• Tidak ada hasil yang ditemukan

El Nino dan Lahirnya Tragedi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "El Nino dan Lahirnya Tragedi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

El Nino dan Lahirnya Tragedi

Sandy Hardian. S. H.,

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,

Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Labtek XI sandyherho@ymail.com

Taufik Rachman,

Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,

Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Labtek XI

rachmantfk@gmail.com

Abstrak— El Nino merupakan fenomena pemanasan kolam air pada wilayah tengah Samudera Pasifik tropis yang terjadi hampir setiap tiga sampai tujuh tahun, dan berlangsung selama 12 – 18 bulan. Fenomena ini terhubung dengan Osilasi Selatan, suatu fenomena mirip dengan jungkat – jungkit pada tekanan atmosfer permukaan di antara Wilayah Australia – Asia Timur, dan Wilayah Timur Pasifik Tropis. Selama El Nino, angin pasat melemah sepanjang ekuator sebagaimana juga tekanan atmosfer meningkat di Pasifik Barat, dan menurun di Pasifik Timur. Melemahnya sistem angin pasat, membuat kolam air panas, yang normalnya berada pada Pasifik Barat, berpindah ke arah timur. Angin pasat mendorong terjadinya upwelling, suatu proses yang membawa air dingin dari laut dalam ke permukaan sepanjang Pantai Barat Tropis Amerika Utara, dan Selatan. Selama kejadian El Nino, proses upwelling di sepanjang Pantai Barat Tropis Amerika terhenti, menyebabkan temperatur permukaan laut meningkat. Air laut dalam yang dibawa ke permukaan oleh proses upwelling tinggi kadar nutrisinya, menyebabkan tingginya produktivitas biologi di perairan tersebut, terhentinya proses upwelling di Pantai Barat Amerika menyebabkan penurunan produktivitas ikan di wilayah tersebut, dan memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan.

Pada Atmosfer, awan cumulus tebal dan hujan lebat yang biasanya terjadi di Pasifik Barat berpindah ke arah timur selama El Nino. Kondensasi uap air melepaskan panas ke troposfer tengah, dan atas. Kondisi ini memperbesar dampak El Nino menjadi skala global, sebab perpindahan panas tersebut merupakan salah satu kendali cuaca global. Perubahan sirkulasi tersebut menyebabkan kekeringan, banjir, badai yang tidak biasanya terjadi, gelombang panas, dan berbagai fenomena cuaca ekstrem lainnya yang memiliki konsekuensi serius pada bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan publik. Wilayah Indonesia termasuk yang terkena dampak ini.

Ls Nina adalah fenomena klimatologi sejenis El Nino, tetapi dengan kecenderungan yang berkebalikan. La Nina ditandai dengan angin pasat yang menguat, dan temperatur permukaan laut yang semakin rendah di Pasifik Timur. La Nina juga diketahui berasosiasi dengan Osilasi Selatan dengan meningkatnya tekanan udara di Pasifik Timur Ekuator, dan melemahnya tekanan udara di Pasifik Barat Ekuator dibanding normal. La Nina juga berdampak pada iklim global dengan dampak berkebalikan dari El Nino. El Nino, La Nina dan Osilasi Selatan seringkali dirangkum oleh para ahli sebagai El Nino Southern Oscillation ( ENSO ), suatu siklus yang berosilasi dari

tahun ke tahun, antara fase panas, dingin, dan netral di Pasifik Tropis.

Sesudah bencana akibat El Nino pada 1982 – 1983 yang tidak ada seorangpun yang memprediksi, ataupun mendeteksi sampai fenomena ini mendekati puncak, sebuah penelitian internasional sepuluh tahun yang diselenggarakan antara 1985 – 1994 memperbaiki pemahaman, pendeteksian, dan prediksi mengenai variabilitas yang berkaitan dengan ENSO. Jaringan pelampung pengamat cuaca di laut, stasiun cuaca di darat, serta pengukuran dari kapal diinisiasikan untuk mengamat ENSO. Satelit memberikan kemudahan dalam observasi atmosfer dan laut dalam skala global. Model komputer digunakan untuk memprediksi kejadian El Nino, dan La Nina dengan lead time mencapai satu tahun. Progres ilmiah ini mendapat sorotan ketika kejadian El Nino 1997 – 1998, yang mana merupakan salah satu kejadian terkuat yang pernah tercatat. El Nino diawasi dari hari ke hari sampai ketelitian yang dahulu dianggap tidak mungkin. Disamping itu, peringatan dini akan dampak yang terjadi akibat El Nino juga mengurangi kerugian akibat fenomena tersebut.

