam kekuasaannya yang harus dihormati sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

6. Bahwa frasa “kekerasan” yang terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”, haruslah ada

suatu pembatasan agar tidak menimbulkan suatu penafsiran dan/atau implementasi yang keliru dan menyesatkan atas Pasal 170 ayat (1) KUHP. 7. Bahwa ketentuan Pasal 170 ayat (1) yang berbunyi “Barang siapa dengan

terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,diancam dengan pidana penjara paling lama

lima tahun enam bulan”, haruslah dibatasi dengan mencantumkan frasa

“secara melawan hukum” diantara kata “kekerasan” dan “terhadap”,

sehingga pembatasan quad non sangatlah menjamin perlindungan hukum dan kepastian hukum sehingga Pasal 170 ayat (1) KUHP tidak lagi dapat disalahgunakan untuk menjerat seseorang.

(6)

6 VII. PETITUM

 

DALAM PROVISI :

1. Menerima permohonan Provisi Pemohon secara keseluruhan;

2. Memerintahkan kepada Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat untuk tidak melaksanakan kewenangan dalam melimpahkan dan atau setidak-tidaknya menunda pelaksanaan penanganan dan atau kewenangan-kewenangan lainnya atas berkas Perkara Laporan Kepolisian Nomor LP/194/II/2014/PMJ/Restro Jakbar sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde);

3. Memerintahkan kepada pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang berkompeten untuk tidak melakukan suatu kewenangan menerima pelimpahan dan atau pemeriksaan lebih lanjut penanganan atas berkas Perkara Laporan Kepolisian Nomor LP/194/II/2014/PMJ/ Restro Jakbar sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van

gewijsde);

4. Menyatakan Perkara Laporan Kepolisian Nomor LP/194/II/2014/PMJ/Restro Jakbar berada dalam keadaan status quo terhitung sejak permohonan pengujian ini didaftarkan pada Kantor Mahkamah Konstitusi R.I. yaitu tanggal 15-07-2015 sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660 Tahun 1958) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara keseluruhan;

(7)

7

2. Menyatakan Mahkamah Konstitusi R.I. berwenang untuk memeriksa permohonan

a quo dan Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk

mengajukan permohonan a quo;

3. Menyatakan batal dan atau tidak sah atas ketentuan “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam

bulan” sepanjang tidak disertai dan atau dimaknai adanya frasa “secara melawan

hukum” diantara kata “kekerasan” dan “terhadap” dalam Pasal 170 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah 5 Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660 Tahun 1958);

4. Menyatakan Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660 Tahun 1958) menjadi menyatakan “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan secara melawan hukum terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”;

5. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat dan menganggap Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab

(8)

Undang-8

Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660 Tahun 1958) tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku, mohon agar Majelis Hakim Konstitusi dapat memberikan tafsir konstitusional dengan menyatakan konstitusional bersyarat

(conditionally constitutional) diartikan frasa “... menggunakan kekerasan terhadap

orang atau barang” haruslah disertai dengan frasa kalimat “secara melawan

hukum” diantara kata “kekerasan” dan “terhadap” dalam Pasal 170 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah 5 Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660 Tahun 1958);

6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

VIII. CATATAN

Pada permohonan halaman 7 terdapat ketidaksinkronan penulisan bunyi pasal yang dijadikan batu uji yaitu batu uji Pasal 28G ayat (2), (4), (5) UUD 1945 namun yang ditulis Pemohon merupakan bunyi Pasal 28I ayat (2), (4), (5) UUD 1945.

Referensi

Dokumen terkait

penyelidikan berkas pinjaman atas syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak kreditur, wawancara I untuk mengetahui kebutuhan debitur yang sebenarnya, on the spot

Berdasarkan proses pembangunan sistem yang telah dilakukan dalam artikel ini maka dapat disimpulkan bahwa: Hasil pengujian Gabor Filter dalam mendeskripsikan fitur wajah

[r]

Upaya pembangunan sumber daya pun masalah ini bukan masalah baru, tetapi alam (SDA) danlingkungan hidup tersebut benturan kepentingan antara pemanfaatan hendaknya

Perpanjangan waktu penyelesaian proyek atau extention of time didefinisikan sebagai tambahan waktu yang diberikan kepada kontraktor berupa perpanjangan periode waktu kontrak

“Jazzahummullahukhaira…” pada Nabiku Muhammad SAW dan semua sahabatnya… kalianlah yang selalu memperjuangkan hidayah Allah dan menuntunku kejalan

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 102/PUU-XIII/2015 perihal pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan

Pengembangan kapas di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat dilakukan di lahan tadah hujan dengan musim hujan yang