BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tanaman Pisang
Pisang (Musa paradisiaca) adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Pisang umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 2000 m dpl. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan curah hujan optimal adalah 1.520–3.800 mm/tahun dengan dua bulan kering (Rismunandar, 1990).
Taksonomi tanaman pisang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta Sub. divisi : Angiospermae Kelas : Monocotylae Bangsa : Musales Suku : Musaceae Marga : Musa
Jenis : Musa paradisiaca. (Rismunandar, 1990).
Tanaman pisang yang utuh memiliki bagian-bagian yang penting diantaranya daun, batang, buah, jantung, dan bagian umbi atau bonggol pisang. Bagian-bagian tersebut memiliki berbagai macam manfaat misalnya, buah pisang sebagai sumber berbagai macam mineral dan vitamin yang bermanfaat. Pelepah batang pisang juga memiliki manfaat yakni dijadikan serat untuk bahan baku kertas uang, kertas chaque
dan berbagai kertas yang termasuk sequrity papers lainnya, kertas sigaret, kantong teh celup, dan lain-lain. Di Indonesia perusahaan yang memanfaatkan serat batang pisang sebagai bahan baku pembuatan kertas adalah PT Kertas Leces, Jawa Tengah. Perseroan tersebut menggarap sekitar 5.000 Ha lahan tanaman pisang jenis Abaka di kawasan pegunungan Gampong Suak Buluh (Kabupaten Simeulue, Aceh) dan 11.000 Ha di Kabupaten Nias Utara.
Gambar 2.1 Tanaman Pisang Abaca (Musa textilis Nee.)
Dari keseluruhan bagian pisang, ada bagian yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu umbi bonggol pisang. Bonggol pisang bila dibiarkan begitu saja akan menjadi limbah pertanian yang tidak bermanfaat. Bonggol pisang dapat dimanfaatkan untuk diambil patinya. Patinya ini menyerupai pati tepung sagu dan tepung tapioka. Bonggol pisang memiliki komposisi yang terdiri dari 76% pati, 20% air. (Yuanita dkk, 2008). Potensi kandungan pati bonggol pisang yang besar dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar yaitu, bioetanol. Bahan berpati yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol disarankan memiliki sifat yaitu berkadar pati tinggi, memiliki potensi hasil yang tinggi, fleksibel dalam usaha tani dan umur panennya (Prihandana, 2007).
Gambar 2.2 Bonggol Pisang
Pertumbuhan pohon pisang berbanding lurus dengan peningkatan limbah bonggol pisang. Peningkatan limbah bonggol pisang dapat dilihat dari tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Pertumbuhan Pohon Pisang di Indonesia
Tahun Kuantitas (ton/tahun)
2008 6,004,615
2009 6,373,533
2010 5,755,073
2011 6,132,695
2012 6,071,043
(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013)
2.2.Bioetanol
Bioetanol berasal dari dua kata yaitu “bio” dan “etanol” yang berarti sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan pangan (Prihandana, 2007). Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Bahan sukrosa
Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete.
b. Bahan berpati
Bahan-bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan-bahan yang mengandung pati atau karbohidrat. Bahan-bahan tersebut antara lain tepung-tepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain.
c. Bahan berselulosa (lignoselulosa )
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit.
Etanol merupakan senyawa alkohol yang mempunyai dua atom karbon (C2H5OH). Karena etanol merupakan senyawa alkohol maka etanol memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih), berfase cair pada temperatur kamar, mudah menguap, serta mudah terbakar. Etanol dapat diperoleh
melalui proses fermentasi biomassa. Oleh karena berbahan dasar biomassa, maka selanjutnya lebih dikenal dengan nama bioetanol (Prihandana, 2007).
2.2.1.Kegunaan Bioetanol
Kegunaan bioetanol dalam dunia industri yaitu : 1. Untuk membuat minuman keras seperti bir dan wisky