El Nino kuat yang terjadi pada 1997 – 1998, kecenderungan kejadian El Nino lebih banyak dibanding La Nina pada 25 tahun terakhir, dan kejadian El Nino panjang pada tahun 1991 – 1995 membangkitkan pertanyaan pengaruh yang mungkin ditimbulkan oleh pemanasan global pada Siklus ENSO. Beberapa model komputer terkini mensimulasikan bahwa Siklus ENSO lebih kuat pada bumi yang hangat. Bagaimanapun, tidak ada kesimpulan pasti tentang bagaimana, kapan, dan apa penyebab yang mendorong Siklus ENSO secara akurat karena sedikitnya pengetahuan tentang proses fisis yang mendorong kejadian ENSO. Data tentang variablitas ENSO yang sekarang dimiliki dianggap belum cukup untuk membangun proyek tak ambisius tentang Siklus ENSO yang diluar variabilitas alaminya.

Kata kunci : ENSO ; Lahirnya Tragedi. I. PENDAHULUAN

El Nino dalam Bahasa Spanyol berarti anak laki – laki, dengan merujuk secara spesifik pada Bayi Kristus. Nama ini diberikan oleh Nelayan Peru untuk menandai aliran arus hangat ke arah selatan di sepanjang Pantai Barat Peru, dan Ekuador yang terjadi setiap tahun selama masa natal. Istilah ini kemudian digunakan untuk menandai kejadian kenaikan temperatur laut yang tidak biasa yang terjadi beberapa tahun

(2)

sekali di Perairan Timur Pasifik Ekuator. Fenomena ini mengganggu aktivitas nelayan lokal, membuat kematian massal burung, dan membawa hujan lebat di wilayah tersebut. Sampai tahun 1960 – an, kejadian ini hanya dipandang sebagai fenomena lokal di Peru saja. Philander dalam bukunya, “ El Nino, La Nina and Southern Oscillation “ yang diterbitkan oleh Academic Press pada tahun 1990 mengatakan, “ Pada tahun 1891, Presiden Masyarakat Geografi Lima ( Peru ) menyumbangkan sebuah artikel kecil ke buletin masyarakat tersebut. Beliau meminta agar diperhatikan arus balik yang mengalir dari utara ke selatan yang teramati antara Pantai Paita dan Pacasmayo. Nelayan Paita yang berlayar dengan sampan kecil ke utara dan ke selatan Pantai Paita menyebut arus ini sebagai El Nino karena arus tersebut teramati segera

setelah Natal tiba.”. Pemanasan di perairan sekitar pantai, dan

episode hujan lebat di Wilayah Pantai Barat Peru ini dihubungkan oleh peneliti dengan pemanasan pada kolam air Pasifik Tropis dalam skala luas. Pada saat ini, istilah El Nino menjadi sinonim dari pemanasan kolam air pasifik yang ekstensif sehingga berdampak pada iklim global ( Philander, 1990 ).

Gambar 1 : Temperatur Permukaan Air Laut Pasifik pada Kondisi Normal, El Nino, dan La Nina

Kejadian El Nino beriringan dengan Osilasi Selatan, yang pertamakali dikenali oleh Sir Gilbert Walker pada awal abad 20. Walker merupakan seorang berkebangsaan Inggris yang ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Stasiun Pengamatan Cuaca di India pada 1904. Namanya diabadikan sebagai nama Siklus Walker yang berarah timur – barat ( zonal ) . Di daerah tropis seperti Indonesia, terdapat sirkulasi zonal ( Walker ), dan sirkulasi meridional ( Hadley ) yang berarah utara – selatan, serta sirkulasi lokal. Walker mencatat bahwa bila terdapat tekanan udara tinggi di Samudera Pasifik, maka tekanan udara rendah terdapat di Samudera Hindia dari Afrika sampai

Australia. Untuk menyatakan tekanan udara di Samudera Pasifik digunakan data pengamatan pada Stasiun Tahiti, sedangkan untuk Samudera Hindia data didapat dari Stasiun Darwin. Bila di Tahiti tekanan udaranya tinggi, maka di Darwin tekanan udaranya rendah, begitupun sebaliknya. Pola seperti ini disebut Osilasi Selatan.

El Nino mencerminkan proses anomali temperatur permukaan laut di Pasifik Tropis, sedangkan osilasi selatan mencerminkan pola jungkat – jungkit tekanan udara di Pasifik, dan Hindia. Pada kondisi normal, tekanan udara tinggi teramati di Tahiti, sedangkan tekanan udara rendah teramati di Darwin. Sebaliknya, pada kondisi El Nino, tekanan udara rendah teramati di Tahiti, dan tekanan udara tinggi di Darwin. Karena hubungan inilah, kemudian peneliti menggabungkan keduanya dalam bahasan interaksi atmosfer – laut, yaitu ENSO.

La Nina adalah fase dingin dari siklus ENSO ( Philander, 1990 ). La Nina merupakan kejadian dimana penampakan temperatur permukaan laut yang lebih rendah dari rata – ratanya di Wilayah Pasifik Ekuator Tengah, dan Timur berlawanan dengan El Nino. Istilah La Nina ( anak perempuan ) diperkenalkan oleh peneliti yang meneliti osilasi fase panas, normal dan dingin di Pasifik Tropis pada tahun 1980 – an. La Nina juga dikenal dengan istilah lain, yaitu anti – El Nino, ENSO fase dingin, dan El Viejo ( orang tua ). Serupa dengan El Nino, La Nina umumnya berlangsung selama 12 – 18 bulan.

Untuk menyatakan osilasi selatan, para ahli sepakat menggunakan Indeks Osilasi Selatan ( IOS ). Nilai IOS negatif yang besar ( ≤ -0,5 ) menunjukkan fase panas, dan nilai positif yang besar ( ≥ + 0,5 ) menunjukkan fase dingin . Bila selisih tekanan udara rendah di Pasifik, dan tinggi di Hindia bernilai negatif besar, El Nino terjadi, bila sebaliknya La Nina terjadi.

Skala yang paling sering digunakan untuk mengukur El Nino dan La Nina adalah Indeks Osilasi Selatan ( IOS ). IOS +/- 0,5 berarti menunjukkan gejala La Nina / El Nino lemah, IOS +/- 1 menunjukkan gejala La Nina / El Nino sedang, IOS +/- 1,5 menunjukkan gejala La Nina / El Nino kuat.

II. PROSES FISIS ENSO

Untuk memahami El Nino, kita harus pertama kali mengerti apa yang dimaksud sebagai kondisi normal. Radiasi matahari diterima secara berlebih pada wilayah tropis dibandingkan pada lintang yang lebih tinggi, maka dari itu massa air paling panas ditemukan dekat ekuator. Massa udara di atas perairan tropis mengekstraksi panas , dan kelembapan dari samudera, yang lalu mengembang, memiliki densitas lebih rendah ketimbang massa udara sekelilingnya, dan merambat naik pada ketinggian yang lebih tinggi. Massa udara yang naik tersebut pada akhirnya mendingin, dan terkondensasi menghasilkan awan cumulus yang tebal, dan hujan lebat melalui proses yang disebut deep convection. Pada bagian atas troposfer, massa udara tersebut berhembus ke arah kutub, hingga akhirnya kembali turun pada wilayah bertekanan udara permukaan tinggi di atas samudera subtropis di Belahan Bumi Utara ( BBU ), dan Belahan Bumi Selatan ( BBS ). Model ini

(3)

merupakan model pertama yang menggambarkan sirkulasi udara global yang dikemukakan oleh George Hadley, seorang pakar meteorologi Inggris pada tahun 1735, karenanya disebut sebagai Sirkulasi Hadley.

Gambar 2 : Sirkulasi Hadley

Sirkulasi Hadley pada dasarnya adalah sirkulasi termal langsung. Berdasarkan pengamatan, udara dalam lintang – lintang rendah lebih panas ketimbang udara dalam lintang - lintang tinggi, jadi udara tropis akan naik secara vertikal, dan bergerak ke arah kutub pada troposfer atas, sedangkan massa udara subtropis yang dingin akan turun, dan bergerak ke arah ekuator dalam troposfer bawah. Udara tropis panas yang bergerak ke arah kutub akan kehilangan banyak energi panasnya melalui pendinginan radiatif sebelum massa udara panas ini mencapai daerah subtropis untuk mengganti massa udara dingin yang turun, dan bergerak ke arah ekuator. Massa udara dingin dari subtropis akan menyerap panas dari tanah ( udara dingin ini dipanasi secara radiatif ) di lintang – lintang rendah, untuk kemudian naik pada daerah ekuator.

Massa udara dari wilayah subtropis yang mengarah ke ekuator akan dibelokkan ke arah barat karena adanya gaya deflektif ( efek coriolis ) sebagai akibat rotasi bumi. Hasilnya adalah sistem angin pasat timuran di BBU, dan BBS. Angin pasat tenggara, dan angin pasat timur laut bertemu di Zona Konvergensi Intertropis ( ZKIT ), yang rata – rata terjadi di 5 – 10 derajat lintang utara, dan lintang selatan di Pasifik Ekuator. Wilayah ini merupakan wilayah tempat terjadinya deep

convection, formasi awan cumulus, dan hujan lebat, yang mana

merupakan tempat naiknya massa udara dalam Sirkulasi Hadley.