2. Sebagai obat antiseptik pada luka dengan kadar 70 %
3. Untuk membuat barang industri misalnya zat pewarna, parfum, essence buatan, dan lainnya
4. Untuk kegunaan analisa laboratorium
5. Untuk kepentingan industri bahan bakar dengan kadar > 90 %.
2.2.2.Syarat Mutu Bioetanol (SNI 7390:2008)
Syarat mutu bioetanol terdenaturasi untuk gasohol tertera pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Spesifikasi Standar Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol
No. Sifat Unit, min/max Spesifikasi
1 Kadar etanol %-v, min 99,5 (sebelum denaturasi) 94,0 (sebelum denaturasi)
2 Kadar metanol mg/L, max 300
3 Kadar air %-v, max 1
4 Kadar denaturan %-v, min
%-v, max 2 5 5 Kadar tembaga (Cu) mg/kg, max 0,1 6 Keasaman sebagai CH3COOH mg/L, max 30
7 Tampakan Jernih dan terang, tidak
ada endapan dan kotoran 8 Kadar ion klorida (Cl-) mg/L, max 40
9 Kandungan belerang (S) mg/L, max 50
10 Kadar getah (gum), dicuci mg/100 ml,
max 5,0
11 PH 6,5 – 9,0
2.2.3.Sifat-sifat Fisika Bioetanol
Bioetanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak beracun. Selain itu etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun kimia. Adapun sifat-sifat fisika bioetanol dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisika Bioetanol
Besaran Nilai
Berat Molekul (gr/mol) 46,07
Specific gravity, pada 20oC 0,7893
Faktor kompresibilitas kritis (z) 0,248 Kelarutan dalam air, pada 20oC Larut Panas pembakaran, pada 25oC (J/gr) 29676,69
Panas pembentukan 104,6
Panas penguapan, pada titik didih normal (J/gr) 839,31 Panas spesifik, pada 20oC (J/gr.C.s) 2,42
Tekanan Kritis (kPa) 6383,48
Temperatur Kritis (oC) 243,1
Titik Beku (oC) -114,1
Titik didih normal (oC) 78,32
Viskositas, pada 20oC (mPa.s (cP)) 1,17
Volume Kritis (L/mol) 0,167
Warna cairan Jernih
(Sumber : Kirk-Othmer)
2.2.4.Sifat-sifat Kimia Bioetanol
Bioetanol selain memiliki sifat-sifat fisika juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifat-sifat kimia tersebut adalah :
1. Memiliki angka oktan yang tinggi
2. Mampu menurunkan tingkat opasiti asap, emisi partikulat yang membahayakan kesehatan, dan emisi CO dan CO2.
3. Tidak mengandung senyawa timbal
4. Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkil halida dan air CH3CH2OH + HC=CH CH3CH2OCH=CH2 + H2O
5. Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2H + H2O 6. Dehidrogenasi etanol mengasilkan asetaldehid
7. Mudah terbakar di udara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang berwarna biru muda, transparan, serta membentuk H2O dan CO2.
2.3.Bahan Baku Pembuatan Bioetanol 2.3.1.Bonggol Pisang
Komposisi kimia dari bonggol pisang dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut. Tabel 2.4 Komposisi kimia dari bonggol pisang
Komposisi Basah Kering
Pati (%) 96 76 Kalori (%) 43 42,5 Protein (%) 0,6 3,4 Karbohidrat (%) 11,6 66,2 Ca (%) 60 15 P (%) 0,5 2 Fe (%) 0,11 0,04 Vitamin (%) 12 4 Air (%) 86 20
(Sumber : Direktorat Jendral Bina Gizi, 1979)
2.3.2.Enzim alpha-amylase
Sifat-sifat umum enzim alpha-amylase yaitu :
wujud : cair
warna : coklat muda
temperatur : aktif pada suhu 80oC – 85oC pH optimum : 6,0 – 6,5
2.3.3.Glukoamylase
Sifat-sifat umum glukoamylase yaitu :
wujud : cair
temperatur : optimum pada suhu 60oC pH optimum : 4,0 – 4,5
2.3.4.Saccharomyces cereviceae
Sifat-sifat umum saccharomyces cereviceae yaitu :
wujud : padatan
pH optimum : 6
temperatur : optimum 25oC – 30oC 2.3.5.Air
Sifat-sifat umum air yaitu :
wujud : cair
rumus molekul : H2O berat molekul : 18 g/mol densitas pada 25oC : 0,9979 g/cm3 titik didih : 100oC titik beku : 0oC
2.4.Proses-proses yang tersedia untuk pembuatan Bioetanol
Proses pembuatan bioetanol dalam industri terdiri dari dua cara, yaitu: 1. Cara non Fermentasi (Sintesa)
2. Cara Fermentasi
2.4.1.Cara non Fermentasi (Sintesa)
Proses ini terjadi dengan penyerapan etilen dalam H2SO4 untuk menghasilkan etil sulfat, kemudian dihidrolisa untuk menghasilkan etanol dengan persamaan reaksi:
CU2 = CH2 + H2SO4 C2H5SO2OH Mono etil sulfat 2 CH2 = CH2 + H2SO4 C2H5SO2OC2H5
Dietil sulfat
C2H5OSO2OH + C2H5OSO2OC2H5 + 3 H2O 3C2H5OH +2H2SO4
Etil dilarutkan kedalam kolom absorbsi secara counter Qurrent dangan asam sulfat 90%. Gas yang tidak terabsorbsi keluar dari atas kolom dan digunakan sebagai
bahan bakar. Cairan yang dihasilkan merupakan campuran monoetil dan dietil sulfat yang dikeluarkan dari menara absorber bagian bawah dengan penambahan sejumlah air. Pada kolom ini senyawa sulfat dihidrolisa menjadi etanol, asam sulfat, etil, eter dan bahan lain. Larutan etanol mentah dimasuk dalam kolom stripping dengan pemberian steam yang mengangkat etanol, eter dan sebagian kecil asam sulfat yang dikeluarkan dari bawah kolom didinginkannya dan dipekatkan untuk recovery. Sedangkan uap etanol mentah yang dikeluarkan dari bagian kolom stripping, dialirkan menuju bagian bawah kolom scrubber dan ditambahkan NaOH untuk netralisasi asam. Sisa NaOH keluar dari bawah kolom, sedangkan uap etanol, eter dan air keluar dari bagian atas kolom kemudian dikondensasi dan dipompa menuju tangki penyimpanan etanol mentah (kolom eter), dimana eter akan keluar sebagai uap. Produk samping eter dapat diubah menjadi etanol dengan hidrasi katalik, kemudian etanol dilewatkan kolom fraksinasi dan diperoleh etanol dengan kemurnian 95%.
2.4.2.Cara Fermentasi
Fermentasi merupakan proses metabolisme dimana terjadi perubahan kimia dalam subtrat/bahan organik karena aktifitas enzim yang dihasilkan jasad renik (Hidayat dkk., 2006).
Pembuatan bioetanol secara garis besar melalui tiga tahapan, yaitu : a. Persiapan bahan baku
Bahan baku berupa pati yang berasal dari tumbuhan terlebih dahulu mengalami proses hidrolisa. Hidrolisa pati merupakan pengubahan molekul pati menjadi monomernya atau unit-unit penyusunnya seperti glukosa.
b. Fermentasi
Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahan-perubahan atau reaksi-reksi kimia dengan pertolongan mikroba penyebab fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat makanan yang sesuai dengan pertumbuhannya. Akibat terjadinya fermentasi sebagian atau seluruhnya akan berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya. Pati yang terkandung dapat diubah menjadi alkohol, melalui proses biologi dan kimia (biokimia).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi: 1) Keasaman (pH)
2) Mikroba 3) Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan. Pada suhu 10-30°C terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu itu.
4) Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, sekali setiap 20 menit.
(Suhendar, 2007).
Dalam pembuatan bioetanol diperlukan tahapan fermentasi, dimana sebelum di fermentasikan pati diubah menjadi glukosa atau karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, diperlukan bantuan enzim alfa-amilase. Pati kemudian diurai oleh enzim beta-amilase menjadi glukosa. Setelah itu, glukosa difermentasi dengan ragi agar menjadi etanol (Purwono dan Purnamawati, 2007).
c. Pemurnian (destilasi)
Karena proses pembuatan bioetanol meliputi fermentasi dan berbahan dasar biomassa, maka bioetanol juga dapat diartikan sebagai cairan biokimia dari proses fermentasi gula (sumber karbohidrat) dengan menggunakan bantuan mikroorganisme (Lowenstein, 1985).
2.5.Seleksi Proses
Dari kedua metode yang telah disebutkan di atas, dapat dibuat tabel perbandingan yang dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Perbandingan antara proses sintesa dan fermentasi
Parameter Macam-macam proses
Sintesa Fermentasi a) Segi teknis Proses - yield - katalis - peralatan Kondisi Operasi - suhu operasi - waktu operasi 95 % - Kompleks 350 oC Cepat 95 % - Sederhana 60 – 110 oC Lama b) Segi Ekonomis
Biaya Operasi Mahal Murah
Berdasarkan tabel di atas maka proses yang akan digunakan dalam pembuatan bioetanol dari bonggol pisang adalah proses fermentasi.