Sepanjang ekuator, dalam kondisi normal angin pasat mendorong air pada permukaan Samudera Pasifik ke arah barat dalam arus ekuatorial selatan. Arus ini mengumpulkan massa air permukaan yang panas ke arah Pasifik Barat, dan mengalirkannya dari Pasifik Timur. Lapisan termoklin, yang

merupakan lapisan gradien vertikal temperatur yang memisahkan lapisan air hangat di permukaan dengan lapisan air dingin pada laut dalam tertekan di Pasifik Barat hingga kedalaman 150 m, sedangkan di Pasifik Timur menjadi dangkal pada kedalaman 50 m. Ketinggian permukaan laut pun seperti layaknya termoklin, menjadi lebih tinggi di wilayah perairan Pasifik Barat 60 cm relatif terhadap ketinggian permukaan laut di Pasifik Timur.

Dangkalnya lapisan termoklin di Pasifik Timur memfasilitasi transportasi ke atas dari air dingin pada laut dalam sebagai akibat dorongan angin pasat , dan terbentuklah kolam air dingin di perairan pantai Amerika Selatan dekat batas penanggalan internasional ( International Date Line ). Perbedaan temperatur permukaan laut barat – timur menguatkan pola angin pasat timuran, dikarenakan tekanan udara rendah diasosiasikan dengan kolam air panas di barat, dan tekanan udara tinggi diasosiasikan dengan kolam air dingin di timur. Juga, karena angin pasat bertiup dari timur ke barat, angin ini turut membawa panas, dan uap air dari Samudera Pasifik. Udara hangat, dan lembab menjadi berkurang densitasnya, dan naik di atas kolam panas Pasifik Barat, dimana deep convection menghasilkan awan cumulus tebal, dan akhirnya menghasilkan hujan lebat. Kenaikan massa udara pada wilayah deep convection kembali ke arah timur pada troposfer bagian atas, dan turun kembali di atas kolam air dingin di Pasifik Timur. Jacob Bjerknes pada tahun 1960 – an memberi nama pada sirkulasi atmosfer ini dengan istilah Siklus Walker untuk menghormati Sir Gilbert Walker.

(4)

Gambar 3 : Skema Sirkulasi Walker pada Kondisi Normal dan El Nino

Upwelling adalah kunci dari proses oseanografi yang

mengatur temperatur permukaan laut di sepanjang ekuator, dan sepanjang hampir seluruh Pantai Barat Amerika. Angin mendorong arus permukaan ke sebelah kanan di BBU, dan ke sebelah kiri di BBS. Angin pasat timuran di ekuator mendorong terjadinya arus ke arah kutub pada BBU dan BBS dengan arah berlawanan. Arus permukaan divergen ini mendorong kenaikan massa air laut dalam ke permukaan, inilah yang dsebut sebagai upwelling. Kejadian seperti ini terjadi pada upwelling di Pantai Barat Peru dan Ekuador.

Selama periode El Nino, angin pasat melemah di Pasifik Ekuator Barat, dan Tengah sebagai akibat melemahnya tekanan udara di timur, dan menguatnya tekanan udara di barat. Melemahnya angin pasat membangkitkan gelombang pada bagian dalam samudera, yang menyebar sepanjang ekuator ke arah barat, dan timur menjauh dari wilayah dimana angin pasat seharusnya bertiup. Dalam waktu beberapa bulan yang cukup singkat, gelombang ini mengangkat lapisan termoklin di Pasifik Barat, dan menurunkan lapisan termoklin di Pasifik Timur. Di kolam dingin Pasifik Timur, penurunan lapisan termoklim menghentikan proses upwelling, dan temperatur permukaan laut meningkat. Aliran air ke arah barat berbalik ke arah timur selama melemahnya angin pasat ini, sebagai akibatnya kolam air panas di barat berpindah ke arah

timur. Ketinggian air laut menurun di barat, dan meningkat di timur.

Sebagaimana temperatur permukaan laut menghangat di bagian timur batas penanggalan internasional ( International

Date Line ), deep convection, dan hujan pun berpindah ke arah

timur. Hal ini justru semakin memperkuat lemahnya angin pasat, sebab angin baratan bertiup ke arah timur dari zona konvektif awalnya di barat. Tekanan udara berlanjut menurun di timur, dan semakin menguat di barat sebagai akibat dari berpindahnya zona konvektif, dan hujan ke arah timur. Sistem ini menjadi rangkaian umpan balik positif, dengan memanasnya temperatur permukaan laut di timur menyebabkan semakin lemahnya angin pasat, pun begitu sebaliknya. Umpan balik positif ini akhirnya hancur, ketika gelombang oseanik yang mengangkat lapisan termoklin di barat menabrak massa benua di yang berbatasan dengan Pasifik Ekuator Barat, dan memantul kembali ke timur. Pemantulan gelombang ke arah timur tersebut menaikkan kembali lapisan termoklin di Pasifik Timur, dan menginisiasi kembali temperatur permukaan laut yang relatif lebih dingin. Temperatur permukaan laut yang lebih dingin di Pasifik Timur meningkatkan kembali gradien tekanan timur – barat, dan menguatkan angin pasat, yang akhirnya kembali menghasilkan

upwelling di Pantai Barat Amerika. Interaksi atmosfer – laut

selama El Nino umumnya terhenti selama 12 – 18 bulan sesudah kejadian awalnya. Kondisi akan kembali menjadi normal, atau malah berbalik menjadi La Nina.

Sementara El Nino melibatkan sistem kopel yang intim anatar atmosfer, dan laut, dua jenis fluida ini merespon pengaruhnya dalam skala waktu yang jauh berbeda. Atmosfer ratusan kali lebih rendah densitasnya ketimbang air laut, dan akhirnya merespon kejadian pada permukaan laut dengan seketika. Air laut sebagai kebalikannya lebih masif, dan responnya lebih lamban terhadap perubahan di atmosfer. Sebagai contoh, kedalaman lapisan termoklin akan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyesuaikan dengan perubahan angin di tropis, sedangkan konveksi di atmosfer hanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk terbentuk di atas kolam panas samudera. Evolusi lambat dari sistem lautan memberikan catatan sejarah yang cukup baik tentang sistem iklim di Pasifik, sedangkan atmosfer juga menyediakan data yang cukup cepat untuk memprediksi ENSO kedepan.

III. TEORI TERJADINYA ENSO

Publikasi tentang penyebab terjadinya ENSO tidak banyak ditemukan. Alasannya adalah para pakar bidang meteorologi, dan oseanografi belum memahami asal kejadian ini. Pada beberapa hal ilmuwan berusaha mengembangkan teori penyebab El Nino. Namun, alam menunjukkan bahwa teori tersebut tidak lengkap, walaupun cukup baik. Sebagai contoh, sekelompok peneliti di Universitas Columbia, Amerika Serikat pada tahun 1980 – an mengembangkan model komputer

(5)

sederhana untuk memprediksi ENSO. Model tersebut berhasil memprediksi kejadian El Nino pada tahun 1986 – 1987, dan 1991 – 1992 hampir setahun sebelumnya. Namun, kejadian El Nino tahun 1993, dan 1994 – 1995 tidak berhasil dijelaskan sesuai dengan teori yang mendasari model tersebut. Alasan utamanya adalah begitu sulitnya proses – proses yang menyebabkan El Nino akibat kompleksnya interaksi atmosfer – laut pada skala global. Sementara itu, sejumlah model yang dibuat merupakan kasus – kasus yang diidealkan.

Salah satu teori awal tentang El Nino mengemukakan bahwa angin yang bertiup ke arah ekuator di lepas pantai Amerika Selatan melemah selama periode El Nino, lalu

upwelling sepanjang pantai berkurang, dan temperatur

permukaan laut meningkat. Akan tetapi, Klaus Wyrtki, seorang Oseanografer di Universitas Hawaii, mendemonstrasikan pada pertengahan tahun 1970 – an, bahwa angin yang bertiup sepanjang pantai Amerika Selatan sesungguhnya menguat.selama El Nino ( Wyrtki, 1975 ). Beliau menemukan, sebagai gantinya melemahnya angin pasat ribuan kilometer di barat pada Pasifik Tengah justru berkaitan dengan El Nino di sepanjang pantai barat Amerika Selatan beberapa bulan setelahnya. Berdasarkan hasil ini, Wyrtki mengusulkan gelombang ekuatorial oseanik skala global sebagai mekanisme bagaimana melemahnya angin pasat mendorong terjadinya El Nino.

Dua jenis gelombang oseanik penting diketahui untuk mengerti variasi siklus ENSO. Jenis gelombang yang pertama adalah Gelombang Kelvin, dinamakan demikian sesudah Lord Kelvin ( William Thompson ) seorang fisikawan Inggris abad ke – 19 secara teoretis memprediksi dengan cara sedemikian rupa gelombang yang terjadi akibat fluida yang berotasi. Jenis lainnya disebut juga Gelombang Rossby, dinamakan demikian sesudah Gustaf Rossby seorang ahli meteorologi Swedia menemuka gelombang jenis ini di atmosfer. Kedua tipe gelombang ini dihasilkan pada samudera ekuatorial oleh variasi angin permukaan skala global.