2.6.Deskripsi Proses
Bahan baku bonggol pisang diangkut dari gudang menggunakan belt conveyor (BC-101), ke bak pencucian (BP-101). Kemudian bonggol pisang yang telah bersih tersebut diangkut menggunakan belt conveyor (BC-102) ke hammer crusher (HC-101) untuk dihancurkan dengan ukuran 100-150 mm. Selanjutnya dengan menggunakan belt conveyor (BC-103) ke ball mill (BM-101) untuk dihaluskan kembali dengan ukuran produk keluar ball mill mempunyai kehalusan 10-20 mm, kemudian diangkut dengan menggunakan screw conveyor (SC-101) ke reaktor liquifikasi (R-101). Pada R-101 terjadi proses hidrolisa dengan penambahan enzim ⍺-amylase dan pemasakan di reaktor terjadi pada suhu 85-90 oC bertujuan untuk menghidrolisa pati menjadi maltosa dan dekstrin, dengan reaksi :
Amilosa
C12H20O10 + H2O C12H22O11 Maltosa
Amilopektin
C18H28O14 + H2O C18H30O15 Dextrin
Keluaran dari R-101 dipompakan ke cooler (C-101) untuk didinginkan hingga mencapai suhu 60-65 oC yang bertujuan untuk perlakuan awal sebelum masuk ke reaktor sakarifikasi awal (R-102). Kemudian dialirkan ke static mixer
(SM-101) dan ditambahkan CH3COOH sebagai pengontrol pH, dimana pH keluaran dijaga pada 4,0 – 4,5. Pada R-102 ditambahkan enzim glukoamylase dan suhu R-102 dijaga pada suhu 60-65 oC dikarenakan enzim glukoamylase aktif pada suhu tersebut. Pada R-102 terjadi proses sakarifikasi awal yang bertujuan untuk mengubah maltosa dan dekstrin menjadi glukosa, dengan reaksi:
Keluaran dari R-102 dipompakan ke cooler (C-102) untuk didinginkan hingga mencapai suhu 30 oC, dan keluaran C-102 dialirkan ke static mixer (SM-102) untuk ditambahkan NaOH sebagai pengontrol pH, dimana pH dijaga pada 6,0 – 7,0. Keluran SM-102 dipompakan ke reaktor fermentasi (R-103). Pada R-103 terjadi proses fermentasi glukosa menjadi bioetanol dengan menggunakan saccharomyces cerevisiae. Suhu reaktor dijaga pada suhu 30 oC. Reaksi yang terjadi:
Hasil fermentasi yaitu bioetanol dipompakan ke filter press (F-101). Keluaran F-101 terdiri dari ampas dan campuran bioetanol. Ampas dibuang ke bak penampung
cake (BPC-101) sementara campuran bioetanol dipompakan ke heater (H-101) untuk dipanaskan hingga mencapai suhu 79 oC. Keluaran dari H-101 dialirkan ke mixer
(M-101) untuk mengalami pencampuran dengan hasil recycle destilasi flash (DF-103). Keluaran M-101 dialirkan ke destilasi flash (DF-101) untuk memisahkan bioetanol dengan air dan glukosa. Karena perbedaan titik didih glukosa dan air menjadi produk bawah dan diteruskan ke unit pengolahan limbah sementara bioetanol yang menguap sebagai produk atas didinginkan menggunakan cooler (C-103) hingga mencapai suhu 70 oC. Keluaran dari C-103 dialirkan ke destilasi flash
Maltosa
C12H22O11 + H2O 2 (C6H12O6) Glukosa
Glukosa
C6H12O6 S. Cerevisiae 2 C2H5OH + 2 CO2 Bioetanol
Dextrin
C18H30O15 + 3 H2O 3 (C6H12O6) Glukosa
(DF-102) untuk memisahkan bioetanol dengan air. Bioetanol yang menguap dialirkan ke kompressor (K-101) untuk menaikkan tekanan dari 1 atm menjadi 2 atm yang berfungsi untuk memudahkan pemisahan air yang masih terkandung dalam bioetanol dan juga didinginkan mencapai suhu 90,5 oC dengan menggunakan cooler
(C-104). Keluaran C-104 dialirkan ke destilasi flash (DF-103) untuk memisahkan air dengan bioetanol. Produk atas dari DF-103 mengalami proses recycle ke M-101 dan produk bawah yang berupa bioetanol dialirkan ke valve (V-101) untuk menurunkan tekanan dari 2 atm menjadi 1 atm. Keluaran V-101 dialirkan ke cooler (C-105) untuk didinginkan hingga mencapai suhu 30 oC. Keluaran C-105 dialirkan ke separator
3-phase (S-101) untuk menghasilkan bioetanol murni dengan kadar 99,97 % kemudian keluaran dari S-101 dialirkan ke tangki bioetanol.