Gelombang Kelvin menyebar ke arah timur sepanjang ekuator, dan Gelombang Rossby menyebar ke arah barat. Keduanya merupakan kejadian bawah permukaan laut sebagai gerakan undulasi dari lapisan termoklin yang menyebabkan kenaikkan dan penurunan lapisan ini hingga puluhan meter, sebagaimana gelombang tersebut melewatinya. Gelombang ekuatorial juga mempengaruhi tinggi permukaaan laut, dan intensitas serta arah arus laut. Gerakan rotasi bumi menangkap gelombang ini sampai beberapa ratus kilometer di lautan terbuka, maka dari itu gelombang ekuatorial mentransfer energi dengan sangat efisien sejauh ribuan kilometer dalam arah timur – barat.

Gelombang Kelvin membutuhkan waktu dua bulan untuk menjalar melewati Samudera Pasifik, dan Gelombang Rossby membutuhkan waktu enam bulan untuk melewati samudera tersebut. Ketika keduanya mencapai daratan pada batas barat, maupun batas timur Samudera Pasifik, gelombang tersebut

akan terpantulkan kembali ke dalam laut, dalam kasus Gelombang Kelvin energinya melemah pada lintang lebih tinggi di Pantai Barat Amerika. Siklus hidup dari kedua gelombang ini memperpanjang selama beberapa bulan durasi El Nino. Karenanya merupakan aspek kritis dari dinamika laut yang mengontrol evolusi El Nino, dan La Nina.

IV. SEKILAS TELEKONEKSI DAN DAMPAK ENSO

Telekoneksi ENSO merupakan interaksi atmosfer di antara wilayah – wilayah yang berjauhan sebagai dampak kejadian ENSO. Telekoneksi dihasilkan dari analisis statistik terhadap ruang – waktu. El Nino mengganggu atmosfer dengan bergeraknya kolam panas di Pasifik Ekuator dari barat ke timur. Kolam panas ini merupakan sumber utama panas, dan kelembapan. Bila kolam panas ini berpindah ke timur, aktivitas badai guruh meningkat di Pasifik Ekuator Tengah yang mengganggu aliran di atmosfer bagian atas.

Karena atmosfer dunia berhubungan, perubahan yang terjadi di suatu tempat akan menginduksi perubahan di tempat lain. Contoh telekoneksi yang penting adalah kekeringan yang terjadi di Afrika, Brazil Timur Laut serta Indonesia, dan menghangatnya musim dingin di Amerika Utara selama periode El Nino.

Dampak ENSO adalah berubahnya cuaca global. Pada saat El Nino , wilayah basah seperti Indonesia menjadi kering, sedangkan wilayah kering seperti Pantai Barat Amerika Selatan menjadi basah. Melimpahnya produksi ikan di Pantai Barat Amerika Selatan bergeser, yang mana dampaknya mempengaruhi produksi makanan, ikan, dan ekspor. Dengan menurunnya produksi makanan, beberapa negara harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya, sehingga harus menggunakan mata uang asing. Pada tahun 1998, La Nina meningkatkan risiko kebakaran besar di California, Amerika Serikat serta hujan curah di Pasifik Barat Laut, serta temperatur permukaan laut yang rendah di Pantai Timur Amerika Selatan, sedangkan di Indonesia akan surplus curah hujan.

Bergesernya kolam panas ke timur di Pasifik Ekuator selama El Nino menyebabkan Benua Maritim Indonesia yang pada kondisi normal merupakan pusat perawanan konveksi terbesar di dunia, perwanananya turut pula bergeser ke timur. Indonesia menjadi wilayah subsidensi ( turunnya massa udara ) yang berakibat sulitnya terbentuk awan konvektif yang menghasilkan hujan. Selama kejadian El Nino, langit di atas Benua Maritim Indonesia cerah, dan tidak tertutup awan. Kalaupun terdapat awan, awan tersebut tidak memungkinkan terjadinya hujan karena kelembapan relatifnya sangat rendah. Hujan terbentuk jika kelembapan relatif dalam awan tersebut melebihi 65 %.

(6)

V. SISTEM OBSERVASI ENSO

Wilayah perairan Pasifik Tropis merupakan wilayah luas, dan cukup terpencil karena jarangnya kapal – kapal yang melintas. Untuk mengobservasi wilayah ini, NOAA's Pacific

Marine Environmental Laboratory telah meletakkan susunan

pelampung untuk mengamati variabilitas meteorologi, dan oseanografi. Pelampung pertama berhasil digunakan untuk pertama kali oleh David Halpern. Sejak kesuksesan pengamatan pertama tersebut, tambatan pelampung baru terus ditambahkan, dan peralatan pengukur pun diperbaharui. Kini, program pengamatan ini bernama TAO (Tropical Atmosphere

Ocean ) yang memiliki sekitar tujuh puluh stasiun tambatan

sepanjang Pasifik Ekuator, diantara 8 °LU – 8 °LS , dan 95 °BB – 137 °BT.

Gambar 4 : Sistem Pengamatan Tambatan Pelampung TAO

Sistem pengamatan ini mulai beroperasi secara penuh pada Desember 1994, dan terus berkembang hingga sekarang. Pekerjaan yang diperlukan seperti mendesain dan mengkalibrasi instrumen, meletakkan penambat, serta memproses data dikoordinasikan dalam wadah Proyek TAO. Proyek ini merupakan upaya multi - nasional yang melibatkan partisipasi Amerika Serikat , Jepang , Korea , Taiwan , dan Perancis dengan kantor pusat di Pacific Marine Environmental

Laboratory bertempat di Seattle, Washington.

Tambatan TAO mengukur temperatur udara, kelembaban relatif , kecepatan angin permukaan , temperatur permukaan laut , dan temperatur bawah permukaan dari kedalaman 10 m sampai 500 m. Lima tambatan yang terletak di ekuator pada koordinat 110 °BB, 140 °BB, 170 °BB, 165 °BT, dan 147 °BT juga dilengkapi dengan Acoustic Doppler

Current Profilers ( ACDP ) untuk mengukur arus laut bagian

atas pada kedalaman antara 10 m, dan 250 m. Tambatan ini didesain untuk jangka waktu penggunaan selama setahun, dan rutin diganti setiap tahun. Data dari susunan tambatan ini akan diproses mendekati waktu sebenarnya. Seluruh sensor pada tambatan dikalibrasi sebelum, dan selama masa pakainya.

Data dari TAO digabung dengan data altimeter dari Jasin dan Envisat untuk mendapatkan pengukuran ENSO yang lebih komprehensif. Altimeter Jasin, dan TOPEX / Poseidon sangatlah berguna dalam pengamatan ENSO, karena menghasilkan peta ketinggian permukaan laut yang akurat per 10 hari. Peta ini menyediakan gambaran detail pembentukan El Nino tahun 1997 – 1998 mendekati waktu yang sesungguhnya. Yang direproduksi secara luas sedunia. Pengamatan tersebut menunjukkan perambatan ketinggian permukaan laut dari barat

ke timur, yang mana memuncak di Pasifik Timur pada bulan november 1997. Disamping keuntungan di atas, data satelit juga melampaui cakupan data TOA dengan menyertakan seluruh wilayah Pasifik. Hal ini memungkinkan oseanografer dan ahli meteorologi untuk mencari pengaruh dari, dan oleh ENSO di luar wilayah tropis.

Sementara untuk pengamatan berkaitan dengan curah hujan, umumnya digunakan data dari satelit NASA’s Tropical

Rainfall Measuring Mission ( TRMM ) yang memang didesain

khusus untuk memantau curah hujan. Satelit ini diluncurkan pada 27 November 1997 dengan membawa lima buah instrumen, yaitu radar presipitasi angkasa, radiometer gelombang mikron dengan lima frekuensi, pemindai cahaya tampak dan infra – merah, sistem pemancar energi awan dan bumi, dan sensor citra petir. Dengan bekerja secara bersamaan, satelit ini memberikan data yang diperlukan untuk membuat peta curah hujan tropis bulanan dengan akurasi 15 % untuk setiap limaratus kilometer persegi. Selain itu, TRMM juga dapat mengukur panas laten yang dilepaskan oleh kejadian hujan.

VI. MEMPREDIKSI ENSO

Pentingnya ENSO dalam tatanan cuaca global telah membuat para ilmuwan berlomba – lomba membuat skema terbaik untuk memprediksi ENSO. Model komputer telah dibuat dari generasi ke generasi, akan tetapi tidak selalu model generasi terbaru menghasilkan ketepatan yang lebih baik. Kebanyakan model komputer ini bekerja dengan baik pada awalnya dengan ketepatan yang cukup akurat dalam memprediksi ENSO, akan tetapi gagal memprediksi ENSO setelahnya. Model ini biasanya terus diperbaiki. Sebagai contoh, model ENSO yang berhasil memprediksi El Nino pada 1991, gagal memprediksi El Nino lemah pada tahun 1993 – 1994, pun begitu dengan model terbaik pada pertengahan 1990 – an gagal memprediksi El Nino kuat pada 1997 – 1998. Kini,

National Centers for Environmental Prediction sedang

mengembangkan model komputer terbaru yang lebih canggih. Umumnya, dengan semakin rumit, dan canggihnya model komputer akan membuat prediksi ENSO lebih akurat.

Kesulitan utama dalam membuat model prediksi ENSO umumnya karena para peneliti hanya mengetahui dengan baik perubahan sistem dalam jangka pendek, sedangkan ketika dihadapkan pada masalah jangka panjang, para peneliti tidak mengetahuinya. Karena pengetahuan tentang ENSO saat ini tidak memungkinkan secara pasti peneliti untuk mengetahui kondisi awal / syarat awal terjadinya ENSO, sehingga kesalahan kecil dalam model prediksi jangka pendek akan menjadi signifikan pada jangka panjang akibat efek kesalahan beruntun.

(7)

VII.KESIMPULAN

ENSO menyebabkan perbagai dampak baik secara telekoneksi atmosfer global, maupun kondisi sosial ekonomi global. ENSO menyebabkan variasi iklim tahunan. Khusus di wilayah Benua Maritim Indonesia, ketika tahun terjadinya El Nino sirkulasi zonal di atas Indonesia divergen, sehingga mengakibatkan subsidensi udara atas. Divergensi massa udara inilah yang mengakibatkan awan – awan konvektif bergeser ke Pasifik Tengah, mengakibatkan Indonesia mengalami defisit curah hujan. Sebaliknya, ketika kejadian La Nina, Benua Maritim Indonesia surplus curah hujan akibat menguatnya angin pasat dari kondisi normal.

Mengingat pengaruh ENSO sebegitu penting dan luas, perlu dibuat model – model prediksi komputer yang akurat dalam rangka mitigasi jangka panjang. Akan tetapi, karena model masuk ke dalam cite – nya sains yang berusaha menyederhanakan fenomena ke dalam abstraksi, maka hampir selalu kenyataan sesungguhnya, dalam hal ini Ada – nya ENSO tetap tidak dapat di dekati melalui pendekatan model. Cara yang paling memungkinkan dalam memperlakukan ENSO adalah mencandranya dalam keseharian.

Dengan demikian, seberapa tepat pun kita menetapkan kondisi awal untuk memprediksi ENSO, fenomena itu tetap ber – Ada di luar kita. Karenanya, setiap model prediksi pastilah tidak tepat. Maka sampai kapan pun

kita tidak akan pernah memprediksi seakurat mungkin ENSO seperti ENSO itu sendiri. Kondisi inilah yang melahirkan tragedi, dimana masa depan sebegitu acaknya sehingga tidak sesuai harapan kita ( model prediksi ) .

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dibiayai oleh dana ISH Tiang Bendera, Institut Teknologi Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Michael J McPhaden, “ El Nino and La Nina : Causes and Global Consequences,” Encyclopedia of Global Environmental Change, vol. 1, pp. 353 – 370. 2004

[2] S. George Philander, El Nino, La Nina, and the Southern Oscillation. New York : Academic Press, 1990

[3] Klaus Wyrtki, “ El Nino – The dynamic response of the equatorial Pacific Ocean to Atmospheric Forcing ,“ J.Phys Oceanogr, vol. 5, pp. 572 – 584, 1975

Gambar

Gambar 1 : Temperatur Permukaan Air Laut Pasifik  pada Kondisi Normal, El Nino, dan La Nina
Gambar 2 : Sirkulasi Hadley
Gambar 3 : Skema Sirkulasi Walker pada Kondisi  Normal dan El Nino
Gambar 4 : Sistem Pengamatan Tambatan  Pelampung TAO

Referensi

Dokumen terkait

1. Proses rekrutmen calon anggota legislatif di tingkat partai politik A. Sosialisasi/pengumuman di internal dan eksternal partai politik. Berdasarkan point ini, penulis akan

Kode Kompetensi Kompetensi Sertifikat Kualifikasi Level Pendidikan Jenjang PDG.OO 02.023.01 Melaksanakan presentasi dan demonstrasi IV / V / VI • Penjualan Langsung • Wiraniaga Senior

5 Sangat Baik 4 Baik Tersedia di lokasi dengan jumlah > 10 Tersedia di lokasi dengan jumlah > 5 Tersedia di sekitar lokasi dengan jumlah >4 3 Sedang

Kebijakan yang ditinjau adalah kebijakan dalam bentuk regulasi yang mempunyai kaitan dengan penanganan kemacetan di Kota Makassar terutama pada Jalan Andi Pangeran Pettarani,

Untuk mengetahui apakah air sungai yang akan diambil memenuhi syarat untuk dijadikan air baku atau tidak, maka hasil pemeriksaan sampel dibandingkan dengan baku mutu air baku

Secara historis, tradisi sedekah laut merupakan suatu wujud atau ekspresi religiusitas para leluhur masyarakat nelayan Kangkung dalam mempercayai adanya kekuatan

Jumlah PSK yang ada dilokalisasi Desa Pancur ini mencapai kurang lebih 42 Jiwa, yang terbagi dalam 2 kategori, pekerja seks yang berada dibawah naungan mucikari dan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,766 artinya presentase sumbangan pengaruh variabel kompetensi kepala sekolah dan iklim kerja